Chapter 17

Romance Completed 3114

"Kenapa semua barang-barangku harus di kemasi?" Tanya Sheila kepada Roy yang sedang duduk di sofanya sambil membaca laporan di laptopnya. Roy melihat kearah Sheila yang berdiri di sampingnya.

"Kemari." Kata Roy sambil menarik tangan Sheila dan membiarkan Sheila duduk dipangkuannya.

Roy menyingkirkan laptopnya dan memeluk tubuh Sheila.

"Kau akan tinggal disini. Tidak ada areamu dan areaku. Kau akan tinggal disini." Jawab Roy sambil mencium puncak kepala Sheila.

"Kenapa harus begitu?" Tanya Sheila sedikit memprotes Roy.

"Ini adalah kompensasimu karena sudah membuatku ketakutan. Kau tidak boleh pergi kemanapun, kau tidak boleh jauh dariku." Jawab Roy semakin erat memeluk Sheila.
"Kau juga tidak memiliki hak untuk menolak. Kau sudah membuang kesempatanmu itu."

"Iya.. Iya . Aku akan pindah kemari. Hanya saja...Aku tidak suka dengan warna gelap di kamarmu . Rasanya begitu menyesakkan." Kata Sheila sambil menjauhkan tubuhnya dari Roy.

"Aku akan menggantinya. Sesuai apa yang kamu mau." Balas Roy sambil mendekatkan tubuh Sheila lagi pada tubuhnya.

"Aku tidak suka jika AC nya terlalu dingin." Sheila bermain dengan lengan Roy.

"Aku akan menaikkan suhunya."

"Aku ingin makan sesuatu. Aku lapar ." Kata Sheila sambil memandang kearah Roy dengan wajah penuh harap.

Roy tertawa melihat ekspresi Sheila.

"Aku akan meminta sekertarisku untuk memesan makanan. Atau kau ingin kita makan sesuatu diluar?" Roy memberikan beberapa tawaran kepada Sheila.

"Aku ingin kita makan diluar saja. Tapi aku tidak ingin kita makan di restauran mahal. Aku tidak suka suasananya."

"Baiklah. Kau ingin kita makan dimana? Aku akan menuruti semua yang kamu inginkan ." Mata Roy menatap mata Sheila dengan kilatan yang membuat Sheila merasa panas disekujur tubuhnya.
"Tapi aku ingin memakanmu terlebih dahulu." Kata Roy sambil mencium bibir Sheila dengan ringan berkali-kali. Sheila tertawa dengan kata-kata Roy.

"Roy, ada banyak orang diluar." Bisik Sheila dengan malu sambil melirik kearah beberapa orang-orang suruhan Roy yang sibuk menurunkan barang-barang Sheila dari lantai tiga.

"Aku akan suruh mereka semua keluar." Balas Roy dengan acuh dan mengecup bibir Sheila.

"Kita akan makan dulu." Kata Sheila dengan susah payah untuk bersikap tegas kepada Roy.

"Aku akan makan kamu dulu." Ujar Roy lalu menggendong Sheila masuk kedalam kamar tidurnya.

"Kau membuatku malu." Kata Sheila sambil menutup wajahnya dari orang-orang suruhan Roy yang berada diluar pintu kaca Roy.

"Tanggunglah itu seumur hidupmu." Balas Roy sambil tersenyum lebar dan menutup pintu kamar tidur mereka.
----------------------------------------------

Rey sedang bersama ibunya ketika Nancy baru saja masuk kedalam rumah mereka.

"Darimana saja kau? Sedari pagi dan baru sekarang kau baru kembali?" Tanya Rey pada Nancy yang tidak menyapanya ataupun ibunya. Nancy berhenti sejenak dan mengangkat barang-barang yang ia bawa.

"Menghabiskan uangmu." Jawab Nancy sambil tersenyum dan pergi melangkah menuju kekamarnya.

"Dasar tidak berguna." Gumam Rey dengan kesal .

"Dia berguna. Ayahnya memiliki pengaruh untuk bisnis yang akan kita buka nanti. Dia juga memiliki popularitas yang bagus untuk masa depanmu." Kata ibu Rey sambil menikmati minumannya.

"Kalau saja dia bukan istriku dan memberikan keuntungan untukku , sudah aku usir dia dari sini." Komentar Rey sambil menatap kesal kearah kamar Nancy.

"Yang ada juga kamu yang diusir. Ini rumahnya. Jangan kau lupa soal itu." Balas ibu Rey dengan santai.

"Bersabarlah sampai nanti kita bisa mendirikan bisnis kita sendiri. Dia juga nantinya akan menurut padamu kalau kau sudah sukses nanti."

"Ma, aku sudah tidak tahan lagi dengan sikapnya yang semakin hari semakin tidak memiliki aturan." Rey menghempaskan tubuhnya di dinding kursinya.

"Yang terpenting kalian adalah pasangan sempurna dimata masyarakat. Jangan sampai ada berita miring tenang kalian. Kau tidak akan tahu tentang apa yang ayahmu pikirkan nanti." Ibu Rey meletakkan gelasnya dan memindahkan posisi kakinya .

"Ayahmu begitu terobsesi dengan Roy dan juga istrinya akhir-akhir ini. Bagaimana sumber informasimu? Apakah sudah dapat informasi yang bermanfaat untuk menjatuhkan Roy?" Tanya ibu Rey.

"Belum.Aku hanya mendapatkan beberapa informasi yang tidak penting saat ini. Istri Roy juga hanya terlihat beberapa kali saja keluar dari rumah Roy. Roy benar-benar menjaga privasinya dengan baik." Jawab Rey dengan putus asa.

"Dasar tidak berguna." Komentar ibu Rey dengan sinis.
"Kalau begini terus bagaimana kamu bisa mewarisi seluruh kekayaan dan bisnis ayahmu?"

"Kenapa mama begitu terobsesi dengan apa yang dimiliki lelaki itu? Yang kita miliki seharusnya sudah lebih dari cukup. Lagipula dia bukan ayah kandungku." Balas Rey dengan kesal.

Ibu Rey langsung melemparkan tas yang berada disampingnya kearah Rey.

"Mama melakukan semua ini juga untukmu. Setidaknya milikilah separuh saja otak Roy, maka kau akan bisa memahami apa yang aku lakukan selama ini adalah untuk masa depanmu." Kata ibu Rey merasa putus asa akan Rey.

"Minta informanmu untuk lebih berusaha lagi. Waktu yang kita miliki tidak banyak. Pria tua itu juga pasti akan sangat waspada, dia juga sangat pandai menyembunyikan rahasia terbesar putra semata wayangnya itu,"

"Kalau mama begitu khawatir akan Roy , kenapa mama tidak memiliki anak saja dari dulu dengan ayah. Roy juga memutuskan untuk keluar dari bisnis ayah. Dia tidak mau ikut terlibat dalam bisnis ayah. Bukankah sudah jelas nantinya bisnis ayah akan diwariskan padaku. Kenapa kita harus berusaha begini keras selama bertahun-tahun ini?" Protes Rey kepada ibunya.

"Untungnya kau memiliki wajah yang tampan walaupun otakmu terkadang tidak berguna. Kenapa aku bisa melahirkan anak sepertimu?" Ibu Rey menghela nafas panjang.

"Cepat cari informasi yang berguna , aku akan mengurus segalanya untukmu. Kau cukup mengikuti intruksi dariku saja. Dan ingat , jangan sampai kau membuat kesalahan sekecil apapun." Kata ibu Rey sambil berdiri dari duduknya dan meninggalkan rumah Rey.

Setelah ibunya pergi, Rey langsung menghubungi Katarina untuk memintanya memberikan informasi yang lebih akurat lagi tentang Roy dan juga Sheila.
-------------------------------------

"Foto ini harus diletakkan disini? Bukannya foto ini sudah Ada dibawah?" Tanya Sheila melihat foto pernikahannya dengan Roy yang Roy letakkan di ruang tamu pribadinya .

"Bukankah bagus?" Balas Roy sambil mengenakan jaketnya.

"Ini terlalu... besar." Jawab Sheila sambil merentangkan tangannya didepan foto pernikahan mereka berdua yang berbingkai kayu berlapis cat berwarna emas itu.

Roy mendekati Sheila sambil memeluk Sheila dari belakang dan mengecup ringan pipi Sheila.

"Bukankah bagus? Kau akan melihatnya setiap hari untuk mengingatkanmu bahwa kau sudah menikah denganku." Kata Roy sambil tersenyum melihat foto pernikahan mereka.

"Tidak perlu melihat foto ini juga aku selalu ingat jika sudah menikah denganmu. Memangnya aku boleh tidak mengingatnya?" Tanya Sheila menggoda Roy.

"Tidak boleh." Jawab Roy dengan cepat dan bernada tegas.

"Apa aku boleh keluar untuk berjalan-jalan jika kamu sedang bekerja?" Sheila mencoba mencari waktu jika dia ingin menjenguk neneknya dipanti jompo yang sudah neneknya tempati saat ini.

"Tidak boleh. Kamu hanya boleh keluar dari rumah jika bersamaku." Balas Roy masih dengan nada tegas.

"Aku bisa bosan jika berada di rumah setiap hari. Aku juga tidak sedang bersamamu." Sheila masih mencoba untuk merayu Roy agar mendapatkan ijin untuk memiliki waktu keluar dari rumah Roy.

"Apa kau ingin kabur dariku? Apa kau ingin meninggalkanku?" Tanya Roy sambil membalikkan tubuh Sheila agar ia bisa melihat mata Sheila.

"Roy, aku sudah katakan berapa kali? Aku tidak akan meninggalkanmu kecuali kamu yang menginginkan aku untuk pergi. Apa tawaranmu untuk aku meninggalkanmu berlaku kembali?" Sheila berbalik tanya kepada Roy. Roy menarik tubuh Sheila mendekat.

"Tidak." Jawab Roy tegas dengan matanya yang kelam dan gelap.

"Bagus. Jadi jangan menanyakan hal itu lagi kepadaku." Kata Sheila sambil menangkup wajah Roy dengan kedua tangannya.

Roy mengangguk sambil tersenyum kepada Sheila.

"Maka jangan pergi kemanapun jika aku tidak mengijinkannya." Balas Roy sambil menempelkan dahinya ke dahi Sheila.

"Sebenarnya kemana kau pergi malam itu? Kau tidak berada di areamu. Lampu areamu tidak menyala. Apa kau tahu jantungku seperti berhenti berdetak. Aku masih belum menanyakan hal ini kepada para penjaga gerbang masuk didepan. Sebelum aku menanyakan pada mereka, aku ingin kau memberiku jawabannya."

Sheila berusaha memutar otaknya , bagaimana caranya agar dia bisa memberitahu Roy perihal neneknya yang sudah ia temukan tanpa menyinggung tentang perjanjiannya dengan ayah Roy tentang penyakit Roy.

"Ah Roy, ada yang mau kubicarakan." Kata Sheila yang sudah tidak bisa menahan dirinya untuk memberitahukan tentang neneknya kepada Roy.

Roy menatap mata Sheila dengan pandangan yang lurus dan penuh ingin tahu. Sheila menundukkan kepalanya sejenak. Dia jelas tidak bisa berbohong, tapi dia harus memberikan penjelasan yang masuk akal kepada Roy.

"Kau janji tidak akan marah?" Tanya Sheila dengan ragu-ragu.

Roy mengernyitkan keningnya mendengar pertanyaan Sheila.

"Jangan marah kepada siapapun. Jika kau ingin marah. Marahlah padaku." Lanjut Sheila.

"Apa yang sebenarnya ingin kau jelaskan padaku?" Roy sudah merasa ada yang ganjil dengan kata-kata Sheila.

"Sebenarnya kemarin ... Aku bertemu dengan ayahmu." Jawab Sheila dengan ragu, Roy langsung melepaskan pelukannya dari Sheila dengan segera.

Sheila bisa merasakan Roy tidak bisa mengontrol emosinya lagi. Sheila menggenggam tangan Roy untuk menenangkannya.

"Kenapa kau tidak memberitahuku?" Tanya Roy dengan nada tinggi yang membuat jantung Sheila berdegup kencang.

"Aku sudah menghubungimu tapi tidak kau hiraukan." Jawab Sheila dengan pelan namun tetap tidak melepaskan genggamannya dari Roy.

"Dengarkan aku. Aku bertemu ayahmu dan mengatakan padanya jika penyakitmu sudah sembuh dan aku memutuskan untuk bernegosiasi tentang nenekku. Aku rindu ingin bertemu dengannya."

"Bagaimana kau bisa meyakinkan tua bangka itu tentang kesembuhanku?" Roy mulai mencurigai Sheila pasti memiliki hal lain yang dijanjikan kepada ayahnya.

"Aku berjanji akan melahirkan cucunya dengan sehat dan selamat." Jawab Sheila tanpa berbohong kepada Roy meskipun tidak semuanya Sheila ungkapkan.

"Setelah itu kau akan meninggalkanku seperti yang kau janjikan padanya? Itulah alasanmu untuk tetap bersamaku meskipun aku sudah menawarkanmu untuk pergi?" Roy tersenyum sinis kepada Sheila.

Sheila menghela nafas panjang dan berat sambil memejamkan matanya sejenak.

"Kau akan melepaskanku jika itu terjadi?" Sheila berbalik tanya kepada Roy. Roy tidak menjawab pertanyaan Sheila dan berbalik memunggungi Sheila.
"Yang bisa membuatku pergi hanyalah dirimu, sekalipun ayahmu yang memintanya. Aku memutuskan untuk tetap bersamamu karena keputusanku sendiri." Kata Sheila
sambil berharap Roy bisa mengetahui jika niatnya untuk tetap tinggal disisi Roy adalah ketulusan hati Sheila bukan karena perjanjiannya dengan ayah Roy.

Roy masih tidak bergeming dan tetap berdiri membelakangi Sheila.

"Aku tidak bisa berbohong ataupun berpura-pura. Jika kau memang ingin aku pergi sekarang, aku akan pergi. Jika kau ingin aku tetap disisimu, aku akan selalu berada disisimu tidak peduli seperti apa dirimu yang sebenarnya." Kata Sheila namun masih tidak ada jawaban dari Roy.

Sheila bisa melihat Roy menghela nafas panjang dari punggung Roy.

"Jika kau tidak menjawabnya, maka aku anggap kau ..." Perkataan Sheila terputus ketika Roy tiba-tiba berbalik dan dengan cepat memeluk Sheila.

"Aku tidak akan membiarkanmu pergi. Jangan mengatakan kata-kata itu lagi. Apa kau ingin aku mati didepanmu?" Kata Roy dengan putus asa.

Sheila membalas pelukan Roy dengan erat ketika mendengar kata yang Roy ucapkan.

"Tidak. Jangan melakukan hal itu." Balas Sheila.

Cukup sekali ia menyaksikan seseorang yang ia sayangi mati didepannya karena dirinya.

"Aku percaya padamu. Aku hanya tidak suka jika memang kau tinggal disisiku karena oranglain. Aku tidak mau kehilanganmu, aku tidak mau jika hanya memiliki tubuhmu saja , aku juga ingin memiliki hatimu. Sejak kita menikah aku menjadi semakin serakah. Aku tidak mau siapapun ada didalam hatimu, bahkan kau juga tidak boleh memikirkan oranglain selain aku. Aku sangat senang ketika kau memilihku walaupun lelaki itu ada dihadapanmu. Aku juga sangat senang ketika kau memberitahuku tentang perasaanmu padaku. Tapi seiring waktu berjalan aku semakin egois dan serakah. Kau harus tetap disisiku, kau harus menemaniku. Aku akan semakin egois nantinya, aku akan semakin serakah, dan aku akan marah tanpa sebab . Kau harus bertahan disisiku. Jangan pernah meninggalkanku dan aku juga tidak akan pernah melepaskanmu. Kau harus ingat itu." Kata Roy sambil memeluk erat Sheila seolah-olah Sheila bisa saja menghilang sewaktu-waktu.

Airmata Roy menetes satu kali, pandangan matanya seolah menerawang jauh entah kemana.

"Aku tahu. Dan aku tetap disini. Aku disisimu. Kau tidak perlu khawatir." Ucap Sheila sambil menenangkan Roy.

"Apa kita bisa pergi makan sekarang?" Tanya Sheila yang mengalihkan pembicaraan dan memang dia sudah merasa lapar kali ini.

Roy tertawa mendengarkan pertanyaan Sheila.

"Sebentar lagi. Aku masih ingin memelukmu lebih lama." Jawab Roy sambil mencium puncak kepala Sheila.

"Kau sudah memelukku sedari tadi." Balas Sheila sambil tertawa.

"Tadi berbeda." Kata Roy sambil makin erat memeluk Sheila.

"Aku lapar Roy."

"Aku rindu, Ella."

"Roy , ayo kita makan. Aku bisa kelaparan."

"Aku bisa mati kerinduan."

Sheila tertawa ketika Roy terus memeluknya sambil mengayunkan tubuh Sheila dengan pelan kekanan dan kekiri.
------------------------------------------------------------------

"Aku sudah mengirimkan foto Sheila kepada Rey." Kata Katarina ketika ia berada didalam mobil Teddy.

"Sebenarnya apa saja yang diinginkan oleh keluarga Roy. Dan apa yang mereka inginkan dengan mengikuti Sheila?" Tanya Teddy tanpa memandang kearah Katarina.

"Tentu saja untuk menjatuhkan Roy agar tidak menjadi pewaris bisnis ayahnya. Sheila adalah sasaran empuk mereka karena pasti memiliki kelamahan untuk menjatuhkan Roy, hal seperti ini masa kau tidak bisa memahami? Roy sangat menjaga privasinya selama ini. Tidak ada seorangpun yang mengetahui kelemahan yang dimiliki Roy. Tapi jika itu Sheila yang hidupnya berbeda dengan Roy, sudah pasti ia memiliki sesuatu untuk mereka jadikan senjata menyerang Roy. Sementara ini masih belum terlihat apapun dari Sheila. Roy sepertinya menjaga istrinya dengan ketat. Mereka juga meyakini jika pernikahan mereka hanyalah sebuah rekayasa saja. Dan pasti memiliki surat perjanjian atau semacamnya. Aku juga sedang menyelidiki hal itu." Jawab Katarina sambil merapikan jaket yang ia kenakan.

"Mulai saat ini apapun yang kau dapatkan ketika menyelidiki Roy dan juga Sheila, kau berikan dulu kepadaku sebelum kau laporkan kepada Rey." Kata Teddy sambil menatap Katarina. Katarina tersenyum melihat Teddy.

"Tergantung bagaimana sikapmu kepadaku." Jawab Katarina dengan ringan.

"Jika memang benar ada yang mereka sembunyikan. Tentu saja akan menjadi hal ynag besar untuk bahan utama media masa. Dan jelas Sheila akan dirugikan dalam hal ini. Apa kau siap dengan segala resikonya?"

"Aku yang akan melindungi Ciya. Kau lakukan saja apa yang aku minta padamu tadi." Kata Teddy sambil kembali melihat kearah luar kaca mobilnya.

"Lalu bagaimana dengan perlindungan untukku?" Tanya Katarina berusaha mengingatkan Teddy akan janji Teddy kepadanya tadi siang dilokasi syuting.

"Aku juga akan melindungimu." Kata Teddy dengan nada
datar. Katarina tersenyum senang lalu menarik sabuk pengamannya.

"Walaupun kau mengatakan dengan dingin. Tapi aku cukup senang mendengarnya." Kata Katarina sambil tersenyum lebar.

"Oh iya, ibumu mengundangku lagi untuk makan malam . Apa kau sudah tahu akan hal itu?"
"Aku tidak tahu. Aku juga besok ada jadwal syuting sampai pagi. Mungkin juga aku tidak akan datang keacara makan malam yang ibuku rencanakan." Jawab Teddy sambil menyalakan mesin mobilnya dan mulai menyetir untuk mengantarkan Katarina kembali kerumahnya.

"Kau masih saja dingin seperti itu." Komentar Katarina.
"Tapi aku menyukainya."

"Terserah padamu." Gumam Teddy sambil berkonsentrasi untuk menyetir.

"Aku mendapatkan informasi jika saat ini Roy dan istrinya sedang berada di rumah makan yang tidak begitu terkenal. Apa kau ingin melihatnya?" Tanya Katarina sambil melirik kearah Teddy.

"Tidak." Jawab Teddy dengan singkat.

"Aku ingin melihatnya. Baru kali ini aku mengetahui Roy makan disebuah restauran yang bahkan tidak terkenal. Dan juga sepertinya ekspresi mereka bahagia." Kata Katarina sambil memandangi layar ponselnya.

Terbesit di hati Teddy untuk melihat apa yang Katarina lihat, namun ia tidak ingin hatinya sakit ketika melihat kebersamaan Sheila dan juga Roy.

Teddy juga harus mengakui disudut hatinya dia merasa lega jika Sheila baik-baik saja dan juga merasa bahagia. Setidaknya Roy menepati kata-katanya.
------------------------------------------------------------

Roy melemparkan berkas laporan yang diberikan oleh sekertarisnya.

"Suruh mereka ulangi! Isi laporan seperti itu. Anak sekolah dasar juga bisa melakukannya." Teriak Roy kepada sekertarisnya.

Sekertaris Roy mengambil berkas laporan yang dilempar Roy dengan patuh.

"Baik,Pak." Jawab sekertaris Roy dengan datar kemudian pergi meninggalkan ruang kerja Roy.

Setelah sekertarisnya pergi, ponsel Roy bergetar. Roy tersenyum melihat siapa yang menghubunginya.

"Apa kau sudah merindukanku?" Tanya Roy setelah menjawab panggilan dari Sheila.

Terdengar suara Sheila yang sedang tertawa karena ucapan Roy.

"Apa kau sudah makan? Sekarang waktunya makan siang." Jawab Sheila.

"Aku masih sibuk. Mungkin nanti aku akan makan dirumah. Kau ingin makan apa?" Tanya Roy sambil membaca berkas yang ada dihadapannya.

"Apa kau ingin aku mengirimu makanan? Kau tadi tidak sempat sarapan karena rapat mendadakmu." Kata Sheila dengan khawatir.

Roy terdiam mencoba berpikir.

"Kau bisa memasak?" Tanya Roy yang masih belum mengenal Sheila dengan baik.

"Tidak. Aku tidak pernah bisa memasak. Tapi jika hanya memasak menu yang biasa-biasa saja, aku mungkin bisa." Jawab Sheila dengan cepat.

"Hmm. Kalau begitu kau bisa membeli makanan cepat saji atau di restauran yang kau mau. Bawalah kemari. Nanti biar sekertarisku yang menjemputmu." Kata Roy sambil melihat kearah luar jendela ruang kerjanya.

"Aku yang mengantarkan kekantormu?" Tanya Sheila sedikit terkejut dengan permintaan Roy.

"Yap. Kamu juga harus bertanggung jawab karena aku bangun terlambat pagi ini sampai tidak sempat untuk sarapan." Jawab Roy sambil tersenyum lebar karena bahagia bisa menggoda istrinya.

"Baiklah. Aku akan kekantormu setelah aku bersiap-siap." Kata Sheila sambil tertawa kecil.

"Nanti sekertarisku akan menjemputmu. Kau tidak boleh pergi sendirian." Sahut Roy dengan cepat.

"Iya,Roy." Balas Sheila dengan lembut.
"Aku akan bersiap-siap. Kabari aku jika sekertarismu sudah berangkat."

"Dia berangkat sekarang." Jawab Roy langsung menekan tombol di telepon kantor kerjanya yang tersambung ke meja sekertarisnya.

"Jemput istriku sekarang." Kata Roy dengan tegas.

"Baik,Pak." Jawab sekertaris Roy lalu beranjak dari tempat duduknya.

"Secepat itu?" Tanya Sheila dengan takjub.

"Aku akan bersiap-siap sekarang." Kata Sheila langsung menutup pembicaraan mereka.

Roy tersenyum pada dirinya sendiri setelah mendapatkan telepon dari istrinya yang mengkhawatirkan dirinya.

Sekertaris Roy menjemput tepat ketika Sheila sudah selesai untuk bersiap-siap. Sheila menuruni tangga ketika sekertaris Roy menekan bel rumah Roy. Sheila membuka pintu dan melihat wajah sekertaris Roy yan begitu familiar bagi Sheila. Hampir setiap hari sekertaris Roy menemui Sheila untuk sekedar mengantarkan makanan untuk Sheila. Kali ini sekertaris Roy menjemput Sheila untuk menjemput Sheila kekantor Roy.

"Nyonya, anda sudah siap?" Tanya sekertaris Roy tanpa emosi apapun diwajahnya.

Sheila tidak pernah melihat sekertaris Roy tersenyum , jangankan tersenyum, ekspresi sekertaris Roy lebih seperti robot. Datar. Sekertaris Roy adalah seorang wanita yang berumur sekitar tigapuluhan. Ia selalu mengenakan setelan celana kerja yang rapi. Rambutnya selalu diikat dengan rapi bahkan terlihat mengkilap dan juga licin. Wajahnya termasuk cantik menurut Sheila,hanya saja dia seperti tidak memiliki emosi sama sekali.

"Kita berangkat sekarang." Sahut Sheila sambil tersenyum kepada sekertaris Roy.

Dengan cepat dan sigap sekertaris Roy membukakan pintu penumpang dibelakang untuk Sheila. Sheila masuk kedalam mobil dan kemudian di tutup dengan sopan oleh sekertaris Roy.

Sepanjang perjalanan , sekertaris Roy hanya terdiam tanpa suara. Sheila merasa tidak nyaman dengan situasi ini.

"Apa aku boleh bertanya?" Tanya Sheila dengan ragu-ragu.

"Silahkan." Jawab sekertaris Roy dengan singkat.

"Kita sering bertemu,tapi aku tidak tahu namamu sampai saat ini. Boleh aku tahu siapa namamu?" Tanya Sheila sedikit ragu untuk bertanya tentang hal ini kepada sekertaris Roy.

"Anda bisa memanggil saya Nadia." Jawab sekertaris Roy masih dengan ekpresi seperti biasanya.

"Oh, hai Nadia. Salam kenal." Kata Sheila yang kemudian hanya dibalas anggukkan oleh sekertaris Roy.

"Apa yang biasanya Roy sukai untuk makan siang?" Sheila hanya ingin memiliki percakapan dengan sekertaris Roy itu.

"Pak Roy menyukai makanan seafood, makanan eropa, dan juga tidak menyukai makanan pedas." Jawab sekertaris Roy dengan singkat.

"Oh, baiklah. Kita pergi ke restauran seafood saja untuk membeli makan siang untuk Roy. Apa ada restauran favorit Roy yang kau tahu?" Tanya Sheila lagi.

"Ada. Kita akan kesana sekarang, Nyonya." Jawab Sekertaris Roy dengan formal.

Seakan jawaban yang diberikan oleh sekertaris Sheila itu adalah penutup pembicaraan mereka. Sheila seakan tidak memiliki peluang untuk berbincang dengan sekertaris Roy itu.

"Baiklah." Sahut Sheila lalu kembali duduk dengan bersandar di dinding tempat duduk mobil Roy.

"Kenapa dia begitu kaku, bahkan dia lebih dingin daripada Roy." Batin Sheila dalam hati.

Setelah membeli makan siang untuk Roy , Sheila mendatangi kantor Roy sambil mengikuti langkah sekertaris Roy. Sheila tidak nyaman akan mata setiap orang dikantor Roy yang memandang kearahnya. Ketika hampir sampai di ruang kerja Roy, Sheila bisa mendengarkan suara Roy yang sedang marah kepada seseorang. Suara itu bahkan bisa didengarkan di seluruh ruangan di lantai itu.

"Kalau kau tidak bisa bekerja dengan benar. Tulislah surat pengunduran dirimu hari ini juga. Aku juga tidak mau membuang uangku untuk menggaji orang yang tidak bisa bekerja sepertimu." Teriak Roy, kemudian tak lama seorang pria keluar dari ruangan Roy dnegan wajah frustasi.

"Anda tenang saja. Ini situasi yang biasa dikantor ini." Kata sekertaris Roy masih dengan wajah yang datar begitu juga suaranya.

Sheila mengangguk secara spontan. Bahkan ditempat kerja Roy juga menakutkan, tapi mungkin lebih menakutkan ketika ia berada di tempat kerjanya.

Sheila memasuki ruang kerja Roy setelah mengetuk pintu kaca ruang kerja Roy.

"Apa aku menggangu jam kerjamu?" Tanya Sheila dengan ragu-ragu.

Roy tersenyum melihat kehadiran Sheila dikantornya. Segera Roy meletakkan pena yang ia pegang dan juga meninggalkan meja kerjanya , Roy berjalan kearah Sheila, mengecup kening Sheila dan memeluknya.

"Tidak. Kau tidak pernah mengangguku ataupun jam kerjaku." Kata Roy lalu melihat apa yang dibawa oleh Sheila.

"Aku membawa makan siang dari restauran favoritmu." Kata Sheila sambil mengangkat bingkisan yang ia bawa untuk Roy.

Roy mengalihkan matanya dari bingkisan yang dibawa Sheila dan melihat Sheila .

"Tidak penting makanan yang kau bawa untukku . Yang terpenting kau membawa makanan utamaku." Mata Roy berkilat nakal sambil mengecup bibir Sheila.

Sheila tertawa sambil mendorong Roy untuk menjauh.
"Roy, ini dikantor." Sheila memperingatkan Roy.

Roy melirik kearah luar ruang kerjanya, seluruh karyawannya yang tadinya berkumpul sambil melihat kearah ruang kerjanya seketika kembali ke meja masing-masing.

"Apa perlu aku memulangkan mereka?" Tanya Roy dengan serius. Sheila memukul dada Roy dengan pelan.

"Jangan seperti itu. Biarkan mereka bekerja." Jawab Sheila sambil memicingkan matanya kepada Roy.

"Apa kau ingin makan sekarang?" Tanya Sheila sambil mengangkat kedua alisnya.

Roy menarik tangan Sheila dengan lembut, mengajak Sheila untuk duduk di sofa yang berada diruang kerjanya.

"Biarkan sekertarisku yang mengambil peralatan makannya. Kau duduk dulu disini." Kata Roy dengan lembut.

Kemudian Roy memanggil sekertarisnya lewat telepon kantor seperti biasa . Lalu Roy mengambil remote AC untuk menaikkan suhunya.

"Apa tidak apa-apa jika aku datang kemari?" Tanya Sheila merasa tidak nyaman dengan situasi yang terjadi ketika ia akan masuk kedalam ruang kerja Roy tadi.

Roy berjalan kearah pintu kaca ruang kerjanya dan menutup tirai-tirai yang ada disepanjang pintu kaca dan juga dinding kaca yang berada di ruang kerjanya.

"Aku bos disini. Kau istriku. Tidak ada yang akan memarahimu jika kau datang mengunjungiku." Kata Roy dengan nada yang tegas.

Kemudian sekertaris Roy mengetuk pintu dan masuk sambil membawakan peralatan makan untuk Roy dan juga Sheila. Dengan cepat sekertaris Roy meletakkan peralatan makan dimeja depan sofa tempat Sheila duduk kemudian berjalan kearah pintu ruang kerja Roy.

"Tidak ada yang boleh masuk keruanganku selama istriku berada disini." Kata Roy memberikan perintah kepada sekertarisnya.

"Baik,Pak." Jawab sekertaris Roy dengan patuh lalu meninggalkan ruang kerja Roy.

Roy berjalan kearah Sheila yang sedang menyiapkan makanan untuk Roy.

"Akhirnya aku harus menganggu jam kerjamu."Gumam Sheila.

"Ini jam makan siangku. Dan istriku yang datang sendiri mengantarkannya. Saat ini bukan jam kerjaku." Kata Roy sambil duduk disamping Sheila.

Sheila memandang kearah Roy sambil melemparkan pandangan protesnya kepada Roy.

"Kita makan sekarang?" Tanya Roy dengan mata seperti anak kecil yang langsung merubah ekspresi Sheila.

Sheila tertawa melihat ekspresi Roy yang merajuk seperti anak kecil yang ingin disuapi oleh ibunya.

"Hentikan ekspesimu yang seperti itu." Kata Sheila sambil tertawa.

"Aku ingin disuapi." Pinta Roy sambil memajukan kepalanya kearah Sheila.

Sheila menghela nafas panjang menanggapi permintaan Roy.

"Aku tidak pernah merasakan disuapi sejak aku kecil oleh orang yang kusayangi." Lanjut Roy dengan tatapan mata yang kosong.

Sheila mengambil udang mayonais dan membawanya kedepan bibir Roy.

"Cepat, buka mulutmu." Kata Sheila saat Roy hanya memandanginya saja, Roy tersenyum dan membuka mulutnya dan membiarkan Sheila memasukkan udang itu kedalam mulutnya. Sheila bisa melihat mata Roy sedikit berair.

"Apa ini pedas?" Tanya Sheila lalu mencicipinya sendiri.

"Ini tidak pedas." Komentar Sheila lalu melihat kearah Roy. Roy sudah mencium bibir Sheila dengan lembut.

"Terimakasih." Ucap Roy memandang Sheila dengan mata yang lembut dan hangat.

"Mau lagi?" Tanya Sheila sambil mengambil menu yang lain untuk Roy kemudian menyuapkannya kemulut Roy.

Sheila baru menyadari selama ini Roy juga merindukan kasih sayang walaupun itu hanya dalam bentuk yang sederhana dan juga tidak terpikirkan oleh Sheila.

"Apa kalian lihat ekspresi bos iblis tadi?" Tanya salah seorang karyawan Roy dalam sebuah chat group antar kerayawan kepada rekannya. Rekannya mengangguk setuju akan hal itu sambil melirik kearah yang lainnya.

"Ternyata dia juga bisa memiliki rasa sayang kepada istrinya."

"Kurasa hanya istrinya yang bisa meredakan emosinya."

"Setidaknya hari ini kita tertolong oleh istri bos iblis.
Mungkin lebih baik jika istri bos iblis datang setiap hari. Aku rasa aku bisa bernafas dengan sangat bebas dalam kantor."

Para karyawan Roy bersahut-sahutan didalam chat grup karyawan kantor.

Sekertaris Roy berdehem dengan kencang.

"Sekertaris bos iblis juga tidak kalah menakutkannya. Apa ada ide untuk mengenalkan dia pada seseorang?" Tanya salah satu karyawan yang kemudian melanjutkan pekerjaannya.
----------------------------------------------------------------------------

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience