Chapter 6

Romance Completed 3114

Pagi itu terasa berbeda ketika Teddy menjemputnya untuk berjalan-jalan sesuai dengan apa yang Teddy janjikan kepada Sheila kemarin. Sheila berusaha melupakan apa yang sudah dikatakan oleh Roy kepada dirinya kemarin. Hari ini ia akan menikmati kebersamaannya dengan Teddy.

"Hari ini kita akan kemana?" Tanya Sheila dengan antusias ketika menemui Teddy di depan pagar rumahnya. Sheila dikejutkan oleh Teddy yang tiba-tiba mengecup pipi Sheila .

"Rahasia." Jawab Teddy sambil tersenyum lebar lalu menggenggam tangan Sheila dan mengajak Sheila untuk masuk kedalam mobilnya.

Dalam perjalanan, Teddy tidak berhenti untuk tersenyum dan menggenggam tangan Sheila.

"Apa yang membuatmu tersenyum terus sedari tadi?" Tanya Sheila sambil ikut tersenyum melihat Teddy yang tersenyum tanpa henti.

"Kamu." Jawab Teddy sambil melihat kearah Sheila dengan tatapan hangat lalu mengangkat telapak tangan Sheila yang ia genggam ke bibirnya. Kemudian Teddy fokus kearah depan kaca mobilnya.

"Apa kamu tahu betapa bahagianya aku? Aku berpikir hanya aku saja yang memiliki perasaan ini, berulang kali aku juga meyakinkan kita hanyalah sebatas teman, sahabat, kakak dan adik. Tapi ternyata aku tidak bisa memungkiri perasaanku sendiri. Hanya karena pemikiran orang tuaku yang terlalu kolot dan terlalu sempit, aku juga jadi sangat behati-hati dengan perasaanku sendiri, tapi aku tidak bisa menjauh darimu. Semakin aku menjauh, semakin kurasakan sakit pada hatiku, tapi jika bertemu denganmu aku menjadi takut jika perasaanku semakin besar padamu tapi juga aku merasa sangat nyaman berada didekatmu.Saat aku tahu kau juga memiliki perasaan yang sama , aku tidak mau melepaskanmu." Kata Teddy sambil mempererat genggamannya pada tangan Sheila sambil mengenderai mobilnya.

"Aku juga." Kata Sheila pada akhirnya. Sheila menunduk sejenak mellihat tangannya dan Teddy yang saling menggenggam itu, lalu melihat kearah Teddy disampingnya.

"Awalnya aku juga ragu akan perasaanku, ditambah dengan kedua orang tuamu yang jelas tidak menyukaiku karena kita berbeda derajat. Aku tidak mau memiliki pengharapan yang besar kepadamu. Aku hanya takut terluka." Lanjut Sheila.

Teddy menatap mata Sheila ketika lampu lalulintas berubah menjadi merah.

"Aku tidak akan melukaimu. Kita akan menghadapi segalanya bersama." Kata Teddy sambil meyakinkan Sheila untuk mempercayainya.

Sheila tersenyum dan mengangguk mendengarkan ucapan Teddy. Rasanya ada seberkas sinar harapan dalam kehidupan Sheila yang terasa kelam dan menyesakkan . Kini ia memiliki seseorang yang mencintainya dan akan selalu berada disampingnya.

"Oh iya, kemarin ada apa? Sepertinya ada yang ingin kamu katakan." Tanya Teddy setelah lampu hijau menyala.

"Oh itu. Aku kehilangan pekerjaan di butik teman Tony." Jawab Sheila dengan ragu untuk menceritakan semuanya kepada Teddy.

Lalu Sheila melihat wajah Teddy yang mendengarkan ceritanya dengan rasa ingin tahu. Sheila tersenyum dan melanjutkan kata-katanya.

"Lalu aku pergi ke minimarket dan mulai memikirkan apa yang akan aku lakukan selanjutnya, aku melihat sepeda motorku dan terlintas di benakku untuk menjadi driver online. Kemudian aku mendaftar dikantor transportasi online. Aku lupa jika aku hanya memiliki ponsel lama yang kamu berikan kemarin untukku. Tentu saja aku tidak bisa menjadi driver online dengan ponsel ini." Sheila melanjutkan ceritanya dengan tertawa mengingat kebodohan yang ia lakukan kemarin di kantor transportasi online.

"Kalau begitu benar aku memberikan ponsel lama untukmu. Kalau tidak kamu sudah bekerja sebagai driver online." Kata Teddy dengan wajah cemberut.

"Apa salahnya menjadi driver online?" Tanya Sheila merasa ada yang salah dengan reaksi Teddy.

"Yang pertama , kamu akan lebih sering bersama dengan oranglain. Yang kedua, kenapa harus bekerja begitu keras, biar aku saja yang mencarikan nafkah untukmu." Jawab Teddy sambil mengusapkan ibu jarinya di telapak tangan Sheila yang ia genggam dengan hangat.

"Kita masih berpacaran,Ted." Kata Sheila mengingatkan Teddy akan hubungan mereka saat ini.

"Tidak. Aku sudah mengutarakan keinginanku pada mama dan papa. Mereka akhirnya memberikan restu kepada kita. Walau aku harus memaksa, mereka akhirnya mau untuk merestui kita,Ciya." Teddy memberikan Sheila dengan berita yang sama sekali tidak diduga oleh Sheila.

Selama ini orangtua Teddy begitu tidak menyukainya. Sungguh keajaiban dirinya mendapatkan restu dari orangtua Teddy.

"Benarkah?" Tanya Sheila dengan tidak percaya sampai tubuhnya memutar kearah Teddy. Teddy terkekeh melihat reaksi Sheila.

"Tentu saja. Aku sudah membujuk mereka dan mereka akan memberikan restunya untuk kita. Setelah itu aku akan melamarmu secara resmi kepada nenekmu. Dan kita akan menikah secepatnya." Jawab Teddy dengan wajah yang begitu bahagia.

"Secepat itu? Apa kita tidak terlalu cepat,Ted?" Tanya Sheila dengan perasaan yang tidak bisa ia gambarkan ketika mendengarkan hal itu dari Teddy. Teddy menggelengkan kepalanya sambil tersenyum simpul.

"Tidak. Aku juga menunggumu lebih daripada jangka kita mulai berpacaran. Aku malah merasa kita sangat terlambat untuk memulai pernikahan. Aku juga tidak mau kehilanganmu." Lanjut Teddy dengan tatapan hangat kepada Sheila.

Kalimat yang Teddy ucapkan benar-benar membuat jantung Sheila berdebar-debar dan hatinya terasa hangat seperti bermandikan cahaya matahari dipagi hari ini. Apapun yang ia rasakan hari ini adalah hari terindah dalam hidup Sheila. Sheila hanya berharap semua ini bukanlah mimpi semata. Seumur hidupnya, Sheila ingin merasakan bahagia yang sesungguhnya.

Sheila tersenyum penuh dengan makna kepada Teddy. Mungkin sekarang adalah saat bagi dirinya untuk bisa merasakan cinta yang ia takutkan selama ini. Namun bayangan kesalahan yang telah ia lakukan bersama dengan Roy masih saja menghantui Sheila bahkan disaat yang begitu bahagia ini. Bayangan itu seperti getah yang menempel begitu erat dengan pikiran Sheila kemanapun dan kapanpun, terutama ketika dirinya bersama dengan Teddy. Sheila tidak bisa membayangkan apa jadinya jika Teddy mengetahui kebenaran tentang kejadian di malam itu. Raut wajah Sheila dari merasa bahagia menjadi begitu ragu-ragu membuat Teddy bertanya-tanya.

"Apa ada masalah?" Tanya Teddy dengan nada yang begitu hangat dan menenangkan, membangunkan Sheila dari lamunannya. Sheila menggeleng dengan ragu dan kembali pada posisi duduknya semula.

"Tidak. Hanya saja... Aku terlalu bahagia. Aku tidak percaya ini adalah kenyataan. Aku hanya takut jika suatu saat kamu akan menyesali keputusanmu ini." Kata Sheila yang tidak sepenuhnya berdusta.

"Apa kau bercanda? Aku sudah menyimpan perasaan ini juga dengan bonus siksaan batin setiap harinya." Jawab Teddy sambil tetap menggenggam tangan Sheila seakan-akan Sheila akan lepas dari genggamannya begitu saja.

Sheila kembali tersenyum kepada Teddy.

"Maafkan aku,Ted." Kata Sheila secara tiba-tiba.

"Untuk apa permintaan maaf ini?" Tanya Teddy, mengernyitkan keningnya dengan pernyataan dari Sheila.

"Maaf, jika ternyata aku malah menyiksamu selama ini. Aku juga bukan seseorang yang sempurna untukmu." Jawab Sheila dengan helaan nafas yang panjang dan berat.

"Aku juga bukan orang yang sempurna. Lagipula aku tidak mencari yang sempurna. Aku ingin kita sempurna jika bersama ." Jawab Teddy dengan santai sambil melihat kearah depan kaca mobilnya , matanya menerawang jauh kedepan , sedikit menyipit karena sinar matahari yang menyilaukan matanya.
Teddy menoleh lagi kearah Sheila.

"Jika memang kamu merasa bersalah, bagaimana kamu akan menebusnya?" Goda Teddy pada Sheila. Sheila mengernyitkan keningnya, sedikit heran dengan kata-kata dari Teddy.

"Apa aku harus mentraktirmu makan? Atau mungkin kamu ingin sejumlah kompensasi?" Tanya Sheila dengan polosnya yang langsung mendapatkan respon tawa dari Teddy.

"Tidak." Jawab Teddy sambil menggelengkan kepalanya.
"Cukup cintai aku saja." Lanjut Teddy sambil mencium tangan Sheila.

Baik kata-kata maupun perlakuan Teddy benar-benar membuat Sheila salah tingkah, jantungnya makin berdebar tidak beraturan, wajahnya memerah semerah daging buah semangka.

"Ah, Ted. Kau benar-benar membuatku malu." Teriak Sheila sambil menutup wajahnya dengan tangan kirinya.

"Jangan berpikir tentang hal-hal yang tidak perlu. Pikirkan saja sekarang kita sudah bersama dan juga aku sudah mendapatkan restu dari kedua orangtuaku.Kita akan bersama selamanya, kita akan memiliki keluarga yang bahagia." Kata Teddy meyakinkan Sheila, dengan mata berkaca-kaca karena haru, Sheila mengangguk perlahan menyetujui apa yang dikatakan oleh Teddy.

Teddy mengajak Sheila pergi ke pantai yang tidak begitu banyak pengunjungnya. Sudah lama mereka tidak pergi bersama ke pantai. Dulu ketika mereka masih bersekolah , terkadang mereka akan diam-diam prgi kepantai tanpa sepengetahuan orangtua Teddy ataupun nenek Sheila.

"Apa kamu masih ingat,kita dulu sering kemari jika salah satu dari kita sedang bersedih ataupun sedang mendapatkan masalah?' Tanya Teddy sambil menggandeng tangan Sheila dan berjalan menyusuri sepanjang biibir pantai itu dan merasakan kakinya disapu oleh buih-buih ombak kecil.

"Kamu masih ingat hal itu?" Sheila berbalik tanyan dan tertawa kecil pada Teddy.

"Setiap hal tentangmu pasti akan aku ingat. Bahkan jika itu hal yang kecil sekalipun." Kata Teddy mengedipkan sebelah matanya pada Sheila.

Sepanjang mereka berjalan di bibir pantai iitu, Teddy menceritakan kisah mereka di masalalu , membuat Sheila tertawa lepas mengingat hal itu.

Tidak rela rasanya Sheila meninggalkan hari ini bersama dengan Teddy. Mereka benar-benar menghabiskan waktu bersama hingga malam menjelang.
-----------------------------------------------------

Bukan hal yang diinginkan Sheila jika dirinya harus ikut terampang dalam sebuah berita gosip para artis bersama dengan Teddy. Sheila lebih merasa jika dirinya akan membebani Teddy terutama dari segi pekerjaan.

Pagi itu teman kost Sheila dnegan heboh berteriak pada Sheila, memberitahukan Sheila jika dirinya sedang menjadi perbincangan karena terpergok sedang berkencan bersama dengan Teddy dipantai kemarin. Postingan tentang dirinya juga menjadi perbincangan hangat karena sebelumnya Teddy mendapatkan gosip yang tidka mengenakkan bersama dengan Roy.

"Apa benar kamu berkencan dengan Teddy?" Tanya teman kost Sheila dengan antusias.

"Yah.. Kami hanya jalan-jalan." Jawab Sheila dengan ragu kepada teman kost nya yang begitu heboh akan gambar yang terposting di salah satu media sosial itu.

"Waow, aku benar-benar tidak menyangka .. lelaki yang sering datang kemari ternyata memang benar Teddy. Si aktor itu?" Tanya teman kost Sheila tanpa memperdulikan ekspresi yang Sheila tampakkan.

"Kalau boleh, bisa tidak pacarmu mengenalkan aku dengan salah satu temannya?" Tanya teman kost satu lagi dengan begitu antusias.

"Kamu dengan penampilan seperti ini saja bisa kok dapat pacar artis sekeren Teddy. Bisa yah kenalkan kami dengan teman-temannya Teddy." Kata salah seorang teman kost Sheila lagi.

"Maaf.. Aku ada perlu sebentar." Jawab Sheila tepat ketika ponsel nya berbunyi. Deringan ponsel itu benar-benar menyelamatkannya dari situasi yang baru saja ia alami pagi ini. Dengan cepat Sheila menutup pintu kamarnya dan menerima panggilan yang baru masuk itu tanpa melihat dari siapa telepon itu berasal.

"Ted? Kenapa bisa seheboh ini?" Tanya Sheila seketika mengira jika itu adalah telepon dari Teddy.

"Teddybearmu sedang syuting sekarang. Dia tidak akan bisa membantumu saat ini." Kata Roy dengan santai. Suara Roy yang dalam dan parau membuat jantung Sheila seakan berhenti berdetak selama sepersekian detik.

"Roy?" Tanya Sheila menyadari jika itu adalah suara Roy. Sheila bisa mendengar Roy tersenyum dari nafas Roy yang ia dengarkan lewat speaker ponselnya.

"Kau bisa menebak dengan benar." Kata Roy dari seberang sana.
"Apa kau masih ingat dengan apa yang aku tawarkan kemarin?" Tanya Roy .

"Bukankah aku sudah menjawabnya untukmu? Aku sudah menolaknya dengan jelas." Jawab Sheila dengan suara yang ia pelankan seakan ia tidak ingin ada yang mendengarkan pembicaraannya dengan Roy.

"Aku sedang diburu oleh waktu. Aku juga sudah menawarkan hal ini dengan cara yang baik, Aku juga memberikan banyak keuntungan padamu." Kata Roy masih dengan nada yang santai.

"Dan aku juga sudah menjawabnya. Aku tidak ingin berbisnis denganmu." Balas Sheila dengan ketus.

"Aku masih menawarkan hal yang sama kepadamu hari ini. Dilain hari aku tidak akan memberikan penawaran yang begini bagus. Apa kau tidak akan menyesal?" Tanya Roy lagi. Sheila menghela nafas panjang, hari ini ia begitu banyak mendapatkan kejutan. Mungkin ini adalah langkah awalnya jika ia nanti sudah menikah dengan Teddy. Setidaknya Sheila harus membiasakan diri dengan hal ini.

"Dan untuk apa aku harus menikah denganmu Bapak Roy yang terhormat? Kamu bisa memilih siapapun untuk kau jadikan istri palsumu. Mereka jelas akan siap sedia melayanimu sepenuh hati dan juga akan patuh akan setiap intruksi yang akan kau berikan. Aku hanya wanita biasa dengan strata yang jauh dibawahmu. Lagipula aku juga sudah memiliki calon suami." Kata Sheila dengan bangga memberikan sedikit penekanan pada kalimat 'calon suami' pada kalimat yang ia ucapkan.

"Apa kau bodoh atau pura-pura tidak paham? Tentu saja karena kita sudah melakukan hubungan selayaknya suami istri malam itu. Apa kau sudah memeriksakan dirimu ke dokter? Siapa tahu kamu sedang mengandung anakku. Memangnya Teddy akan menerima anak itu nantinya?" Kata Roy dengan nada mengancam walaupun terdengar begitu santai.

Mendengar hal itu membuat Sheila bergidik dan rasanya darahnya sudah berpindah di telapak kakinya semua. Ia merasa begitu lemas dengan logika yang diucapkan oleh Roy.

"Kau gila. Ma.. Mana ada berhubungan satu malam bisa membuat..." Kata Sheila dengan tergagap-gagap dan terlalu malu untuk melanjutkan kalimatnya.

"Tentu bisa. Lalu jika memang Teddy mau menerimamu,tentu saja dia tidak akan menerima anak dalam kandunganmu. Lalu apa yang akan kamu lakukan? Kamu akan menggugurkannya? Jangan harap. Bagaimanapun dia adalah keturunanku. Aku yang akan bertindak jika sampai hal itu terjadi." Lanjut Roy dengan terus menerus begitu mendapatkan celah dalam kesempatannya berbicara dengan Sheila kali ini.

Melewati satu malam dengan Roy walaupun diluar keinginannya masih bisa ia lupakan dan bisa ia pendam sendiri, tapi kemungkinan tentang dirinya yang bisa saja mengandung anak Roy, sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh Sheila. Hamil diluar pernikahna bukanlah hal yang bisa dianggap enteng oleh Sheila. Seluruh tubuh Sheila mendadak lemas seketika. Bagaimana mungkin ia tidak memikirkan tentang kemungkinan dirinya akan hamil. Sheila menggelengkan kepalanya , ia harus berpikir jernih, ia tidak boleh terseret oleh kata-kata Roy.

"Aku akan memeriksakannya." Kata Sheila setelah mengumpulkan kekuatannya untuk mengatakan hal itu.

"Baiklah. Jika positif. Apa yang akan kamu lakukan?" Tanya Roy masih tetap menyudutkan Sheila.

"Tidak. Belum tentu hasilnya..."

"Bagaimana jika positif?" Tanya Roy lagi tanpa memberi Sheila celah untuk menyangkal hal yang mungkin akan terjadi itu.

"Berhentilah menyudutkanku. Biarkan aku berpikir." Protes Sheila pada akhirnya.

"Saat ini kamu sedang berada di tajuk utama berita entertaint. Kamu akan memeriksakan dirimu secara terang-terangan dan jelas akan mengundang banyak asumsi negatif dari para warganet untukmu dan juga Teddy. Apa kamu tahu akibatnya untuk karir Teddy? Dan juga jelas itu bukan anak Teddy, tentunya Teddy juga akan mengetahui hal itu. Lalu apa yang akan kamu lakukan?" Desak Roy dengan logikanya yang tidak bisa dipatahkan.

"Aku.. aku ..." Sheila sama sekali tidak bisa memikirkan apapun saat ini.

Rasanya semuanya begitu kosong dan putih menyilaukan. Kebahagiaan yang ia rasakan kemarin bersama dengan Teddy seakan-akan lenyap begitu saja dengan kata-kata Roy. Sheila masih begitu naif dan juga tidak pernah memiliki pengalaman percintaan apapun. Ia tidak pernah memiliki keluarga selama hidupnya selain neneknya dan juga Teddy. Memikirkan dirinya memiliki seorang anak seakan memberikan dilema yang begitu berat untuk ia rasakan.

"Jika kamu menerima tawaranku. Aku jelas akan menerimamu dengan pintu yang terbuka selebar-lebarnya. Dan juga jelas anak kita akan sangat terawat dan tercukupi dalam segala aspek. Kau juga akan mendapatkan apapun yang kau mau." Kata Roy lagi. Roy benar-benar tidak memberikan Sheila ruang untuk berpikir ataupun bernafas.

"Aku ... Aku akan menceritakan semuanya pada Teddy." Balas Sheila pada akhirnya.

"Apa dia akan menerimamu seperti saat ini? Apa dia akan menerima anak yang ada dalam kandunganmu?" Tanya Roy dengan nada menekankan kepada Sheila, memblokir pikiran Sheila untuk menemukan jalan keluar. Sementara Sheila berusaha untuk menjernihkan pikirannya.

"Belum tentu aku hamil saat ini. Aku akan memastikannya terlebih dahulu. Aku akan memeriksakannya." Kata Sheila berusaha mengumpulkan setiap pemikirannya yang masuk akal saat ini.

"Lalu jika memang iya, apa kau akan menerima tawaranku?" Tanya Roy lagi. Sheila tidak bisa memberikan jawabannya dengan segera kepada Roy, ia terdiam memikirkan apa yang akan ia katakan kepada Roy.

"Berikan aku waktu satu bulan."

"Besok." Balas Roy dengan cepat.

"Satu minggu."

"2 hari. Tidak lebih . Bagaimana?"

"Bagaimana bisa secepat itu? Bukannya kita sepakat untuk tidak mengungkit akan hal itu, kita tidak akan bertemu lagi dan kau tidak akan menemuiku, kenapa sekarang kau begitu memaksa untuk menikah denganku? Kalaupun memang aku mengandung anakmu, aku akan membesarkannya sendiri."

"Karena dia adalah keturunanku. Tentu saja aku akan ikut campur sekalipun kamu tidak menginginkannya. Dan aku memintamu untuk menikah denganku juga bukan karena aku mencintaimu, karena ini adalah bentuk tanggung jawabku dan juga untuk mengembalikan nama baik keluargaku yang mempengaruhi bisnis keluargaku dan juga bisnisku. Bukannya kau juga sudah menjelaskannya kemarin kepadamu?" Kata Roy dengan jelas dan tegas.

"Apa pernikahan hanya sebuah bisnis bagimu?" Tanya Sheila dengan putus asa.

"Memangnya mau apa? Aku hanya memikirkan tentang untung dan juga rugi dalam hidupku. Memangnya apalagi yang perlu dipikirkan dalam hidup ini?" Balas Roy. Rasanya akan percuma jika Sheila harus berdebat dengan Roy saat ini, Sheila juga perlu menenangkan pikirannya saat ini sebelum mengambil keputusan . Sheila juga tidak ingin menikah dengan seseorang yang berhati dingin seperti Roy. Dari dulu Sheila sangat memimpikan memiliki sebuah pernikahan sekali seumur hidupnya dengan orang yang ia cintai dan juga mencintainya.

"2 hari lagi aku akan menghubungimu." Kata Sheila pada akhirnya.

"Baiklah. Lebih dari itu, kesepakatan kita akan berubah. Tidak akan semenguntungkan dirimu seperti saat ini." Ujar Roy lalu menutup pembicaraan mereka.

Sheila terduduk lemas setelah menutup ponselnya. Selama ini ia sudah cukup terbebani dengan apa yang telah ia perbuat dengan Roy, sekarang Roy malah memberikan asumsi tentang kemungkinan jika dirinya mengandung anak dari Roy. Hal itu sama sekali tidak terlintas barang sekalipun dalam pikiran Sheila. Sekarang Sheila harus memikirkan kemungkinan hal itu terjadi pada dirinya. Besok dirinya harus menemui orangtua Teddy untuk membahas tentang lamaran yang Teddy sudah rencanakan dan juga pernikahan mereka.

"Apa aku harus pergi ke dokter kandungan? Tidak, jika aku pergi ke dokter kandungan orang-orang akan mengenaliku. Wajahku terpapang jelas sedang bersama dengan Teddy di sosial media, nanti Teddy jelas akan mendapatkan masalah , dia juga pasti akan mengetahui hal yang seharusnya tidak ia ketahui lewat oranglain. Apa aku harus membeli alat test kehamilan di apotik? Apa akan aman jika aku membelinya sendiri? Tapi aku juga tidak memiliki teman untuk membelinya, mereka pasti akan membicarakan hal ini nantinya." Pikir Sheila dengan perasaan yang bercampur menjadi satu.

Kali ini rasanya kesialannya menjadi semakin besar.
"Atau mungkin aku harus menceritakan semuanya terlebih dahulu kepada Teddy?" Pikir Sheila lagi. Sepertinya itu adalah hal yang terbaik yang Sheila pikirkan saat ini.

Apapun yang akan terjadi setidaknya Teddy harus mengetahui hal yang selama ini mengganjal di hati Sheila.

"Entah Teddy akan menerimaku lagi atau tidak, mungkin memang lebih baik jika aku harus menceritakan semuanya pada Teddy. Setidaknya dia akan mengetahui hal ini dariku bukan dari oranglain." Bisik Sheila pada dirinya sendiri, lalu ia membuka ponselnya lagi, bersiap untuk menghubungi Teddy. Terdengar nada sambung yang panjang ketika Sheila menghubungi ponsel Teddy. Namun Teddy tidak menjawab panggilan darinya. Sheila menutup ponselnya dan mengirim pesan kepada Teddy.

- Ted, apa kita bisa bertemu setelah kamu selesai syuting nanti? Ada yang mau aku sampaikan.-

Lama Sheila menanti balasan dari Teddy, sampai akhirnya Teddy membalas pesan dari Sheila.

- Hari ini kita bertemu di cafe dekat lokasi syuting. Aku ada syuting sampai malam.-

Balasan pesan dari Teddy rasanya begitu janggal. Apakah Teddy sudah mengetahui tentang apa yang terjadi antara dirinya dan Roy? Apakah Roy telah memberitahukan segalanya kepada Teddy?

"Tidak, Roy tidak akan seperti itu. Dia punya ego yang begitu tinggi." Jawab Sheila pada dirinya sendiri atas pemikiran yang melintas dalam pikirannya ketika mendapatkan balasan dari Teddy.

Yang terpenting, malam nanti ia akan menemui Teddy untuk memberitahukan segalanya kepada Teddy tentang apa yang terjadi kepada dirinya.
-------------------------------------------------------

Billy melihat ekspresi Teddy yang begitu bahagia ketika datang di lokasi syuting pagi ini.

"Ted, apa kamu tahu kalau kamu menjadi tajuk utama dalam berita media gosip onlline?" Tanya Billy saat membawakan lembaran naskah kepada Teddy.

"Yap. Dan aku menyukainya." Jawab Teddy dengan nada yang riang sambil menerima kertas naskah dari Billy.

"Ini bukan hal yang bagus untukmu dan juga karirmu. Kita harus berjuang begitu lama untuk mencapai posisimu saat ini.."

"Tidak akan ada skandal. Aku juga akan menikah dengannya dalam waktu dekat ini." Kata Teddy memotong kata-kata Billy.

"Apa? Menikah? Secepat ini?" Tanya Billy dengan nada tidak percaya kepada Teddy. Teddy hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum lebar.

"Ted, setelah sinetron ini selesai. Kita masih akan ada kontrak baru lagi."

"Aku masih ingat soal itu, Kamu tenang sajalah. Pernikahanku juga tidak akan berpengaruh kepada proses syuting ataupun menganggu kelangsungan syutingnya." Balas Teddy sambil membaca naskahnya.

"Ini adalah film layar lebar pertamamu,Ted. Tentu saja kalau kamu menikah pasti akan ada pengaruh untuk film ini. Masalah berita tentangmu dan Roy kemarin saja sudah hampir membuat sutradara merubah pemikirannya. Apalagi jika kamu menikah nanti, minat fansmu tentu saja akan menurun." Kata Billy dengan kesal.

"Bill, masyarakat saat ini juga semua sudah tidak bodoh. Jika aku menikah tentu saja akan menambahkan citra positifku di mata masyarakat." Balas Teddy setelah menghela nafas panjang.

"Ted, tidakkah kamu melihat komentar para netizen di kolom komentar tempat fotomu dan kekasihmu terposting? Sebagian besar bernada negatif."

"Berarti masih ada yang bernada positif. Setidaknya masih ada yang mendukungku kan?" Tanya Teddy dengan tatapan tajam kepada Billy.

"Lagipula soal film layar lebar perdanaku , bukankah kita sudah melakukan temu wawancara dengan media? Aku rasa semuanya juga akan aman dan terkendali."

"Itu menurutmu. Asisten sutradara sedari pagi buta sudah menghubungiku dan mengungkit soal postingan fotomu dan kekasihmu juga komentar-komentar yang tidak menyenangkan itu." Billy mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan waktu panggilan masuk dari asisten sutradara yang menghubungi Billy tadi pagi.

"Bill, kamu adalah managerku. Tidak bisakah kamu memberiku dukunganmu? Keputusanku juga sudah bulat untuk menikah dengan kekasihku. Besok juga kami akan mengatur soal lamaran dengan orangtuaku. Aku juga tidak meninggalkan kewajibanku disini sebagai seorang aktor dalam proses syuting. Aku akan menikah , Bill. Bukan sedang bermain skandal dengan seseorang.Tidak bisakah kamu memberiku dukunganmu?" Teddy menatap Billy dengan mata penuh pengharapan.

Billy menghela nafas panjang melihat tatapan Teddy. Teddy berdiri dari duduknya dan menepuk pundak Billy.

"Aku membutuhkan dukunganmu,Bro." Kata Teddy lalu meninggalkan Billy yang sedang memegangi keningnya dengan tangan kanan yang mengepal.

Setelah Teddy pergi, Billy melihat sekertaris Roy yang berjalan menghampirinya.

"Apa anda ada waktu? Pak Roy ingin bertemu dengan anda." Kata sekertaris Roy dengan nada datar.

"Ada apa?" Tanya Billy bertanya-tanya untuk apa Roy memanggilnya.

"Pak Roy yang akan menjelaskan kepada anda nanti di kantor." Jawab sekertaris Roy masih dengan wajah datar tanpa ekspresi.

Billy mengangguk dan mengikuti sekertaris Roy untuk naik kedalam mobil yang dibawa oleh sekertaris Roy.
Sesampainya di dalam ruang kerja Roy. Billy semakin memikirkan banyak hal tentang Roy yang memanggilnya untuk datang langsung ke ruang kerja Roy. Apakah ini ada hubungannya dengan kontrak kerja Teddy.

"Duduklah." Kata Roy ketika Billy sudah masuk kedalam ruang kerja Roy, ruangan itu ber AC namun terasa masih panas untuk Billy. Billy mengangguk dan dengan patuh duduk di kursi yang berada di seberang Roy.

"Ada masalah apa,Pak?" Tanya Billy dengan ragu-ragu. Roy mengetuk-ngetukkan pena yang ia pegang diatas meja kerjanya.

"Aku dengar Teddy sudah memiliki kekasih saat ini. Dan banyak komentar negatif soal itu." Kata Roy , lebih mirip pernyataan bukan pertanyaan. Tubuh Billy langsung berasa lemas begitu Roy mengeluarkan kalimat itu, benar firasatnya soal terbukanya Teddy memiliki kekasih.

"Itu.." Billy berpikir sejenak tentang mengatakan sesuatu untuk mengklarifikasi hal itu kepada Roy. Ia teringat akan tatapan Teddy yang meminta dukungannya tadi.

"Bapak tenang saja. Itu memang Teddy dengan kekasihnya. Kebetulan mereka akan menikah dalam waktu dekat ini. Besok juga mereka akan bertemu dengan orangtua Teddy untuk membahas masalah lamaran dan hari pernikahan."Kata Billy pada akhirnya.

Ketukan pena Roy terhenti setelah Roy mendengar penjelasan dari Billy.
"Apa kamu masih ingat tentang film layar lebar yang akan segera dilangsungkan beberapa hari lagi?" Tanya Roy sambil meletakkan penanya.

"Iya,Pak. Saya jamin ini tidak akan berpengaruh kepada proses film yang akan ..."

"Tentu berpengaruh." Sela Roy dengan segera.
"Dengan banyaknya komentar negatif akan mempengaruhi rating dari film layar lebar ini. Dan kamu tentunya tahu jika biaya yang sudah dikelluarkan disini tidak sedikit. Jika Teddy melanggar kontrak kerja yang mencantumkan untuk tidak membuat hal-hal yang akan merugikan selama proses pembuatan film ataupun setelah film diluncurkan, maka ia harus membayar denda yang cukup besar nominalnya." Lanjut Roy.

"Soal itu tadi juga saya sudah membicarakannya dengan
Teddy. Tapi sepertinya ..."

"Aku tidak ingin urusan pribadi akhirnya membuat pekerjaan menjadi terhambat, terlebih lagi hal ini menyangkut dengan banyak orang. Dan aku harap kamu sebagai managernya bisa menyikapi dan bersikap bijak soal ini demi kebaikan Teddy juga." Kata Roy tanpa menunjukkan ekspresi apapun pada Billy.

"Akan saya coba sampaikan kepada Teddy." Jawab Billy dengan perasaan ragu.

"Jangan hanya di coba, ini bukan masalah sepele. Terkadang sebagai manager kamu harus bertindak diluar kewajibanmu dalam pekerjaan artismu, semua juga demi kebaikan artismu dan juga kinerjamu sebagai manager artis. " Roy memberikan saran dengan sedikit provokasi kepada Billy.

"Aku memberitahukanmu hal ini karena aku merasa Teddy sangat berbakat dan juga sangat disayangkan jika harus menyerahkan karirnya yang mulai bersinar untuk masalah pribadinya sendiri." Tambah Roy.

"Iya,Pak. Terimakasih untuk perhatian anda kepada Teddy. Saya akan mengatasi hal ini secepatnya." Billy berusaha meyakinkan Roy walaupun sejujurnya ia ragu dengan apa yang akan ia lakukan untuk mengatakan hal ini kepada Teddy.

"Bagus. Kalau begitu kembalilah bekerja." Kata Roy sambil mempersilahkan Billy untuk berdiri dari duduknya , seketika itu pula Billy berdiri dan menjabat tangan Roy sebelum berpamitan.

Setelah Billy keluar dari ruang kerjanya, Roy memanggil sekertarisnya lewat telepon yang ada di meja kerjanya.

"Minta sutradara untuk membuat banyak pengulangan adegan khusus untuk Teddy. Bilang padanya aku akan menambahkan beberapa tanda terimakasih dalam saldo rekeningnya. Semakin malam semakin bagus. Dan juga apa barang yang aku pesan kemarin sudah datang?" Kata Roy ketika sekretarisnya sudah masuk kedalam ruangannya dan berdiri di depannya.

"Baik,Pak. Untuk barang yang bapak pesan akan datang besok." Jawab sekertaris Roy . Roy menganggukkan kepalanya sekali.

"Kamu boleh lanjutkan pekerjaanmu." Kata Roy sambil meraih ponselnya dan mulai menghubungi seseorang yang harus mau ikut dalam rencana besarnya, sang pemeran utama, Sheila. Bagaimanapun Sheila harus mau ikut dalam rencana Roy. Karena hanya Sheila yang pernah melakukan hal itu dengan dirinya. Dan tentu saja hanya Sheila yang memiliki alibi kuat bersama dengan dirinya untuk melawan berita yang menimpanya.

Billy dengan wajah penuh dengan pikiran sedang duduk di kursi istirahat Teddy. Saat ini Teddy sedang melakukan beberapa adegan laga. Billy yang sedang menyusun banyak skenario dalam otaknya tiba-tiba dikejutkan dengan deringan dari ponsel Teddy yang ada didalam saku mantel Teddy , berada tidak jauh dari kursi istirahat Teddy. Dengan malas Billy meraih mantel Teddy dan mengambil ponsel itu dari saku mantel. Dilayar ponsel Teddy, Billy bisa melihat jika itu adalah panggilan dari kekasih Teddy. Karena tertulis -kesayangan- pada nama pemanggil.

Tiba-tiba terbesit ide dalam pikiran Billy tentang bagaimana cara agar Teddy mau mengundurkan pernikahannya dengan kekasih pujaannya itu. Ketika ponsel Teddy berhenti berdering, sebuah pesan masuk di ponsel Teddy. Billy membuka pattern ponsel Teddy, karena ia mengetahui tentang segala hal tentang Teddy termasuk pattern ponsel Teddy. Billy membaca pesan dari Sheila , kemudian membalas pesan itu. Tidak lupa setelah pesan itu terkirim, Billy menghapus pesan itu dari ponsel Teddy.

Billy harus bisa membujuk kekasih Teddy karena tidak mungkin jika ia membujuk Teddy ketika Teddy sudah benar-benar bertekad akan melakukan sesuatu. Sepertinya Billy memiliki peluang lebih menjanjikan jika ia bisa membujuk kekasih Teddy untuk mengundurkan pernikahan mereka setelah syuting dan peluncuran film layar lebar sudah terselesaikan.
-----------------------------------------------------------

Billy sudah menunggu 15menit di cafe yang sudah ia katakan kepada Sheila dalam pesan menggunakan ponsel Teddy. Kebetulan sekali Teddy mendapatkan banyak take kali ini. Billy sengaja datang lebih awal karena perasaan khawatirnya yang akan menghadapi banyak kemungkinan. Billy bisa mengenali wajah Sheila dari screensaver yang ada pada ponsel Teddy. Ketika Sheila memasuki cafe,

Billy langsung melambaikan tangannya pada Sheila. Sheila yang baru saja datang di cafe itu mengernyitkan keningnya, karena ia belum pernah melihat pria yang melambaikan tangan padanya. Billy berdiri dari duduknya dan berjalan menghampiri Sheila.

"Hai, aku billy, aku manager Teddy." Kata Billy memperkenalkan dirinya pada Sheila sambil mengulurkan tangannya kepada Sheila. Wajah Sheila berubah menjadi lega mengetahui jika pria yang melambaikan tangan padanya adalah manager Teddy, Sheila menyambut jabatan tangan Billy.

"Hallo, aku Sheila." Kata Sheila dengan agak gugup. Mengapa ada manager Teddy disini bukannya Teddy.

"Boleh kita duduk dulu? Ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu tentang Teddy ." Kata Billy sambil menunjuk kearah meja yang tadi ia tempati.

Sheila langsung mengangguk dan mengikuti Billy kearah meja yang ditunjuk oleh Billy.
Setelah mereka duduk berhadapan, Billy nampak begitu gelisah untuk memulai percakapan.

"Maaf, sebenarnya yang mengirim pesan adalah aku. Bukan Teddy. Kebetulan juga hari ini Teddy mendapatkan banyak take." Kata Billy memulai pembicaraan mereka.

Sheila merasa sedikit terkejut dengan perkataan Billy.
"Apa ada masalah dengan Teddy?" Tanya Sheila seketika.

"Sebenarnya ini yang ingin aku katakan kepadamu. Aku sudah mendengar soal kalian akan mengadakan lamaran dan juga akan melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat ini. Dan hal ini akan berpengaruh besar pada pekerjaan Ted. Sebentar lagi juga akan ada syuting film layar lebar perdana Teddy. Kami mendapatkan peran ini juga dengan usaha yang tidak mudah. Foto soal kalian berdua saja sudah mempengaruhi penilaian soal Teddy, aku hanya takut jika nanti pernikahan kalian juga akan berpengaruh untuk Teddy. Jujur saja, Teddy tidak keberatan soal hal ini, tapi yang jelas kami harus membayar pinalti dnegan jumlah yang tidak sedikit untuk menebus kerugian perusahaan jika terjadi hal-hal yang berada diluar prediksi kita." Billy mencoba menjelaskan apa yang ada dalam pikirannya sedari tadi.

Sheila terdiam mendengar penjelasan Billy yang memang masuk akal itu. Sheila juga tidak ingin jika kehadirannya malah membuat hidup Teddy menjadi berantakan. Belum lagi masalah yang hendak ia ungkapkan kepada Teddy hari ini. Sheila jadi mengurungkan niatnya untuk mengatakan hal itu kepada Teddy.

"Aku berbicara seperti ini bukan untuk menghalangi kalian untuk menikah. Aku juga baru kali ini melihat Teddy begitu bahagia selama aku bekerja bersamanya. Aku hanya memintamu untuk membujuk Teddy menunda pernikahan kalian.Yah, kamu tahulah celotehan netizen saat ini sangat mempengaruhi citra seorang artis. Apalagi ketika fotomu dan Teddy menjadi tajuk utama di sebuah akun gosip online, banyak yang memberikan komentar negatif. Aku juga melakukan hal ini tanpa sepengetahuan Teddy. Aku tidak bisa membujuk Teddy soal ini. Jadi aku pikir mungkin lebih baik aku menemuimu saja untuk membahas masalah ini. Aku hanya berharap kamu memiliki kebijakan sendiri." Lanjut Billy merasa bersalah kepada Sheila. Sheila menatap Billy dengan ragu-ragu.

"Aku akan merahasiakan soal anda menemui saya hari ini. Dan soal pernikahan, akan saya bicarakan dengan Teddy, mungkin saya bisa membujuknya." Balas Sheila pada akhirnya. Terllihat wajah lega dari Billy.

"Terimakasih. Aku benar-benar berterimakasih kepadamu. Kita bicara dengan santai saja, tidak perlu begitu formal. Apa kau juga ingin memesan minuman? Maaf aku tidak menawarimu minuman terlebih dahulu."Kata Billy dengan cepat sambil mencari pelayan untuk meminta buku menu.

"Tidak perlu. Aku akan pergi, aku juga masih ada urusan lain kalau hanya itu yang mau anda sampaikan." Ujar Sheila sambil berdiri dari duduknya dan diikuti oleh Billy yang juga ikut berdiri, lalu Billy mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Sheila.

Sheila membalas jabatan tangan Billy lalu pergi meninggalkan cafe itu dengan perasaan yang makin bercampur aduk. Saat Sheila berjalan kearah parkiran sepeda motornya, ponsel Sheila berdering lagi. Dengan lemas Sheila merogoh sakunya untuk mengambil ponselnya.Nomor yang menelponnya tidak memiliki nama namun Sheila hafal akan nomor yang menghubunginya kali ini. Itu adalah nomer ponsel ibu Teddy. Entah mengapa firasat Sheila tidak baik soal ini.

"Iya tante?" Jawab Sheila setelah memberanikan diri untuk menjawab panggilan dari ibu Teddy.

"Ciya, maaf menelpon malam-malam begini. Apa kau ada waktu? Aku ingin berbicara tapi bisa tidak jika hal ini Teddy tidak perlu mengetahuinya?" Balas ibu Teddy dengan nada tegas seperti biasanya.

"Tentu,Tante." Jawab Sheila setelah mengambil nafas panjang. "Ada apa?"

"Teddy sudah memberitahukan soal hubungan kalian kepada kami. Dan katanya kalian juga akan melangsungkan pernikahan secepatnya." Terdapat jeda bebrapa detik sebelum ibu Teddy melanjutkan kata-katanya dan hal itu seakan sudah bisa Sheila tebak. "Maaf untuk mengatakan hal ini. Kami menyukaimu sebagai teman Teddy tapi tidak lebih dari itu. Sebagai seeorang ibu , aku juga ingin anakku menikah tapi itu bukan denganmu. Aku ingin anakku menikah dengan wanita yang memiliki asal usul yang jelas dan juga memiliki latar belakang yang sama dengan kami. Kami hanya terpaksa menyetujuinya ketika Teddy bersikerasa tentang hubungan kalian. Aku hanya tidak mau kehilangan putraku satu-satunya. Jika kamu memang mencintai Teddy, setidaknya aku hanya ingin kamu mengerti apa yang ada dalam isi hatiku dengan tulus dan jujur. Dan juga pikirkan soal karir Teddy yang saat ini sudah mulai mencapai puncaknya. Aku kira kamu juga mengerti hal yang Teddy lalui untuk mencapai tahap ini. Bukannya aku membencimu, aku hanya tidak ingin Teddy mengambil salah jalan saja." Lanjut ibu Teddy dengan lugas.

Rasanya seperti tetusuk pisau belati tepat di perutnya ketika Sheila mendengarkan kata-kata dari ibu Teddy. Seharusnya ia tahu sedari awal jika mereka tidak pernah mendapatkan restu dari orangtua Teddy. Sheila berusaha menahan airmatanya yang mulai menggenangi matanya saat ini.

"Iya,Tante aku mengerti. Aku juga tidak akan memberitahukan ini kepada Teddy." Jawab Sheila dengan segera, takut jika nanti ia akan lepas kendali.

"Baiklah, terimakasih, Ciya. Aku tahu kamu gadis yang baik , aku yakin nanti akan lelaki yang baik juga sebagai jodohmu." Kata ibu Teddy lalu menutup pembicaraan mereka.

Dengan lemas Sheila terduduk dengan jongkok di paving dekat parkiran motor . Airmatanya tidak terbendung kali ini. Entah mengapa rasanya begitu sakit dalam dada Sheila. Dan Sheila tidak bisa membendungnya lagi. Apa yang harus ia lakukan untuk selanjutnya, apa yang akan ia katakan kepada Teddy? Mengapa ketika ia ingin bahagia banyak yang akan terluka olehnya.

Dari seberang jalan Roy hanya melihat Sheila yang terduduk sambil menutupi wajahnya di lapangan parkir motor di cafe tempat Sheila dan Billy bertemu. Senyuman penuh kemenangan menghiasi bibir Roy.

"Kita pulang." Kata Roy kepada supirnya seetelah melihat Sheila dalam keadaan terpuruk oleh masalah yang telah ia buat.
-----------------------------------------------------------

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience