Chapter 8

Romance Completed 3114

"Satu minggu?" Tanya Sheila dengan spontan.

"Iya, mungkin lebih cepat lebih. Karena tepat dalam minggu ini banyak pemegang saham yang berkumpul disini dan juga ada banyak investor baru. Kita juga bisa menjadikan resepsi pernikahan kalian sebagai ajang untuk menarik banyak investor baru. Karena pemberitaan tentang Roy akhir-akhir ini yang buruk mempengaruhi bisnisku dan juga membuka peluang besar bagi pesaing-pesaingku. Jadi dalam minggu ini adalah kesempatan yang sangat bagus." Jawab ayah Roy dengan serius dan penuh perhitungan.

Sheila sangat dibuat terpana oleh pemikiran ayah Roy. Bahkan pernikahan putranyapun tak luput dari pandangan bisnis.

"Apa kamu tidak memeriksa latar belakangnya dulu? Dia dari keluarga apa? Apa dia memiliki tujuan lain untuk bisa masuk kedalam keluarga kita? Mungkin saja dia hanya ingin menumpang hidup atau hanya ingin menikmati harta keluarga kita saja." Kata ibu tiri Roy dengan nada protes kepada ayah Roy.

"Aku yang mengejarnya dan juga butuh usaha keras agar dia mau ikut denganku kesini. Mengajaknya menikah juga bukan hal yang mudah." Kata Roy sambil menggenggam tangan Sheila dengan lembut dan tersenyum hangat lalu melihat kearah ibu tirinya.
"Jika memang ia mengejar kekayaanku saja, aku rela memberikannya dengan sukarela." Lanjut Roy kepada ibu tirinya.

Hal yang dilakukan dan yang dikatakan Roy seharusnya bisa membuat hati wanita meleleh, namun hal ini malah membuat Sheila merinding, Sheila mulai berpikir jika Roy memiliki kepribadian ganda, sungguuh berbeda dengan Roy dalam kondisi normal.

Ayah Roy berdehem sambil meletakkan cangkirnya.

"Jika itu memang pilihan Roy. Aku menyetujuinya." Kata ayah Roy sambil tersenyum simpul kepada Sheila. Membuat Sheila membalas senyuman itu secara spontan.

Seorang pelayan pria paruh baya menghampiri ayah Roy .
"Makan malam sudah siap." Kata pria itu dengan sopan kepada ayah Roy.

"Ayo kita nikmati makan malam ini dengan senang. Karena kita kedatangan anggota keluarga baru." Ayah Roy berdiri dari duduknya dan berjalan kearah ruang makan keluarga terlebih dahulu. Diikuti oleh ibu tiri Roy dan juga adik tiri Roy. Tak luput dari Sheila, dengan jelas Sheila bisa melihat pandangan tidak suka dari ibu tiri Roy kepadanya.

"Ketika makan malam kami jarang membicarakan hal-hal yang tidak perlu. Kamu hanya perlu menjawab seperti apa yang kita susun dari awal. Jika itu perlu improvisasi, kamu pasti bisa mengaturnya sendiri. Aktingmu lumayan bagus juga." Bisik Roy sambil membantu Sheila untuk bangun dari duduknya.

"Aku malah lebih kagum dengan aktingmu. Sungguh membuatku merinding. Ibumu sepertinya tidak menyukaiku, apa semua akan aman?" Tanya Sheila juga dengan berbisik pada Roy.

"Dia tidak pernah menyukai apapun yang ada padaku. Jangan hiraukan dia. Yang terpenting saat ini adalah ayahku. Kita turuti apa saja kemauan ayahku." Balas Roy masih dengan berbisik dan berjalan berdampingan dengan Sheila.

"Tapi dalam waktu yang begini singkat. Pernikahan macam apa ini?" Tanya Sheila sedikit kesusahan dengan sepatu yang ia kenakan .

"Turuti saja. Toh cepat atau lambat juga kita akan menikah, apa bedanya. Kamu juga sudah menyetujuinya." Balas Roy dengan santai.

Sheila menghela nafas panjang. Ia ingin menyesali apa yang menjadia keputusannya tapi juga sudah terlambat. Yang perlu ia lakukan hanyalah menjalankan apa yang sudah menjadi kewajibannya saja.
Acara makan malam dengan keluarga Roy sama persis seperti yang digambarkan oleh Roy . Mereka tidak membahas apapun kecuali tentang para tamu undangan yang akan datang nantinya. Setelah makan malam, Roy mengajak Sheila untuk kembali kerumah pribadi Roy.
Sesampainya dirumah, Roy sama sekali tidak mengatakan apapun hanya berjalan kembali ke areanya sendiri dilantai 2. Dan Sheila juga kembali ke areanya di lantai 3.

Rasanya begitu menyenangkan bisa melepaskan sepatu heelsnya yang menyiksa kakinya sepanjang malam ini. Sheila melemparkan tubuhnya keatas sofa bludru putih yang ada di ruang tamu nya itu dan mulai melepaskan sepatu heelsnya.

Sheila merogoh isi tas jinjing kecil yang ia bawa tadi dan mengeluarkan ponselnya yang Teddy berikan untuknya. Sheila membuka ponsel itu namun layarnya tidak menyala. Sepertinya baterainya sudah habis karena Sheila sama sekali tidak mengisi daya baterainya sejak kemarin. Sheila buru-buru bangkit dari posisi duduknya yang nyaman itu dan mencari charger ponselnya di tas , dilaci, di kotak-kotak yang ia bawa dari rumah kostnya. Namun tidak menemukan apa yang ia cari. Sepertinya memang Sheila harus menyimpan ponsel itu dan tidak memakainya. Karena memang charger ponselnya itu lain daripada yang lain. Dengan berat hati Sheila menyimpan ponsel yang Teddy berikan kepadanya. Sebelum laci itu Sheila tutup, Sheila masih memandang ponsel itu.

Walaupun kecewa akan kata-kata yang Teddy ucapkan untuknya, Sheila juga ingat akan apa yang sudah Teddy lakukan untuknya selama ini. Jika saja bukan karena kesalahan yang ia perbuat malam itu dengan Roy, ia pasti sudah akan menikah dengan Teddy. Namun kalaupun ia tidak memilih Roy, ia juga tidak akan tahu akan jadi seperti apa hidupnya jika orangtua Teddy masih tidak memberikan restu mereka dengan tulus kepada hubungannya dan Teddy. Mengapa ketika dirinya ingin bahagia harus begitu sulit dan juga membuatnya makin tidak bahagia. Sheila memeluk kedua lututnya yang ia tekuk sambil membenamkan wajahnya dalam kakinya untuk meredam isak tangisnya yang sudah tidak bisa ia bendung lagi. Sheila memahami kekecewaan Teddy akan dirinya, mungkin berpisah dengan Teddy dan memilih Roy adalah yang terbaik untuk Teddy dan juga kehidupan Teddy. Walaupun pedih dihati Sheila juga tidak kalah besarnya dengan Teddy. Sheila harus merelakan cintanya, masadepannya, dan juga kesetiaannya . Sheila merasa ini adalah yang terbaik untuk semuanya. Setidaknya hanya Sheila yang terluka. Entah apa yang akan terjadi pada dirinya di masa depan, setidaknya masa depan Teddy akan menjadi lebih baik tanpanya.
------------------------------------------------------------

Sebelum berangkat menuju bandara, Teddy masih memikirkan Sheila. Bagaimana keadaan Sheila saat ini. Ia akan meninggalkan Sheila untuk beberapa minggu kedepan. Dengan ragu , Teddy mencoba untuk menghubungi Sheila , namun ponsel Sheila tidak aktif. Teddy menghubungi Sheila lagi , namun tetap tidak aktif. Tepat saat Billy datang untuk menjemput Teddy, Teddy lalu mematikan ponselnya dan memasukkan ponselnya kedalam kantung jaketnya.

"Sudah siap?" Tanya Billy yang berjalan memutari mobil untuk membantu Teddy membawa barang bawaan Teddy , disusul oleh Tony. Teddy hanya mengangguk singkat kearah Billy.

"Apa hanya ini yang kau bawa,Ted?" Tanya Tony sambil mengangkat koper hitam besar dan tas jinjing berukuran sedang milik Teddy.

"Iya . Hanya itu saja." Jawab Teddy singkat.

"Oke kalau begitu kita berangkat sekarang." Kata Billy dengan penuh semangat. Saat Teddy hendak naik kedalam mobil, Teddy menghentikan langkahnya.

"Apa kita bisa mampir sebentar ke ruamh kost Sheila?" Tanya Teddy kepada Billy. Billy menggaruk
kepalanya dengan ragu menjawab pertanyaan dari Teddy.

"Ted, bukannya aku tidak mau. Hanya saja.. Jadwal boarding kita tidak lebih dari beberapa jam lagi, lalulintas juga padat hari ini . Jika tidak segera berangkat takutnya nanti kita akan terlambat untuk boarding dan juga untuk bagasi." Jawab Billy.

Teddy dengan berat hati masuk kedalam mobil dan duduk dengan perasaan yang begitu janggal di hatinya. Setelah Tony juga ikut masuk kedalam mobil dan Billy mulai menjalankan mobilnya, diam-diam Teddy melihat ponselnya. Sheila sama sekali tidak menghubunginya ataupun mengirim pesan kepadanya. Sejak kejadian siang kemarin hingga saat ini. Kali ini Teddy juga tidak bisa menghubungi Sheila. Walaupun Teddy masih marah dan kecewa dengan apa yang ia ketahui hari itu , namun Teddy juga mulai bisa meredam amarahnya. Seharusnya ia tidak meninggalkan Sheila begitu saja. Teddy bisa merasakan Sheila juga kecewa akan kata-kata yang ia katakan kemarin siang kepada Sheila di depan Roy. Saat ini dirinya harus pergi jauh tanpa memberitahukan hal itu kepada Sheila. Apakah Sheila sedang marah pada dirinya atau saat ini Sheila sedang bersenang-senang dengan Roy. Pikiran itu terlintas berulang-ulang di kepala Teddy.

"Apa kau baik-baik saja , Ted?" Tanya Billy yang melihat Teddy begitu gelisah sepanang perjalanan lewat kaca spion tengah.

"Tidak. Aku tidak apa-apa." Jawab Teddy dengan cepat.

"Tony, apa kau bisa menghubungi Sheila?" Tanya Teddy tiba-tiba kepada Tony yang duduk disamping Billy.

"Apa aku perlu menghubungi Sheila? Kau tidak memberitahukan keberangkatanmu kepada Sheila?" Tonny berbalik tanya pada Teddy.

"Aku belum sempat berpamitan dengan Sheila. Kami bertengkar kemarin." Jawab Teddy dengan nada menyesal yang tak terungkapkan. Mendengar hal itu, Billy merasakan perasaan bersalah kepada Teddy. Billy merasa jika pertengkaran antara Teddy dan Sheila adalah karena permintaannya kepada Sheila tentang mengundurkan pernikahan Sheila dan Teddy.

"Apa kau ingin menemui Sheila terlebih dahulu? Mungkin aku bisa mengganti tiket kita ke penerbangan berikutnya." Billy mencoba menawarkan sesuatu untuk menebus rasa bersalahnya kepada Teddy.

Teddy terdiam sejenak, berusaha memikirkan apa yang akan ia lakukan.
"Tidak perlu. Nanti saja aku akan menghubungi Sheila lagi." Jawab Teddy masih dengan raut wajah yang tidak tenang.

"Baiklah." Balas Billy sambil melihat wajah Teddy yang gusar lewat spion tengah.

Billy menghembuskan nafas yang panjang dan berat. Dirinya benar-benar merasa bersalah kepada Teddy , baru kemarin lusa ia melihat Teddy yang begitu bahagia akan pernikahan yang ia inginkan, namun saat ini Teddy terlihat begitu kacau dan tidak bersemangat. Namun semua ia lakukan untuk kelangsungan karir Teddy.
-----------------------------------------------

Sesuai dengan perkataan ayah Roy. Sheila dan Roy hanya perlu datang ketempat kawan ayah Roy dan mereka sudah mendapatkan buku nikah negara setelah menyerahkan foto masing-masing, dengan tanggal pernikahan yang telah diatur oleh ayah Roy. Mereka juga melangsungkan pernikahan secara agama di pengadilan agama karena Sheila tidak memiliki wali hukum.

Hari ini dirinya resmi menjadi istri dari Roy. Sepanjang prosesi, rasanya Sheila hanya sebuah raga tak bernyawa yang bersanding dengan pria yang ia tidak cintai.
Bahkan setelah menikahpun sikap Roy juga sangat dingin dan tidak bersahabat seperti biasanya. Roy hanya bersikap hangat dan perhatian padanya jika ada yang melihat mereka saja. Terutama jika itu adalah keluarga Roy.
Sheila sudah terbiasa dengan perlakuan Roy yang seperti itu, walaupun pada awalnya ia terkejut.

"Apa kita jadi melihat nenekku? Kalau kamu sibuk, aku akan kesana sendirian saja. Kamu beritahukan saja alamat panti jompo itu." Kata Sheila saat mereka berada didalam mobil menuju ke rumah pribadi Roy.

"Kita pulang dulu. Aku mau mandi dan ganti baju. Setelah itu kita akan melihat nenekmu." Jawab Roy tanpa melihat kearah Sheila.

"Baiklah." Kata Sheila lalu kembali melihat kearah luar jendela mobil disisinya.

Rasanya itu adalah pemandangan yang paling membuat Sheila nyaman ketika ia harus berada satu mobil dengan Roy.
Sheila harus mengakui Roy sama sekali tidak nampak lelah dengan apa yang mereka lakukan seharian ini. Mulai dari catatan sipil sampai pengadilan agama dan juga makan bersama dengan keluarganya. Mungkin karena semau ini untuk kepentingan bisnisnya , jadi Roy sama sekali tidak merasa lelah. Sementara Sheila merasa sangat tersiksa namun tidak bisa berbuat apapun. Setidaknya Roy bukan orang yang melanggar janji untuk menanggung merawat dan menjenguk neneknya.

Sesampainya dirumah pribadi Roy, seperti biasa. Roy langsung naik ke lantai 2 dan langsung ke area pribadinya. Dan Sheila harus ke lantai 3 dengan susah payah karena ia mengenakan busana kebaya yang cukup menyulitkannya dalam berjalan. Tim penata rias dan juga busana Sheila sudah menunggu Sheila di ruang tamu area pribadi Sheila. Melihat mereka sudah membuat Sheila makin merasa lelah.
Segalanya harus sesuai dengan keinginan Roy, sampai datang mengunjungi neneknya pun harus sesuai dengan keinginan Roy.
Sheila menghela nafas panjang dan dengan pasrah membiarkan dirinya mulai di rias kembali oleh tim perias wajah yang Roy pekerjaan khusus untuknya.

Perjalanan menuju panti jompo nenek Sheila ternyata memakan waktu yang lumayan panjang. Karena memang sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Roy, tempatnya berada diluar kota. Jaraknya lumayan jauh dari tempat tinggal mereka. Sheila duduk dengan perasaan yang tidak tenang karena belum melihat langsung kondisi neneknya.

"Kau tenang saja. Nenekmu baik-baik saja. Disana memiliki fasilitas yang bagus, keamanan yang sangat baik , dan juga pelayanan yang akan membuat nenekmu nyaman." Kata Roy melihat Sheila yang begitu gelisah selama perjalanan.

"Jadi bisakah kau duduk dengan tenang, aku pusing dengan apa yang kau lakukan sepanjang perjalanan ini." Lanjut Roy sambil memejamkan matanya dan melipat tangan didepan dadanya. Sheila hanya melirik sinis kearah Roy.

"Dia tidur saja kan sudah selesai urusannya. Kenapa harus merasa terganggu dengan aku? Lagipula aku juga tidak berbuat apa-apa disini." Batin Sheila dengan jengkel dalam hati.

Selama hampir 4jam perjalanan panjang mereka, akhirnya mereka sampai di tempat panti jompo yang ditempati oleh nenek Sheila. Sheila langsung membuka pintu mobil sisinya dan langsung turun dari mobil Roy tanpa menunggu supir Roy membukakan pintu untuknya. Panti jompo itu benar-benar berbeda dengan panti jompo neneknya yang terdahulu. Lebih mirip dengan asrama putri kelas atas. Gedungnya besar dan bersih dengan warna cat yang lembut menenangkan. Di gerbang masuk juga ada banyak petugas keamanan yang berjaga.

"Ayo masuk. Bukannya kita akan mengunjungi nenekmu?" Ajak Roy yang tiba-tiba sudah berdiri disamping Sheila yang sedang memandangi gedung itu dengan mata yang lebar. Sheila mengangguk dan mengikuti langkah Roy yang berjalan menuju ke gerbang dalam utama panti jompo itu.

Roy hanya mengangguk kearah petugas keamanan dan mereka semua sudah mengenali Roy , mereka langsung membuka gerbang pintu utama panti jompo tanpa Roy memintanya. Memasuki halaman gedung itu membuat Sheila merasa tenang,taman yang tertata rapi dengan tanaman-tanaman yang menyejukkan sudah menyambutnya dengan segera disana. Sheila berjalan mengikuti langkah Roy. Roy berhenti sejenak. Dan Sheila juga ikut berhenti.

"Disini banyak yang melihat, aku tidak mau mengambil resiko untuk sedikitpun gunjingan tentang kehidupan rumah tanggaku. Jadi berjalanlah bersebelahan denganku." Kata Roy mulai memberikan intstruksinya kepada Sheila. Sheila menuruti apa kata Roy dan melangkah maju untuk berdiri disisi Roy.

Roy merenggangkan lengannya membuat ruang agar Sheila bisa menggandeng legan Roy. Sheila berkedip menatap lengan Roy yang sudah tersedia untuk ia raih.

"Kita bergandengan tangan, apa itu susah?" Sindir Roy melihat wajah Sheila yang tidak mengerti apa maksud dari Roy.

"Oh." Reaksi Sheila yang baru mengerti apa maksud dari Roy. Lalu Sheila meraih lengan Roy dan mulai berjalan dengan Roy.

Jika saja orang awam yang melihatnya tentu saja mereka seperti pengantin baru yang sempurna. Mereka berjalan melewati koridor utama dan berbelok , disana Roy berhenti tepat di kamar bertuliskan nama nenek Sheila. Roy membuka pintu kamar yang besar itu.

Ketika pintu itu terbuka, Sheila bisa melihat neneknya sedang menikmati buah-buahan yang disuapkan kepadanya oleh seorang suster yang mengenakan seragam berwarna merah muda . Saat pintu itu terbuka nenek Sheila melihat kearah Sheila dan juga Roy.

"Ciya, kamu datang." Kata nenek Sheila dengan wajah yang begitu bahagia.

Sheila langsung berlari kearah neneknya yang sedang duduk di kursi rodanya dan memeluk neneknya dengan perasaan rindu. Kali ini neneknya begitu terlihat sehat daripada terakhir kali mereka bertemu. Sheila memeluk neneknya dengan sangat erat dan mencium wangi tubuh neneknya yang sangat ia rindukan. Sheila lalu melepaskan pelukannya dengan enggan. Sheila memeriksa setiap detail tubuh neneknya.

"Apa nenek baik-baik saja? Sudah merasa sehat? Apa ada yang masih sakit?" Tanya Sheila dengan khawatir karena terakhir kali neneknya sedang mengalami insiden di panti jompo yang lama. Nenek Sheila tertawa kecil melihat ekspresi berlebihan dari cucunya itu.

"Nenek baik-baik saja. Sejak dipindahkan kemari, semuanya malah makin membaik. Mereka semua baik sekali kepada nenek."Jawab nenek Sheila sambil menepuk-nepuk pundak Sheila.

Lalu nenek Sheila melihat kearah Roy. Dengan segera Sheila menyadarinya. Dan mulai bingung bagaimana menjelaskan siapa Roy kepada neneknya.

"Halo, Nek. Maaf terlambat memperkenalkan diri." Kata Roy dengan santai dan hangat kepada nenek Sheila sambil berjalan mendekati nenek Sheila dan meraih tangan nenek Sheila .
"Saya , Roy. Suami Sheila." Roy memperkenalkan dirinya dengan sangat gamblang kepada nenek Sheila.

Hal itu diluar dugaan Sheila , membuat Sheila membelalakkan matanya kearah Roy. Dan tidak mendapatkan respon apapun dari Roy. Nenek Sheila juga terkejut mendengar Roy yang tiba-tiba memperkenalkan diri kepada dirinya sebagai suami dari cucu kesayangannya.

"Maaf jika kami harus memberitahukan hal ini dengan cara seperti ini. Sebenarnya Sheila ingin memperkenalkanku lebih awal, tapi karena nenek mengalami cidera sewaktu di rumah jompo yang lama, kami menunda untuk memberitahukan hal ini kepada nenek." Roy memberikan penjelasannya kepada nenek Sheila yang langsung mendapatkan anggukkan dari nenek Sheila.

"Sheila begitu mengkhawatirkan nenek, jadi kami berinisiatif untuk memindahkan nenek kepanti jompo yang lebih baik." Lanjut Roy lagi sambil menepuk lembut tangan nenek Sheila yang ia genggam. Airmata terlihat menggenangi mata nenek Sheila.

"Benarkah? Benarkah kamu suami Ciya?" Tanya nenek Sheila seolah tidak percaya akan apa yang ia dengar dan saksikan. Roy mengangguk sambil tersenyum hangat.

"Iya, Nek. Maaf jika nenek harus mengetahuinya dengan terlambat. Kami tidak ada maksud untuk menyembunyikannya dari nenek. Hanya saja kami ingin nenek fokus untuk kesembuhan nenek." Lanjut Roy. Benar-benar yang dilakukan oleh Roy membuat Sheila lupa untuk mengatupkan bibirnya sendiri jika saja neneknya tidak menoleh kearahnya, mungkin saja air liur Sheila sudah menetes karena terperangah oleh akting Roy yang begitu meyakinkan itu.

"Kau sudah menikah , Ciya?" Tanya nenek Sheila dengan begitu bahagia dan terharu.

"Oh.. itu.. iya , Nek. Maaf aku tidak memperkenalkan kepada nenek sedari awal. Waktu itu tidak memungkinkan buatku untuk memperkenalkan Roy kepada nenek." Jawab Sheila mengikuti alur naskah yang sudah Roy buat.

"Bagus.. Bagus sekali. Nenek senang mendengarnya. Akhirnya ada yang menjagamu sekarang." Kata nenek Sheila dengan begitu riang namun airmata mengalir melewati pipinya. Dengan segera Sheila menyeka airmata neneknya.

"Nenek, kenapa menangis?" Tanya Sheila penuh rasa bersalah kepada neneknya. Jika sampai terjadi sesuatu dengan neneknya, Sheila berjanji akan memberikan ganjaran yang setimpal dengan Roy.

"Nenek hanya bahagia,Ciya." Jawab nenek Sheila sambil tersenyum kepada Sheila dan membelai wajah Sheila dengan sayang kemudian nenek Sheila menggenggam tangan Roy yang berada di pangkuan nenek Sheila.

"Jadi yang memindahkan nenek kemari adalah dirimu?" Tanya nenek Sheila kepada Roy.

"Sheila yang menginginkan tempat yang lebih baik untuk nenek, aku hanya menuruti apa yang ia inginkan." Jawab Roy kepada nenek Sheila. Jawaban itu membuat Sheila ingin menendang tulang kering Roy yang sama-sama duduk berjongkok disampingnya.

"Menurut keinginanku darimana? Semua hal adalah mutlak keputusanmu sendiri." Batin Sheila dalam hati.

"Aku lega jika Ciya sudah menemukan tambatan hatinya. Dan juga seseorang yang akan menjaganya menggantikan aku yang sudah tidak berdaya ini. Aku hidup hanya menyusahkan Ciya saja. Sekarang aku merasa lega jika ia memiliki pendamping yang begitu baik dan hangat sepertimu." Kata nenek Sheila kepada Roy. Roy tersenyum membalas senyuman nenek Sheila.

"Nenek tenang saja. Selama pernikahan kami, aku akan mengusahakan yang terbaik untuk,Ella." Balas Roy .

"Ella?" Tanya nenek Sheila dengan wajah penuh tanya. Roy tertawa kecil.

"Itu panggilanku untuk Sheila." Jawab Roy singkat. Nenek Sheila tersenyum lagi kali ini senyumannya begitu lebar dan bahagia.

"Apa keluargamu tahu tentang latar belakang Ciya? Apa mereka menerima Ciya?" Tanya nenek Sheila kembali khawatir dengan kehidupan rumah tangga yang akan dijalani oleh Sheila.

"Nenek tenang saja. Ayahku sangat menyayangi Ella. Dia akan menjadi menantu kesayangan didalam keluargaku." Jawab Roy lagi dengan penuh keyakinan pada nenek Sheila.

"Menantu kesayangan dari hongkong? Bertemu keluargamu saja sudah lebih menyeramkan daripada aku bertemu keluarga Teddy." Protes Sheila lagi dalam hati. Namun Sheila harus menjaga raut wajahnya tetap tersenyum dihadapan neneknya.

"Kalau begitu nenek benar-benar lega dan bahagia Ciya bisa memiliki suami sepertimu." Kata nenek Sheila dengan perasaan lega kepada Roy.

"Yang terpenting adalah nenek harus menjaga kesehatan nenek dengan baik. Jika tidak, Ella nanti akan sangat sedih. Aku tidak akan bisa menghiburnya nanti." Roy menatap Sheila dengan pandangan yang benar-benar berbeda daripada biasanya. Hal ini membuat bulu kuduk Sheila berdiri disertai dengan debaran yang ia rasakan ketika ia mengingat malam itu.

"Iya... Nenek harus sehat selalu." Kata Sheila mengalihkan pandangannya dari Roy kepada neneknya.

"Iya, nenek akan baik-baik saja. Disini benar-benar nyaman dan juga lebih sehat. Kamu jangan memikirkan hal yang aneh-aneh. Kamu fokus saja dengan peranmu sebagai seorang istri. Jangan pernah melupakan kewajibanmu sebagai istri yang baik. Suamimu sudah sangat menyayangimu, dia sampai rela memindahkan nenekmu yang belum pernah ia temui di tempat sebagus ini." Kata nenek Sheila dengan serius kepada Sheila. Sheila mengangguk untuk menyenangkan hati neneknya.

Ponsel Roy berdering , Roy berdiri dari duduknya.

"Maaf , Nek. Aku akan menerima panggilan dulu." Roy berpamitan kepada nenek Sheila , nenek Sheila mengangguk dan Roy langsung meninggalkan kamar nenek Sheila.

"Nek, aku juga akan menyiapkan makan malam untuk nenek." Kata suster yang merawat nenek Sheila dengan lembut kepada nenek Sheila.

"Iya, terimakasih." Balas nenek Sheila. Setelah tinggal mereka berdua dikamar yang luas itu, nenek Sheila menggenggam tangan Sheila.

"Nenek benar-benar bahagia kamu sudah menikah dan menemukan tambatan hatimu." Kata nenek Sheila dengan tulus.

"Menikahlah sekali seumur hidupmu. Kamu harus bisa menjaga suamimu dengan baik. Jangan sampai berpisah. Kalaupun suatu saat suamimu ingin berpisah darimu jangan lepaskan. Jika kalian bertengkar, mengalahlah. Jika ia sedang dalam kesusahan bantulah untuk bangkit kembali. Setialah kepadanya, bela lah dia apapun yang akan terjadi. Tutupilah aibnya seperti kamu menutupi aibmu. Suamimu adalah dirimu." Nenek Sheila memberikan nasehatnya kepada Sheila. Apa yang dikatakan oleh neneknya seolah beban yang begitu berat yang harus ia tanggung jika itu adalah Roy. Pernikahan mereka sedari awal hanyalah sebuah kewajiban dan juga kepentingan pencitraan keluarga dan bisnis Roy.

"Apa kau mendengar apa yang nenek katakan?" Tanya nenek Sheila . Sheila menganggukkan kepalanya tanpa menjawab apa yang dikatakan oleh neneknya.
"Suamimu adalah pendampingmu yang akan menemani sepanjang hidupmu. Hidup berumah tangga memang tidak akan mudah. Tapi jangan sampai berpisah dan menyesal nantinya. Jagalah pernikahanmu dengan baik. Nenek tidak meminta banyak darimu. Nenek hanya ingin kamu bahagia." Lanjut nenek Sheila lagi.
"Nenek kira kau akan menikah dengan Teddy,tapi nenek juga tahu jika kedua orangtua Teddy tidak akan menyetujui hubungan kalian karena latar belakang keluarga kita. Hal itu akan sangat berat untukmu nantinya, walaupun kalian saling mencintai. Tapi jika dengan keluarga Roy, sepertinya mereka menerimamu apa adanya. Nenek rasa kamu akan bahagia nantinya."

Sheila merasa bersalah akan kebohongannya kepada neneknya. Bagaimana ia bisa bahagia jika semua ini hanyalah sebuah sandiwara saja. Ketulusan yang diperlihatkan oleh Roy juga hanyalah bagian dari drama yang mereka perankan. Mungkin akan lebih baik jika hanya neneknya saja yang mengetahui hal yang sebenarnya ia rasakan. Didunia ini hanya neneknya lah tempat Sheila berkeluh kesah.

"Nenek, sebenarnya.."

"Ella, mungkin kita harus berpamitan dengan nenek. Aku akan ada urusan dengan ayah sebentar lagi." Roy yang tiba-tiba masuk kedalam kamar nenek Sheila benar-benar membuat Sheila terkejut, rasanya jantungnya akan meloncat keluar melewati tenggorokannya.

Seperti seorang anak yang ketahuan menyontek, itu yang dirasakan oleh Sheila ketika Roy tiba-tiba bersuara saat dirinya hendak memberitahukan neneknya tentang apa yang sebenarnya terjadi.
"Oh, kamu akan ada urusan? Kalian pulanglah. Kalian juga lelah dengan perjalanan pulang nanti." Kata nenek Sheila .

"Maaf, Nek. Lainkali kami akan mengunjungi nenek lagi." Roy mendekati nenek Sheila dan mengecup pipi kanan dan kiri Sheila dengan lembut.

"Baiklah. Lainkali kalian harus menjenguk nenek disini jika kalian memiliki waktu." Balas nenek Sheila sambil membelai punggung Roy.
"Nenek titip Ciya . Walau dia keras kepala tapi dia orang yang tidak akan mengkhianatimu. Dia juga orang yang penyayang." Tambah nenek Sheila dengan mata berharap kepada Roy.

"Iya, nenek tenang saja." Jawab Roy dengan lembut.

"Nenek, aku pergi dulu. Nenek harus benar-benar menjaga kesehatan nenek. Jangan sampai sakit lagi. Jika ada apa-apa minta perawat untuk menghubungiku." Kata Sheila .

"Mereka pasti akan menghubungiku jika nenek merindukanmu ataupun terjadi sesuatu." Roy mengatakan hal itu dengan lembut namun bagi Sheila kata-kata Roy lebih seperti sebuah pernyataan jika semua ada dibawah kendalinya tanpa terkecuali.

"Sudah, kau jangan khawatir. Nenek suka berada disini. Seperti kata suamimu, kalaupun nanti nenek merindukanmu , nenek akan meminta perawat untuk menghubungi suamimu." Balas nenek Sheila. Dengan tidak rela Sheila menganggukkan kepalanya sambil tersenyum kepada neneknya.

Setelah Sheila dan Roy berpamitan, mereka langsung melakukan perjalanan untuk kembali kerumah pribadi Roy.

"Apa ada yang ingin kau sampaikan padaku?" Tanya Roy pada Sheila yang duduk dengan diam disampingnya.

"Kenapa kamu tiba-tiba memperkenalkan dirimu pada nenekku?" Tanya Sheila memutar tubuhnya kearah Roy.

"Memangnya salah? Aku hanya memperkenalkan diriku saja kepada nenekmu. Aku memang suamimu kan? Cepat atau lambat juga nenekmu harus tahu tentang kita." Jawab Roy dengan santai. Sikapnya berubah
menjadi dingin lagi , sangat berbeda dengan yang ia lakukan didepan nenek Sheila tadi.

"Aku sudah pernah bilang tentang aturan kita dulu. Jika didepan keluarga ataupun kolegaku, hanya aku yang berhak bicara. Dan juga bicarakan dulu denganku apapun yang ingin kamu bicarakan." Sheila mulai tidak bisa menyembunyikan kekesalannya pada Roy.

"Aku juga sudah mengatakannya kepadamu kalau aku ataupun kamu juga diperbolehkan untuk ikut bicara jika itu menyangkut kepentingan masing-masing ataupun membela diri. Kamu juga sudah menyetujuinya." Balas Roy dengan tenang tanpa emosi.

"Setidaknya bicarakan padaku dahulu tentang apa yang ingin kamu sampaikan." Sheila mulai merasakan nyeri dikepalanya jika harus berhadapan dengan ketenangan Roy yang menyebalkan itu.

"Kamu tidak pernah bertanya padaku." Balas Roy dengan acuh. Sheila mengangguk mulai bisa memahami permainan Roy.

"Baiklah. Setelah ini aku akan rajin bertanya kepadamu." Kata Sheila dengan menahan amarahnya.

"Setidaknya nenekku tidak syok tadi akan apa yang kamu katakan."

"Aku membawakan kabar gembira dan memberikan keuntungan padanya dengan menjanjikan kehidupan yang lebih baik untuk cucu kesayangannya. Apa yang akan membuat kondisinya menurun dengan hal itu?" Tanya Roy .

"Bukannya malah kamu yang akan membuat nenekmu mengalami penurunan kondisi dengan apa yang akan kamu katakan kepada nenekmu tadi." Kata Roy kepada Sheila.

Kata-kata itu seakan menghantam ulu hati Sheila dengan kencang. Secara otomatis Sheila memundurkan posisi tubuhnya dari Roy.

"Kamu hendak mengatakan yang sebenarnya kepada nenekmu. Apa kau tidak memikirkan tentang kondisinya nanti? Lagipula itu juga sama saja kamu melanggar apa yang sudah kamu janjikan kepadaku." Kata Roy dengan nada yang begitu tegas kepada Sheila.

"Aku juga tidak jadi mengatakannya." Sheila membela dirinya walaupun dalam hatinya ia merasa bila yang dikatakan Roy adalah benar.

"Kalau aku tadi tidak datang , sudah pasti kamu akan mengatakannya. Aku tidak akan menanggung hal-hal yang terjadi karena perbuatanmu yang ceroboh." Kata Roy sambil kembali melihat kearah luar jendela mobil nya.

Sheila hanya terdiam , mau tidak mau dia mengakui Roy telah menyelamatkannya dan membuatnya malu dengan kesalahan yang akan ia perbuat tadi.

"Hmm." Balas Sheila dengan enggan sambil memalingkan wajahnya dari Roy.
------------------------------------------------------

Sesampainya di Vienna , Teddy dan juga rombongan dari kru-kru yang lain langsung memesan kamar hotel. Sepanjang hari itu, mulai dari turun dari pesawat hingga sampai dihotel, Teddy tidak berhenti untuk menghubungi Sheila. Namun tidak ada hasilnya. Ponsel Sheila tetap tidak aktif. Kali ini emosi Teddy benar-benar hilang digantikan dengan kekhawatiran akan keadaan Sheila. Apakah Sheila baik-baik saja atau terjadi sesuatu dengan Sheila.

"Tonnyy, bisakah kamu menghubungi Sheila?" Tanya Teddy kepada Tonny. Tonny langsung mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi Sheila. Lalu Tonny menggelengkan kepalanya.

"Tidak aktif." Jawab Tonny sambil menunjukkan layar ponselnya kepada Teddy. Billy yang tidak sengaja mendengarkan pembicaraan antara Teddy dan Tonny benar-benar merasa bersalah kepada Teddy.

Mungkin ini juga yang dilakukan oleh Sheila untuk mencoba mengundurkan pernikahan mereka. Billy berdehem untuk menunjukkan keberadaannya kepada Teddy dan Tonny.

"Sebentar lagi sutradara dan yang lainnya akan mengadakan briefing."Kata Billy kepada Teddy saat Teddy dan Tonny melihat kearahnya.

"Oke. Sebentar lagi aku akan kesana." Jawab Teddy.

"Terus cobalah untuk menghubungi Sheila. Nanti kabari aku jika tersambung." Kata Teddy kepada Tonny sambil berjalan mengikuti Billy keluar dari kamar hotelnya.

"Oke." Jawab Tonny sambil berusaha untuk menghubungi Sheila lagi.

Selama briefing, Teddy sama sekali tidak bisa fokus dan konsentrasi. Pikirannya tertuju hanya pada keadaan Sheila. Ia tidak bisa menemui Sheila saat ini karena jarak yang begitu jauh. Seharusnya sebelum berangkat menuju bandara ia mengiyakan tawaran Billy untuk mengambil penerbangan berikutnya dan menemui Sheila. Mungkin ia tidak akan sebegini khawatirnya. Apalagi syuting kali ini memakan beberapa hari selama di Viena. Mungkin setelah ini Teddy akan meminta tolong kepada ibunya untuk melihat kondisi Sheila. Teddy hanya ingin mengetahui apakah Sheila baik-baik saja.

-------------------------------------------------------------

Karena kesibukan Roy, Sheila dan Roy tidak sempat melakukan sesi pemotretan prewedding untuk undangan resepsi pernikahan mereka. Namun ayah Roy sudah menyiapkan dan menyebarkan undangan resepsi mereka dalam waktu 5hari kedepan.

Selama waktu itu, Sheila sama sekali tidak bertemu dengan Roy, mendengar suara Roy pun tidak. Sheila hanya menemui sekertaris Roy. Perempuan yang sama kaku dan dinginnya dengan Roy. Mereka hanya membahas tentang gaun dan juga tentang tempat dan waktu resepsi pernikahan Sheila dan Roy nantinya.
Gaun pernikahan Sheila sudah disiapkan dan di fitting langsung ke area pribadi Sheila oleh penata busana Sheila. Semenjak Sheila pulang mengunjungi neneknya, Sheila sama sekali tidak meninggalkan rumah pribadi Roy, lebih tepatnya tidak diperbolehkan untuk keluar dari rumah itu oleh Roy.
Rasanya begitu menyesakkan dan juga kesepian bagi Sheila.

Rumah pribadi Roy tidak memiliki pembantu . Roy hanya membayar pembersih rumah pribadinya setiap pagi lalu mereka pergi dari rumah Roy. Disana yang ada hanya petugas keamanan rumah pribadi Roy. Rumah yang begitu kosong dan dingin. Sheila juga hanya mengisi hari-harinya dengan laptopnya. Terkadang Sheila mencoba untuk menulis naskahnya sendiri. Sheila juga tidak perlu repot memasak. Karena selalu ada kiriman makanan yang disediakan oleh sekertaris Roy untuknya.
Saat ini kurang dari 2 hari menuju ke resepsi pernikahannya, Sheila semakin merasa bosan dan penat.
Malam itu ketika Sheila tengah menulis naskahnya didalam kamar. Sheila bisa mendengar suara langkah kaki yang berat dilantai 2, tempat area Roy. Sheila tadinya tidak peduli. Roy juga selama ini tidak pernah menghiraukannya, seolah - olah dirinya tidak ada didalam rumah pribadinya ini. Namun Sheila merasa ada yang ganjil dengan suara langkah kaki itu. Bukan satu orang namun 2.

Roy orang yang sangat perfectsionis dan ia tidak pernah mengijinkan siapapun masuk di area pribadinya, kecuali para pembersih rumahnya. Karena penasaran, Sheila bangkit dari tempat tidurnya. Ia berjalan keluar kamarnya dan berjinjit sampai ke ujung anak tangga dari area nya.

"Kenapa aku jadi seperti pencuri begini?" Tanya Sheila dalam hati sambil melihat kearah bawahnya di lantai 2.

Sheila bisa melihat Roy menyalakan lampu di area pribadinya. Sheila juga mendengar samar-samar suara Roy yang sedang berbicara dengan seseorang lagi. Suara itu tampak familiar bagi Sheila. Tidak bisa membendung rasa penasarannya, Sheila memutuskan untuk menuruni anak tangga dengan perlahan ke lantai 2 dan mengintip di dinding kaca area pribadi Roy. Samar-samar Sheila mengenal sosok pria yang sedang bersama dengan Roy, tapi Sheila tidak bisa memastikan hal itu. Sheila semakin mendekat kearah pintu kaca yang terbuka itu dan tanpa sadar melangkah masuk.

Untuk pertama kalinya Sheila melihat Roy tersenyum dengan begitu tulus dan juga sangat bersahabat lalu tertawa dengan suaranya yang berat dan sangat menggelitik di telinga Sheila. Roy sedang memegang gelas wine dan dengan santai tertawa bercanda bersama dengan ... Tonny.

Mata Sheila terbelalak melihat pemandangan itu. Roy dan Tonny duduk berdampingan di sofa warna hitam milih Roy dengan posisi yang terlihat begitu memalukan bagi Sheila.

"Tonny?" Tanya Sheila secara spontan.

Tawa Roy dan juga Tonny seketika terhenti saat mereka sadar jika Sheila ada di area pribadi Roy. Tonny segera bangkit dari duduknya dengan ekspresi terkejut.

"Sheila." Balas Tonny seketika lalu meletakkan gelas wine nya diatas meja. Roy juga terlihat terkejut akan kedatangan Sheila.

"Kau.. Kenapa bisa kesini? Bukankah kita sudah membahas tentang area masing-masing?" Tanya Roy
dengan marah bercampur panik.

"Kalian..." Kata Sheila sambil menunjuk kearah Roy dan Tonny secara bersamaan.

"Ternyata dugaanku benar." Lanjut Sheila sambil mengingat apa yang ia lihat tentang Roy dan Tonny sewaktu dirinya berada di butik teman Tonny dulu.

Sheila tertawa masam melihat hal itu.
Pantas saja Roy tidak pernah tertarik dengan para wanita cantik dan seksi yang selalu mendampinginya. Karena ternyata Roy tidak tertarik dengan wanita.

"Sheila.. Dengarkan aku. Kami.." Tonny berusaha menjelaskan kepada Sheila.

"Kenapa kamu ingin menikahiku?" Tanya Sheila kepada Roy.

"Aku sudah pernah mengatakan padamu urusan pribadi tidak akan pernah dibahas . Lagipula kamu juga menerima kompensasi yang setimpal." Jawab Roy tanpa memandang kearah Sheila.

"Hoo.. Aku mulai paham sekarang. Tapi.. malam itu.. Aku.. Kamu.."

"Malam itu memang terjadi sesuatu. Kamu juga melihat buktinya. Aku hanya dalam kondisi tidak sadar dan semua terjadi diluar kendali." Kata Roy menjawab keraguan Sheila. Perkataan Roy yang begitu blak-blak an membuat Sheila merasa malu mengingat apa yang terjadi ketika ia sudah terbangun pagi harinya.

"Pernikahan ini hanya untuk menyelamatkanmu dari ... " Kata Sheila mengembalikan topik awal yang ingin ia bahas dengan Roy saat ini sambil merentangkan tangannya menunjuk kearah Roy dan Tonny.
" Kondisimu ini." Lanjut Sheila mencoba memilih kata yang tepat untuk menggambarkan hubungan antara Roy dan Tonny.

"Anggaplah itu benar. Kamu juga tidak bisa mundur saat ini." Balas Roy sambil mengambil gelas wine nya lagi. Walau nampak santai,namun Roy benar-benar sangat tegang saat Sheila mengetahui tentang dirinya dan Tonny.

"Aku sampai tidak tahu harus berkata apa. Tapi setidaknya aku bisa tahu kamu orang seperti apa. Bukannya ini juga berarti kamu melanggar kontrak. Karena ada oranglain yang mengetahui tentang perjanjianmu dan aku?" Tanya Sheila mencoba mencari cara untuk bisa lepas dari jeratan drama Roy.

"Hal itu berlaku untukmu. Lagipula Tonny tidak akan pernah membocorkan hal ini kepada siapapun. Kalaupun ia juga membocorkan sama saja dengan membunuh drinya sendiri." Roy mulai menangkis perkataan Sheila dengan pembelaannya. Lagi-lagi Sheila dibuat diam dengan perkataan Roy.

"Baiklah. Apa kamu tidak takut aku akan membocorkan hal ini kepada oranglain?" Tanya Sheila mencoba memberanikan dirinya untuk menantang Roy kali ini.
Roy terdiam sejenak lalu memandang tajam kearah Sheila.

"Memangnya kamu bisa mengungkapkannya kepada oranglain? Bukan cuma aku yang akan menanggung akibatnya. Anakku juga akan menanggungnya. Bisakah kamu mengatasi hal ini?" Roy balas menantang Sheila. Sheila hampir lupa ia sedang mengandung anak Roy. Seketika Sheila terdiam mencoba meredam perasaannya yang bercampur menjadi satu.

"Kamu tidak akan bisa." Kata Roy melihat ekspresi Sheila.

"Roy, aku akan pulang dulu. Besok kita akan bicarakan hal ini lagi." Kata Tonny sambil mengambil jaketnya. Roy hanya menganggukkan kepalanya saja kepada Tonny. Tonny juga berjalan menghampiri Sheila. Ia berhenti sejenak disamping Sheila.

"Aku percaya padamu, Sheila. Dan aku tidak meminta pengertianmu. Aku hanya ingin kamu bisa berpikir lebih bijak." Kata Tonny lalu meninggalkan area pribadi Roy.

Kata-kata Tonny benar-benar membuat dirinya tidak bisa mempercayai jika itu adalah Tonny yang ia kenal sebelumnya.
Setelah Tonny pergi. Sheila masih berdiri di tempatnya dan Roy juga tidak mempersilahkan Sheila untuk duduk.

"Kapan rencanamu untuk menceraikanku?" Tanya Sheila .

"Saat ini situasinya belum memungkinkan untuk menilai kapan hari itu terjadi. Sampai resepsi kita diadakan, aku baru bisa memutuskan kapan kita akan bercerai." Jawab Roy dengan santai.

"Pernikahan ini hanya sebuah topeng untuk rahasia pribadimu yang bahkan aku tidak ingin tahu lebih jauh. Mengapa harus aku?" Sheila mulai merasakan emosinya mulai muncul ke permukaan.

"Karena tidak ada yang akan mempercayaimu. Kalaupun kamu mengetahui hal ini." Jawab Roy dengan tenang.

"Seperti saat ini." Roy menunjukkan jari telunjuknya kearah Sheila.

"Jika itu wanita lain yang aku kenal. Mungkin mereka akan langsung menyebarkan hal ini dalam waktu sekejap. Tapi kamu tidak. Karena apa? Karena kamu tidak memiliki siapapun untuk mempercayaimu." Kata Roy sambil tersenyum sinis.

"Karena aku tidak memiliki siapapun, seharusnya kamu tidak melakukan hal ini kepadaku." Kata Sheila dengan suara bergetar.

"Aku akan membatalkan perjanjian kita. Aku akan menemui pengacaramu." Sheila mulai berbalik hendak meninggalkan ruangan pribadi Roy.

"Maka kamu akan menanggung akibatnya. Membayar denda yang sudah tertulis diperjanjian kita." Kata Roy sambil meletakkan kembali gelas wine nya.

Sheila menghentikan langkahnya.

"Aku akan membayarnya." Jawab Sheila tanpa menoleh kearah Roy.

"Dengan bantuan Teddybearmu? Dia tentu bisa membayarnya. Tapi bagaimana dengan hukum perdata yang akan kamu tanggung? Apa Teddybearmu juga akan bisa mengatasinya untukmu? Apa yang akan dikatakan media tentang keterlibatannya dengan masalahmu. Belum juga kalau karirnya juga ikut hancur karena kesalahanmu." Kata Roy sambil berdiri dari duduknya dan maju selangkah dari tempatnya berdiri.

Roy bisa melihat Sheila tidak beranjak dari tempatnya. Sheila membalikkan badannya untuk melihat Roy.

"Aku tidak akan mellibatkan Teddy dalam hal ini. Dia tidak ada sangkut pautnya dengan urusan kita. Lagipula kalau aku sampai masuk penjara, apa kamu tidak memikirkan anakmu yang akan lahir didalam penjara?" Tanya Sheila dengan emosi yang sudah mulai tumpah.

Mendengar hal itu Roy tertawa dengan kencang. Membuat Sheila kebingungan.

"Tidak ada anak dalam perutmu." Kata Roy setelah tawanya reda. Sheila mengernyitkan keningnya.

"Apa? Bukannya alat test kehamilan itu..."

"Aku menukarnya." Jawab Roy dengan singkat.
"Aku membeli alat test kehamilan dari seorang wanita lain untuk berjaga-jaga jika alat test kehamilanmu itu negatif. Alatmu yang asli adalah yang kamu pegang waktu itu, tepat sekali ketika Teddybearmu datang aku jadi bisa menukarnya dengan alat test kehamilan yang sudah aku siapkan. Aku juga sempat khawatir kamu mengandung anakku. Untungnya tidak. Alat test kehamilanmu yang sebenarnya menunjukkan jika kamu tidak sedang mengandung."

"Kau.. Bagaimana bisa..."

"Kamu orang yang tidak akan mengabaikan oranglain apalagi jika itu anakmu sendiri. Waktuku menipis untuk menuruti apa kata ayahku. Jika bisnis keluargaku hancur karena rumor yang sedang beredar tentang hubunganku juga Tonny,maka bisnisku juga akan hancur. Kamu yang memaksaku untuk berbuat sejauh ini." Roy berjalan mendekati Sheila yang sudah memerah wajahnya karena amarah. Sheila mundur satu langkah ketika Roy mendekatinya.

"Aku akan mundur dari semua ini. Aku akan menanggung semua yang menjadi resikoku karena sudah melanggar kontrak kita." Kata Sheila dengan nafas yang tidak beraturan. Roy hanya tersenyum mendengarkan kata-kata dari Sheila.

"Silahkan saja. Undangan resepsi pernikahan kita sudah tersebar, bahkan video kita dikamar hotel itu juga sudah tersebar. Apa perlu aku sebarkan juga video disaat kita melakukan hal itu dikamar hotel? Kira-kira apa Teddybearmu bisa menanggungnya? Apakah nenekmu juga akan tetap baik-baik saja?" Tanya Roy dengan senyuman penuh kemenangan .

"Apa kau manusia? Bagaimana bisa kau menekanku seperti ini? Dan kau menggunakan nenekku sebagai tameng? Jadi inikah tujuanmu sejak awal menyetujui untuk ikut menanggung biaya perawatan nenekku?" Ekspresi Sheila lebih terlihat sakit hati daripada marah kepada Roy.

"Sebenarnya itu juga tidak aku rencanakan. Tapi kamu sendiri yang mengajukan nenekmu untuk menjadi tameng agar kamu tetap berada disisiku sebagai istriku. Apa aku salah?" Roy berbalik tanya kepada Sheila.

"Lagipula kau sudah resmi sebagai istriku. Kita sudah sah menikah. Kalaupun kau ingin bercerai, tidak semudah itu. Hanya aku yang bisa memutuskan kita akan bercerai atau tidak. Aku juga sudah memberikan banyak hal yang tidak pernah kamu miliki sebelumnya. Nenekmu juga mendapatkan perawatan dengan fasilitas kelas atas. Semuanya kamu hanya tinggal menikmatinya saja. Bukankah seharusnya kamu bersyukur akan hal ini?"

"Kamu sudah gila." Kata Sheila dengan spontan.

"Aku tidak menginginkan apapun yang kamu berikan kepadaku. Hidupku bahkan lebih baik saat sebelum aku tinggal dirumahmu ini.AKU TIDAK MEMBUTUHKAN HARTAMU." Kata Sheila dengan penegasan di kalimat terakhirnya.

"Apa yang kamu butuhkan? Cinta?" Tanya Roy makin mendekati Sheila.

"Apa masih ada manusia yang begitu naif dan berpikiran sempit bila dia tidak butuh harta?" Roy menyentuh dagu Sheila dengan telunjuknya.

"Kamu sudah tidak waras." Balas Sheila sambil tersenyum mengernyitkan keningnya.

"Iya. Dan aku adalah suamimu. Terimalah suamimu apa adanya, tutupilah aibnya seperti kamu menutupi aibmu." Kata Roy makin mendekatkan wajahnya pada Sheila. Sheila hendak memalingkan wajahnya dari Roy namun tidak bisa , karena jari Roy menahannya.

"Kamu sudah merencanakan semua ini. Itu semua adalah kata-kata nenekku. Kamu mendengarkannya dari awal." Kata Sheila dengan nada lirih . Roy tersenyum.

"Aku suka dengan prinsip nenekmu." Kata Roy.

"Kenapa harus aku?" Tanya Sheila lagi kepada Roy. Roy masih tidak melepaskan tangannya dari dagu Sheila.

"Hanya kamu yang memiliki alibi sudah bercinta denganku." Jawab Roy , kali ini mata Roy berubah menjadi dingin hingga rasanya begitu menusuk di mata Sheila.

"Dan kamu adalah yang pertama bercinta denganku , begitu juga denganmu." Lanjut Roy lalu mengecup bibir Sheila dengan ringan yang langsung dibalas tamparan oleh Sheila.

"Bahkan setanpun masih memilliki nurani." Kata Sheila setelah menampar Roy. Tangan Sheila terasa panas dan sakit namun tidak sesakit hatinya saat ini.

Roy hanya memegang pipinya yang ditampar Sheila kemudian berdiri tegak lagi.

"Istirahatlah. Resepsi kita akan diadakan lusa. Tidak bagus jika kamu tidak menjaga kesehatanmu dan juga mood mu." Kata Roy dengan tenang sambil berbalik kearah sofanya lagi. Dengan emosi Sheila melangkah keluar dari area pribadi Roy dan membanting pintu kaca itu hingga bergetar hebat. Roy hanya melirik kearah kaca yang bergetar itu.

"Untung saja itu kaca import anti pecah." Kata Roy pada dirinya sendiri.
--------------------------------------------------------------

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience