Chapter 15

Romance Completed 3114

Kepala Sheila terasa pusing dan sekujur badannya terasa lelah dan nyeri ketika ia bangun dari tidurnya. Sejenak ia lupa akan apa yang sudah ia lakukan semalam. Yang ia ingat hanyalah dirinya sedang bersama Roy diruang tamu. Ia sedang mencoba minuman yang biasa Roy minum, setelah itu ia merasa sangat ringan dan segalanya terasa menyenangkan. Setelah itu , Sheila tidak ingat lagi apa yang terjadi. Sheila membuka matanya dan melihat sekelilingnya, ini bukan kamarnya.

Ini kamar tidur Roy.

Sheila mulai membuka matanya dan memfokuskan pikiran dan juga pandangannya. Sheila merubah posisi tidurnya, ia sendirian di tempat tidur Roy. Namun ada yang ganjil pada dirinya. Seketika Sheila terbangun dari posisinya , ia tidak mengenakan apapun selain selimut yang membungkus tubuhnya.

"Apa yang aku lakukan semalam?" Tanya Sheila dalam hati dan berusaha mengingat apa yang sudah ia lakukan bersama dengan Roy. Sheila hanya mengingat secara samar-samar saja. Dia berada di pangkuan Roy dan entah apa yang ia katakan,Sheila bahkan tidak bisa mengingatnya. Kemudian Roy menciumnya dan dirinya tidak menolak. Selanjutnya Sheila bahkan tidak bisa mengingat lagi. Yang ia rasakan hanyalah dia merasa begitu ringan seperti bisa melayang.

Dengan frustasi Sheila mengacak-acak rambutnya.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang sudah aku lakukan dengan Roy? Kenapa aku tidak mengenakan apapun saat ini? Aku jelas-jelas memakai pakaian Roy." Kata Sheila kepada dirinya sendiri. Sheila mencari ponselnya dan menemukan ponsel itu berada di meja lampu sebelah kirinya.

"Apa aku harus menanyakan hal ini langsung pada Roy?" Tanya Sheila dalam hati sambil menatap ponselnya. Lalu Sheila menggelengkan kepalanya.

"Tidak. Apa yang akan aku katakan padanya untuk menanyakan hal yang aku sendiri juga tidak bisa mengingatnya."Jawab Sheila yang merasa akan konyol jika harus menanyakan hal seintim ini kepada Roy.

"Mungkin ada baiknya jika aku mandi dulu dan menyegarkan pikiranku sendiri." Kata Sheila sambil beranjak dengan cepat kekamar mandi Roy.

Sheila menyalakan kran shower dan langsung membasahi dirinya sendiri dibawah guyuran air hangat dari shower. Rasanya menyenangkan dan menenangkan tubuhnya saat ini.
Sheila berdiri didepan cermin kamar mandi Roy dan terkejut melihat tubuhnya yang penuh dengan bekas merah seperti memar di titik-titik yang begitu sensitif pada tubuhnya.

"Roy, bajingan gila itu." Kata Sheila dengan penuh amarah .

Roy baru saja ikut melihat area lokasi syuting untuk film layar lebar yang juga dibintangi oleh Teddy. Saat Roy hendak meninggalkan lokasi syuting, Teddy dengan sengaja menghampiri Roy.

"Bisa kita bicara sebentar?" Tanya Teddy kepada Roy yang sedang membuka pintu mobilnya. Roy melepaskan handle pintu mobilnya dan berdiri berhadapan dengan Teddy.

"Urusan bisnis atau pribadi?" Roy berbalik bertanya kepada Teddy sambil melepaskan kacamata hitamnya.

"Pribadi." Jawab Teddy dengan tegas.

"Kita bicarakan nanti setelah aku selesai dengan pekerjaanku." Balas Roy dengan acuh , Teddy meraih lengan Roy dengan kasar .

"Aku ingin bicara sekarang. Apa yang sebenarnya kau lakukan pada Sheila? Kenapa dia bisa berubah seperti itu?" Tanya Teddy dengan rahang yang mengatup.
Roy menarik tangannya dari Teddy dan merapikan pakaiannya.

"Tidak ada yang berubah dari istriku. Dan harap diingat, dia adalah istriku, kau hanyalah mantan kekasihnya. Kau tidak memiliki hak untuk bertanya tentang istriku."Jawab Roy sambil menunjukkan jari nya kedada Teddy.
"Hubungan kalian di masalalu aku harap jangan pernah kau ungkit lagi. Tidak bagus juga untukmu. Pikirkanlah saja masa depanmu dan juga kekasihmu saat ini."

"Sheila tidak mungkin berpaling secepat itu jika kamu tidak melakukan sesuatu padanya terlebih dahulu. Aku yang paling mengenal dirinya lebih dari siapapun." Kata Teddy sambil menyingkirkan telunjuk Roy.

"Kalau memang kau yang paling mengenalnya, bukankah kau seharusnya lebih mempercayainya dan tidak melepaskannya begitu saja?" Sindir Roy dengan senyuman sinis yang mengembang dibibirnya.

"Aku tidak merebut siapapun darimu. Tapi kamu yang melepasnya terlebih dahulu."

Ponsel Roy berdering tepat saat Teddy hendak membalas perkataan Roy. Roy mengambil ponsel dari saku dalam jasnya lalu tersenyum dan menunjukkan layar ponselnya kepada Teddy.

"Maaf, istriku sedang menelpon. Kalau ada yang ingin kau tanyakan lagi. Kau bisa menghubungiku nanti setelah aku tidak sedang bekerja." Kata Roy sambil menjawab panggilan dari Sheila.

"Apa kau sudah mandi? Cobalah untuk berendam, itu baik untuk tubuhmu yang lelah. Semalam kau terlalu liar,Sayang." Ucap Roy sambil masuk kedalam mobilnya dan meninggalkan Teddy yang semakin buruk suasana hatinya.

"Kau gila, kau tidak waras. Apa yang sudah kau lakukan padaku?" Tanya Sheila dengan nada tinggi pada Roy.

"Apa yang aku lakukan? Bukan apa yang sudah kita lakukan?" Roy berbalik tanya dengan santai sambil mengisyaratkan kepada supitnya untuk segera meninggalkan tempat itu.

"Apa yang kau lakukan padaku ? Ini namanya pemerkosaan." Teriak Sheila .

"Kau yang datang sendiri kepadaku, kau sendiri yang memelukku. Aku hanya menerima apa yang kau tawarkan saja. Dan bukankah semalam juga kau yang terus menarikku?" Jawab Roy sambil tersenyum puas.

"Aku sedang dalam kondisi tidak sadar, seharusnya kau bisa menyadarkanku, bukan malah melakukan... itu.. padaku." Protes Sheila pada Roy dengan amarahnya yang menggebu-gebu.

"Kau mengambil keuntungan dariku disaat aku tidak sadar. Aku akan melaporkannya."

"Kau akan melaporkannya?" Roy tertawa mendengarkan perkataan Sheila.
"Kepada siapa kau akan melaporkannya? Polisi? Apa kau yakin? Dimana ada suami memperkosa istrinya sendiri menjadi kasus pidana?" Roy tertawa makin kencang mendengar ucapannya sendiri.

"Kau..Kau masih bisa tertawa? Kau benar-benar gila. Bukankah di perjanjian kita juga sudah ada jika tidak akan ada kontak fisik diantara kita?"

"Aku tidak pernah mencantumkannya. Kau bisa cek sendiri nanti." Jawab Roy singkat sambil mengatur nafasnya setelah tertawa tadi.

"Aku benci padamu." Kata Sheila sambil berteriak hingga membuat telinga Roy mendenging.

"Semalam kau tidak membenciku. Malah selalu menarikku sepanjang malam, aku juga sampai kelelahan karenamu." Balas Roy dengan santai.

"Berhenti membahas hal itu. Membuatku bergidik." Ucap Sheila dengan kesal.

"Kau yang menghubungiku dan membahas masalah ini, sekarang kau tidak ingin membahasnya. Aku harus bagaimana?" Tanya Roy berpura-pura tidak tahu harus berbuat apa.

"Aku akan pulang cepat malam ini." Kata Roy langsung mengalihkan pembicaraan mereka.

"Terserah kau mau pulang atau tidak. Aku juga tidak akan menunggumu. Jangan menampakkan wajahmu padaku." Kata Sheila lalu menutup pembicaraan mereka.

Roy tertawa kecil dengan amarah Sheila.
"Perketat penjagaan dirumah. Dan aku ingin menambah petugas keamanan untuk rumahku." Kata Roy kepada supirnya.

"Kita kembali kerumahku sekarang. Beritahu sekertarisku untuk membatalkan semua janji hari ini dan mengirimkan berkas-berkas yang perlu aku baca ke emailku."

"Baik,Pak." Sahut supir Roy dengan patuh.
-----------------------------------------------------------

"Memangnya dia pikir semua bisa ia kendalikan?" Kata Sheila dengan penuh amarah sambil mengepak baju kedalam kopernya.

"Aku yang akan pergi dari sini." Ucap Sheila dengan emosi kepada dirinya sendiri.

Barang yang Sheila bawa juga tidak banyak. Hanya ada satu koper.
Sheila membawa kopernya dengan susah payah dari lantai tiga hingga lantai satu. Sesampainya di pintu masuk , Roy sudah datang membuka pintu itu dan melihat Sheila juga koper yang ia bawa.

"Kau mau kemana?" Tanya Roy dengan santai.

"Aku akan keluar dari sini. Kirimi aku surat gugatanmu nanti kepadaku." Kata Sheila sambil menyilangkan tangan di depan dadanya tanpa melihat kearah Roy.

"Aku tidak akan mengantarkanmu pergi dari sini." Ucap Roy sambil mengantongi tangan disaku celananya.

"Aku bisa sendiri." Balas Sheila sambil mendongakkan kepalanya.

"Mana motorku?" Tanya Sheila.

"Ambilkan motor yang kau letakkan di garasi bawah." Perintah Roy kepada supirnya untuk mengambil motor Sheila yang dulu pernah dibawa juga ke kediaman Roy.

"Baik,Pak." Sahut supir Roy yang lalu pergi ke garasi untuk mengambil motor Sheila.

Beberapa menit kemudian supir Roy sudah membawakan motor Sheila didepan pintu utama rumah Roy.

"Silahkan." Kata Roy kepada Sheila. Sheila melewati Roy dan langsung menaikkan kopernya keatas motornya dan memakai helm yang ia kenakan. Saat Sheila menekan tombol motornya, motor Sheila tidak mau menyala.

"Kenapa dia tidak menyala?" Tanya Sheila kepada dirinya sendiri.

"Rem?" Kata Roy sambil menyilangkan tangan didepan dadanya sambil melihat Sheila yang sibuk dengan motornya.

"Sudah." Jawab Sheila secara otomatis tanpa ia sadari.

"Standart penyangga?" Lanjut Roy.

"Sudah."

"Kunci kontak sudah on?" Tanya Roy lagi sambil mengintip layar spedometer motor Sheila.

"Oh iya." Jawab Sheila lalu menyalakan motornya. Sheila terdiam sejenak lalu menoleh kearah Roy.

"Jangan bicara kepadaku." Bentak Sheila kepada Roy. Sheila juga kesal kepada dirinya sendiri. Bagaimana ia bisa begitu bodoh didepan Roy.

Setelah Sheila pergi dengan motornya, Roy masuk kembali kedalam rumahnya sambil berhitung dalam hatinya.
Tak lama Sheila kembali kedalam rumahnya sambil membanting kopernya kelantai.

"Kau kembali." Gumam Roy sambil tersenyum dan terus menaiki anak tangga menuju areanya.

"Roy. Manusia tidak normal. Kau orang gila. Bagaimana aku bisa keluar dari rumahmu? Penjagamu tidak mengijinkanku keluar. Minta mereka untuk membuka pagarnya dan aku akan keluar dari sini." Teriak Sheila dengan penuh amarah pada Roy.

"Kau bilang aku boleh pergi. Ini penipuan namanya." Protes Sheila.

"Aku tidak pernah mengatakan kau boleh pergi. Aku hanya bilang aku tidak akan mengantarkanmu pergi."Jawab Roy sambil berbalik melihat kearah Sheila yang berada di lantai satu.

"Aku bisa gila kalau begini terus." Kata Sheila sambil menyisirkan rambutnya dengan asal kebelakang.

"Tanpa seijinku, kau tidak akan keluar dari sini." Roy meletakkan satu tangannya di besi tangga.

"Jika aku mati , baru aku bisa keluar dari sini." Kata Sheila yang sudah pada titik emosinya.

"Kau matipun harus dengan ijinku. Jangan pernah melakukan hal yang akan percuma seperti itu, memikirkannya juga jangan." Kata Roy, matanya berkilat oleh amarah yang ia pendam.

"Ini peringatan pertamaku untukmu." Roy mengingatkan Sheila lalu kembali menaiki tangga dan masuk kedalam area pribadinya sambil menutup pintu kacanya dengan kencang, sehingga suara pintu kaca itu membuat Sheila menutup matanya.
---------------------------------------------------------------

Katarina mengajak Teddy untuk bertemu disebuah restauran terkenal di kota itu.

"Apa maksudmu dengan semua ini?" Tanya Teddy sambil melihat buku menu restauran.

"Walaupun berpura-pura setidaknya kau juga harus memiliki totalitas. Hal seperti ini tidak mungkin kau tidak mengetahuinya." Jawab Katarina sambil memandangi Teddy yang sedang konsentrasi dengan buku menu.

"Ternyata memang kau tampan walaupun sedang dalam kondisi marah seperti ini."

"Mana janjimu kepadaku? Katamu kau akan memberitahuku soal rahasia antara Sheila dan Roy?" Tanya Teddy langsung ke inti masalah yang sudah lama ingin ia ketahui.

"Tidak perlu terburu-buru,Ted. Kita nikmati makan malam dulu." Jawab Katarina dengan santai, lalu Katarina melihat wajah Teddy yang sama sekali tidak bersahabat.

"Aku akan menjelaskan dengan perlahan sambil kita makan malam." Lanjut Katarina sambil tertawa kecil.

Teddy mengangguk dan memanggil pelayan restoran untuk mencatat apa saja yang mereka pesan untuk makan malam.

"Apa kau masih tetap akan mengejar istri Roy meskipun kau merasa dia sudah berubah?" Tanya Katarina

"Ciya tidak akan berubah seperti itu tanpa sebab." Jawab Teddy dengan cepat.

"Apa kau tetap akan mengejarnya? Jika dia memang benar-benar bahagia bersama Roy? Apa kau akan tetap mengejarnya?"

"Dengarkan aku. Ciya tidak bahagia bersama Roy. Aku tahu itu. Aku mengenal Ciya lebih baik daripada siapapun didunia ini." Kata Teddy sambil menunjukkan jarinya diatas meja makan dengan tegas.

"Kalau Sheila seperti yang kau yakini, aku yakin dia pasti akan melarikan diri bahkan sebelum menikah dengan Roy, atau saat resepsi pernikahannya berlangsung." Katarina mencoba memberikan alasan yang rasional untuk Teddy.

"Pasti ada hal lain yang Roy lakukan kepada Ciya. Aku juga tidak bisa menemukan nenek Ciya di panti jompo tempat neneknya dirawat. Mungkin hal itu yang Roy gunakan untuk menahan Ciya selama ini. Ciya sangat peduli terhadap neneknya. Aku mengira jika itu juga yang menjadi senjata untuk Roy agar Ciya tetap berada disampingnya." Kata Teddy sambil bersandar di punggung kursi restoran.

"Apa kau tahu, selama aku berpacaran dengan Roy. Aku tidak pernah melihat Roy seperti malam kemarin.Harus aku akui, aku ragu akan penilaianku sendiri. Aku dulu mengira Roy memiliki kelainan seksual. Kami berpacaran, tapi tidak pernah sekalipun dia menyentuhku, berkencanpun tidak pernah. Tapi dia selalu memberikan apapun yang aku mau. Dia juga tidak pernah cemburu walaupun aku berusaha membuatnya cemburu dengan lelaki lain. Yang dia permasalahkan malah uangnya yan aku gunakan untuk bersama lelaki itu." Kata Katarina sambil mengingat apa saja yang pernah ia lalui bersama Roy.

"Tapi kemarin malam, dia bahkan membawa istrinya seperti itu didepan banyak orang. Mungkin memang Roy mencintai istrinya."

"Apa ini informasi yang akan kau katakan kepadaku?" Tanya Teddy lalu beranjak dari tempatnya.

"Aku memiliki informasi jika Roy memiliki penyakit yang tidak diketahui oleh orang lain." Kata Katarina yang langsung membuat Teddy kembali duduk di tempatnya.
"Tapi aku masih belum memiliki bukti untuk keakuratannya. Aku juga sedang mencarinya Mungkin jika kau juga ikut bergabung denganku, maka akan lebih cepat aku menemukan informasi ini."

"Apa tujuanmu sebenarnya?" Tanya Teddy yang mulai curiga tentang tujuan Katarina mengorek hal tentang Roy yang tidak diketahui oranglain , jelas bukan untuk sekadar balas dendam.
"Kalau kau mengatakan kepadaku yang sejujurnya, mungkin aku juga akan membantumu."

"Sejujurnya , aku sudah tidak memiliki dendam kepada Roy. Memang benar ada kesalah pahaman antara aku dan Roy, tapi semua sudah terselesaikan. Insiden antara Roy dan juga Sheila di hotel itu juga karena rencanaku yang ingin semua orang tahu jika dia memiliki kelainan seksual. Aku tidak tahu jika yang menginap disana adalah Sheila, mantan kekasihmu itu. Aku sudah terlanjur menyebarkan hal itu juga kepada keluarga Roy. Mungkin itu juga yang menyebabkan Roy menikahi Sheila." Jawab Katarina berusaha menceritakan apa yang perlu diketahui oleh Teddy.

"Jadi semua karenamu? Kejadian itu juga membuat Ciya shock. Dan itu karenamu. Pernikahan mereka juga karenamu. Kamu tidak memiliki hak untuk bernegosiasi denganku tentang membantumu." Teddy langsung berdiri dari duduknya dan meninggalkan Katarina.

"Aku membutuhkanmu . Kau juga membutuhkanku jika menginginkan mantan kekasihmu kembali padamu. Aku memiliki seseorang yang berpengaruh untuk hal ini." Kata Katarina dengan nada yang tinggi dan menghentikan langkah Teddy lagi.

"Kau sudah menghanccurkan Ciya, kau membuatnya berpisah dariku dengan membuka jalan agar dia menikah dengan Roy. Sekarang kau ingin membantuku mengambil Ciya lagi dengan akal busukmu? Jangan harap. Aku bisa melakukannya sendiri." Balas Teddy lalu meninggalkan Katarina.

"Kau yang bodoh sudah menolak bantuanku, aku masih berbaik hati ingin membiarkanmu menyelamatkan Sheila kalau keluarga Roy sudah mulai bertindak." Kata Katarina pada dirinya sendiri setelah Teddy pergi.

Sepanjang perjalanan pulang, Teddy mengingat apa yang sudah ia lakukan kepada Sheila . Roy benar walaupun Teddy enggan mengakuinya. Hari itu Teddy sudah melepaskan Sheila tanpa mendengar penjelasan dari Sheila. Walaupun dirinya sedang dilanda emosi, tidak seharusnya ia melepaskan Sheila hari itu. Seharusnya ia tahu Sheila bukan orang yang akan menjelaskan segala sesuatu kepada siapapun. Teddy ingat kalimat yang Sheila ucapkan berulang kali kepada dirinya hari itu.

- Percayailah apa yang ingin kau percayai.-

Dan Teddy tidak mempercayai Sheila saat itu. Dirinyalah yang terlebih dahulu melepaskan Sheila, bukan Sheila yang pergi darinya. Dirinyalah yang berlari meninggalkan Sheila saat itu, meninggalkan Sheila bersama Roy. Bahkan ketika malam kemarin dirinya juga tidak mempercayai Sheila. Dan Roy lah yang akhirnya memberikan uluran tangannya kepada Sheila.

Teddy memberhentikan mobilnya dipinggir jalan. Dengan kencang Teddy memukul setir mobilnya. Merasa frustasi dengan apa yang sudah ia lakukan hingga kehilangan seseorang yang ia cintai.

Roy sedang fokus melihat laptopnya untuk mengarjakan apa yang ia tidak bisa selesaikan dikantor hari ini. Teddy menghubunginya tepat ketika pekerjaannya sudah selesai.

"Halo?" Jawab Roy

"Ada yang ingin aku bicarakan." Kata Teddy dengan singkat.

"Apa ada lagi yang ingin kau katakan?" Tanya Roy

"Aku ingin kita bertemu. Aku yang pergi kerumahmu atau kita bertemu diluar." Kata Teddy mencoba memberikan penawaran kepada Roy.

"Atau mungkin juga aku langsung menemui Ciya."

"Kita bertemu di jembatan setelah kantorku."Jawab Roy dengan cepat lalu menutup pembicaraan mereka.

Setelah menyelesaikan percakapannya dengan Teddy, Roy melihat kearah anak tangga menuju lantai tiga .
Roy menaiki anak tangga itu dan menuju ke area pribadi Sheila.

Roy membuka pintu kaca dan berjalan kearah kamar tidur Sheila , lampu kamar tidur Sheila masih menyala, Roy membuka pintu kamar itu dan melihat Sheila sedang tertidur sambil tengkurap di tempat tidurnya dengan laptopnya yang masih menyala.

Roy menghela nafas lega melihat Sheila masih berada ditempatnya. Kamar Sheila nampak berantakan , melihat emosi Sheila tadi, mungkin dia dengan sengaja mengobrak abrik kamarnya untuk melampiaskan amarahnya. Roy melihat cincin pernikahan mereka sudah Sheila lepas dari jari manisnya dan terlempar kedepan meja riasnya.

Roy mengambil cincin itu dan memakaikannya kembali ke jari manis Sheila. Lalu Roy mengambil laptop Sheila dan meletakkannya kemeja kerja Sheila .

Roy berjalan keluar kamar tidur Sheila sambil mematikan lampu kamar tidur Sheila dan menutup dengan perlahan pintu kamar .Sebelum meninggalkan area pribadi Sheila, Roy mengunci pintu kaca itu dari luar dan memasukkan kunci itu dalam kantung celananya.

Teddy menunggu sudah hampir setengah jam di pinggir jembatan tempat yang Roy informasikan kepadanya. Berkali-kali Teddy melihat jam tangannya sambil menunggu Roy datang. Teddy bisa melihat mobil Roy dari kejauhan. Karena ini juga sudah hampir pagi, tidak banyak kendaraan yang melintasi jalan itu dan juga Teddy hapal akan mobil yang dikendarai oleh Roy.
Mobil Roy berhenti tepat di belakang mobil Teddy. Roy datang sendiri tanpa supir yang biasanya selalu mengantarkan dirinya.

"Aku sudah datang. Katakan apa yang ingin kamu katakan atau tanyakan. Aku tidak mau istriku mencariku saat aku tidak ada dirumah." Kata Roy ketika sudah berhadapan dengan Teddy.

"Apa yang kau katakan padaku tadi siang, tentang aku yang terlebih dahulu melepaskan Ciya. Apa Ciya mengatakan sesuatu tentang hal itu?" Tanya Teddy secara blak-blak an pada Roy.

"Apa kau akan mempercayai apa yang akan aku katakan? Atas dasar apa kau menanyakan hal ini kepadaku?" Balas Roy kepada Teddy.

"Karena hanya kamu yang bertemu dengan Ciya setiap harinya.Cukup jawab saja apa yang tanyakan. Walau enggan aku mengakuinya,tapi kau lelaki yang saat ini bisa aku percayai. Apa Ciya menungguku kembali hari itu?"

"Iya. Dan ia menyesali apa yang sudah kamu putuskan kepadanya." Jawab Roy dengan tegas.

"Mengapa ia tidak menjelaskan kepadaku?"

"Karena dia berharap kamu bisa mempercayainya sekalipun seluruh dunia tidak mempercayainya." Roy tidak berdusta tentang semua jawabannya.

"Dia tidak mencariku setelah itu?"

"Aku tidak mengijinkannya." Jawab Roy dengan singkat dan menatap Teddy dengan mengangkat sebelah alisnya.

Teddy tersenyum sinis melihat reaksi Roy.

"Apa Ciya tahu jika semuanya adalah kesalahan yang dibuat oleh Katarina? Sejak awal adalah karena perbuatan Katarina untuk membalaskan dendamnya padamu?" Tanya Teddy sambil berusaha mengontrol emosinya.

"Kalaupun Ella tahu tentang hal ini. Semua tidak akan berguna. Ella tidak akan pernah meninggalkanku." Jawab Roy dengan percaya diri.

"Apa kau menggunakan nenek Ciya untuk menahannya disisimu?" Kali ini Teddy mengepalkan tangannya menahan emosinya sebisa mungkin.

"Aku tidak pernah menahan nenek mertuaku untuk membuat istriku tetap berada disampingku. Istriku sendiri yang memutuskan untuk terus berada disisiku.Panti jompo nenek mertuaku juga dipindah karena permintaan istriku." Jawab Roy dengan santai.

"Dan aku tidak suka kau memanggil nama istriku seperti itu. Seolah dia adalah milikmu. Jika tidak ada yang ingin kau tanyakan lagi aku harap jika kita bertemu lagi, kita hanya akan membicarakan tentang pekerjaan saja."

"Apa kau mencintai Ciya?" Tanya Teddy untuk terakhir kalinya.

"Mungkin." Jawab Roy sambil tersenyum dan berbalik membelakangi Teddy untuk berjalan kearah mobilnya.

Teddy menarik pundak Roy dan langsung melayangkan tinjunya kewajah Roy dan membuat tubuh Roy menghantam mobilnya sendiri. Teddy mencengkeram baju Roy.

"Jangan pernah menyakitinya. Jika kau tidak mencintainya, lepaskan dia." Kata Teddy dengan nafas yang memburu.

Roy tertawa mengejek sambil melepaskan tangan Teddy dari pakaiannya.

"Aku tidak memiliki niatan untuk melepaskannya. Jika kau ingin memukulku lagi, silahkan. Aku tetap tidak akan melepaskannya sekalipun aku tidak mencintainya." Roy maju satu langkah kearah Teddy.

"Sekuat apapun usahamu untuk merebutnya.Kau tidak akan bisa." Kata Roy sambil menepuk pundak Teddy kemudian meninggalkan Teddy yang dengan putus asa menendang mobilnya sendiri .

Sheila yang tengah tertidur bisa mendengar suara kaca yang pecah dan juga suara teriakan Roy di lantai dua.

"Suara apa itu?" Tanya Sheila sambil berusaha membuka matanya untuk melihat jam berapa saat ini. Sheila tidak bisa melihat jam beker kecilnya karena lampu kamarnya tidak menyala. Sheila menyalakan lampu tidurnya dan melihat saat ini masih pukul dua pagi.

Dengan segera Sheila turun dari tempat tidurnya dan keluar dari kamarnya. Suara kaca pecah itu semakin kencang ia dengarkan, begitu juga suara Roy. Roy berteriak seperti orang yang putus asa dan juga marah. Sheila membuka pintu kaca nya,namun tidak bisa. Roy menguncinya dari luar.

"Roy? Roy?" Panggil Sheila dari dalam sambil memukul pintu kacanya.

"Apa yang terjadi?"

"Roy?"

"Buka pintunya."

Sekencang apapun Sheila berteriak sepertinya Roy tidak akan membukakan pintu kaca Sheila.

"Apa dia baik-baik saja? Apa yang terjadi?" Tanya Sheila dalam hati dengan kecemasan yang begitu tinggi.

"Apa ada pencuri? Tidak mungkin , rumah ini dijaga sebegitu ketat. Kenapa dia seperti ini?" Sheila tidak bisa tenang sebelum tahu apa yang sebenarnya Roy lakukan.
Apa ini karena mereka bertengkar tadi? . Rasa bersalah menyelimuti Sheila.

"Roy, bukakan pintuku. Apa yang kau lakukan? Roy? Jawab aku? Apa karena aku tadi hendak pergi dari sini? Roy? " Sheila masih berusaha untuk keluar dari areanya sambil memukul pintu kaca dan berteriak memanggil Roy.

Suasana begitu hening saat ini an itu membuat Sheila semakin takut.Jika Roy sampai mati karenanya , Sheila tidak akan memiliki siapapun lagi disini.
Tidak akan ada yang bisa membantunya menemukan neneknya lagi.

"Roy? Bukakan pintuku.Roy? Jika karena aku akan pergi tadi, aku minta maaf. Aku tidak akan pergi. Setidaknya jawablah. Roy?" Teriak Sheila dengan panik, dia sudah membayangkan hal terburuk yang pernah ada.

"Ahh." Sheila tanpa sengaja melukai tangannya sendiri saat berusaha membuka pintu kacanya. Saat Sheila melihat luka ditangannya, sebuah bayangan yang besar menghalangi sinar yang masuk dari depan pintu kaca.

Pintu itupun terbuka dan Sheila langsung berdiri.

"Roy ,kau.." Kata-kata Sheila langsung terhenti saat melihat wajah Roy yang lebam dan juga tangannya yang penuh luka.

"Kau kenapa? Apa yang kau lakukan?" Tanya Sheila sambil gemetaran melihat kondisi Roy yang dipenuhi dengan luka.

"Kau terluka?" Tanya Roy langsung meraih tangan Sheila yang terluka tadi. Seperti seorang ibu yang melihat anaknya terluka, Roy langsung menarik tangan Sheila membawa Sheila ke area pribadinya.

Sheila terkejut melihat area Roy yang berantakan. Botol-botol minuman koleksi Roy semuanya berserakan dilantai dengan kondisi yang tidak lagi utuh. Meja kaca di ruang tamu Roy juga pecah , bahkan LED di dindingpun juga pecah.

"Roy, apa yang terjadi?" Tanya Sheila dengan takut. Roy tidak memperdulikan Sheila dan membawa Sheila kekamar tidurnya. Roy membuat Sheila duduk di tepi tempat tidurnya . Roy berjongkok didepan Sheila dan mengusap tangan Sheila yang terluka dengan kain dari pakaian yang ia kenakan.

"Jangan terluka." Kata Roy dengan pelan kepada Sheila.

"Roy , kau membuatku takut. Kau yang terluka lebih parah." Balas Sheila sambil menarik tangannya dari Roy.

Sheila menarik tangan Roy yang terluka dan menunjukkan itu pada Roy.

"Aku akan ambil obat untuk lukamu." Kata Sheila lalu berdiri dari duduknya, Roy menarik tubuh Sheila kembali duduk ditepi tempat tidur dan memeluk Sheila dengan erat.

"Kau tidak boleh pergi. Jangan pergi." Kata Roy sambil memeluk Sheila dengan erat.
"Jangan pergi."

Sheila membalas pelukan Roy dan dengan bingung membelai punggung Roy yang basah oleh keringat dan juga mulai terasa naik dan turun. Roy menangis.

"Kau tidak boleh pergi." Ulang Roy untuk kesekian kalinya.

"Aku tidak akan pergi. Maafkan aku Roy." Jawab Sheila sambil membelai punggung Roy.

"Kau harus menepati janjimu. Kau tidak akan pergi." Kata Roy tanpa melepaskan pelukannya. Sheila mengangguk mengiyakan permintaan Roy.

"Aku disini. Aku tidak pergi." Balas Sheila dengan lembut.

Setelah hampir satu jam, Sheila baru bisa membuat Roy tenang dan tidur disamping Sheila sambil memeluk Sheila dengan erat.

Dan Sheila baru menyadari jika ada yang tidak beres dengan Roy. Penyakit Roy bukan kelainan seksual , dia memiliki penyakit yang lain. Dan Sheila tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Roy memiliki luka yang sama dengan dirinya.
--------------------------------------------------------------

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience