Chapter 7

Romance Completed 3114

Teddy berkali-kali menghubungi Sheila namun tidak ada jawaban. Teddy sempat merasa ada yang janggal dengan semua ini. Sheila tidak pernah seperti ini sebelumnya, kecuali jika ia sedang mengetik naskah. Tapi saat ini Sheila sedang tidak mengerjakan naskah apapun. Sepulang syuting, Teddy berencana untuk pergi ke tempat rumah kost Sheila. Namun diurungkan karena ibunya menelpon, meminta Teddy untuk segera pulang kerumah karena ayahnya mendadak sakit dan membutuhkan Teddy untuk menemaninya. Teddy mengirim pesan untuk Sheila berharap Sheila membalasnya .
- Apa kau sedang sibuk? Kenapa panggilanku tidak kau jawab? Apa ada sesuatu yang terjadi hari ini?-
Namun Sheila tidak kunjung membalasnya sampai akhirnya Teddy sampai dirumahnya dan menemui ibu juga ayahnya di dalam kamar mereka.

"Ayah sakit apa?" Tanya Teddy dengan penuh kekhawatiran sambil berjalan kearah tempat tidur ayahnya tempat ayah Teddy berbaring.

"Ini.. Mungkin darah tinggi ayahmu kambuh lagi." Jawab ibu Teddy dengan segera.

"Ayahmu sedang tidur, kita bicara diluar saja ya?" Lanjut ibu Teddy meraih tangan Teddy, mengajak Teddy berjalan keluar kamar. Setelah menutup pintu kamar ibu Teddy sedikit berbisik.

"Ayahmu sedari tadi mengeluh terus menerus kepalanya sakit. Ibu juga jadi khawatir kalau nanti terjadi apa-apa seperti dulu. Makanya ibu menelponmu untuk segera pulang dan menemani ibu disini." Kata ibu Teddy memberikan alasannya kepada Teddy.

"Apa kita perlu kerumah sakit?" Tanya Teddy mulai merasa khawatir.

"Tidak, jangan. Kamu kan tahu ayahmu itu tidak suka rumah sakit. Terlalu menyeramkan katanya. Lebih baik kita berjaga saja dirumah. Jika memang darurat kita baru bawa ayahmu kerumah sakit." Jawab ibu Teddy dengan halus.
"Apa syutingmu hari ini sudah selesai? Apa ibu mengganggumu?" Tanya ibu Teddy dengan khawatir jika ia menganggu pekerjaan putra kesayangannya itu. Teddy menggeleng.

"Tidak,Bu. Kebetulan ketika ibu menelpon tadi, aku sudah selesai take terakhir." Jawab Teddy dengan lembut sambil menepuk tangan ibunya yang berada dilengan kanannya.

"Kamu memang anak ibu yang paling ibu sayangi. Kamu sangat berbakti kepada orangtuamu. Oh iya, apa kamu sudah makan? Mau ibu buatkan makanan?"

"Boleh,Bu. Aku akan mandi dan ganti pakaian dulu. Setelah itu aku akan turun untuk makan." Jawab Teddy lalu beranjak pergi kekamarnya yang berada di lantai 2.

Dengan perasaan khawatir Teddy melihat ponselnya , mengecek jika saja ada balasan dari Sheila. Namun tidak ada pesan dari Sheila.
-------------------------------------------------------

Sheila membaca pesan dari Teddy untuknya, dan ia masih memikirkan apa yang akan ia lakukan selanjutnya dengan Teddy. Kepercayaan dirinya yang telah ia bangun tentang hubungannya dengan Teddy seolah menguap begitu saja. Hari ini begitu banyak belati yang menancap di jantung Sheila. Membuatnya
sulit untuk bernafas. Bahkan kamar kost nya terasa begitu sesak untuknya bernafas saat ini. Hari ini kesialannya bagaikan angin tornado yang memporak porandakan pikirannya. Mulai dari hubungannya dengan Teddy terungkap di media sosial, Roy yang memberikan asumsi tentang hasil dari hubungan satu malam mereka,manager Teddy yang menemuinya secara langsung dan memberikan dampak negatif akan hubungannya dengan Teddy, hingga ibu Teddy yang dengan gamblang menentang hubungan mereka. Sheila mengakui perasaannya kali ini kepada Teddy , ia hanya tidak ingin jika cintanya akhirnya membuat Teddy menjadi terpuruk . Namun Sheila juga tidak rela jika ia harus kehilangan Teddy di saat Teddy juga mengakui cintanya pada Sheila. Namun apakah Teddy akan menerima kenyataan jika ia pernah melakukan hal yang seharusnya tidak ia lakukan dengan Roy, terlebih lagi jika terbukti dirinya juga mengandung anak Roy. Apakah Teddy masih akan mencintainya dengan kapasitas yang sama seperti saat ini? Jika memang iya Teddy masih menerimanya dan mau mencintainya sama seperti saat ini, mungkin Sheila akan tetap melanjutkan hubungan ini dengan Teddy walaupun mereka akan melewati banyak rintangan. Setidaknya Sheila masih memiliki sebuah sinar untuk hidupnya yang makin kelam. Sheila sengaja tidak membalas pesan dari Teddy, Sheila sangat berharap jika Teddy akan datang kepadanya malam ini. Namun Teddy tidak kunjung datang. Bahkan sampai pagi menjelang. Mulai timbul keraguan di hati Sheila tentang perasaan Teddy padanya. Sheila lelah menanti hingga tertidur diatas meja yang biasa ia gunakan untuk mengetik naskah.

Ketukan di pintu kamar kostnya membangunkan Sheila dari tidurnya yang lelah karena menangis. Dengan mata yang masih belum terbuka lebar, Sheila melirik kearah jam dindingnya yang berbentuk burung hantu berwarna biru muda . Sekarang sudah pukul 11 siang. Mendengar ketukan di pintu kamarnya lagi, mata Sheila mulai terbuka dengan dorongan harapan jika saja itu adalah Teddy yang datang untuk menemuinya. Dengan cepat Sheila bangkit dari duduknya dan merasakan kram dikedua kakinya, namun ia abaikan. Dengan cepat Sheila membuka pintu kamar kostnya dengan wajah penuh harap dan senyuman yang ia siapkan untuk Teddy. Namun yang ia lihat adalah wajah Roy yang begitu rapi dengan setelan kerjanya, Sheila mengerutkan keningnya melihat kedatangan Roy di rumah kostnya.

"Kau.. Apa yang kau lakukan disini?' Tanya Sheila dengan wajah yang tidak bersahabat.

"Kau tidak mempersilahkan aku masuk?" Tanya Roy lalu berjalan masuk kedalam kamar kost Sheila walaupun Sheila tidak mempersilahkannya. Sheila membuka lebar pintu kamarnya , tidak ingin ada yang mencurigainya dengan kedatangan Roy dikamar kostnya. Roy melihat sekeliling kamar kost Sheila yang kecil kemudian duduk di tepi tempat tidur Sheila. Lalu Roy melihat kearah pintu kamar Sheila yang terbuka sangat lebar dan beralih kearah Sheila yang hanya memakai celana sport pendek dengan kaos berwarna hitam yang terlihat kebesaran pada tubuh Sheila.

"Apa kau tidak menutup pintumu? Apa kau mau semua orang tahu tentang apa yang akan aku katakan?" Kata Roy dengan sangat santai.

"Apa yang kamu lakukan disini? Bagaimana kamu bisa tahu letak kamarku?" Tanya Sheila lagi.

"Aku hanya ingin bertanya apakah kamu sudah memeriksakan dirimu ke dokter kandungan..." Kata Roy dengan santai juga lantang dan langsung mendapatkan respon dari Sheila , Sheila langsung menutup pintu kamar kostnya dengan cepat.

"Apa maumu? Aku kan sudah meminta waktu padamu untuk hal itu." Balas Sheila dengan waspada.

"Dan itu adalah hari ini. Apa kamu tidak tahu akan janjimu sendiri?" Roy berbalik tanya sambil melihat kamar kost Sheila secara menyeluruh.

"2 hari , Roy. Besok adalah 2 hari." Jawab Sheila dengan putus asa sambil memijat keningnya karena merasa dirinya belum siap untuk berdebat dengan Roy disaat kesadarannya baru saja pulih beberapa detik ini.

"2 hari bagiku adalah sehari kemarin dan hari ini. Apa kau tidak mengerti sistem jam kerja untukku?" Balas Roy dengan santai sambil menjulurkan kakinya dilantai kamar kost Sheila. Sheila membelalakkan matanya seolahh mendapatkan jebakan baru dari Roy.

"Apa kau baru saja menjebakku dengan kata-katamu?" Tanya Sheila dengan sinis sambil menunjukkan telunjuknya kearah Roy.

"Aku kemari untuk membantumu. Sudah pasti kamu tidak akan pergi ke dokter kandungan karena hal itu jelas akan mempengaruhi reputasi Teddy dan juga Teddy akan tahu soal kita. Jadi aku kemari untuk memberikanmu alat uji test kehamilan yang sudah dibelikan oleh sekertarisku kepadamu." Kata Roy sembari memberikan sebuah kotak berisikan alat test kehamilan kepada Sheila. Sheila tersenyum sinis kepada Roy.

"Apa kau begitu putus asa, Roy? Sampai harus membellikanku alat test itu untukku?" Tanya Sheila dengan sarkastik. Roy mengabaikan nada sarkastik Sheila dan menyodorkan kotak alat test kehamilan itu kepada Sheila.

"Sangat." Jawab Roy singkat namun tanpa ekspresi apapun. Membuat Sheila tidak bisa berkata apapun untuk membalas kata-kata Roy.

Otak Sheila mulai memutar untuk mencari cara agar terbebas dari Roy saat ini. Ia harus bertemu dengan Teddy terlebih dahulu dan bukan Roy, apalagi dengan cara seperti ini.

"Kalaupun hasilnya memang positif. Seyakin apa kalau aku mengandung anakmu?" Tanya Sheila sambil memberanikan dirinya untuk mengatakan hal itu kepada Roy. Roy melihat sekeliling kamar kost Sheila dengan seksama dan teliti.

"Kamar ini begitu kecil dan juga sangat tidak leluasa." Kata Roy tiba-tiba begitu tidak terduga bagi Sheila.

"Lalu untuk apa kamu masih tetap disini? Kamu bisa pergi sekarang. Dan pintu ini juga terbuka lebar untukmu pastinya." Balas Sheila mulai merasa sangat jengkel dengan kedatangan dan tingkah Roy. Mata Roy menatap tajam kearah Sheila.

"Ketika membuka pintu, kau tersenyum begitu lebar. Apa kau kira aku adalah Teddybearmu? Kalau begitu dia juga sering datang kemari? Apa kalian sering tidur bersama disini?" Tanya Roy dengan senyuman yang sangat menghina kepada Sheila. Wajah Sheila memerah karena marah.

"Kau.. Kau ... Bagaimana kau bisa berpikir begitu lancang tentang hubunganku dan Ted? Tidak semua hubungan harus tidur bersama ..." Jawab Sheila dengan suara bergetar karena marah kepada Roy.

"Jadi kalian tidak pernah sekalipun berhubungan intim. Jadi jelas jika kamu hamil itu adalah anakku." Balas Roy dengan cepat dengan memandang tajam kearah Sheila yang masih begitu marah padanya akan ucapannya.
"Apa kau tahu jika yang kita lakukan malam itu adalah yang pertama kali untukmu?" Lanjut Roy.

Sheila tiba-tiba mengingat apa yang ia alami dengan Roy malam itu. Lalu dengan segera ia menepis pikiran itu dari benaknya. Sheila menghela nafas panjang dan mengambil kotak alat test kehamilan yang masih tersegel itu dari tangan Roy dengan kasar dan cepat.

"Hasil akurat adalah ketika kamu bangun tidur di pagi hari. Walau saat ini sudah siang, tapi setidaknya kamu baru saja bangun tidur,jadi sudah pasti hasilnya sangat akurat." Kata Roy ketika Sheila membuka pintu kamarnya.

Sheila tidak membalas kata-kata Roy dan membanting pintu kamarnya ketika ia meninggalkan kamar itu.
Sheila buru-buru berjalan kekamar mandi dan langsung menutupnya dengan rapat pintu kamar mandi. Dengan tangan gemetar Sheila membaca cara pakai dari alat test kehamilan yang diberikan oleh Roy kepadanya. Ini benar-benar pertamakali ia alami, walaupun sudah sering ia melihat hal ini dalam adegan-adegan yang ada di film atauupun yang ada dalam naskah yang ia ketik, namun ketika hal ini terjadi padanya, sungguh Sheila merasa sangat ketakutan. Bagaimana jika ia memang mengandung anak dari Roy. Apa yang akan ia lakukan ? Bagaimana dengan Teddy ?

Roy masih menunggu Sheila dengan tenang didalam kamar kost Sheila. Saat Sheila kembali kekamar itu, Sheila menyerahkan alat test kehamilan itu kepada Roy.

"Garisnya hanya 1." Kata Sheila dengan wajah yang begitu lega. Roy meraih alat test kehamilan itu dari tangan Sheila.

"Bukankah terlalu cepat jika kamu mengatakan itu setelah baru beberapa saat saja. Kita akan tunggu.." Kata-kata Roy terputus saat ada ketukan di pintu kamar kost Sheila.

"Ciya, apa kau sudah bangun. Ini aku." Kata Teddy yang berada di balik pintu kamar Sheila. Seketika mata Sheila membelalak kearah Roy yang berada didepannya.

"Bagus. Tepat sekali dia dat.." Seketika Sheila melompat kearah Roy yang berada diatas tempat tidurnya, menindih Roy dengan tubuhnya, tangan Sheila dengan cepat membungkam mulut Roy dan menekankan telunjuknya kebibirnya sendiri memberi isyarat kepada Roy untuk tidak bersuara. Telapak tangan Sheila begitu kecil jika dibandingkan dengan wajah Roy.

Roy menggenggam pergelangan tangan Sheila dan menurunkannya , lalu Roy mengangkat alat test kehamilan kearah Sheila. Dengan spontan Sheila melihat alat test kehamilan itu dan disitu Sheila baru melihat jika ada 2 garis pada alat itu. Mata Sheila melebar melihat 2 garis biru yang terpampang jelas pada alat test kehamilan yang berada di tangan Roy.

"Kau atau aku yang akan bicara dengan Teddybear mu?" Tanya Roy dengan suara rendah sambil mendekatkan wajahnya pada Sheila. Wajah Sheila tampak linglung untuk sesaat. Terdengar ketukan lagi dari pintu kamar kost Sheila. Sheila melihat kearah pintu kamar kostnya. Sheila menghela nafas panjang dan melihat kembali kearah Roy.

"Biar aku saja yang bicara dengan Ted. Setidaknya dia akan mengetahui hal ini dariku, bukan oranglain." Bisik Sheila kepada Roy. Kemudian Sheila menyadari posisinya yang berada diatas tubuh Roy, dengan segera ia turun dari tubuh Roy dan langsung berdiri dengan gugup.
"Maaf."

"Tunggu." Teriak Sheila dimaksudkan untuk Teddy. Sheila menatap Roy yang masih dengan santai duduk di tepi tempat tidurnya.
"Dan kau , tunggu saja dengan diam disini." Bisik Sheila dengan suara memperingatkan kepada Roy. Roy membalas dengan mengangkat kedua bahunya acuh.

Sheila berjalan kearah pintu kamarnya dan membuka pintu itu dengan cepat, ia hendak keluar dengan segera lalu menutup pintu kamarnya agar Teddy tidak melihat jika Roy berada didalam kamarnya, namun ketika Sheila membuka pintu kamarnya, Teddy malah langsung memeluk Sheila. Sheila begitu terkejut hingga lupa untuk menutup pintu kamarnya kembali.

"Kenapa lama sekali? Aku sudah khawatir setengah mati. Kamu tidak mengangkat telponmu dan juga tidak membalas pesanku." Kata Teddy tanpa melepaskan pelukannya dari Sheila. Hati Sheila begitu luluh lantak. Ia senang Teddy datang tapi bukan disaat seperti ini.

Teddy melepaskan pelukannya dari Sheila , pandangannya tertuju kepada Roy yang sedang duduk santai ditepi tempat tidur Sheila sambil menopang tubuh besarnya dengan tangan yang menahan diatas tempat tidur Sheila. Teddy mengernyitkan keningnya sambil tetap memegang lengan Sheila.
"Pak Roy?" Tanya Teddy .

Sheila memejamkan matanya dengan frustasi.
Roy hanya menganggukkan kepalanya membalas pertanyaan Teddy. Teddy melihat kearah Sheila dengan beribu pertanyaan dimatanya.

"Aku akan jelaskan. Kita bicara diluar saja." Kata Sheila mencoba menenangkan pikirannya sendiri. Situasi ini benar-benar diluar perkiraan Sheila.

"Kau atau aku yang menjelaskan. Aku tidak suka pembicaraan yang bertele-tele." Kata Roy dengan suara lantang. Teddy melihat Roy dan kembali lagi kepada Sheila.

"Ada apa sebenarnya?" Tanya Teddy dengan raut wajah yang begitu penuh tanya kepada Sheila.

Sheila melihat beberapa teman rumah kostnya yang mulai keluar dari kamar mereka untuk melihat situasi yang sedang terjadi padanya. Sheila menarik tangan Teddy untuk masuk kedalam kamarnya.

"Kita bicara didalam saja. Tidak enak juga jika banyak yang mendengarkan." Kata Sheila. Teddy masuk kedalam kamar kost Sheila dan menatap tajam kearah Roy.

"Tidak mungkin kalian membicarakan soal pekerjaan disini." Teddy beralih melihat kearah Sheila.

"Sebenarnya.. Aku akan menjelaskan , tapi kamu harus tenang terlebih dahulu." Kata Sheila sambil menggenggam tangan Teddy dengan lembut. Teddy menghela nafas panjang ketika melihat ekspresi putus asa dari Sheila
.
"Jelaskan . Aku akan mendengarkan." Jawab Teddy dengan nada dingin.

"Apa kau ingat ketika kau mengantarkanku ke hotel malam itu? Disana sempat ada kejadian yang tidak terduga..."

"Dia saat ini sedang mengandung anakku." Kata Roy langsung memotong penjelasan dari Sheila untuk Teddy.

Baik Sheila maupun Teddy langsung melihat kearah Roy yang sedang memegang alat test kehamilan yang menunjukkan 2 garis biru. Hawa dingin seolah seketika menjalari sekujur tubuh Sheila.

"Aku sedang tidak memiliki banyak waktu untuk menjelaskannya. Biar Sheila saja yang menjelaskannya. Hari ini aku ada janji rapat dengan investor baru." Kata Roy lalu berdiri dari duduknya dan menghampiri Teddy juga Sheila.

"Jadi kamu saja yang menjelaskan detailnya." Kata Roy kepada Sheila.

Teddy mencengkeram tangan Roy yang mendekati Sheila dan mendorong Roy menjauh dari Sheila.

"Apa maksud semua ini? Apa yang kamu lakukan ditempat calon istriku?" Tanya Teddy dengan wajah yang tidak lagi bersahabat.

Roy dengan tenang merapikan lengan kemejanya dan kembali menatap kearah Teddy sambil memasukkan tangan kedalam kantong celananya. Roy melihat wajah Sheila yang terlihat pucat pasi.

"Bukannya aku sudah bilang aku ada masalah pribadi dengan Sheila." Kata Roy sambil mendongakkan kepalanya kearah Sheila.

"Ada urusan pribadi apa dengan calon istriku? Dan apa maksudmu dengan Sheila mengandung anakmu?" Tanya Teddy dengan raut wajah penuh tanya dan amarah yang terlihat begitu jelas.

"Aku sudah mengatakannya juga. Jika Sheila sedang mengandung anakku. Tidak peduli dia calon istrimu atau bukan." Jawab Roy sambil menunjukkan alat test kehamilan itu lagi di hadapan Teddy.

"Bagaimana bisa Sheila mengandung anakmu?"

"Tentu saja karena kami sudah berhubungan intim. Masa hal seperti ini harus dijelaskan kepadamu?" Balas Roy masih dengan begitu santai dan tetap terkendali. Teddy menoleh kearah Sheila yang hanya tertunduk sambil memegang keningnya.

"Benarkah itu?" Tanya Teddy kepada Sheila, berharap mendapatkan jawaban sebaliknya dari Sheila. Sheila memberanikan diri untuk menatap wajah Teddy.

"Semuanya terjadi begitu saja,Ted. Aku juga tidak mengira akan terjadi hal seperti itu..."Jawab Sheila sambil menghela nafas dengan begitu berat.
"Bukan hal yang aku sengaja,Ted. Aku juga tidak tahu jika sampai aku.. " Lanjut Sheila sambil menunjuk dengan lemas kearah alat test kehamilan yang dipegang oleh Roy dengan cepat dan langsung menurunkan tangannya dengan lemas.

Teddy tertawa lalu mencengkeram kedua lengan Sheila.

"Kamu bercandakan?" Tanya Teddy menatap lekat mata Sheila yang sudah digenangi oleh airmata. Masih berharap mendapatkan jawaban yang berbeda dari Sheila.

Sheila hanya menggelengkan kepalanya tanpa mengatakan apapun kepada Teddy.
Dengan lemas Teddy melepaskan tangannya dari lengan Sheila.
Teddy melangkah mundur satu langkah .

"Kita sudah akan menikah,Ciya." Kata Teddy sambil menyisir rambut cepaknya ke belakang dengan frustasi.

"Aku minta maaf ,Ted."

"Gugurkan saja." Kata Teddy dengan seketika setelah Sheila meminta maaf pada Teddy.

Dan Roy yang melangkah maju berada diantara Sheila dan Teddy.

"Hadapi aku dulu. Bagaimanapun juga ada anakku disana." Ujar Roy dengan tegas. Seketika itu juga Teddy langsung maju selangkah menghadapi Roy yang tinggi tubuhnya hampir sama dengan dirinya.

"Dia adalah calon istriku." Kata Teddy dengan penekanan nada yang sangat dalam.

"Dia ibu dari anakku." Balas Roy dengan tegas dan bernada dingin.

"Itu hal yang tidak sengaja dan tidak diinginkan." Balas Teddy mulai tidak bisa mengontrol emosinya.

"Walaupun tidak diinginkan tapi itu tetap anakku. Aku juga tidak akan tinggal diam jika itu menyangkut keselamatan anakku." Roy juga tidak mau kalah oleh pernyataan Teddy. Sheila semakin bingung oleh situasi yang diciptakan oleh Roy dan Teddy.

"Ciya." Panggil Teddy kepada Sheila, membangunkan Sheila dari kebingungannya.
"Aku tidak akan membatalkan pernikahan kita. Gugurkan bayi itu. Kita akan memperbaiki situasinya seperti sediakala." Kata Teddy kepada Sheila. Sheila mengernyitkan keningnya kearah Teddy. Berusaha memahami apa yang sedang dikatakan oleh Teddy.

Ketika Roy hendak membalas kata-kata Teddy, Sheila menarik tangan Roy agar Sheila bisa melihat dengan jelas wajah Teddy.

"Jika aku menggugurkannya, apa kamu akan tetap sama seperti saat ini?" Tanya Sheila dengan ekspresi wajah yang tidak bisa ditebak oleh Teddy. Raut wajah itu tidak sedih, tidak juga marah , lebih seperti putus asa. Teddy mengernyitkan keningnya akan pertanyaan Sheila.

"Apa maksudmu? Tentu saja perasaanku masih akan sama seperti saat ini." Jawab Teddy dengan keyakinan yang tak terpatahkan kepada Sheila.

"Apa kau akan memilihku daripada keluargamu dengan apapun keadaanku?" Tanya Sheila lagi sambil mencengkeram lengan kemeja Roy tanpa sadar dengan tangan yang gemetar.

"Apa kau sedang mengigau? Aku sudah bilang, orangtuaku sudah menyetujui hubungan kita . Kenapa kamu membawa hal ini dalam pembicaraan tentang kesalahan yang kalian perbuat." Teddy terlihat sudah tidak bisa mengontrol emosinya lagi.

"Pilihlah. Aku atau keluargamu? Apa kau akan tetap bersamaku jika harus meninggalkan keluargamu?" Tanya Sheila lagi kali ini dengan ekspresi penuh pengharapan kepada Teddy.

Teddy memandang tajam kearah Sheila lalu Teddy menoleh kearah Roy yang berdiri diantaranya dan Sheila.

"Apa itu hanya alasanmu untuk bersamanya? Sudah berapa lama kalian bersama ? Apa ini semua sudah kalian rencanakan dari awal?" Tanya Teddy sambil tersenyum masam.

Seketika itu juga Sheila merasakan hal yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, perasaan sakit karena amarah dan kesedihan akan ucapan Teddy.

"Jadi itu yang ada dalam pikiranmu?" Balas Sheila.

"Lalu apalagi alasan yang ada selain itu? Apa karena kamu dibutakan oleh kekayaannya?" Kata Teddy sambil menuding kearah Roy. Mata Sheila makin membelalak akan ucapan Teddy.

"Percayailah apa yang ingin kamu percayai." Balas Sheila sambil menahan dengan sekuat tenaga airmatanya yang hendak mengalir keluar dari matanya. Teddy tersenyum masam kepada Sheila.

"Jadi seperti inilah yang aku dapatkan setelah pengorbanan yang aku lakukan selama ini untukmu?" Tanya Teddy dengan emosi yang makin meninggi. Sheila memandang Teddy dengan tatapan yang dingin namun kecewa.

"Percayailah apa yang ingin kamu percayai." Sheila mengulang kata-katanya lagi, kali ini airmata Sheila sudah menggenangi matanya yang lebar itu.

Teddy tidak melihat kekecewaan yang ada dimata Sheila, ia hanya merasakan emosinya sendiri saat ini.

"Baiklah. Aku yang akan pergi. Kamu yang memilih dia." Kata Teddy yang merasa sakit hati akan jawaban dari Sheila.

"Kamu yang memilih untuk pergi." Kata Sheila sambil menarik nafas panjang.
"Pergilah." Lanjut Sheila lalu membuang pandangannya dari Teddy.

Teddy mengangguk seolah memang segalanya terjadi sesuai dengan apa yang ia pikirkan . Dengan perasaan marah, Teddy berjalan melewati Roy , bahu Teddy menabrak bahu Roy dengan kencang lalu Teddy berjalan kearah pintu kamar kost Sheila . Dengan kasar Teddy membuka pintu kamar Sheila dan membanting pintu itu dengan kencang hingga membuat Sheila memejamkan mata mendengarkan suaranya.

"Dia sudah pergi. Mau sampai kapan kau memegangi kemejaku?" Tanya Roy tanpa melihat kearah Sheila.

Sheila baru menyadari jika sedari tadi ia mencengkeram lengan kemeja Roy hingga kain kemeja itu terlihat begitu kusut.

"Maaf." Kata Sheila secara spontan lalu melepaskan tangannya dari kemeja Roy, lalu Sheila juga menyeka air matanya yang mulai menuruni pipinya.

"Kenapa kau tidak menjelaskan semuanya kepada Teddybearmu?" Tanya Roy sambil merapikan lengan kemejanya.

Tatapan mata Sheila seperti laser yang begitu tajam kearah Roy.
"Bukannya semua karenamu. Aku tidak memiliki waktu untuk menjelaskannya." Balas Sheila dengan sinis kepada Roy, lalu Sheila melihat kearah alat test kehamilan yang masih dipegang oleh Roy.

"Kalaupun aku menjelaskannya juga aku rasa akan percuma. Biarkan dia mempercayai apa yang ingin ia percayai. Jika dia memang mencintaiku.... Dia tidak akan meninggalkanku seperti yang ia katakan tadi." Lanjut Sheila sambil memeluk dirinya sendiri. Seakan ia merasa dirinya hanya seorang diri di dunia ini.

"Lalu apa rencanamu sekarang? Apa kau sudah setuju dengan apa yang aku tawarkan sebelumnya?" Tanya Roy lagi , kali ini langsung kepada apa yang sangat Roy tunggu.

"Hanya itukah yang ada dalam pikiranmu? Hanya tentang pernikahan dengan perjanjian?" Balas Sheila dengan tawa masam. Roy mengangguk.

"Lalu untuk apalagi? Bagaimana?"
Sheila terdiam sejenak. Otaknya berusaha keras untuk berpikir. Jika ia memilih untuk mengejar Teddy, ia harus menggugurkan kandungannya terlepas dari penyesalan yang akan terjadi, Sheila tidak berani bertaruh akankah Teddy masih mencintainya dengan perasaan yang sama seperti sebelumnya. Belum lagi keluarga Teddy yang tidak menyukainya nanti, juga karir Teddy yang akan terancam karenanya. Tapi jika dengan Roy, walaupun pernikahan mereka karena kepentingan bisnis keluarga Roy, setidaknya ia memiliki Roy yang jelas akan peduli pada anak yang ia kandung. Meskipun tidak ada cinta diantara mereka, tapi Roy pasti akan melindunginya karena Roy akan senantiasa melindungi citra perusahaannya dan juga bisnis keluarganya.

"Apa persyaratan yang kau ajukan? Dan apa yang akan aku dapatkan?" Sheila berbalik tanya kepada Roy.

Roy bukan orang yang mudah untuk ia hadapi saat ini, terlebih lagi dirinya merasa begitu rapuh saat ini. Dalam lubuk hati Sheila , ia merasa tersentuh oleh kata-kata Roy kepada Teddy tentang bagaimana ia ingin melindungi anak yang bahkan belum terlihat wujudnya walaupun calon anaknya berada dalam tubuh wanita yang ia tidak sukai.

"Persyaratan dari aku tidak banyak. Hanya kita menikah secara agama dan negara. Kamu hanya perlu menjadi istri yang baik untukku, jangan membuat skandal yang akan membuatku malu didepan keluargaku. Aku juga tinggal terpisah dari keluarga besarku, jadi kamu tidak akan merasa terbebani oleh mereka. Apapun yang aku perintahkan, kamu harus menyetujuinya . Aku tidak suka privasiku diusik. Aku juga tidak tertarik dengan kehidupan pribadimu selama itu tidak mempengaruhi bisnisku dan juga keluarga besarku. Selama bersamaku juga kau harus menyesuaikan gaya makan,gaya pakaian , dan gaya hidupmu denganku .Apapun yang terjadi dalam rumah tangga kita nantinya , hanya aku yang berhak meminta cerai." Kata Roy sambil melipat tangan didepan dadanya.

"Lalu apa hakku ?"

"Kau akan mendapatkan kompensasi sesuai dengan berapapun nominal yang ingin kau sebutkan. Kau akan mendapatkan pekerjaan sesuai dengan keinginanmu selama aku bisa mengusahakannya. Kau juga memiliki hak untuk menjalin hubungan dengan pria lain selama aku, keluarga besarku dan media tidak mengetahuinya. Kamu juga bisa tinggal bersamaku di rumah pribadiku, tp jika kamu tidak nyaman, kamu juga bisa menempati kondominium milikku yang berada diluarkota." Jawab Roy.

"Kalau kita bercerai nanti, apa aku memiliki hak asuh atas anakku?" Tanya Sheila mengesampingkan tentang persyaratan dan hak untuknya yang masih mengganjal di hatinya.

"Tentu. Aku akan adil soal itu. Kita bisa membagi hak asuh." Jawab Roy dengan cepat. Mendengar jawaban dari Roy , Sheila menghela nafas lega.

"Masalah perceraian. Aku ingin kita menentukan berapa lama kita harus bertahan dengan drama ini? Bukan hanya tentang dirimu yang membuat keputusan saja. Aku juga harus tahu kapan itu akan terjadi." Kata Sheila berusaha meluruskan hal yang mengganjal dalam pikirannya.

"Masalah waktu itu aku akan memberitahumu nanti setelah kita menemui keluarga besarku. Aku harus melihat seperti apa reaksi mereka dan seberapa besar peluang yang bisa kita ambil dari sana. Apa kau takut kau akan jatuh cinta kepadaku?" Balas Roy. Sheila menatap Roy dengan enggan.

"Siapa yang akan tahu? Hati manusia tidak bisa ditebak. Aku hanya ingin berjaga-jaga saja." Jawab Sheila sambil mengangkat kedua bahunya.

"Kau tidak perlu khawatir soal itu. Kehidupan rumah tangga kita nantinya akan platonis. Kau akan berada di sisi lain dari rumah pribadiku. Kita juga tidak akan pernah bertemu sampai nanti waktu perceraian kita." Jawab Roy dengan begitu ringan dan terkendali.

"Baiklah. Kapan kita akan mulai rencanamu ini?" Tanya Sheila mulai mempersipakan dirinya untuk hal yang begitu besar dalam hidupnya.

"Hari ini. Kita akan pergi ketempat pengacaraku. Untuk keamanan, surat perjanjian hanya ada 1 dan itu hanya pengacaraku saja yang menyimpan. Tanpa ada salinan."Jawab Roy sambil meletakkan alat test kehamilan itu diatas meja kerja Sheila.

"Kau tunggu diluar. Aku akan bersiap sebentar." Kata Sheila sambil melihat pakaian yang ia kenakan saat ini.

"Tidak perlu. Kamu akan memiliki salon sendiri setelah ini. Kamu hanya cukup diam saja dan melihat hasilnya. Tidak peduli kau senang atau tidak , kau hanya perlu mengikuti prosedurnya saja." Balas Roy lalu berjalan kearah pintu kamar Sheila.

"Kamu sendiri yang sudah menyetujui hal ini. Aku harap kita bisa bekerjasama dengan baik dan jangan pernah menyesali hal ini." Lanjut Roy lalu membuka pintu kamar Sheila.

"Sekarang saja aku sudah menyesal." Kata Sheila dengan berbisik pada dirinya sendiri.

Tepat ketika Roy membuka pintu kamar , ibu rumah kost Sheila sudah berdiri disana hingga membuat Roy terkejut. Ekspresi terkejut Roy benar-benar membuat Sheila tidak bisa menahan tawanya. Sheila benar-benar sedang bersedih saat ini namun melihat ekspresi Roy yang begitu langka membuat Sheila tidak bisa menahan tawanya.

"Apa kamu lupa tentang peraturan tentang jika ada tamu pria,pintu harus dibuka?" Tanya ibu rumah kost Sheila sambil melihat Sheila dari balik tubuh Roy.

"Nanti malam dia akan pindah dari sini. Lagipula aku calon suaminya." Jawab Roy sebelum Sheila menjawab. Jawaban Roy terdengar juga oleh teman-teman kost Sheila yang lain.

Sheila kembali merasakan sakit kepala yang ia rasakan ketika mulai mendengar suara berbisik dari teman-teman rumah kostnya.

"Aku kira calon suamimu itu Teddy?" Tanya ibu rumah kost Sheila lagi. Sebelum Roy menjawab, Sheila dengan segera menarik tangan Roy dan menutup pintu kamar kostnya.

"Nanti aku akan ketempat ibu ya. Sekarang kami pergi dulu." Jawab Sheila lalu mengunci pintu kamarnya dan langsung menarik Roy untuk mengikutinya pergi dari rumah kostnya.

Dalam perjalanan menuju ketempat pengacara Roy, Sheila sudah tidak bisa menahan apa yang ingin ia ungkapkan tadi.

"Aku juga punya persyaratan." Kata Sheila memulai pembicaraan mereka.

"Kamu hanya memiliki hak yang sudah aku berikan tadi.Tidak ada persyaratan tambahan darimu." Balas Roy sambil berkonsentrasi menyetir.

"Aku masih punya hak untuk berhenti disini dan tidak menandatangani perjanjian itu denganmu." Sheila membalas kata-kata Roy dengan sama cerdiknya.

"Apa yang kamu inginkan seagai persyaratanmu?" Tanya Roy tanpa menoleh kearah Sheila.

"Aku ingin jika didepan kolegaku ataupun teman-temanku hanya aku saja yang berhak bersuara dan memberikan jawaban. Jika kamu memiliki sesuatu untuk dikatakan didepan oranglain atau khalayak banyak. Kamu harus memberitahukannya padaku terlebih dahulu. Setidaknya aku harus tahu apa yang akan aku lakukan dan katakan nantinya. Tidak akan ada kontak fisik diantara kita selama pernikahan. Soal kompensasi yang akan peroleh, aku ingin dalam bentuk tunai dan jumlahnya aku akan sebutkan setiap 3 hari sekali. Aku ingin nenekku dipindahkan kepanti jompo yang lebih baik juga, tentu saja biayanya kamu yang menanggungnya diluar kompensasiku. Aku juga ingin pekerjaan yang sesuai dengan kemampuanku, aku ingin menulis naskahku sendiri. Aku tidak ingin pernikahan yang megah, aku tidak terlalu suka jika harus begitu disorot oleh media. Anakku nantinya akan bersamaku selama berada dalam rumahmu. Bagaimana?"

"Aku akan bungkam jika aku berada didepan kolegamu ataupun teman-temanmu, tapi itu tergantung situasi juga. Jika situasinya merugikanku aku akan angkat bicara. Untuk didepan keluargaku ataupun kolegaku, kamu juga boleh mellakukan hal sama. Aku akan mengatakan apa yang aku katakan nantinya dengan dirimu. Untuk kompensasimu , aku juga menyetujuinya. Untuk nenekmu juga aku akan melakukannya diluar kompensasimu, aku akan meminta sekertarisku untuk mencarikan panti jompo yang bagus untuk nenekmu diluar dari kompensasimu. Pekerjaanmu yang ingin menulis naskah juga aku akan bantu nanti. Anak kita juga nantinya akan berada di areaku dan juga areamu, kita akan adil soal itu. Untuk kontak fisik, hal itu tidak bisa dihindari jika kita berada didepan umum dan juga keluargaku. Pikirkanlah secara logis, mana ada suami istri yang tidak melakukan kontak fisik apapun itu. Dan juga pernikahan, sudah pasti akan megah, itu tidak bisa dihindari. Walaupun bukan artis , aku juga adalah public figur. Dan lagi keluargaku memilliki bisnis yang besar." Jawab Roy dengan tegas dan cepat. Sampai membuat Sheila terpana. Sheila menganggukkan kepalanya.

"Oke.Setuju."

"Siapapun yang melanggar kontrak, dengan menyebutkan perjanjian ini dan juga tidak menaati hak dan kewajibannya. Akan ada denda tunai dan hukum perdata." Kata Roy sambil memindahkan persneling mobilnya.

"Baiklah." Jawab Sheila dengan nada putus asa.

"Setelah kita menandatangani surat pernjanjian. Kau akan segera pindah dari rumah kostmu itu kerumah pribadiku."Kata Roy lagi.

"Terserah padamu. Aku juga sudah tidak ada jalan lain saat ini. Kau juga sudah merusak jalan hidupku ." Balas Sheila sambil melihat kearah luar jendela mobil Roy.

Sesampainya di kantor pengacara Roy, Sheila dan Roy menandantangani surat perjanjian mereka. Lalu sesuai intruksi dari Roy, Sheila mulai pindah dari rumah kostnya ke rumah pribadi Roy dibantu oleh orang-orang suruhan Roy.

Sheila memandang rumah pribadi Roy yang begitu besar dan sepi dimatanya. Rumah itu besar dan megah walaupun dengan desain minimalist. Sheila menempati area dilantai 3. Disana sudah seperti kondominium pribadi , sudah ada kamar lengkap dengan kamar mandi pribadi, ruang tamu , dapur , ruang makan, dan juga teras pribadi. Benar-benar rumah yang luas. Area pribadi Sheila saja sudah begitu luas untuk Sheila , apalagi seisi rumah itu. Sheila sudah tidak menyukai suasana hampa disana. Dia semakin merasa sangat sendirian didunia ini.

Setidaknya ia tidak perlu memikirkan uang kost dan juga untuk makan sehari-hari, terlebih lagi ia tidak perlu mengkhawatirkan tentang neneknya juga untuk biaya panti jompo neneknya. Yang perlu ia pikirkan saat ini adalah kesehatannya dan juga calon anaknya nanti. Ia juga tidak harus memilikirkan tentang biaya hidup mereka nantinya.

Sheila melihat isi lemari pakaian yang ada dalam kamar pribadinya. Semuanya sudah tertata rapi oleh pakaian yang tidak sesuai dengan seleranya. Semuanya terlihat bagus dan mahal , namun Sheila tidak menyukainya. Begitu banyak hal yang indah dan mewah disana untuknya, tapi Sheila sama sekali tidak menyukainya. Dan dia harus bertahan disana sampai waktu yang tidak bisa ditentukan.
-------------------------------------------------------------

Teddy begitu terpukul dan frustasi dengan apa yang sudah Sheila lakukan untuknya . Seharusnya Sheila tahu jika ia adalah segalanya untuk Teddy. Bagaimana bisa Sheila mengkhianatinya dengan Roy. Teddy sudah banyak berkorban untuk hubungannya dengan Sheila selama ini. Ia juga harus mengemis restu kepada kedua orangtuanya. Ia selalu menjaga Sheila dan selalu berada disisi Sheila selama Sheila membutuhkan bantuan. Ketika pernikahan mereka tinggal beberapa langkah saja, semua harus musnah juga karena Roy.

Tiba-tiba ponsel Teddy berbunyi, Billy sedang menghubunginya saat ini. Dengan enggan Teddy mengangkat telepon dari Billy.

"Ada apa?" Tanya Teddy dengan suasana hati yang sangat tidak baik saat ini.

"Jadwalnya sudah keluar untuk syuting film layar lebarmu. Kita akan mulai syuting hari pertama di Viena. Jadi besok kita akan berangkat kesana. Aku sudah menyiapkan tiket pesawat kita untuk besok. Kamu tinggal menyiapkan paspor dan visamu." Kata Billy dengan penuh semangat.

"Kenapa mendadak sekali?" Tanya Teddy merasa ini terlalu mendadak dan juga tidak ada pemberitahuan jika syuting pertama film nya ini berada di luar negri. Yang Teddy tahu adalah mereka akan syuting diluarkota terlebih dahulu baru keluar negri.

"Iya, baru saja ada pesan dari sutradara jika kita akan syuting di Viena terlebih dahulu baru di kota yang sudah dijadwalkan." Jawab Billy.

"Oke, kalau begitu bersiap-siaplah. Kita akan berangkat besok malam. Kamu juga harus menjaga kondisi tubuhmu agar tetap prima." Lanjut Billy lalu menutup pembicaraan mereka.

Teddy yang masih sangat emosional hari ini merasa mungkin ini saat yang tepat untuk mengalihkan pikirannya dengan bekerja. Teddy berdiri dari tempat tidurnya dan mulai mengepak barang-barangnya yang perlu ia bawa nanti selama di Viena. Ia harus bisa menenangkan dirinya untuk beberapa hari ini. Setelah itu ia akan menemui Sheila lagi.
--------------------------------------------------------------------

Malam itu Sheila harus memenuhi janjinya kepada Roy, ia harus menuruti apapun yang dikatakan Roy. Kali ini Sheila diminta untuk menemui keluarga besar Roy dan mengumumkan tentang hubungan mereka dan juga pernikahan mereka. Sheila mengira jika dirinya akan pergi ke sebuah salon untuk mempersiapkan dirinya yang akan hadir sebagai tokoh utama dalam sandiwara ini. Namun ternyata Roy memanggil juru rias dan busana kerumah pribadinya dan datang ke area Sheila untuk merias Sheila sesuai dengan keinginan Roy. Tim perias benar-benar merubah penampilan Sheila , bahkan Sheila sendiri hampir tidak mengenali dirinya sendiri didepan cermin.

Rambutnya yang ikal dikepang besar dan di sisihkan di bahu kanannya dengan beberapa ikal yang sengaja di selipkan disekitar telinganya. Makeup Sheila pun sangat natural tapi begitu mempesona dengan sapuan lipstik berwarna peach yang sangat manis di bibir Sheila. Sheila mengenakan gaun sabrina midi berwarna merah muda yang sangat pas di tubuhnya yang tinggi dan kurus itu. Bahan satin yang begitu halus dan jatuh terasa nyaman dikulit Sheila. Sheila sampai-sampai tidak berani menebak berapa harga gaun itu. Yang jelas semua yang ia kenakan mulai dari makeup, gaun , baju dalam, aksesoris hingga parfum sepertinya semua adalah barang-barang yang mahal dan juga bermerk. Aroma parfum yang ia kenakan sangat lembut dan manis, tidak seperti parfum yang biasa ia kenakan sehari-hari.

Rasanya seperti menjadi cinderela yang menjadi nyata.

Setelah selesai berdandan, para perias dan penata busana Sheila langsung undur diri tanpa mengatakan apapun kepada Sheila seolah Sheila adalah orang asing yang tidak memiliki arti apa-apa untuk mereka.
Roy sudah menunggu Sheila di ruang tamu di lantai pertama. Saat Sheila menuruni tangga dengan perasaan canggung, Roy langsung bangkit dari duduknya.

"Kita harus segera sampai dirumah ayahku dalam waktu setengah jam. Setelah itu kita akan melihat situasinya seperti apa. Baru aku akan bisa memastikan waktu yang tepat untuk kita bercerai nantinya." Kata Roy dengan acuh setelah melihat Sheila yang menuruni tangga.

Roy langsung berjalan sendiri kearah pintu utama rumah pribadinya menuju ke mobil yang sudah terparkir didepan teras utama rumah itu.
Sheila yang susah payah berjalan menggunakan sepatu heels yang ia kenakan nampak sedikit kecewa dengan reaksi Roy kepadanya.

"Setidaknya dia kan bisa memuji penampilanku saat ini. Apa dia tidak tahu aku susah payah harus menyemimbangkan tubuhku dengan sepatu tinggi begini?" Gerutu Sheila sambil menuruni anak tangga yang terakhir kemudian berjalan menuju pintu utama rumah pribadi Roy dan masuk kedalam kursi penumpang belakang mobil Roy.

Sheila duduk bersebelahan dengan Roy yang hanya duduk diam sambil melihat kearah layar ponselnya.

"Jika kita terlambat, kita bisa dapat masalah yang lebih besar nantinya." Kata Roy seolah menjawab pertanyaan yang ada dalam pikiran Sheila.

Walau enggan mengakui tapi Roy nampak begitu tampan malam ini dimata Sheila. Ia mengenakan setelan kemeja hitam dan rambutnya disisir rapi kebelakang, aroma parfum Roy juga sangat menyenangkan dan tidak tajam namun membekas di hidung Sheila.

"Sayang sekali, dia tampan, kaya dan juga punya wibawa . Tapi sifatnya benar-benar mengerikan." Batin Sheila dalam hati lalu melihat kearah jendela disisi kirinya.

"Sepertinya tim perias dan juga penata busana tadi bisa diandalkan. Penampilanmu cukup untuk tidak menarik komentar negatif dari keluargaku. Aku akan menggunakan jasa mereka selama kamu berada disini." Komentar Roy ketika melihat Sheila secara menyeluruh. Sheila menoleh dengan perasaan sinis.

"Aku harus berterimakasih atau bagaimana?" Kalimat yang Sheila tujukan kepada Roy sebenarnya adalah sarkatis, namun Roy mengangkat kedua bahunya dengan acuh.

"Terserah padamu." Jawab Roy lalu melemparkan sebuah ponsel baru berwarna rosegold kepangkuan Sheila.

"Buang ponselmu yang sudah tidak layak itu. Mulai sekarang kamu akan memakai ponsel ini.Itu keluaran terbaru dan juga jarang ada yang memilikinya." Kata Roy sambil melihat kelayar ponselnya lagi.

Sheila mengambil ponsel yang berada dipangkuannya dan melihat ponsel itu dengan tidak percaya ia bisa memiliki ponsel yang bahkan harganya saja ia tidak ingin ketahui.

"Apa ini tidak berlebihan?" Tanya Sheila yang mulai merasa tidak nyaman dengan semua ini.

"Kamu adalah calon istriku. Dalam hitungan hari kau adalah istriku. Hari ini kita akan menemui keluarga besarku. Jangan permalukan aku bahkan sedetikpun. Kamu harus tampil sesempurna mungkin. Aku tidak ingin ada cela dalam hidupku. Nanti disana juga yang perlu kamu lakukan adalah mengikuti apapun perkataanku. Jangan melakukan hal lain. Kalaupun nanti akan ada yang menanyakan latar belakang keluargamu, kamu hanya perlu menjawab jika kamu adalah yatim piatu tanpa ada keluarga satupun. Aku tidak mau ada terlalu panjang introgasi tentang kehidupan pribadimu. Juga tentang pekerjaanmu , kamu adalah seorang gosh writer, hal itu akan lebih masuk akal dan diterima oleh mereka. Kita juga bertemu dilokasi syuting setelah itu kita berkencan. Hanya itu saja yang perlu kamu ingat. Selebihnya serahkan saja padaku." Kata Roy dengan nada dingin dan acuh.

"Paham?" Tanya Roy sambil melihat kearah Sheila yang sedari tadi hanya menatapnya.

"Iya." Jawab Sheila seketika. Seperti seorang murid yang mendengarkan penjelasan dari gurunya. Selama beberapa saat kemudian Sheila baru tersadar jika dirinya begitu patuh kepada Roy.

"Lalu nenekku?" Tanya Sheila mulai ingat dengan apa yang akan ia tanyakan sedari tadi.

"Nenekmu sudah dipindahkan ke panti jompo terbaik dikota lain bersama dengan sekertarisku malam ini. Kamu tidak perlu khawatir. KIta besok juga bisa menjenguknya kesana agar kamu percaya akan apa yang aku katakan.Disana memiliki fasilitas yang bagus dan juga penjagaan yang lebih baik. Jadi kamu tenang saja dan jalankan peranmu dengan baik dan benar." Jawab Roy sambil menatap Sheila. Sheila mengangguk dengan enggan.

"Baiklah . Terimakasih. Besok aku akan kesana untuk memastikannya sendiri."

"Kita." Balas Roy dengan tegas.

"Aku juga akan kesana. Setidaknya aku juga harus memperkenalkan diriku sebagai cucu menantunya." Lanjut Roy.

"Yah setidaknya dia masih punya sopan santun kepada orangtua." Batin Sheila dalam hati , lalu Sheila melihat kearah luar jendela mobil yang ada disampingnya.

Perjalanan kerumah orangtua Roy terasa begitu panjang dan sangat membosankan. Karena setelah percakapan Sheila dan Roy tentang nenek Sheila. Mereka sama sekali tidak berbincang-bincang.
Sesampainya dirumah orangtua Roy, Sheila benar-benar dibuat terpana oleh rumah yang begitu luas dan megah. Selama ini Sheila hanya membayangkan jika rumah seperti ini hanya ada dalam film-film saja. Namun nyatanya ia melihat yang lebih daripada itu. Rumah itu memiliki halaman yang begitu luas , hampir seluas lapangan umum yang kadang Sheila kunjungi ketika dirinya ingin berjoging. Desain rumah itu seperti istana kerajaan bergaya eropa lengkap dengan lampu-lampu gantung yang sangat menawan dan elegan. Berbeda dengan rumah pribadi Roy yang besar namun berdesain minimalis. Ketika baru sampai di depan teras rumah itupun sudah ada para pelayan yang langsung menghampiri Sheila untuk membawakan tas jinjing mungil yang Sheila bawa.

Yang lebih membuat Sheila terkejut adalah ketika Roy tiba-tiba meraih pinggangnya dan mendekatkan tubuh Sheila pada tubuh Roy. Dan membimbing Sheila untuk masuk kedalam rumah impian itu. Sikap Roy begitu manis dan hangat namun juga terasa memuakkan bagi Sheila karena semua itu terasa sekali tidak tulus.

Walau jantungnya berdebar-debar karena perlakuan Roy yang begitu drastis padanya, Sheila berusaha untuk profesional. Bagaimanapun ini adalah bagian dari pekerjaannya yang ia sudah setujui bersama dengan Roy. Ia juga mendapatkan kompensasi yang seimbang.

Sheila bukan orang yang biasa berpura-pura, namun kali ini ia harus bisa melakukan hal itu. Demi dirinya dan juga bayi yang ia kandung saat ini.
Mereka langsung memasuki ruang keluarga setelah berjalan begitu lama. entah itu hanya perasaan Sheila saja karena ia harus berpura-pura tampil romantis bersama Roy atau memang jarak dari teras utama rumah itu dan juga ruang keluarga yang begitu jauh.
Keluarga Roy nampak lebih menyeramkan daripada Roy. Disana Sheila disambut oleh seorang pria paruh baya yang masih sangat gagah dengan setelah kemeja putih dan celana , wajahnya sedikit mirip dengan Roy. Sheila bisa menbak jika itu adalah ayah Roy, lalu seorang wanita yang sangat cantik walaupun mungkin umurnya sudah memasuki 50 tahun, ia mengenakan gaun malam berwana burgundi yang begitu anggun dan menawan dengan tatanan rambut yang sangat klasik namun berkelas. Mungkin itu adalah ibu Roy, batin Sheila. Dan disebelah wanita itu ada seorang pria bertubuh tinggi dan berpostur atletis mengenakan setelan yang sama dengan ayah Roy. Pria ini nampak begitu ramah dan juga tampan dengan tindik di telinga kanannya. Jika saja Sheila masih muda mungkin Sheila akan mengidolakan pria itu.
Ini adalah pertemuan keluarga , namun Sheila lebih merasakan ini adalahh peperangan keluarga. Tidak ada suasana hangat sama sekali.

"Kalian sudah datang. Sebentar lagi makan malam akan segera disiapkan. Kita duduk dulu sejenak." Kata ayah Roy dengan sangat sopan.

Roy dan Sheila duduk di sofa yang sama, sementara ayah Roy duduk di sofa utama yang lebih besar. Ibu tiri dan juga saudara tiri Roy duduk berseberangan dengan Sheila dan Roy.

"Jadi inikah perempuan yang kamu ceritakan?" Tanya ibu tiri Roy membuka pembicaraan.

"Dia adalah Sheila. Ela, Dia adalah ayahku." Kata Roy kepada ayahnya, memperkenalkan antara ayahnya dan juga Sheila tanpa memperdulikan ibu tirinya. Hal itu begitu kentara dimata Sheila , sikap pengacuhan Roy kepada ibunya. Dan juga apa yang terlintas di pikiran Roy ketika memberikan nama panggilan 'Ella' untuknya.

"Lumayan juga selera dia dalam berpakaian. Apa dia dari keluarga pengusaha? Atau politikus? Atau mungkin dia juga artis atau model?" Tanya ibu tiri Roy lagi sebelum Sheila memperkenalkan dirinya kepada ayah Roy.

"Mungkin. Aku seperti pernah melihat wajahnya. Tapi dimana ya?" Sahut saudara tiri Roy sambil berusaha mengingat wajah Sheila yang nampak begitu familiar olehnya.

"Kalian berdua diam. Apakah tidak bisa kalian menghargai kedatangan calon menantuku?" Bentak ayah Roy yang juga membuat Sheila kaget.
"Jadi siapa namamu?" Tanya ayah Roy yang kembali fokus kepada Sheila.

"Sheila." Jawab Sheila dengan cepat, lalu mulai memfokuskan dirinya pada perannya saat ini.
"Tapi Roy biasa memanggilku 'Ella' " Tambah Sheila ketika paha Roy menyenggol paha Sheila dengan sengaja agar Sheila bisa menjawab dengan benar.

"Berapa lama kalian kenal? Apa benar kalian sudah tidur bersama? Dan kalian juga akan menikah?" Tanya ayah Roy lagi dengan sangat gamblang.

Sheila sempat merasa seperti dilemparkan dari ujung gedung lantai 30 oleh pertanyaan yang langsung ditanyakan oleh ayah Roy itu. Pertanyaan itu diluar prediksi Sheila. Dan Sheila mulai memutar otaknya dengan sangat cepat. Ia seorang penulis naskah, setidaknya Sheila bisa menganggap jika dirinya sedang berada dalam situasi halusinasi dalam menulis naskah.

"Kami kenal sudah lama sebenarnya. Tapi kami mulai dekat dan tertarik belum lama ini." Jawab Sheila mengambil jalan yang aman dalam menjawab.

"Aku tahu kalian anak muda dengan gairah menggebu-gebu. Tapi aku tidak mau ada skandal dalam keluargaku. Aku memang orang yang menghargai setiap pilihan yang Roy buat, tapi aku juga orang yang sangat kuno. Aku ingin kalian menikah jika ingin terus melanjutkan hubungan kalian. Aku sangat tidak menyukai hubungan intim diluar pernikahan. Dan juga hal-hal seperti ini sangat mempengaruhi citra bisnisku." Kata ayah Roy tanpa basa-basi.

"Kami akan menikah sesuai dengan apa yang aku katakan waktu itu." Kata Roy memotong pembicaraan antara Sheila dan ayahnya.

"Baiklah. Tadi pagi sudah beredar video di pesan singkat beberapa orang dalam perusahaan tentang dirimu dan Sheila. Aku sudah hampir naik pitam soal itu. Tapi karena kamu suah datang dan menyatakan akan segera menikah. Maka percepat pernikahan kalian. Sekertarisku sudah mengklarifikasi tentang pernikahanmu yang diadakan secara diam-diam. Anggaplah jika nanti resepsi pernikahanmu ini adalah acara resepsi yang tertunda." Kata ayah Roy sambil menahan emosinya. Sheila hanya terdiam dan mencerna kalimat dari ayah Roy.

"Video? Apakah video dari wartawan yang waktu itu tiba-tiba datang dan masuk kedalam kamar hotel?" Tanya Sheila dalam hati , secara spontan Sheila melihat kearah Roy. Roy merangkul pundak Sheila, seolah menenangkan Sheila. Dan mengangguk seakan itu menjawab pertanyaan Sheila yang tidak Sheila ungkapkan.

"Terimakasih ayah sudah membantuku. Aku akan mengatur jadwal resepsi pernikahan kami secepatnya." Jawab Roy.

"Untuk pernikahan secara negara, aku akan minta tolong kepada temanku yang ada disana. Dan untuk resespsi, aku yang akan mengadakannya. Dan aku yang menentukan tempat juga undangannya. Hal ini sangat berpengaruh besar terhadap bisnisku dan juga nama baik keluarga ini." Kata ayah Roy dengan tegas dan tanpa jeda.

"Ayah.." Roy hendak memberikan pendapatnya kepada ayahnya tapi langsung mendapatkan tatapan tajam dari ayahnya.

"Dalam minggu ini. Undangan akan disebarkan . Kau hanya perlu persiapkan dirimu dan juga Sheila. Besok kalian datanglah ke pengadilan agama, disana akan ada teman ayah yang akan membantumu dan Sheila dalam mengurus surat nikah negara tanpa ada yang mengetahuinya. Resepsinya akan ayah adakan dalam minggu ini. Kalian hanya perlu menyiapkan foto prewedding saja. Untuk tempat dan waktunya ayah akan kabari besok. Yang penting sekarang ayah mengetahui dengan benar bahwa berita tentangmu selama ini adalah kebohongan dan kamu benar-benar membawa calon istrimu kepada ayah kurang dari waktu yang kita tentukan." Kata ayah Roy dengan senyum bangga yang tersembunyi sembari menyesap minuman dari cangkir yang ia pegang.
---------------------------------------------------------------

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience