Chapter 14

Romance Completed 3114

Sejak awal Sheila sudah ragu untuk datang keacara pesta yang diadakan oleh keluarga Roy. Sebelum berangkat juga Sheila masih harus berdebat dengan Roy.

"Mungkin lebih baik kita tidak usah datang." Kata Sheila untuk kesekian kalinya kepada Roy.

"Lagi?" Tanya Roy yang sudah mulai lelah dengan penolakan Sheila.

"Ini sudah ke dua belas kali kamu mengucapkan hal itu. Apa kau tidak lelah?"

"Kalau kau takut Teddybearmu akan sakit hati. Jangan khawatir, dia sudah memiliki pasangan sekarang." Kata Roy lagi setelah melihat wajah Sheila yang begitu ragu untuk hadir di acara Nancy karena mengkhawatirkan perasaan Teddy.

"Itu hanya gosip." Jawab Sheila dengan wajah yang kecewa.

"Apa kau kecewa karena Teddybearmu sudah memiliki kekasih yang lain? Lagipula kamu juga sudah menikah. Tidak mungkin bagi dia untuk mengharapkan istri dari oranglain." Tambah Roy seperti menambahkan garam diluka hati Sheila.

"Kau pandai sekali membuat orang sakit hati." Komentar Sheila akan perkataan Roy.

"Sudahlah. Kita berangkat sekarang. Acara juga sudah dimulai. Setelah itu kita pulang. Kita tidak akan lama berada disana." Kata Roy sambil menarik tangan Sheila untuk mengikutinya berjalan ke mobil yang sudah disiapkan sejak satu jam yang lalu.

Sheila mengikuti Roy dengan pasrah.
Sepanjang perjalanan, Sheila menggigit kuku ibu jarinya sambil melihat kearah luar kaca mobilnya.

"Kuku dan gigimu bisa rusak jika kamu melakukan hal itu terus." Kata Roy setelah melihat kearah Sheila.

"Aku tidak biasa berada di tengah keramaian. Apalagi jika harus menjadi pusat perhatian. Aku tidak menyukainya." Jawab Sheila tanpa melihat kearah Roy.

Roy menggenggam tangan Sheila yang berada di pangkuan Sheila.

"Ada aku. Katamu kau percaya padaku. Cukup pegang tanganku jika kamu merasa tidak nyaman." Kata Roy berusaha memberikan Sheila sedikit keberanian.

Acara malam itu lebih daripada bayangan Sheila tentang sebuah acara perayaan ulang tahun, acara yang Nancy gelar lebih seperti pesta pernikahan. Semua yang hadir mengenakan gaun-gaun mewah , para pria mengenakan tuxedo.

Untungnya Sheila juga mengenakan gaun yang sudah dipilihkan oleh penata busananya. Awalnya Sheila merasa ia terlalu berlebihan mengenakan gaun yang ia kenakan saat ini, namun setelah melihat tamu undangan yang datang, Sheila malah merasa gaunnya yang paling sederhana.

Sejak turun dari mobil , hingga masuk kedalam rumah Rey, Sheila tidak melepaskan tangannya dari lengan Roy. Sheila benar-benar menggenggamnya dengan erat. Terutama ketika beberapa kamera yang mengambil gambar dirinya dan Roy.

Seorang wanita muda yang berparas cantik dan bertubuh ramping mengenakan gaun cocktail berwarna hitam menghampiri Roy dan juga Sheila.Wanita itu langsung mencium pipi Roy.

"Hai Roy. Aku sudah mulai putus asa, aku mengira kamu tidak akan datang malam ini." Kata wanita muda itu kepada Roy.

"Dan ini.." Wanita muda itu melihat kearah Sheila.

"Apa dia Ella, istri kesayangan Roy?" Tanya wanita muda itu kepada Roy setelah melihat Sheila dengan sekilas.

"Dia Nancy." Kata Roy dengan lembut kepada Sheila sambil membelai tangan Sheila yang berada dilengannya. Sheila melihat kearah Roy setelah terpaku melihat Nancy.

"Oh." Reaksi Sheila begitu terlambat , kemudian Sheila melihat kearah Nancy lagi.

"Hai, Nancy." Kata Sheila sambil tersenyum kepada Nancy. Nancy membalas senyuman Sheila lalu memeluk Sheila dan mencium pipi Sheila dengan ramah.

"Selamat datang,aku istri Rey,aku juga masih sepupu dari Roy." Kata Nancy memperkenalkan dirinya kepada Sheila.

"Aku akan memperkenalkanmu dengan saudara-saudara yang lain juga. Dan ada beberapa teman-temanku." Nancy berniat mengajak Sheila untuk diperkenalkan kepada para tamu undangannya. Namun Roy langsung menepis tangan Nancy dari tangan Sheila.

"Ella akan tetap bersamaku. Kamu bersenang-senang saja dengan yang lain." Kata Roy dengan tegas melihat ketidak nyaman an dari Sheila.

"Ayolah Roy, jangan begitu kaku. Kita juga adalah keluarga. Ella juga kan harus berbaur bersama dengan yang lainnya." Nancy masih mencoba untuk membawa Sheila jauh dari Roy.

"Apa kau masih sama seperti dulu? Selalu membawa milikmu karena takut milikmu akan hilang darimu?" Sindir Nancy yang langsung membuat wajah Roy menjadi tegang. Sheila bisa merasakan Roy menjadi tidak nyaman.

"Roy." Panggil Sheila sambil membelai lengan Roy dengan lembut hingga Roy melihat kearah Sheila.

"Aku akan berkenalan dengan yang lainnya. Kau tidak perlu khawatir." Lanjut Sheila sambil memandang Roy dengan pandangan menenangkan Roy. Roy melepaskan tangan Sheila dari tangannya.

"Jika kamu tidak bisa bertahan, panggil aku . Aku akan menjemputmu." Bisik Roy yang mendekatkan wajahnya di telinga Sheila, lalu mengecup pipi Sheila dengan lembut.

"Aku akan menunggu di tempat minuman." Kata Roy kepada Sheila lalu meninggalkan Sheila bersama Nancy.

Nancy memandang sinis kearah Roy lalu kembali memandang Sheila dan merubah raut wajahnya dengan cepat.

"Mari ikut denganku." Kata Nancy sambil tersenyum dan menarik tangan Sheila untuk ikut bersamanya.
Nancy mengajak Sheila menemui sekumpulan wanita dengan gaun-gaun mewah dan juga perhiasan yang menyilaukan.

"Hallo saudari-saudariku sayang. Apa kalian sudah berkenalan dengan istri Roy?" Tanya Nancy kepada para wanita itu. Dan mereka semua memandang Sheila dengan pandangan yang tidak menyenangkan.

"Apa selera Roy sudah menurun sekarang? Dari banyak mantannya kenapa dia menikahi wanita seperti ini?" Tanya salah satu wanita yang ada disana yang kemudian disambut dengan tawa dari yang lainnya.

Sheila memahami maksud Nancy membawa dirinya kepada saudara-saudara Roy. Niat mereka hanya untuk menjatuhkan Roy. Dan Sheila harus bisa membantu Roy dengan mempertahankan harga dirinya.

"Mantan-mantan Roy yang terdahulu semuanya berkualitas tinggi dan juga dari keluarga yang terpandang. Kalau kamu ? Seperti apa keluargamu?" Tanya seorang wanita yang mengenakan perhiasan paling menyilaukan bagi Sheila.

"Apa pendidikan terakhirmu? Dan dimana kau bersekolah?"

"Apa yang kau miliki sampai Roy bisa menikahimu?"

"Apa keluargamu dari orang berpengaruh?"

"Apa kau tahu tentang siapa sebenarnya Roy?"
Begitu banyak pertanyaan yang ditujukan pada Sheila.

Sheila juga merasa tidak sanggup untuk menjawabnya, jika dia salah menjawab maka Roy juga akan berada dalam masalah.

"Oh iya bukankah kamu juga sempat terlihat bersama dengan artis bernama Teddy? Kalau tidak salah dia juga datang hari ini dengan kekasihnya." Kata Nancy berusaha memancing emosi Sheila.

" Bukankah itu dia ?" Nancy menunjuk kearah meja cocktail , Sheila menoleh kearah yang ditunjukkan oleh Nancy.

Benar, Disana ada Teddy yang mengenakan tuxedo rapi dan disampingnya ada Katarina. Mereka nampak serasi bersama. Sheila merasakan nyeri di dadanya melihat kebersamaan mereka. Mungkin memang benar Teddy sudah melupakannya dan berpaling kepada wanita lain. Tapi bukankah itu wajar, karena Sheila yang menyakitinya terlebih dahulu. Mungkin seperti ini yang dirasakan oleh Teddy ketika melihat dirinya menikah dengan Roy waktu itu.

"Mantan kekasihmu sekarang bersama dengan mantan kekasih Roy. Betapa mengejutkannya hal ini." Kata Nancy berbisik kepada Sheila.

Tidak jauh dari Teddy dan juga Katarina, Sheila bisa melihat Roy yang sedang memandang kearahnya sambil menyesap minumannya.

"Apa yang mengejutkan?" Sheila berbalik tanya kepada Nancy dengan senyuman yang ia ciptakan sendiri dengan segenap kekuatannya. Membuat Nancy dan saudara-saudaranya yang lain berhenti untuk tertawa dan juga berbincang.

"Lagipula semua orang memiliki kisah di masalalu masing-masing. Yang terpenting adalah dengan siapa sekarang kita bersama." Lanjut Sheila sambil memandang kearah Nancy.

"Kalaupun Roy sudah memilihku daripada para mantannya yang lain. Kenapa kalian tidak menanyakan langsung kepada Roy? Jangan menujukan pertanyaan itu kepadaku, aku memilih Roy karena dia yang memilihku. Tidak peduli bagaimana latar belakang keluargaku.Terlepas dari siapapun Roy, dia adalah suamiku saat ini, baik buruknya dia adalah urusan kami bukan lagi urusan kalian." Lanjut Sheila sambil memandang kearah saudara-saudara Nancy yang lainnya dengan senyuman sinisnya.

"Betapa lancangnya dia berbicara disini. Seharusnya kamu berkaca sebelum menjawab semua pertanyaan kami." Kata salah seorang wanita yang berambut pendek bergaya victoria itu kepada Sheila.

"Bukannya kalian yang lancang tiba-tiba memberikanku pertanyaan seeperti itu? Sementara kita juga baru berkenalan." Balas Sheila sambil menahan degupan jantungnya yang kian berdegup kencang.

Sebelum seorang wanita yang lainnya berkata lagi, Teddy secara sengaja berjalan kearah Sheila dan menumpahkan minumannya di gaun Sheila.

"Oh maaf." Kata Teddy sambil membantu Sheila membersihkan noda minuman itu dari gaun Sheila dengan sapu tangannya.Secara spontan juga Sheila mundur satu langkah dari Teddy.

"Tidak apa-apa. Aku akan membersihkannya sendiri." Kata Sheila tanpa berani memandang kearah Teddy.

"Dimana kamar kecilnya?" Tanya Sheila kepada Nancy.

"Lewat sana , belok kiri." Jawab Nancy sambil menunjukkan arah menuju kamar kecil di rumahnya kepada Sheila.

Sheila lalu berpamitan untuk pergi ke kamar kecil sesuai petunjuk yang Nancy berikan.
Sheila mencoba membersihkan noda minuman yang membekas di gaunnya dengan air dari wastafel, namun noda itu tidak menghilang.

"Percuma saja kau hilangkan dengan air biasa, noda itu akan tetap tidak akan hilang." Kata Nancy yang ikut masuk kedalam kamar kecil bersama dengan Sheila.

"Harus aku akui keberanianmu menjawab semua perrtanyaan dari para saudariku. Jarang sekali terjadi , apalagi kamu bukan dari kalangan kami."

"Aku berada di kalanganku sendiri." Jawab Sheila dengan acuh.
"Bukan dari kalangan bawah , tengah ataupun atas. Dan aku tidak peduli dengan perbandingan stratamu. Aku datang kemari juga karena menghargai undangan yang kamu berikan."

"Apa kau menjadi percaya diri karena kau sudah menjadi istri Roy? Jangan berbangga hati, kau tidak akan pernah tahu kapan Roy akan merasa bosan padamu dan kamu akan kembali ketempat asalmu." Kata Nancy sambil memandang remeh Sheila.

"Kalaupun Roy tidak membutuhkanku dan membuangku. Aku akan tetap berada di tempatku. Tempatku adalah milikku sendiri. Dan aku tidak peduli akan apa yang akan orang katakan kepadaku, terutama jika orang-orang itu sepertimu. Nilai moral kalian saja jauh dibawahku. Setidaknya orang yang kau pandang rendah saat ini masih mengetahui tentang moral dan juga tatakrama." Balas Sheila sambil tersenyum sinis kearah Nancy.
Saat Sheila melewati Nancy , Nancy sengaja merobek gaunnya sendiri dan berteriak dengan kencang.

"Apa yang kamu lakukan? Hentikan!" Teriak Nancy sambil tersenyum kearah Sheila.

"Kau menggunakan cara yang murahan begini?" Tanya Sheila terkejut akan apa yang dilakukan oleh Nancy saat ini.

"Cara murahan jika orang kelas atas yang melakukannya, kau bisa apa?" Bisik Nancy dengan senyuman licik yang mengembang di wajahnya.

"Ada apa ini?" Ibu tiri Roy masuk kedalam kamar kecil dan langsung mendorong Sheila menjauh dari Nancy.

"Apa yang kau lakukan kepada menantuku?" Tanya ibu tiri Roy dengan nada tinggi dan membuat keributan yang mengundang perhatian para tamu undangan lainnya.

"Aku tidak melakukan apapun." Jawab Sheila sambil mengernyitkan keningnya.

"Bagaimana bisa kau merobek pakaian menantuku? Dia sudah berbaik hati mengundangmu kemari dan memperkenalkanmu dengan yang lainnya. Beginikah balasanmu?" Teriak ibu tiri Roy kepada Sheila.

"Memang walaupun kau sudah mengenakan pakaian yang berkelas dan juga makanan yang lebih baik tidak bisa menutupi tabiat aslimu, sungguh wanita yang liar." Kata ibu tiri Roy sambil memeluk Nancy yang sudah menitikkan airmata palsunya didepan ibu mertuanya itu.

Banyak yang datang untuk melihat pertunjukan Nancy untuk Sheila di kamar kecil milik Nancy itu,termasuk Teddy.

"Apa kau tidak akan maju sebagai pahlawan untuk mantan kekasihmu?" Bisik Katarina kepada Teddy.

Sebelum Teddy melangkah , Roy melangkah lebih dulu menghampiri Sheila.

"Roy?" Sheila menatap mata Roy seakan ingin menjelaskan bila bukan dirinya yang melakukan itu kepada Nancy.

"Roy, tolong didiklah istrimu dengan benar. Jangan seperti ini. Apa salah Nancy padanya? Nancy sudah berusaha berbuat baik untuknya. Jika kamu memungut kucing liar, kalaupun tidak bisa menjadikannya kucing anggora setidaknya jadikanlah dia kucing rumahan yang lebih bisa diatur dan bisa mengendalikan jiwa liarnya kepada tuan rumahnya." Kata ibu tiri Roy kepada Roy.

Roy tersenyum kepada ibu tirinya dan merengkuh bahu Sheila untuk bersandar di tubuhnya.

"Hanya gaunnya saja yang rusak. Padahal aku mengharapkan lebih." Kata Roy kepada ibu tirinya dan juga Nancy.

"Istriku tidak liar. Dia hanya liar jika berdua denganku." Lanjut Roy sambil tersenyum senang didepan ibu tirinya.

Perkataan Roy membuat Sheila harus menoleh kearahnya. Roy bukan memberikan pembelaannya kepada Sheila tapi malah membuat Sheila merasa malu.

"Roy." Protes Sheila sambil berbisik. Roy menoleh kearah Sheila.

"Ada apa? Apa kamu ingin pulang?" Tanya Roy kepada Sheila.

"Kita pulang sekarang." Jawab Roy sendiri walaupun Sheila tidak mengucapkan apapun kepada Roy.

"Lagipula bintang utama malam ini juga sudah tidak memiliki sinar lagi. Terimakasih untuk undangannya." Kata Roy kepada Nancy sambil tersenyum skeptis.

Kemudian Roy mengajak Sheila pergi dari kamar kecil itu.Teddy menahan tangan Sheila ketika Sheila melewatinya bersama Roy.

"Apa kau melakukan ini semua?" Tanya Teddy kepada Sheila.

Sheila memandang tidak percaya kepada Teddy. Teddy adalah orang yang seharusnya bisa tahu Sheila melakukan hal seperti itu atau tidak. Roy langsung melepaskan tangan Teddy dari Sheila.

"Tidak baik menyentuh istri oranglain didepan banyak orang. Orang bisa salah paham nantinya." Roy memperingatkan Teddy dengan santai , Teddy menatap mata Roy dengan tatapan menantang.

Sheila merasa harus menengahi semua ini, jangan sampai Roy mendapatkan masalah lagi malam ini.

"Roy, kita pulang saja." Kata Sheila sambil menyentuh lengan Roy. Roy tersenyum dan meraih pundak Sheila lagi.

"Kita pulang,Ella." Balas Roy sambil membawa Sheila keluar dari tempat utama acara pesta itu.

Saat akan menuruni tangga, Sheila berhenti sejenak sambil berpegangan pada pilar diujung tangga. Sheila hendak melepaskan sepatunya agar bisa berjalan dengan benar. Seluruh tubuhnya gemetar karena harus menghadapi keluarga Roy tadi. Sebelum Sheila melepaskan sepatunya, Roy sudah menggendong tubuh Sheila.

"Jangan pernah melepaskan sepatumu didepan musuhmu." Kata Roy saat sudah menggendong tubuh Sheila.

Sheila yang terkejut akan apa yang dilakukan oleh Roy tidak bisa memprotes apa yang dilakukan Roy untuknya. Sheila hanya mengalungkan tangannya di leher Roy dan menyandarkan kepalanya didada Roy.

"Mereka menakutkan." Bisik Sheila kepada Roy dengan suara yang bergetar.

"Sudahlah. Kita pulang sekarang." Kata Roy sambil berkonsentrasi menuruni anak tangga.
----------------------------------------------------------

"Hilang sudah kesempatanmu sebagai pahlawan untuk mantan kekasihmu." Bisik Katarina sambil menyesap minumannya disamping Teddy.

"Kenapa dia berubah begitu cepat?" Tanya Teddy pada dirinya sendiri. Katrina melirik kearah Nancy dan juga ibu tiri Roy yang sedang berbisik didepan wastafel.

"Terkadang bukan manusianya yang berubah, tapi tergantung sudut pandangmu saja." Jawab Katarina lalu berjalan meninggalkan Teddy yang masih memandang kearah Roy yang membawa Sheila pergi.

Sementara ayah Roy hanya mengawasi dari kejauhan. Ayah Roy tidak ingin ikut andil dalam permainan istri dan menantunya . Roy dan Sheila bisa mengatasinya sendiri. Dan sepertinya Sheila juga pendamping yang tangguh untuk Roy.
----------------------------------------------------------

Sesampainya di rumah Roy, Sheila langsung melepaskan sepatunya dan berjalan bertelanjang kaki menuju area pribadinya dengan tidak bertenaga.
Sheila langsung menaiki anak tangga tanpa memperdulikan Roy yang memanggil namanya berulang kali.

"Ella. Apa kau tidak dengar aku sudah memanggilmu beberapa kali?" Teriak Roy saat ia bisa menghentikan Sheila . Sheila hanya menghela nafas pendek ketika Roy meraih tangannya .

"Apa?" Tanya Sheila dengan wajah lelah. Melihat ekspresi Sheila membuat Roy melupakan kemarahannya sejenak.

"Aku sudah lelah dan lemas. Bisa tidak kita tidak usah berdebat hari ini?" Pinta Sheila sambil menunjukkan telunjuknya ke lantai tiga.

"Apa kau tidak apa-apa?" Tanya Roy merasa sepertinya Sheila akan jatuh pingsan kali ini.

"Bagaimana aku tidak apa-apa? Semua keluargamu mengerikan. Mereka sungguh menakutkan. Aku tidak pernah setakut ini seumur hidupku." Kata Sheila dengan mata berkaca-kaca.

"Kau sendiri yang meminta untuk ikut bersama Nancy."

"Karena kalau aku tidak ikut dengannya dia pasti akan semakin menyudutkanmu." Balas Sheila dengan nada tinggi sambil duduk diatas lantai , kakinya sudah terasa lemas dan tidak bisa menopang dirinya sendiri lagi.

"Kenapa ada yang seperti itu, harus menghancurkan seseorang yang masih memiliki ikatan darah dengannya? Bahkan harus menjadikanku sebagai tontonan , seolah aku adalah seorang kriminal ditengah banyak yang melihat." Sheila terisak menahan tangisnya yang sudah mulai meluncur melewati pipinya.

Sheila dengan kesal melemparkan sepatu yang sedari tadi ia pegang dengan erat. Roy berjongkok untuk bisa melihat wajah Sheila yang sedang kesal itu.

"Kau juga, bukannya membelaku malah memberikan kalimat seperti itu didepan umum. Kau juga percaya aku yang melakukan hal itu pada Nancy?" Tanya Sheila dengan kesal kepada Roy.

"Aku percaya padamu." Jawab Roy dengan tenang,dan membuat Sheila melihat kearahnya.Roy mencoba menghapus air mata dari pipi Sheila namun Sheila memukul tangan Roy dengan sengaja.

"Jangan sentuh. Makeupnya bisa hilang nanti." Kata Sheila dengan kesal. Tapi hal itu malah membuat Roy tertawa.

"Maskaramu juga sudah luntur semua." Balas Roy menggoda Sheila.

"Benarkah?" Jawab Sheila sambil mengusap bagian bawah matanya dan melihat tangannya menghitam oleh warna maskara yang ia kenakan.

"Sini. Biar aku yang bersihkan." Kata Roy lalu menarik tangan Sheila menuju ke area pribadi Roy.

Roy mengajak Sheila masuk kedalam kamar tidurnya dan menuju ke kamar mandi pribadi Roy. Didepan cermin wastafel marmer putih itu, Roy dan Sheila berdiri disana. Roy menyalakan kran wastafel dan mulai mengambil air dengan telapak tangannya.

"Tutup matamu." Kata Roy yang kemudian dituruti oleh Sheila. Sheila memejamkan matanya. Roy mulai membasuh bekas maskara Sheila yang menodai pipi Sheila.

"Kalau kamu takut, kenapa kamu tidak memintaku untuk datang menjemputmu? Kamu tahu aku juga mengawasimu dari jauh." Tanya Roy ingin tahu apa yang sebenarnya ada dalam pikiran Sheila ketika dia mengambil keputusan untuk menghadapi Nancy dan juga saudara-saudaranya yang lain.

"Aku tahu kamu ada disana. Karena kamu akan datang meskipun aku tidak memintanya. Setidaknya itulah yang aku percayai." Jawab Sheila sambil masih memejamkan matanya.

"Disana juga ada Teddy, kenapa kau tidak meminta bantuan darinya?" Tanya Roy sambil mengusap sisa maskara yang ada di bulu mata Sheila.

"Dia sudah bersama dengan Katarina. Aku juga tidak berhak untuk memintanya membantuku. Yang kumiliki hanya kamu disana." Jawab Sheila dengan jujur.

Tangan Roy terhenti seketika mendengar apa yang Sheila katakan.

"Apa sudah selesai?" Tanya Sheila sambil membuka satu matanya untuk melihat apa Roy sudah selesai membersihkan noda maskara yang ada di wajahnya.

"Belum." Jawab Roy dengan cepat.

"Tutup lagi matamu." Lanjut Roy lalu membersihkan sisa-sisa maskara yang ada di wajah Sheila.

Lalu Roy mengambil handuk bersih untuk menghilangkan air di wajah Sheila.

"Sudah." Kata Roy lalu mundur satu langkah dari Sheila.

Sheila melihat kearah cermin dan mengamati wajahnya.
Cahaya lampu di kamar Roy tiba-tiba meredup dan terang kembali.
Sheila dan Roy melihat kearah lampu itu secara bersamaan.

"Apa akan ada pemadaman lagi?" Tanya Sheila sambil melihat kearah Roy.

"Mungkin. Saat ini sudah hujan lumayan lebat. Mungkin akan ada pemadaman lagi." Jawab Roy sambil melihat kearah luar jendela kamarnya.

"Malam ini aku tidur disini saja ya?" Pinta Sheila dengan mata memohon kepada Roy.

"Apa?" Roy sedikit terkejut dengan permintaan Sheila kali ini.

"Aku punya kebiasaan jika sudah ketakutan akan sesuatu aku pasti akan mimpi buruk, belum lagi nanti jika tiba-tiba ada pemadaman, Kalau hujan juga suaranya mengerikan dari tempatku. Aku akan tidur dengan tenang di sofa. Ya?" Pinta Sheila lagi.

"Terserah." Jawab Roy singkat lalu meninggalkan kamar mandinya.

Sheila melompat kegirangan mendengarkan jawaban dari Roy.

"Aku akan ganti baju dulu. Dan mengambil selimutku." Kata Sheila lalu berjalan melewati Roy yang sedang membuka jas didepan lemari pakaiannya.

Baru saja Sheila hendak membuka pintu kaca , petir menyambar dengan suara yang kencang menyusul beberapa detik kemudian. Lalu Sheila berbalik kembali kekamar Roy lagi.

"Bisa antarkan aku ke lantai 3?" Tanya Sheila kepada Roy yang hendak masuk kedalam kamar mandi pribadinya. Roy menghela nafas panjang.

"Naiklah sendiri.Biasanya juga kamu berani sendirian." Kata Roy sambil mengatupkan rahangnya.

"Sekarang sedang tidak biasa. Suara air hujan yang mengenai kaca membuatku takut. Beberapa hari ini saja aku juga harus mengkonsumsi obat tidur baru aku bisa tertidur." Jawab Sheila polos diambang pintu kamar Roy.

"Aku mau mandi saat ini. Kalau tidak mau naik keatas , duduk diamlah di ruang tamu." Kata Roy dengan nada yang meninggi.

"Aku di ruang tamu." Balas Sheila kemudian menutup mulutnya dan duduk dengan tenang di sofa Roy.

Sheila bisa mendengar Roy sedang menyalakan showernya , ia berdiri lalu berjalan kearah dapur kecil Roy.
Jika diamati segala sudut area pribadi Roy dan juga Sheila sebenarnya sama persis hanya saja memiliki beda warna wallpaper . Perabotannya pun juga sama.

"Sebenarnya , ini rumah atau apartemen?" Gumam Sheila sambil melihat isi lemari es Roy.

Disana ada banyak minuman berakhohol. Di rak dapur Roy juga banyak botol-botol minuman berakhohol.

"Dia tidak hidup dengan sehat." Komentar Sheila sambil menggelengkan kepalanya.

Sheila kini bisa merasa nyaman didekat Roy.
Jika dipikirkan lagi, Roy juga tidak begitu buruk. Hanya Roy yang mempercayai dirinya tadi disaat semua orang tidak mempercayainya. Bahkan Teddy juga mempertanyakan apa dirinya melakukan hal itu atau tidak.
Roy juga tidak akan menyakitinya, karena Roy tidak akan memiliki hati untuknya. Setidaknya Sheila bisa menjadikan Roy seperti saudara laki-lakinya.
Jika Roy lelaki normal , sudah tentu ia akan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan oleh Sheila. Selama ia menikah dengan Roy. Roy hanya menjaganya saja, walau sesekali menggoda Sheila. Tapi Roy tidak menyentuhnya lebih daripada itu.

Sheila teringat pandangan Teddy kepadanya tadi. Teddy yang seharusnya mengenalnya, sekarang mulai meragukan dirinya. Pandangan Teddy bahkan memberikan rasa sakit lebih daripada ketika Sheila melihat Teddy bersama Katarina.

"Apa yang kau lakukan disana?" Tanya Roy saat melihat Sheila sedang melamun didepan rak minuman miliknya.

"Seperti apa rasanya semua minuman ini? Apa benar jika meminum ini akan bisa melupakan masalah kita dan juga sakit hati kita?" Tanya Sheila tanpa memandang kearah Roy.

"Kau ingin mencobanya?" Roy bertanya sambil mendekati Sheila.

"Minuman ini tidak akan menghilangkan masalahmu dan juga sakit hatimu. Mereka akan tetap ada walaupun kau meminumnya sampai berbotol-botol banyaknya. Hanya saja kamu akan merasa tenang untuk sementara waktu saja. Kemudian masalah itu akan muncul lagi keesokan harinya , begitupun dengan sakit hatimu." Jawab Roy sambil melihat botol-botol minuman keras yang ada di rak dapurnya.

"Kenapa kamu menyukai minuman-minuman ini?" Tanya Sheila lagi.

"Untuk menemaniku saja. Menghilangkan lelahku untuk berpikir."Jawab Roy sambil mengambil salah satu botol minuman favoritnya.

"Apa itu juga bentuk pelarian?" Tanya Sheila sambil melihat kearah Roy. Roy berbalik menatap Sheila.

"Jika kita sudah berada pada titik dimana kita merasa tidak mampu untuk menanggung sesuatu hal, berusaha melupakannya walau sesaat. Bukankah itu pelarian namanya?"

"Mungkin." Jawab Roy lalu mengambil sebuah sloki di samping lemari es miliknya.

"Apa kau ingin melakukan pelarian juga? Mungkin seetelah apa yang sudah kau alami hari ini." Tanya Roy sambil menawarkan minuman itu kepada Sheila .

Sheila memandang sloki yang di tawarkan oleh Roy selama beberapa detik.

"Berapa lama aku bisa melupakan apa yang aku rasakan?" Tanya Sheila sambil memandang gelas itu lekat-lekat. Roy berjalan menjauh dari Sheila sambil membawa botol minumannya dan gelasnya ke ruang tamu.

"Hanya sampai kau terbangun esok hari saja." Jawab Roy sambil meletakkan botol itu diatas meja ruang tamunya.

Roy menuangkan minuman dari botol kedalam slokinya dan meminumnya dalam satu tegukan .
Sheila menghampiri Roy dan duduk di seberang Roy.

"Apa rasanya enak?" Tanya Sheila ingin tahu.

"Mandilah terlebih dahulu. Aku tidak tahan melihat penampilanmu yang kacau ini. Membuatku lelah." Kata Roy.

"Bajuku ada di atas, kau tidak mau menemaniku juga untuk mengambilnya." Jawab Sheila polos.

"Pakailah pakaianku untuk sementara. Besok pagi baru kau kemballi ke tempatmu lagi." Jawab Roy dengan acuh karena merasa lelah melihat Sheila yang masih mengenakan gaun lengkap di depannya ditambah makeup Sheila yang sudah berantakan.

"Oke." Jawab Sheila dengan cepat lalu berlari kearah kamar tidur Roy.

"Roy, sabun mukamu tidak sama dengan punyaku." Teriak Sheila dari dalam kamar mandi setelah beberapa menit ia masuk kedalam kamar Roy. Roy menarik nafas panjang.

"Pakai saja apa yang ada. Jangan cerewet." Balas Roy sambil berteriak juga, lalu Roy menuangkan minuman lagi kedalam sloki miliknya dan menghabiskannya dalam sekali teguk.

"Dia ini kadang terlihat pendiam, kadang terlihat kasihan, kadang terlihat begitu mengganggu." Kata Roy dalam hati.

Tidak lama Sheila keluar dari kamar Roy memakai kaos putih milik Roy sambil menggulung rambutnya keatas dengan handuk. Kemudian Sheila duduk didepan Roy, duduk di atas karpet bukan di sofa seperti tadi. Sheila menatap Roy dengan penuh harap.

"Apa yang kau tunggu?" Tanya Roy merasa Sheila sedang menunggu ia memberikan sesuatu untuk Sheila.

"Bukannya kau ingin mengajariku untuk minum itu?" Sheila berbalik tanya kepada Roy sambil melirik minuman yang ada di depan Roy.

"Kau benar-benar akan meminum ini?" Roy mengira jika Sheila hanya sekedar bertanya saja soal minuman itu kepadanya.

"Aku ingin melupakan sejenak apa yang aku rasakan hari ini. Dan juga hari-hari yang lalu." Jawab Sheila sambil melihat lurus kearah botol minuman Roy.

Dengan enggan Roy menuangkan minuman di dalam sloki miliknya.

"Aku tidak akan menanggung apa yang akan kau alami setelahnya." Kata Roy sambil memberikan sloki itu kepada Sheila.

"Memangnya apa yang akan terjadi?" Tanya Sheila. Roy mengangkat kedua bahunya.

"Bermacam-macam. Biasanya kau bisa mengalami pusing atau mual. Atau mungkin tidak akan mengingat apapun yang akan kau lakukan setelah meminum ini. Tergantung pada kondisi masing-masing orang." Jawab Roy sambil melipat tangan didepan dadanya dan melihat kearah Sheila yang masih ragu untuk meneguk minumannya.

Sheila mencium aroma minuman itu dan mengernyitkan keningnya.

"Letakkan saja. Jangan menyentuh minuman seperti ini, tidak akan baik untuk kesehatanmu." Kata Roy sambil akan mengambil sloki yang Sheila pegang, namun Sheila langsung meneguk minumannya dalam sekali teguk dan langsung terbatuk-batuk setelahnya.

"Rasanya aneh." Kata Sheila masih melihat sloki yang ia pegang kemudian ia melihat kearah Roy.

"Kenapa aku masih tidak lupa akan apa yang terjadi?"

Roy meraih sloki yang berada di tangan Sheila dengan cepat.

"Reaksinya juga tidak secepat itu." Ujar Roy lalu meletakkan sloki itu didepannya.
"Memangnya kamu bisa akan mabuk dalam sekali minum?"

"Katamu aku bisa melupakan sejenak akan apa yang aku alami dan apa yang aku rasakan setelah minum ini?" Tanya Sheila dengan wajah kecewa.

"Tidak secepat itu juga,Ella. Memangnya kamu anak kecil yang tidak bisa mengerti apa arti proses?"Kata Roy mulai kehilangan kesabarannya.

"Berapa lama?" Tanya Sheila sambil menempelkan dagunya di meja depan Roy.
"Apa harus meminum sebotol penuh baru aku bisa melupakannya?"

"Kau mau mati , kau belum pernah minum minuman keras sudah mau menghabiskan satu botol penuh." Jawab Roy sambil menuangkan minuman lagi ke sloki miliknya.

"Apa kau begitu putus asa sampai ingin melupakan semuanya?" Tanya Roy kepada Sheila yang masih melayangkan pikirannya entah kemana.

Sheila mengangguk dengan cepat. Sheila langsung duduk tegap dengan cepat hingga membuat Roy terkejut.

"Tapi rasanya hangat sekali di perutku." Kata Sheila dengan senang.

"Kau mengagetkan aku saja." Kata Roy sambil memegangi dadanya sendiri karena terkejut .

Sheila meraih sloki didepan Roy dan meminumnya lagi. Roy meraih kembali sloki itu walaupun terlambat. Setelah sloki minuman itu diambil oleh Roy, Sheila meraih botol minuman Roy dan menegaknya sebanyak yang ia mampu teguk.

"Sudah hentikan. Jangan minum lagi." Kata Roy sambil mengambil botol minuman dari Sheila kemudian meletakkannya kembali ke rak dapurnya.

"Rasanya menyenangkan." Kata Sheila menghadap kearah Roy. Roy menggelengkan kepalanya melihat wajah Sheila yang mulai memerah.

"Dia sudah mau mabuk." Gumam Roy kepada dirinya sendiri.

"Kakiku jadi ringan. Kepalaku ringan. Semuanya menjadi ringan." Kata Sheila sambil berdiri diatas sofa. Roy langsung menghampiri Sheila dan meraih tubuh Sheila untuk turun dari sofanya.

"Turun." Kata Roy sambil meraih pinggang Sheila, Sheila yang tidak menjaga keseimbangannya sendiri jatuh menimpa Roy , akhirnya Roy harus duduk di sofa dengan Sheila dipangkuannya.

Roy menghela nafas panjang.
"Lebih baik kau tidur di kamarmu sendiri. Aku akan mengantarkanmu."

"Apa aku tidak boleh bersandar sejenak?"Tanya Sheila sambil menepuk dada Roy dengan tangannya yang lunglai.

"Apa kau tidak takut kepadaku? Mungkin saja aku bisa melakukan hal yang tidak bisa kau bayangkan kepadamu seperti waktu pertama kita bertemu di hotel? Aku juga seorang laki-laki. Apa kau lupa?" Tanya Roy kepada Sheila yang matanya sudah telihat sayu.

Sheila tersenyum dan menangkup wajah Roy dengan kedua tangannya.

"Hmm. Kau juga seorang pria, tapi kau tidak menyukaiku. Apa yang perlu aku khawatirkan? Kau tidak menyukaiku, Teddy membenciku, keluargamu juga membenciku, nenekku kemana aku juga tidak tahu. Lalu aku harus bersandar pada siapa?" Keluh Sheila dengan begitu sedihnya.

"Apa yang ingin kau lupakan? Sampai kau mau minum minuman itu?" Tanya Roy ingin tahu apa yang sebenarnya Sheila rasakan.

Orang yang mabuk cenderung akan berkata sejujurnya. Walaupun Sheila adalah orang yang tidak bisa berdusta tapi dia juga kadang sangat tertutup, Roy terkadang juga tidak bisa memahami apa yang Sheila inginkan.

"Semuanya." Jawab Sheila sambil merentangkan tangannya.

"Aku ingin melupakan semuanya, semua tatapan orang-orang itu padaku. Semua yang aku sudah lakukan kepada Teddy. Semua tentang pertemuan kita yang salah. Semuanya." Lanjut Sheila sambil kembali meletakkan tangannya kepangkuannya sendiri.

"Kau juga ingin melupakanku?" Roy tersenyum sendu mendengar hal itu.
"Apakah kau sangat membenciku karena sudah memisahkanmu dengan Teddybearmu? Dan kau ingin meninggalkanku?"

"Aku .. membencimu. Sangat membencimu. Karena yang kau lakukan padaku, aku harus meninggalkan Teddy. Aku juga harus menyakitinya." Jawab Sheila yang sudah mulai tidak sadar apa yang ia katakan kepada Roy.
"Aku membencimu tapi semua bukan salahmu. Salahku juga . Salah Teddy juga. Dia yang melepaskan tanganku terlebih dahulu. Dia yang melepaskan aku. Apa aku harus mempertahankan seseorang yang melepaskanku?" Tanya Sheila sambil melihat jari-jari tangannya yang ia rentangkan didepan matanya.

"Kamu memiliki waktu untuk menjelaskan kepada Teddybearmu saat itu. Kenapa kamu tidak menjelaskan kejadiannya kepadanya, kamu yang tidak mempertahankan Teddybearmu sendiri." Jawab Roy sambil menurunkan tangan Sheila kepangkuannya.

"Jika dia mencintaiku. Dia tidak akan membutuhkan penjelasanku. Dia akan mengerti walaupun aku tidak menjelaskannya. Dia sudah bersamaku selama bertahun-tahun lamanya. Tapi dia tidak mempercayaiku dan melepaskanku. Aku bisa apa? Aku juga tidak akan mempertahankan hal yang tidak ingin aku pertahankan." Sheila meneteskan air matanya dan bersandar pada dada Roy, mencari kenyamanan yang ada disana.

"Kau juga ingin melupakanku. Kau pasti sangat ingin meninggalkanku dan juga ingin segera bebas dari sini."

"Hmm" Sheila menganggukkan kepalanya.

Anggukkan Sheila seolah memberikan kerikil yang mengganjal di hati Roy.

"Tapi aku tidak bisa." Kata Sheila sambil mengangkat tangannya lagi , melihat jari manisnya yang dilingkari oleh cincin pernikahan miliknya.

"Setelah semuanya selesai, kau bisa bebas seperti dulu lagi." Roy menghela nafas, seakan-akan itu adalah kalimat yang berat untuk ia ucapkan.

"Aku ... menjadi tidak diinginkan , mungkin itu adalah takdir. Tapi aku tidak meninggalkanmu karena ... hanya kamu yang aku miliki , hanya kamu yang mau berada disampingku walaupun kamu tidak menyukaiku, hanya kamu yang mau mempercayaiku. Aku akan pergi jika kamu ingin aku pergi." Sheila menghela nafas yang panjang dan berat.

"Bagaimana jika aku tidak melepaskanmu bahkan jika segala sesuatunya sudah bisa aku kendalikan kembali?"

"Maka aku akan tetap tinggal." Jawab Sheila dengan suara yang sudah mulai mengantuk.

"Kamu tidak menyesali pernikahan ini? Pertemuan kita juga adalah sebuah kesalahan dan bencana besar dalam hidupmu." Tanya Roy dengan ragu.

Sheila tertawa terkikik lalu menengadahkan kepalanya dan melihat kearah Roy sambil menekankan telunjuknya didepan bibirnya.

"Sttt. Jangan bilang pada Roy." Kata Sheila seolah Roy adalah oranglain dihadapannya.
"Dia itu tidak normal. Dia tidak akan tahu sekalipun aku mengatakan ini kepadanya. Sebenarnya aku mulai ingat apa yang terjadi malam itu. Aku mengingatnya setiap hari bahkan ketika aku bersama Teddy dulu. Aku tidak bisa melupakannya. Yang paling aneh adalah aku tidak menyesalinya sekarang. Aku aneh. Aneh sekali." Sheila mulai kehilangan kendali akan dirinya sendiri.

Roy terdiam mendengarkan apa yang dikatakan Sheila kepadanya. Tubuh Roy juga terasa tidak nyaman dengan apa yang dikatakan oleh Sheila.

"Kau tidak menyesalinya?" Tanya Roy sambil menangkup wajah Sheila dengan sebelah tangannya. Sheila mengangguk tanpa sadar.
"Bahkan jika hal itu terjadi lagi. Kau yakin tidak menyesalinya?" Tanya Roy lagi, kali ini mata Roy gelap karena sesuatu. Sheila tersenyum.

"Tidak." Jawab Sheila dengan tersenyum. "Tapi dia tidak akan tahu." Sheila kembali meletakkan telunjuknya kearah bibirnya sendiri. Roy menyingkirkan telunjuk Sheila dari bibirnya.

"Dia tahu." Jawab Roy.

"Dan jangan menyesalinya seperti apa yang kamu katakan." Roy mencium bibir Sheila yang terasa hangat dan lembut dibibir Roy. Sheila tidak menolak ciuman itu , malah melingkarkan tangannya di leher Roy.

Ciuman itu semakin dalam dan semakin tidak bisa Roy hentikan. Hanya satu yang ada dalam kepala Roy. Roy menginginkan Sheila lagi.

"Kamu tidak akan bisa pergi kemanapun setelah ini." Kata Roy saat mengambil nafas dari ciumannya yang panjang dengan Sheila.

Kemudian Roy menggendong Sheila masuk kedalam kamar tidurnya.
----------------------------------------------------------------

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience