Matahari sudah berada jauh diatas dan bersinar dengan terik. Jendela kamar Sheila masih tertutup oleh tirai berwarna coklat yang lusuh dan berdebu.
Ponselnya berdering disamping sprei tempat tidurnya yang terlepas dari tempatnya. Dilantai berceceran kertas dan beberapa snack juga kaleng minuman ringan. Deringan ponselnya begitu kencang , namun tidak juga membuat Sheila terbangun. Ketukan yang kencang dari pintu kamarnyalah yang membuat Sheila terbangun dengan sigap namun matanya tetap terpejam , rambutnya yang sepanjang bahu membentuk bianglala diatas kepalanya .
"Sheila .. matikan ponselmu kalau tidak mau menerima telepon. Jangan bikin berisik!!" Teriak seorang perempuan dari balik pintu kamar Sheila.
"Ya." Jawab Sheila dengan pelan tanpa tenaga yang bahkan tidak akan didengar oleh perempuan dari luar kamar kostnya itu. Dengan malas. Sheila membuka matanya yang terasa berat dan lengket oleh kotoran matanya. Mencari dimana ponselnya berada, sambil meraba-raba sekitar tempat tidurnya. Dan ponsel itu berada di bawah kakinya. Ponselnya masih berteriak membuat kepala Sheila seakan berdenyut nyeri. Dilihatnya dilayar ponselnya . Penulis IBLIS . Seketika Sheila mengecilkan volume hingga ponselnya hanya bergetar saja.
"Author gila. Dia tidak tahu apa. Aku ini baru tidur jam 6 pagi tadi hanya untuk merivisi tulisannya yang tidak beraturan." Gerutu Sheila sambil membenamkan wajahnya di bantal kesayangannya yang sudah berwarna pink kecoklatan, padahal bantal itu berwarna pink cerah sewaktu Sheila membelinya dulu.
"Hanya kamu teman sejatiku." Kata Sheila pada bantalnya sambil memeluk bantal itu dengan sayang dan menciumnya.
"Tapi baumu tidak sedap." Lanjut Sheila memalingkan wajahnya dari bantal tuanya.
Ponselnya berdering lagi. Sheila menggeram sambil menendang-nendang selimutnya . Authornya menelpon lagi.
"Tuhan ... Manusia sinting ituuu...." Teriak Sheila sambil meredam suaranya dalam bantal. Sheila menerima telepon dari authornya dengan suara lembut.
"Iya bu Siska?"
"Kenapa naskahnya belum kamu kirimkan? Tim produksi sudah menghubungiku selama 5 menit sekali hari ini." Teriak bu Siska sang author yang paling dibenci Sheila. Suara bu Siska sungguh tidak sedap didengar, suaranya kecil namun tinggi melengking. Sheila menjauhkan telinganya dari speaker ponselnya.
Migrainku bisa kambuh lagi kalau terus mendengarkan suara nenek lampir ini. Pikir Sheilla sambil bangun dari tidurnya dan berjalan malas menuju meja kayu pendek miliknya yang biasa ia gunakan untuk bekerja mengedit naskah author nya.
"Sudah saya kirimkan semalam bu." Jawab Sheila dengan lembut sambil menahan emosinya.
"Tidak ada kiriman apapun darimu. Kalau sudah ada, aku tidak akan menelponmu berkali-kali." Teriak bu Siska lagi. Sheila membuka layar laptopnya. Mata Sheila langsung melebar. Ia lupa tadi pagi setelah ia menyelesaikan pekerjaannya ada pemutusan listrik , dan ia belum menyimpan seluruh pekerjaannya dalam folder . Tentu saja ia belum mengirimkannya pada bu Siska. Sheila menutup matanya merasa frustasi. Ia sudah mengerjakan itu semalaman dan sekarang hasil pekerjaannya hilang seketika.
"2 jam lagi akan saya kirimkan,bu" Kata Sheila sambil menggigit bibir bawahnya ,bersiap menerima omelan author penindas itu lagi.
"30 menit !! Jika tidak , jangan harapkan gajimu akan turun bulan ini." Bu siska kemudian menutup pembicaraan dengan teriakan khasnya. Sheila mendesah tidak berdaya. Pertama-tama ia harus tersadar secara penuh terlebih dahulu.
30 menit untuk menyelesaikan revisi naskah sampahnya.Dikiranya aku ini robot apa? Gerutu Sheila dalam hati sambil mencari jika ada minumaan yang bisa ia minum untuk memulihkan kesadarannya. Di meja sebelah tv kecilnya,Sheila menemukan kaleng minuman ringan yang masih tegak kokoh berdiri. Sheila meraih kaleng itu dan merasakan masih ada sisa-sisa kehidupan minuman ringan didalamnya. Dengan semangat ia meminumnya dan dengan cepat pula ia menyemburkannya.
"Kenapa rasanya semut semua." Teriak Sheila sambil meludahkan sisa-sisa air dan juga beberapa mayat semut-semut yang sudah bernaung disana.
Tanpa minuman penyegar pikiran Sheila , ia sudah merasa 100% tersadar gara-gara minuman rasa semutnya. Sheila melemparkan kaleng itu kedalam keranjang sampah disudut kamarnya dengan sembarangan dan kaleng itu menolak untuk masuk kedalam keranjang sampah.
"Kau tidak mau dibuang,alfonso?" Kata Sheila pada kaleng minuman ringan itu sambil menunjukkan jarinya. "Baiklah, kalau begitu aku akan mengerjakan lagi naskah dari nenek lampir itu,Alfonso." Lanjut Sheila lalu beralih ke laptopnya lagi dan mulai dengan cepat mengerjakan tugasnya. Sheila mengetik seperti orang gila. Jarinya mengetik seperti derapan kaki kuda di lapangan pacu. Kakinya bersila dan kadang ditekuk kedepan dadanya. Beruntung Sheila memiliki ingatan yang tajam akan hasil kerjanya, walaupun ia tidak sempat menyimpan naskah yang ia kerjakan semalaman, ia masih dengan segar mengingat setiap kata yang ia ketik.
"Dan.... Selesai. " Kata Sheila sambil menekan tombol save di laptopnya. Kemudian ia mengirimkan pada email kantor bu Siska .
Sheila merenggangkan tubuhnya , menaikkan tangannya keatas sambil menguap. Hal seperti ini sering terjadi padanya. Malah kadang lebih parah lagi. Sheila selalu mendapatkan peringkat di sekolahnya, bahkan kuliah di jurusan yang ia sukai dan lulus dengan nilai memuaskan. Walaupun hidupnya begitu sederhana. Sheila hanya hidup bersama dengan neneknya yang sudah tua dan harus tinggal dipanti jompo. Sejak kecil Sheila tidak pernah bertemu dengan orangtuanya , neneknya pernah mengatakan orangtuanya berada ditempat yang jauh, yang baru disadari oleh Sheila ketika ia beranjak dewasa ,jika yang dimaksud neneknya adalah orangtuanya sudah meninggal dunia. Sampai saat ini Sheila bahkan tidak tahu penyebab orangtuanya meninggal dunia. Foto-foto merekapun juga Sheila tidak pernah melihatnya. Ia tumbuh dengan sangat baik bersama dengan neneknya dan juga teman masa kecilnya , Teddy.
Teddy memiliki kehidupan yang jauh berrbeda dengannya. Ia berasal dari keluarga mampu dan sekarang nasib Teddy benar-benar mujur. Ia menjadi artis yah walaupun belum begitu terkenal. Teddy sering mengisi sebagai pemeran pembantu di beberapa drama di televisi swasta. Teddy sangat baik dan perhatian kepada Sheila. Bisa dikatakan jika Teddy sudah seperti seorang kakak untuk Sheila. Semenjak nenek Sheila menderita penyakit Tua, Sheila harus mencari nafkah sendiri. Ia menempatkan neneknya di panti jompo karena tidak bisa jika harus bekerja sambil menjaga neneknya. Dengan nekad ia mengadu nasib disebuah kota besar dengan harapan mendapatkan pekerjaan yang layak untuk bisa terus merawat neneknya dan mengubah nasibnya. Namun malah ia sering tertipu oleh teman yang dianggapnya sudah begitu dekat dengan dirinya. Selain teman ia juga sering tertipu oleh lelaki yang dekat dengannya. Hidupnya makin sial ketika ijazahnya harus disita karena pekerjaannya. Sekarang ia tengah berjuang sendirian disebuah kota besar dengan mengandalkan gaji pas-pas an sebagai asisen penulis naskah drama dan tinggal di sebuah rumah kost kecil di gang sempit.
"Semua sudah beres. Aku bisa bersantai sekarang di kamarku yang indaaahhhhh..... " Kata Sheila sambil melihat sekeliling kamar kostnya yang begitu berantakan dan kotor. Sheila menurunkan tangannya dengan lemas. "Home sweet home." Keluh Sheila lelah melihat kamarnya sendiri yang begitu indah seperti kapal titanic yang sudah terbelah dan mulai tenggelam. Setidaknya hari ini dia sudah melakukan tugasnya. Sudah waktunya ia melakukan sesuatu pada kamarnya.
"Oke .. Semangat !! Toh aku sudah terlanjur bangun. Ayo kita bersihkan kamar ini dari kekacauan yang disebabkan oleh negara api,Alfonso." Kata Sheila yang berdiri mendadak dengan semangat dan menunjuk kearah kaleng yang tidak mau masuk kedalam keranjang sampah tadi.
Sheila mulai dengan melipat selimut yang terpuruh di kaki tempat tidurnya. Setelah melipatnya, Sheila memeluk selimut itu dan merebahkan dirinya diatas tempat tidur lagi sambil memiringkan tubuhnya.
"Mungkin tidur sejenak dulu. Nanti saja bersih-bersihnya." Kata Sheila lalu terlelap lagi.
----------------------------------------------------------------------
Langkahnya begitu tegas dan pasti. Tubuhnya tegap juga atletis. Wajahnya begitu sarat oleh garis-garis aristrokat dengan rambut yang selalu tersisir rapi. Namun temperamennya begitu buruk dan juga sifat perrfectionis yang sering membuat orang-orang disekitarnya terkadang merasa tertekan. Namanya Roy , direktur utama di sebuah rumah produksi swasta. Penampilannya tidak kalah dengan pria-pria macho di drama-drama korea , ia juga belum menikah ataupun memiliki kekasih. Kalaupun Roy memilikinya, mungkin hanya bertahan 2 atau 3 bulan saja. Kebanyakan mantan Roy adalah wanita-wanita dunia entertaint. Hari ini dikantor Roy sedang kacau karena salah satu lokasi syuting mengalami kendala , mereka belum menerima naskah lanjutan untuk take selanjutnya. Dan para artis sudah lelah menunggu disana.
"Memangnya aku membayar kalian itu untuk apa? Masalah seperti ini saja tidak bisa menyelesaikan sendiri!!" Bentak Roy sambil melemparkan kertas laporan kepada salah satu karyawannya ketika mereka sedang mendiskusikan hal ini dan diketahui oleh Roy yang sedang berkeliling dikantornya itu.
"Hubungi penulisnya." Kata Roy sambil mengernyitkan dahinya.
"Sudah,Pak. Kata penulisnya sedang dikirimkan." Jawab salah satu staff.
"Inikan sinteron striping. Seharusnya bisa disiapkan lebih awal. Kenapa harus menunggu dikirimkan naskahnya saat akan sedang syuting. Siapa penanggung jawabnya? Suruh dia keruanganku." Lanjut Roy sambil mengetukkan jarinya di atas meja dengan keras.
"Sekarang!!" Teriaknya sebelum berbalik menuju kedalam ruangannya dan membanting pintu ruang kerjanya.
Para staff menghembuskan nafas lega, seakan-akan mereka tidak bernafas semenjak Roy ikut bersuara dalam rapat darurat.
"Cepat hubungi penanggung jawab lapangan dan juga penulisnya." Kata salah seorang kepala staff kepada staff lainnya.
"Si Roy itu kalau saja tidak temperamen, mungkin aku akan mengidolakannya." Bisik salah seorang staff wanita kepada staff yang ada disebelahnya.
"Siapa juga yang akan mau menikah dengan orang seperti itu walaupun tampan dan kaya? Pantas saja mantan-mantannya tidak bisa bertahan lama dengan dirinya." Balas staff lainnya.
"Dia gila kerja, gila kebersihan, gila ketertiban, gila penampilan. Sungguh menyesakkan." Komentar staff lainnya yang tiba-tiba muncul dibelakang mereka. Telepon dimeja kepala staff berdering. Kepala staff meminta agar semuanya tenang. Karena saluran telepon berasal dari ruangan Roy.
" Ya ,Pak?"
"Semua staff yang membicarakanku . Skors 1 minggu dan potong gaji!" Kata Roy lalu membanting teleponnya. Bahkan tanpa speaker semua satff bisa mendengar apa yang dikatakan oleh Roy.
"Dia pasti keturunan dukun." Kata staff yang tadi membicarakannya.
Terjadi keributan yang besar di ruang kerja Roy ketika penanggung jawab lapangan,produser dan juga penulis naskah berkumpul bersama disana. Kebanyakan dari mereka saling menyalahkan dan Roy hanya berdiam diri sambil sesekali memberi pancingan untuk membuat mereka berseteru lagi. Seperti memberikan minyak pada api. Semakin besar amarah mereka bertiga, semakin banyak Roy memberikan kata-kata provokatifnya. Begitu mereka bertiga merasa lelah. Roy bertepuk tangan dengan sangat kencang.
"Aku tidak menyangka. Aku harus membuang-buang uangku hanya untuk membayar orang-orang yang akan menghancurkan usahaku , perusahaanku , dan juga pekerjaan yang ada dalam perusahaan ini. Apa kalian paham apa yang sudah kalian lakukan selama berada disini?" Tanya Roy dengan wajah dinginnya.
"Anda memanggil kami untuk mengklarifikasi masalah yang terjadi hari ini dilokasi syuting yang akhirnya dibatalkan untuk take hari ini." Jawab Produser itu sambil berkacak pinggang , ia merasa lelah dengan perdebatannya bersama penanggung jawab lapangan dan juga penulis naskah drama yang ia kerjakan hari ini. Roy menggerakkan telunjuknya kekanan dan kiri di depan ketiganya.
"Bukan.Kalian hanya menutupi kesalahan kalian sendiri dengan mencari kesalahan yang lainnya tanpa memikirkan solusi untuk masalah dalam tim kalian. Kalian adalah satu tim kerja , bukannya berusaha untuk menyukseskan pekerjaan tim kalian tapi malah mencari kesalahan satu sama lain. Apakah ini yang disebut kerjasama tim?" Tanya Roy dengan kesabaran yang sudah menipis , Roy menjalinkan tangannya diatas meja kerjanya yang rapi dan juga bersih itu.
"Siapa yang dirugikan jika kalian tidak bisa menyelesaikan pekerjaan kalian dengan benar seperti hari ini?"
Tidak ada satupun yang menjawab. Roy menunjuk telunjuknya kearah dadanya sendiri ,"Aku."
"Siapa yang tetap membayar para artis , kru , peralatan syuting , lokasi syuting , dan juga tim makeup dan tim lainnya?" Tanya Roy dengan emosi . "Juga aku." Roy menunjukkan telunjuknya kali initepat dipelipisnya ," Di otak kalian ketika kalian saling menyalahkan adalah kalian tidak ingin dirugikan jika harus berkurang 1 hari terbuang karena tidak ada pengambilan gambar dan juga enggan mendapatkan teguran dariku. Lalu jika aku merasa dirugikan ,apa yang kira-kira akan aku lakukan?" . Kali ini Roy membiarkan mereka bertiga untuk menjawab pertanyaan itu. Roy mengangkat sebelah alisnya dan menunggu jawaban salah satu dari mereka.
"Roy, aku tahu kesalahan hari ini membuatnmu kesal. Kami juga kesal . Semua karena naskahnya tidak datang tepat waktu." Jawab Produser itu sambil melihat kearah bu Siska.
"Asistenku tidak mengirimkan revisinya tepat waktu,jangan menyalahkan aku. Aku juga sudah berusaha agar semuanya lancar sejauh ini. Selama proses pembuatan film ini , aku tidak pernah telat memberikan naskah kepada kalian. Aku hanya terlambat memberikannya selama beberapa jam saja." Bu Siska berusaha membela dirinya sendiri.
"Kau..." Roy menunjuk kearah bu Siska ,"Jika asistenmu bekerja begitu lambat , carilah yang lebih cekatan dan lebih bertanggungjawab . Lagipula jika ia tidak mengirimkan revisinya tepat waktu. Kau kan memiliki sket naskah kasar untuk dikirimkan kelokasi syuting."
Roy berpindah kearah produser ," Dan kau .. Dari dulu selalu menganggap remeh hal-hal seperti ini. Bukannya sudah aku katakan. Untuk menarik naskah sebelum syuting dimulai sehari sebelumnya. Masa hal seperti ini aku masih harus mengingatkan? Memangnya sudah berapa lama kamu menjadi produser? "
Tidak ada seorangpun yang berani menyela Roy berbicara.
"Hari ini aku anggap semuanya adalah kesalahan dari tim kalian. Aku sudah merugi dengan tidak berjalannya pengambilan siang ini. Pikirkanlah sendiri bagaimana caranya harus ada pengambilan gambar hari ini, agar bisa segera di proses oleh tim editor dan produksi. " Telunjuk Roy mengetuk-ngetuk keras di kaca meja kerjanya. Setelah mereka bertiga menghela nafas karena mendapatkan tugas baru yang mendadak dan tidak mudah itu, mereka bertiga menyanggupi perintah Roy.
"Bagus. Keluarlah dan segera selesaikan pekerjaan kalian. Aku tidak mau mendengar ada hal seperti ini lagi." Kata Roy lalu memutar kursi kerjanya untuk membelakangi mereka bertiga.
Setelah ketiga orang itu pergi, seseorang mengetuk pintu ruang kerja Roy. Roy melirik kearah kaca pintu ruang kerjanya, dan dengan malas menginjinkannya untuk masuk keruang kerjanya. Seorang wanita cantik berambut ikal panjang berwarna merah madu, berkaki jenjang mulus dan langsing yang dibalut dengan rok mini denim berwarna gelap. Ia mengenakan atasan kaos ketat yang menonjolkan bentuk dadanya dan juga memperlihatkan belahan dadanya.
"Ada apa?" Tanya Roy sambil memijat keningnya. Wanita itu mendekati kursi tempat Roy sedang duduk membelakanginya. Ia meraba pundak Roy dan memeluk Roy dari belakang.
"Kenapa sambutannya seperti ini? Aku baru saja tiba di bandara dan langsung kemari hanya untuk melihat wajah kekasihku yang sudah aku rindukan. Tapi dia malah menyambutku seperti es batu." Keluh wanita itu. Roy melepaskan tangan wanita itu dari tubuhnya dan berdiri dari duduknya.
"Hari ini ada beberapa masalah dengan proses syuting. Aku juga sedang lelah,maaf untuk tidak menyambutmu dengan baik. Aku akan minta staffku untuk mengantarkanmu pulang dan beristirahat." Balas Roy sambil menganggkat ganggang telepon yang ada di meja kerjanya. Wanita itu menekan tangan Roy hingga membuat Roy meletakkan ganggang telepon itu kembali ketempatnya semula .
"Roy, tidak bisakah kamu menjadi sedikit romantis dan memperhatikan aku sekali saja?" Wanita itu mulai protes akan sikap dingin Roy kepadanya.
"Apa yang kamu inginkan? Aku sudah memberimu kartu kredit tanpa batas,apartement,mobil,perhiasan mewah. Apa itu tidak cukup?" Roy berbalik bertanya.
"Roy , kita ini sudah menjalin hubungan asmara selama lebih dari 2 bulan. Jangankan menciumku,mengajakku berjalan-jalan dan juga bergandengan tangan saja kita tidak pernah melakukan itu semua. Apa kamu tidak merasa aneh akan hubungan ini?" Wanita itu terlihat frustasi , ia mulai menyisir rambutnya kebelakang dengan indah sampai memperlihatkan kulit perutnya yang halus dan putih. Roy hanya memandangnya tanpa ekspresi.
"Apa ada yang salah dengan itu semua?" Roy berbalik bertanya. Wanita itu tertawa sinis kepada Roy.
"Aku berpengalaman dengan banyak pria dalam hidupku. Aku berkencan dengan berbagai jenis pria. Awalnya aku kira kamu adalah lelaki yang memilliki sopan santun yang sangat tinggi dan juga kolot dalam suatu hubungan. Tapi jika aku pikir-pikir lagi bukan itu masalahnya....." Kata wanita itu sambil menerka-nerka. Wajah Roy terlihat begitu tegang dan kaku.
"...... Apa kamu memiliki masalah disfungsi sexual?" Wanita itu mencoba menerka. Wajah Roy terlihat heran akan terkaan wanita yang sekarang sedang berada didepannya itu. Lalu wajah Roy kembali tenang , ia berjalan kearah lemari arsipnya .
"Mungkin." Jawab Roy dengan ringan ,tangannya meraih sebuah buku yang ada di barisan tengah rak arsip ruang kerjanya dengan santai tanpa memperdulikan wanita yang sedang emosi dibelakangnya.
"Aku punya kenalan seorang dokter ahli soal masalahmu itu kalau memang kamu mengalami masalah disfungsi seperti itu. Kita bisa mengunjunginya kalau kamu mau." Wanita itu dengan antusias menghampiri Roy. Roy berpaling memandang kearah wanita cantik dan sexy didepannya itu. Ia menghela nafas mencoba mengatur emosinya.
"Aku memiliki masalahku sendiri dan kau memiliki masalahmu sendiri. Jika kamu tidak suka kita bisa menyudahinya sampai disini. Toh sekarang namamu juga sudah mulai melambung semenjak kita dikabarkan bersama." Kata Roy dengan nada dingin dan tegas. Wanita itu meraih tangan Roy dan menggenggamnya.
"Roy, bagaimanapun kita adalah sepasang kekasih. Aku juga merencanakan untuk hidup bersamamu selamanya. Tidakkah kau memikirkan kita akan menikah nantinya? Aku sudah berada diumur yang sangat pantas untuk menikah. Dan kamu juga. Semua orang juga tahu kita adalah pasangan yang serasi." Kata wanita itu dengan nada manja dan mata yang sendu. Roy menarik tangannya dari wanita itu dengan kasar dan dingin.
"Kita memang sepasang kekasih,tapi aku tidak punya niatan untuk menikah denganmu. Jika kamu tidak puas dnegan apa yang aku berikan padamu selama ini. Kamu bisa mengembalikannya dengan sukarela. " Balas Roy , tatapan mata Roy sama sekali tidak memancarkan kasih sayang sedikitpun untuk kekasihnya itu. Mata wanita itu terbelalak , ia terkejut akan apa yang dikatakan Roy.
"Mengembalikan? Kamu sudah memberikannya padaku . Bisa-bisanya kamu memintaku untuk mengembalikannya? Apa yang kurang dariku?" Tanya wanita itu yang hanya mendapatkan tatapan dingin dari Roy.
"Aku seorang artis dan model, aku cantik, aku sexy, aku juga memiliki citra yang bagus untuk karir dan perusahaanmu." Lanjut wanita itu dengan nada yang mulai meninggi.
Roy hanya mememandangnya tanpa emsosi apapun. Ia merasa begitu hambar melihat wanita didepannya.
"Aku akui semua yang kau katakan benar. Kecuali untuk karir dan juga perusahaanku . Tanpamu perusahaanku akan tetap berjalan , semuanya karena usahaku dan juga jerihpayahku. Bukan karenamu." Kata Roy sambil mengarahkan telunjuknya kearah wanita itu. Emosinya mulai timbul kembali. Roy memiliki tingkat sensitivitas tinggi jika itu menyangkut dengan pekerjaan juga perusahaan yang ia bangun sendiri dengan jerih payahnya setelah bisa lepas dari keluarganya. Roy membuka amplop kecil yang ada di sela buku yang ia pegang. Lalu memberikannya kepada wanita itu. Dengan wajah bingung , wanita itu menerima amplop yang diberikan oleh Roy kepadanya.
"Itu adalah foto-fotomu sedang bersama lelaki lain, kalau tidak salah itu adalah salah satu lawan mainmu di film yang sudah kau selesaikan syutingnya bulan lalu." kata Roy sebelum wanita itu bertanya apakah isi dalam amplop itu. Dengan teregesa-gesa wanita itu membuka amplop dan melihat isi amplop tersebut. Ia melihat gambar dirinya bersama dengan lawan mainnya masuk kedalam hotel dan juga makan malam mesra bersama-sama.
"Sayang, ini salah paham . Kami hanya membahas tentang pekerjaan saja. Kami tidak ada hubungan apapun. Aku..."
"Kau menggunakan uangku untuk bersenang-senang dengan lelaki lain, menyalahgunakan kepercayaanku hanya untuk menaikkan popularitasmu dan bercinta dengan lelaki lain yang tidak lebih daripada aku." Kata Roy langsung memotong penjelasan dari wanita yang ada di hadapannya yang kini sudah berwajah pucat ,tak lagi berseri dan percaya diri seperti awal ia datang. Roy tersenyum sinis sambil melipat tangan didepan dadanya.
"Urusan kerja katamu? Memangnya aku begitu bodoh harus mempercayai urusan kerja harus berada didalam kamar hotel dan juga makan malam di hotel berbintang dengan konsep candle light dinner?" Lanjut Roy sambil bertepuk tangan dengan lantang,suara tepuk tangan Roy bahkan bisa membuat telinga terasa sakit.
"Aku akui betapa hebat kebodohanmu."
"Ini semua karenamu !! Kalau saja kamu lebih memperhatikan aku, kamu lebih romantis kepadaku. Mungkin aku tidak akan berpaling seperti ini. Jangan salahkan apa yang sudah aku perbuat." Wanita itu berusaha membela dirinya. Selama ini Roy hanya memberikan apa yang ia pinta,namun tidak pernah sekalipun menemaninya ataupun memiliki waktu kencan walau hanya sekali.
"Kamu sudah mengakuinya sendiri sekarang." Jawab Roy dengan santai sambil mengangkat sebelah alisnya. Roy menghela nafas pendek sambil mendekati wanita itu.
"Aku tidak menyukai orang yang tidak setia apapun alasannya. Aku juga tidak suka seseorang membuang uangku hanya untuk kepuasannya akan pengkhianatannya kepadaku." Roy menyentuh pundak wanita itu dengan lembut alih-alih merapikan rambut wanita itu yang tergerai dipundaknya. Wajah wanita itu begitu pucat dan gelisah. Roy mendekatkan bibirnya ketelinga wanita itu.
"Sekarang kamu tidak perlu sembunyi-sembunyi untuk menemui laki-laki itu, kamu bisa menemuinya sesuka hatimu. Karena aku sudah melepaskanmu."Bisik Roy dengan nada lembut yang malah membuat merinding wanita itu. Roy lalu menjauh dari wanita itu sambil tersenyum disudut bibirnya.
"Roy, dengarkan.. aku .. aku tidak mau kita berpisah. Aku mengakuinya, aku minta maaf." Wanita itu mulai mendekati Roy untuk memohon,namun Roy langsung menatapnya dengan mata yang begitu dingin dan tajam membuat langkah wanita itu terhenti.
"Aku tidak ingin melihatmu lagi. Pergilah sebelum aku yang melemparmu keluar." Kata Roy seakan-akan mereka adalah musuh yang sudah lama berseteru. Secara spontan wanita itu mundur satu langkah , ia menyibakkan rambutnya sambil mendongakkan kepalanya.
"Baik , jadi kamu ingin berpisah ? Okey, kamu juga nantinya yang akan menyesal." Kata wanita itu lalu berbalik pergi meninggalkan Roy dengan sisa harga dirinya yang ada.
"Oh iya, jangan lupa kembalikan kartu kreditku, kunci mobil dan juga besok tinggalkan apartement yang aku beli waktu itu." Kata Roy saat wanita itu hendak membuka pintu ruang kerja Roy. Ia berbalik dengan wajah kesal dan marah.
"Apa perlu dengan barang-barang yang kau belikan untukku selama ini juga?" Tanya wanita itu dengan senyuman yang dipaksakan. Roy menengadah dan melihat kearahnya.
"Itu juga kembalikan." Kata Roy sambil menepuk tangannya sekali.
"Kau benar-benar lelaki tidak normal dan tidak waras ," Balas wanita itu sambil menggelengkan kepalanya.
"Untuk uang yang sudah kamu hambur-hamburkan , anggaplah itu bonus selama menjadai kekasihku . Aku bermurah hati soal itu."
Wanita itu berbalik lagi dan dengan segera membuka pintu ruang kerja Roy dengan emosi yang begitu membara.
"Jangan lupa untuk menutup pintunya." Lanjut Roy sambil berjalan kearah kursi kerjanya dengan santai. Pintu ruang kerja Roy tertutup dengan suara kencang oleh kekuatan amarah wanita itu. Roy hanya melirik melihat pintu kaca ruang kerjanya.
"Untung tidak pecah." Komentar ringan Roy begitu melihat pintu kacanya baik-baik saja setelah dibanting dengan kencang tadi.
Wanita tadi adalah kekasih Roy yang kesekian kalinya. Roy tidak akan bertahan lebih dari 2 bulan dengan para kekasihnya. Dan semua kekasih Roy juga selalu memiliki pria lain ketika menjalin hubungan dengannya. Dan semuanya juga bukan secara kebetulan. Roy sendiri yang mengatur dan merencanakan semua itu. Roy tidak benar-benar ingin menjalin hubungan serius dengan wanita manapun, selama ini ia hanya ingin menyelamatkan reputasinya akan kehidupan pribadinya. Semua wanita sama saja, mereka hanya menginginkan hartanya dan juga status sosial darinya saja. Semua wanita yang berkencan dengannya sama seperti ibunya , yang mengkhianati ayahnya dan keluarganya hanya untuk lelaki lain. Roy sengaja menjebak mantan-mantan pacarnya selama ini untuk bersama dengan pria lain dan merekapun semua terpancing oleh jebakannya. Semua hal ini membuat Roy merasa muak dan jenuh, Hanya pekerjaannya yang membuatnya bisa bertahan hidup . Namun hari ini semuanya terasa begitu menyesakkan karena emosinya, Hari ini ia harus menghadapi banyak masalah karena kelalaian staff-staffnya selama syuting hari ini. Roy begitu tidak tenang, selama ini ia mengerjakan segala sesuatunya penuh dengan perhitungan dan persiapan matang. Ia tidak suka jika ada hal yang mengganggu seperti ini. Ia harus ikut turun tangan dalam kekacauan syuting hari ini. Roy segera meraih jasnya dan langsung pergi menuju ke sumber masalah hari ini.
-------------------------------------------------------------
Share this novel
good