Sheila terbangun ketika matahari mulai meninggi, ia tertidur begitu nyenyak hingga merasa dirinya bisa hidup kembali. Sheila merenggangkan tubuhnya dengan leluasa lalu baru menyadari jika dirinya sudah berada diatas tempat tidurnya. Semalam ia masih berbincang-bincang dengan Teddy hingga hampir pagi,lalu ia merasa matanya begitu berat. Sepertinya Teddy yang memindahkan dirinya keatas tempat itidur. Teddy memang benar-benar bisa diandalkan.
Bagi Sheila, Teddy adalah tempatnya bergantung namun ia juga merasa takut jika harus selalu menggantungkan hidupnya terus pada Teddy. Teddy pria yang baik dan juga begitu memperhatikannya melebihi siapapun. Tapi Sheila masih akan selalu ingat akan apa yang dikatakan oleh orangtua Teddy padanya dulu. Sekalipun Sheila pernah memiliki perasaan berbeda untuk Teddy, ia akan mencoba untuk menghilangkan rasa itu dengan segera. Sheila tidak ingin memiliki harapan yang palsu. Sheila bangun dari posisinya dengan malas. Ia harus mulai menghadapi kenyataan jika dirinya saat ini adalah seorang pengangguran. Ia harus membayar uang kost selama 2 bulan juga harus mencari uang untuk biaya hidupnya juga untuk membayar panti jompo neneknya. Tepat ketika Sheila bangun dari tempat tidurnya, ponselnya bergetar. Sheila melihat kelayar ponselnya, ternyata Teddy lah yang menghubunginya.
"Kamu tadi sampai jam berapa disini?" Tanya Sheila seketika ketika menjawab panggilan dari Teddy.
"Sudah bangun? Aku tadi baru pergi sekitar pukul setengah enam pagi. Nanti Tony akan datang ketempatmu. Dia akan memasang slot kunci tambahan untuk kamarmu dan juga akan membawamu ke tempat kerja paruh waktu di toko baju tempat kawan lamanya. Tempatnya juga tidak jauh dari rumah kostmu." Balas Teddy. Sheila teringat akan kejadian semalam yang membuatnya ketakutan.
"Oh. . Oke. Terimakasih, Ted. Jam berapa Tony kesini?" Kata Sheila sambil berjalan untuk mengambil air mineral dalam botol yang sudah terisi penuh di meja kerjanya.
"Mungkin sebentar lagi." Jawab Teddy lalu terdengar suara seseorang memanggil Teddy untuk segera melakukan syuting lagi.
"Nanti kabari aku lagi jika Tony sudah kesana. Aku syuting dulu yah." Lanjut Teddy lalu mengakiri pembicaraan mereka.
Sheila meletakkan ponselnya diatas meja kerjanya. Ia berjalan kearah jendela kamarnya dan membuka tirai kusamnya itu, merasakan cahaya matahari yang menyilaukan matanya.
Lalu Sheila meraih ember kecil yang berisikan perlengkapan mandinya. Sudah saatnya ia membersihkan dirinya. Sheila bahkan tidak ingat kapan terakhir kali ia mandi. Saat ini ia harus segera berbenah diri karena Tony,asisten Tedy akan membawanya untuk melamar pekerjaan paruh waktu seperti yang dikatakan oleh Teddy tadi.
Setelah mandi, Sheila membuka lemari pakaiannya. Melihat sekiranya pakaian apa yang akan ia kenakan untuk melamar pekerjaan di sebuah toko baju hari ini. Selama hampir 15 menit Sheila hanya melihat isi lemari pakaian yang berantakan dan tidak menemukan satupun pakaian yang cocok untuk melamar pekerjaan. Semua pakaiannya seakan seperti kain-kain sisa yang tidak terpakai. Dengan putus asa Sheila menarik celana jeans yang masih lumayan utuh warnanya dan juga kemeja hitam yang terlihat kusut, tapi setidaknya layak untuk melamar pekerjaan hari ini. Setelah menemukan setelan baju yang tepat, Sheila menutup lemari pakaiannya lalu matanya mulai mencari setrika miliknya disetiap sudut kamarnya. Sheila akhirnya bisa melihat ekor dari steker setrika yang tertimbun oleh kertas-kertas naskahnya yang sudah tidak terpakai. Sepertinya setelah ini ia harus membuang semua kertas-kertass yang sudah tidak berguna itu. Sheila lalu mengambil setrika yang tertimbun oleh kertas-kertas naskah iitu dan langsung mencolokkanya ke stop kontak, namun indikator setrikanya tidak mau menyala. Sheila menghembuskan nafas panjang yang putus asa.
"Baiklah, sekarang kamu juga rusak. Argh.. " Sheila menggosokkan telapak tangan keawajahnya dengan frustasi.
Tepat ketika Sheila merasa begitu frustasi,ia mendengar ketukan di pintunya. Sheila membuka pintu kamarnya dan disana sudah berdiri Tony dengan membawa perkakas untuk memasang slot kunci tambahan untuk pintunya juga sebuah tas kertas yang sepertinya berisi pakaian.
"Hai, Teddy memintaku untuk memasang slot kunci tambahan dikamarmu. Dan juga ini baju untuk wawancara kerja nanti. " Kata Tony sambil mengangkat tas kertas besar yang ada di tangan kanannya dan memberikannya kepada Sheila. Sheila menerima tas kertas besar itu sambil tersenyum.
"Terimakasih, Ton. Apa ini juga Teddy yang memintamu membawakannya untukku?" Tanya Sheila kepada Tony sambil melihat isi tas itu.
"Memangnya siapa lagi yang akan menyuruhku melakukan semua ini?" Tony berbalik tanya sambil tersenyum kepada Sheila.
"Apa aku sudah bisa mulai memasang slot ini. Lalu kita bisa segera ketempat toko baju milik temanku." Lanjut Tony sambil merasa lelah membawa perkakasnya. Sheila lalu mengangguk dengan cepat dan langsung mempersilahkan Tony untuk masuk kedalam kamarnya.
"Oh tentu, Ton. Masuk saja. Aku akan kekamar mandi untuk berganti pakaian." Kata Sheila melangkah kebelakang agar Tony bisa masuk kedalam kamarnya.
Tidak butuh waktu lama bagi Tony untuk memasang slot di pintu kamar kost Sheila. Begitu Shela selesai berganti pakaian dengan pakaian yang tadi dibawa oleh Tony untuknya, Tony sudah menyelesaikan pekerjaannya dengan sangat rapi.
"Benar-benar luar biasa bakatmu, Ton." Kata Sheila sambil bertepuk tangan melihat hasil kerja Tony. Tony terseenyum mendengar pujian dari Sheila.
"Sudah biasa. Aku juga terkadang menangani hal-hal seperti ini dirumahku." Balas Tony sambil menggaruk belakang kepalanya.
"Apa kau sudah siap? Kita bisa berangkat sekarang." Kata Tony lalu mengemas kembali perkakasnya kedalam kotak perkakas yang tadi ia bawa.
Baju yang dikenakan Sheila sangat sederhana namun sempurna membalut tubuh Sheila yang tinggi dan agak kurus itu. Kemeja satin berwarna merah maroon dan celana kain hitam panjang. Sheila hanya mengenakan bedak tabur dan lipgloss sebagai riasannya. Rambutnya diikat ekor kuda membentuk peer besar yang menyentuh tengkuknya dan masih menyisakan beberapa helai rambut ikal-ikal kecil yang mencuat di sekitar dahinya.
"Sudah. Aku akan mengambil tasku didalam. Apa ada yang perlu aku siapkan. Seperti surat lamaran atau ijazah?" Tanya Sheila sambil masuk kedalam kamarnya dan mencari tas kecil miliknnya.
"Tidak perlu. Kamu hanya perlu datang saja bersamaku. Kebetulan pemilik toko baju ini adalah teman baikku. Jadi kamu bisa langsung bekerja hari ini." Jawab Tony yang mendapatkan tatapan curiga dari Sheila.
"Semudah itu?" Tanya Sheila sambil mengernyitkan keningnya. Tony mengangguk sekali lalu menyentuh slot yang tadi ia pasang.
"Jangan lupa untuk mengunci pintumu. Teddy benar soal kejahatan seksual yang sedang marak terjadi akhir-akhir ini. Apalagi dilingkungan ini sangat sepi dan minim keamanan sekitar." Kata Tony. Sheila mengangguk dan merasa bulu kuduknya berdiri.
"Aku jadi merasa seperti was-was sendiri. Terimakasih ya Tony sudah mau membantuku memasangkan slot untuk pintu kamarku." Kata Sheila sambil memakai tas kecilnya.
"Sama-sama lagipula memang Teddy yang memintaku. Lalu aku bisa apa jika pak bos yang memintaku?" Balas Tony sambil berpura-pura merasa keberatan. Sheila tertawa kecil melihat ekspresi Tony.
"Ayo berangkat." Ucap Sheila.
Saat melewati rumah induk kost Sheila bertemu dengan ibu kostnya. Jantung Sheila berdegup dengan kencang, ia merasa akan mendapat tagihan uang kostnya hari ini.
"Mam." Sapa Sheila pada ibu kost nya yang sedang menikmati kopinya diteras depan rumah induk kost.
Ibu kost Sheila meletakkan gelas kopinya dan langsung tersenyum melihat Sheila yang berjalan didepannya. Ibu kost itu melambaikan tangan kepada Sheila.
"Pasti aku akan dapat tagihan lagi ini." Batin Sheila sambil berjalan menghampiri ibu kostnya yang sedang dalam suasana hati yang baik hari ini.
"Uang kostmu sudah dibayar oleh pacarmu sampai bulan depan. Terimakasih yah? Dia juga memberikan usulan untuk menyewa satpam di komplek ini. Dia baik sekali loh dan juga perhatian, tampan pula. Aku pernah melihat dia di sinetron FTV beberapakali. Kenapa kamu tidak menikahi dia saja? Jarang-jarang ada lelaki yang baik seperti dia" Kata ibu kost Sheila sambil menepuk pundak Sheila dengan rasa penuh persahabatan. Sheila hanya bisa terdiam mendengar kata-kata dari ibu kostnya. Dia terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Teddy. Teddy sudah berjanji untuk tidak ikut campur dalam urusan keuangannya. Sheila memaksakan dirinya untuk tersenyum didepan ibu kostnya. Setidaknya bantuan Teddy kali ini menyelamatkannya dari omelan ibu kost nya. Namun Sheila tetap tidak menyukai cara Teddy.
"Mam. Aku berangkat kerja dulu yah." Kata Sheila berapamitan dengan ibu kostnya.
"Oh iya. Hati-hati dijalan yah. Salam untuk pacarmu, jangan disia-siakan lelaki seperti dia itu. " Kata ibu kost Sheila dengan penuh semangat.
"Dia bukan pacarku, Mam. Dia hanya sahabatku." Sheila mulai jengkel dengan sebutan yang diberikan oleh ibu kostnya untuk Teddy. Ibu kost Sheila tersenyum dan menepuk pundak Sheila.
"Terkadang cinta itu tumbuh diawali oleh persahabatan." Kata ibu kost Sheila masih dengan semangat yang menggebu-gebu.
Dan rasanya percuma saja jika Sheila akan menyangkalnya ataupun memberikan penjelasan. Sheila hanya mengangguk dan langsung berpamitan untuk pergi bersama Tony.
Di perjalanan menuju ke toko baju milik teman Tony, Sheila menghubungi Teddy. Namun tidak mendapatkan jawaban. Mungkin Teddy sedang syuting saat ini. Sheila mengirim pesan singkat kepada Teddy. Menjabarkan apa yang ia rasakan saat ini. Dan merasa keberatan dengan apa yang sudah Teddy lakukan hari ini untuknya. Sheila mengatur nafasnya, ia harus tenang saat ini. Tidak boleh emosi. Hari ini adalah hari pertamanya untuk bekerja paruh waktu.
------------------------------------------------------------------------------
Roy baru saja akan melakukan perjalanan bisnisnya keluar kota hari ini untuk bertemu dengan perusahaan sponsor untuk rumah produksinya. Namun terkendala oleh pemilik sponsor yang tiba-tiba membatalkan karena alasan pribadi. Di tengah perjalanan supirnya menepikan mobilnya dipinggir jalan.
"Ada apa?" Tanya Roy dengan nada tidak senang. Hari ini suasana hatinya sangat tidak bagus.
"Maaf,Pak. Sepertinya ban belakang kempes."Jawab sang supir sambil melihat Roy dari kaca spion tengah mobil.
"Bagaimana bisa? Memangnya tadi sebelum berangkat tidak kamu cek dulu?" Protes Roy dengan nada tinggi.
"Maaf, Pak. Tadi pagi sudah saya cek dan tidak ada masalah. Mohon tunggu sebentar. Saya akan memeriksa bannya lagi dan memperbaikinya." Kata upir Roy dengan penuh penyesalan.
Lalu sang supir turun dari mobil. Dan langsung memeriksa ban belakang mobil. Roy turun dari mobilnya dengan emosi membanting pintu mobilnya dengan emosi. Roy melihat kesekitarnya,mungkin saja ada cafe atapun restauran untuknya beristirahat sembari menunggu supirnya membenahi ban mobil. Roy menemukan sebuah cafe kecil didekat tempatnya berdiri. Cafe dengan butik kecil yang sederhana dan juga tidak ramai. Rasanya cocok sekali untuk Roy beristirahat sejenak dari kepenatannya hari ini.
Roy memasuki cafe itu dan langsung duduk dimeja dekat dengan jendela yang menghadap keluar cafe. Seorang pelayan menghampiri Roy untuk memberikan buku menu kepada Roy. Roy hanya memandang kearah pelayan itu tanpa menerima buku menu yang telah disodorkan oleh pelayan wanita yang berusia kira-kira masih 20 tahunan itu.
"Air putih dingin saja." Kata Roy dengan acuh lalu melihat kearah luar jendela,ia melihat supirnya yang sedang memasang dongkrak dibawah mobilnya.
Sang pelayan muda itu meninggalkan Roy sambil membawa kembali buku menunya. Tepat ketika pelayan itu pergi, Sheila masuk kedalam cafe bersama dengan Tony. Karena memang tujuan mereka adalah toko baju dengan cafe didepannya. Saat memasuki cafe, Roy langsung melihat kearah mereka.
"Tony?" Sapa Roy pada Tony yang membuat Tony melihat kearahnya. Roy memandang kearah Sheila dengan pandangan tidak suka.
"Oh Roy." Balas Tony sambil memberi isyarat kepada Roy untuk berpura-pura mereka hanya sekadar kenal karena ada Sheila saat ini bersamanya. Sheila mengingat wajah Roy dengan sangat baik dan ia tidak menyukai pria itu sama sekali apalagi sejak pertemuan mereka yang terakhir.
"Ini Sheila, dia teman baik Teddy. Aktor pendukung yang ada dalam rumah film anda. Dia akan mulai bekerja disini hari ini,kebetulan butik ini milik temanku." Lanjut Tony dengan cepat menjelaskan keberadaannya dan Sheila disana hari ini. Sheila, ini..."
"Roy, pemilik rumah produksi yang sombong dan congkak." Kata Sheila memotong kalimat perkenalan dari Tony. Roy mulai mengingat siapa wanita yang ada bersama Tony itu.
"Oh,kamu si pengacau itu?" Tanya Roy sambil melipat tangannya didepan dadanya. "Semoga saja kamu bisa bertahan dengan pekerjaanmu kali ini. Dan tidak kehilangan pekerjaan lagi." Lanjut Roy sambil melipat tangannya didepan dada juga.
"Kebetulan sekali waktu itu aku tidak dipecat. Aku MENGUNDURKAN DIRI, tolong beri tanda petik pada kalimat itu." Balas Sheila dengan nafas yang menggebu-gebu sambil menudingkan telunjuk kanannya didepan dadanya. Tony merasakan hawa perang dingin diantara Sheila dan Roy, ia harus segera menyudahi ini semua.
"Kalau begitu kita pamit dulu. Anda juga selamat menikmati hari ini,Pak." Kata Tony sambil menarik tangan Sheila dan mengajak Sheila untuk mengikuti langkahnya menuju kedalam butik yang berada didalam cafe itu.
"Aku merasa ada yang aneh antara kamu dan si sombong itu." Kata Sheila saat mengikuti langkah Tony. Seketika langkah Tony terhenti dan lagsung memandang Sheila lalu menyentil kening Sheila.
"Kamu terlalu banyak berkubang dalam naskah-naskah fiktifmu. Kenapa begitu berkhayal di siang yang terik begini. Fokuslah pada pekerjaan yang akan kamu hadapi hari ini. Dan usahakan untuk tidak membuat masalah dengannya, jika kamu membuat masalahh dengannya itu sama saja dengan kamu memberikan masalah untuk Teddy." Balas Tony lalu dengan cepat. Sheila mengelus dahinya yang disentil oleh Tony sambil cemberut.
"Aku kan cuma bertanya. Kenapa dia begitu sensitif?" Kata Sheila pada dirinya sendiri lalu mengikuti lagi langkah Tony kedalam butik.
Roy tidak menyukai wanita yang datang bersama dengan Tony. Wanita yang begitu tidak punya aturan,berantakan, dan juga tidak menghormatinya. Sudah sungguh terlihat jelas dimata Roy jika Sheila juga adalah seorang wanita yang ber IQ rendah dan tidak terpelajar. Begitu banyak nilai minus Sheila bagi Roy. Rasanya hari ini begitu sial baginya dengan dipertemukannya dirinya dengan Sheila yang hadir bersama Tony hari ini. Udara siang hari yang terasa panas semakin panas membuat Roy harus mengendurkan dasinya. Roy menjulurkan kakinya yang panjang itu disepanjang bawah meja cafe yang ia tempati. Roy mengeluarkan ponselnya dan mulai mengirim sebuah pesan singkat kepada seseorang dengan penuh perasaan tidak senang.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Teddy membaca pesan yang dikirimkan oleh Sheila dan hanya tersenyum tanpa membalasnya. Ia tahu jika Sheila tidak akan pernah suka jika ia membantunya dalam urusan finansial maupun urusan pribadinya. Tapi Teddy juga tidak bisa berdiam diri ketika Sheila mengalami kesulitan tanpa membantunya. Sheila tidak memiliki siapapun untuk membantu Sheila dalam kesulitan kecuali dirinya. Hal yang sangat disyukuri oleh Teddy selama ini. Teddy selalu ada ketika Sheila membutuhkan, membuat Sheila bergantung sepenuhnya pada dirinya walaupun itu bukan hal yang mudah. Sheila selalu terlalu mandiri dan menutup dirinya jika menyangkut finansial danjuga kehidupan pribadinya.
"Teddy." Panggil seorang wanita cantik yang ada di belakangnya. Teddy melihat kearah sumber suara dan tersenyum kearah aktris utama yang memanggilnya itu.
"Iya. Apa sudah waktunya untuk kita syuting lagi?" Tanya Teddy sambil mengantongi ponselnya dan meraih kertas naskah yang ada di meja samping kursi istirahatnya.
"Tidak." Balas aktris cantik itu sambil mendekati Teddy,
"Nanti malam akan ada acara makan malam bersama. Apa kamu juga akan ikut?" Tanya aktris cantik itu pada Teddy.
"Oh. Sepertinya aku tidak akan ikut. Aku ada acara keluarga nanti malam." Balas Teddy dengan ramah.
Wajah aktris itu tampak kecewa akan jawaban Teddy. Aktris cantik itu adalah pemeran utama dalam satu film dengan Teddy, ia pendatang baru yang naik daun dengan cepat karena hubungannya dengan Roy.
"Oh begitu. Bagaimana kalau nanti kita minum kopi sama-sama?" Aktris cantik itu menawarkan Teddy untuk bisa keluar bersamanya suatu hari nanti. Teddy sudah merasa tidak nyaman akan tawaran aktris cantik itu.
"Mungkin nanti kita bisa minum kopi bersama dengan kru-kru yang lain." Jawab Teddy sambil tersenyum, sejujurnya itu adalah tolakan halus untuk Katarina, sang aktris cantik itu.
"Tidak dengan kru-kru yang lain maksudku. Kita berdua saja." Katarina masih tidak memahami penolakan Teddy. Teddy berdehem sekali dan mencoba menata kalimatnya untuk tidak menyinggung Katarina. Bagaimanapun juga Katarin adalah kekasih dari Roy, pemilik rumah produksi yang sedang ia naungi.
"Aku tidak mau membuat pacarku salah paham,Kat." Balas Teddy pada akhirnya sambil menggaruk belakang kepalanya. Terlihat wajah Katarina yang begitu kecewa akan jawaban Teddy.
"Oh, kamu sudah punya pacar? Apa dia juga artis atau model? Aku tidak pernah melihat kamu dengan pacarmu selama ini?" Tanya Katarina dengan percaya diri yang tinggi.
"Bukan, dia hanya wanita biasa saja." Jawab Teddy sambil tersenyum membayangkan Sheila yang penampilannya berbeda dari Katarina.
"Baiklah. Padahal aku mau mempromosikanmu pada produser yang lain untuk memberikanmu peran yang lebih baik. Kamu memiliki potensi yang bagus untuk menjadi peran utama. Wajahmu tampan, badanmu juga bagus." Kata Katarina sambil melihat Teddy dari ujung kaki hingga ujung kepala. Teddy tertawa kecil sambil memandang tanahyang ada dibawah kakinya,lalu melihat kearah Katarina yang memandangnya dengan penuh perhatian.
"Apa aktingku begitu buruk sampai-sampai harus mendapatkan rekomendasi darimu?" Kata Teddy dengan nada sedikit sinis. Katarina langsung merasa salah tingkah, ia tidak tahu jika niatan baiknya membuat Teddy tidak nyaman.
"Bukan begitu. Aku hanya merasa kamu lebih baik menjadi pemeran utama daripada pemeran pembantu. Apa kamu marah akan ucapanku barusan?" Katarina merasa bersalah akan apa yang sudah ia ucapkan.
"Tidak, hanya saja aku merasa sudah cukup dengan peran yang aku mainkan. Aku rasa juga sudah sesuai dengan karakter asliku. Produser juga pasti tahu jika mereka akan menentukan peran-peran untuk siapa saja yang ada dalam karakter sebuah film." Jawab Teddy kembali menggunakan nadanya yang ramah dan bersahabat,
"Seperti dirimu yang mendapatkan peran utama saat ini. Bukankah itu karena memang sesuai dengan dirimu. Kamu cantik, tinggi dan juga sanagat bersahaja." Lanjut Teddy berusaha memuji Katarina. Wajah Katarina tersipu malu, ia menyelipkan rambutnya yang indah itu ke belakang telinganya.
"Apa kamu merasa seperti itu?" Tanya Katarina dengan malu-malu.
"Tentu saja. Lelaki mana yang tidak akan tergoda melihatmu?" Ucap Teddy semakin memuji Katarina membuat Katarina semakin salah tingkah. Katarina memandang Teddy dengan penuh tanya.
"Apa kamu juga tertarik kepadaku?" Tanya Katarina dengan mata berharap. Teddy merasa ia salah melemparkan umpan kali ini.
"Aku lebih suka wanita yang tidak menarik perhatian dan sederhana saja seperti pacarku saat ini." Jawab Teddy sambil tersenyum dan lagi-lagi membayangkan wajah Sheila lagi.
Entah kenapa jika memikirkan tentang seorang wanita ia langsung membayangkan wajah Sheila yang polos dan naif. Katarina terlihat kecewa lagi dengan kata-kata Teddy, rasanya seperti di bawa terbang lalu dijatuhkan kembali. Tiba-tiba suara seorang wanita memanggil Katarina untuk segera melakukan syuting lagi. Dan itu adalah asisten manager Katarina.
"Aku pergi dulu ya." Kata Katarina lalu meninggalkan Teddy. Teddy merasa lega dengan kepergian Katarina.
Rasanya seperti bisa bernafas kembali. Ia tidak mau membuat masalah dengan kekasih Roy. Teddy lalu teringat akan Sheila dan segera mengirim pesan kepada Tony untuk menanyakan tentang bagaimana perkembangan pekerjaan baru Sheila. Sembari menunggu balasan dari Tony, Teddy beranjak dari tempatnya berdiri dan mencari minuman dingin karena hari ini terasa begitu panas.
-------------------------------------------------------------
Sheila sudah memulai pekerjaannya hari ini di butik tempat teman Tony. Pekerjaannya tergolong mudah untuk dia lakukan. Ia hanya perlu melayani pelanggan yang masuk kedalam butik dan merayu pelanggan untuk membeli pakaian-pakaian yang ada di butik. Gajinya juga lumayan untuk ukuran upah minimum pekerja paruh waktu. Namun yang ia tidak sukai hari ini adalah pemandangan di cafe depan butik tempatnya bekerja. Roy masih ada disana. Ia sedang berbicara dengan Tony. Firasat Sheila mengatakan jika memang ada yang tidak biasa diantara Roy dan Tony. Tapi mungkin itu hanya perasaan Sheila saja. Sheila juga tidak mau imajinasi penulisnya meliar dan mulai merambat kedalam kehidupan privasi seseorang. Karena butik masih sepi pelanggan, sesekali Sheila masih melirik kearah Tony dan Roy yang masih berbincang di cafe itu. Sesekali juga Tony melihat kearahnya yang langsung mendapatkan reaksi spontan dari Sheila untuk memalingkan wajahnya.
Sesaat Sheila tersadar, mengapa ia harus memalingkan wajahnya. Dia juga tidak sedang melakukan hal yang salah jika melihat Tony dan Roy sedang berbicara bersama. Sheila melihat kearah mereka lagi dan Tony sedang berdiri dari duduknya lalu meninggalkan Roy yang masih duduk disana sambil meminum minuman dinginnya. Sheila mengamati yang diminum oleh Roy.
"Orang kaya kenapa pelit sekali dia. Minum saja hanya air putih dingin." Batin Sheila saat melihat minuman yang diminum Roy. Roy yang menyaddari Sheila sedang melihat kearahnya lewat jendela butik langsung membalas tatapan Sheila. Roy langsung menyilangkan tangannya dan memandang tajam kearah Sheila. Sheila hendak membalas tatapan menusuk itu namun manager toko sudah terlebih dahulu memanggil namanya.
"Sheila, bisa kemari sebentar." Kata manager toko dengan tubuh gempal itu pada Sheila. Yang langsung mendapatkan respon dari Sheila.
"Iya." Balas Sheila lalu mendatangi manager toko itu.
"Aku akan mengajarimu cara membaca label dan juga ukuran pakaian-pakaian yang perlu kamu ketahui letaknya di ruang penyimpanan agar memudahkanmu untuk mengambilnya jika stoknya tidak ada di gantungan luar." Kata manager toko itu lagi sambil berjalan kearah meja konter kasir.
Dengan patuh Sheila mengikuti manager toko itu dan juga mendengarkan setiap perkataannya.
Pekerjaan Sheila selesai tepat jam 8 malam. Sheila berjalan kearah rumah kostnya yang ternyata tidak jauh dari butik tempatnya bekerja. Sheila baru saja menyadari betapa kurang penerangan di sepanjang jalan menuju rumah kostnya.
Hari ini ia pulang dengan berjalan kaki karena tadi ia menumpang di mobil Teddy yang dikemudikan oleh Tony. Biasanya ketika ia mengendarai sepeda motornya, jalanan tidak terlihat semenyeramkan ini. Suasana yang sepi dan juga kurangnya penerangan mengingatkan Sheila akan cerita yang diceritakan Teddy tentang kejahatan seksual yang sekarang sedang marak terjadi. Sheila tidak bisa beladiri ataupun berlari cepat. Dia paling payah untuk masalah fisik seperti itu. Sheila mencengkeram tali tas yang menyilang di tubuhnya dengan erat. Ia mencoba mengingat apa saja yang ada dalam tasnya, apa saja yang kira-kira bisa ia gunakan untuk membela dirinya jika sampai ada seseorang yang akan menyerangnya secara mendadak dari belakang. Sheila secara reflek menoleh kearah belakangnya untuk melihat kalau-kalau ada orang yang mengikutinya atau hendak menyerangnya. Namun tidak ada apapun dibelakangnya. Sheila tetap waspada dan tetap berjalan mundur sambil memperhatikan belakang dan juga depannya seperti seorang agen mata-mata amatir. Setelah dekat dengan rumah kostnya. Sheila berusaha berlari dengan seluruh kekuatannya untuk segera masuk kedalam rumah kostnya. Sesampainya dipagar rumah kostnya Sheila dikejutkan dengan bunyi ponselnya sendiri. Jantungnya seakan -akan akan keluar dari rongganya saat Sheila merasakan jantungnya itu berdegup begitu kencang. Sheila meraih ponselnya dan melihat kearah layar ponselnya dan ternyata itu adalah Teddy yang menelponnya. Sheila mengangkat ponselnya sebelum menmbuka pagar rumah kostnya.
"Ada apa? Apa kamu tahu aku seperti mau kena serangan jantung ini tadi." Kata Sheila sambil memegangi dadanya untuk menenangkannya lagi.
"Ada apa memangnya? Apa kamu sudah pulang kekost an?" Tanya Teddy dengan serius.
Sheila mengangguk tanpa menyadari hal itu tidak akan dilihat oleh Teddy. Sheila sibuk merogoh celananya untuk mencari kunci pagar rumah kostnya. Lalu ia dikejutkan oleh tangan yang menyapanya dari belakang hingga Sheila menjatuhkan ponselnya ke aspal tempatnya berpijak sambil berteriak.
"Mbak, ada yang bisa saya bantu? Saya satpam baru disini." Kata pria yang menyapa Sheila. Sheila memegang dadanya karena degupan jantungnya makin kencang. Sheila mellihat kearah pria yang menyapanya, seorang pria berusia 40tahunan yang mengenakan seragam satpam berwarna putih.
"Bapak, kalau mau nyapa itu buat suara dulu. Saya kaget." Kata Sheila sambil menghentakkan kakinya karena kesal dan juga takut.
"Oh maaf mba. Saya lihat tadi mbaknya jalan sambil lihat depan belakang, lalu berhenti didepan pagar rumah ini tapi tidak buka-buka pintu pagarnya." Jawab satpam itu sambil menahan tawanya melihat ekspresi Sheila yang polos ketakutan dan terkejut.
"Saya sedang mencari kunci pagarnya,Pak. Saya ngekost disini juga. Tadi saya lihat depan belakang dan sekitar karena rumornya disini mulai tidak aman." Kata Sheila dengan kesal. Dirinya sempat dikira maling oleh satpam baru itu. Lalu Sheila melihat ponselnya yang terjatuh diatas aspal, batrainya terlepas dari tempatnya berasal. Sheila makin merasa frustasi.
"Ponselku." Kata Sheila dengan dramatis sambil memungut ponselnya yang terjatuh itu dengan kondisi yang mengenaskan, seperti korban mutilasi yang terpisah-pisah. Setelah Sheila menegakkan tubuhnya ia lalu berdiri berhadapan dengan satpam yang tadi menegurnya dengan wajah kesal dan lelah akan ketakutannya sendiri Sheila memasukkan ponselnya kedalam tas kecilnya.
"Maaf mbak, saya tidak tahu. Apa ada yang bisa saya bantu?" Tanya satpam baru itu pada Sheila.
"Tidak ada,Pak. Lain kali jangan bikin kaget orang." Jawab Sheila dengan kesal sambil merogoh sakunya untuk mengeluarkan kunci pagar rumah kostnya. Si satpam baru itu lalu pergi meninggalkan Sheila.
Sheila memasukkan kunci pagar dan mulai membuka pagar rumah kost dan masuk kedalam rumah kostnya.
Sheila merasa lelah akan ketakutannya sendiri akan cerita Teddy. Ia melemparkan tas kecilnya keatas tempat tidurnya lalu melemparkan dirinya sendiri diatas tempat tidur. Sheila membentuk pola kupu-kupu dengan tubuhnya diatas tempat tidur.
"Betapa kumerindukanmu oh singhasanaku." Kata Sheila pada tempat tidurnya.
Lalu Sheila teringat akan ponselnya yang terpecah belah pada setiap bagiannya tadi. Sehial bangkit dari posiisi tidur tengkurapnya dengan kecepatan ekstra dan langsung menyambar tas kecilnya. Ia menjungkir tas kecilnya yang sudah terbuka itu, menumpahkan isi yang ada dalam tas kecilnya. Ia melihat ponselnya yang retak bagian layarnya dan juga baterainya yang terlepas dari tempatnya juga penutup baterainya yang terbelah jadi 2. Sheila memandangi ponselnya dengan putus asa.
"Hancur sudah ponsel kesayangan aku." Sheila meratapi ponselnya dengan mata berkaca-kaca. Ia hanya memiliki ponsel itu untuk berkomunikasi. Lalu Sheila meraba-raba disekitar ponselnya untuk mencari simcard ponselnya,namun ia tidak bisa menemukannya.
"Apa mungkin terjatuh diluar?" Batin Sheila sambil menyapukan pandangannya keseluruh sudut kamarnya terutama dilantai kamar.
Dengan segera Sheila keluar dari kamarnya dan mulai mencari simcardnya diluar pagar temppat ponselnya tadi terjatuh. Rasanya memang nasib sial selalu menaungi hidupnya. Dengan teliti Sheila mencari simcard sambil menundukkan kepalanya. Dari belakang Sheila dikejutkan lagi oleh tangan seseorang namun kali ini tangan itu menarik Sheila kedalam pelukannya. Sheila terlalu terkejut untuk berteriak.
"Aku kira kamu kenapa-napa." Kata Teddy dengan nafas yang terengah-engah seperti habis berlari estafet.
"Teddy?" Tanya Sheila lalu menjauhkan tubuhnya dari Teddy,
"Aku tidak apa-apa" Jawab Sheila sempat salah tingkah karena perlakuan Teddy yang tiba-tiba itu.
Sheila bahkan bisa merasakan hangatnya dada Teddy ketika ia dipeluk olehnya. Teddy mencengkeram pundak Sheila dengan kedua tangannya.
"Kenapa tiba-tiba teleponmu terputus. Aku menghubungimu lagi setelahnya. Apa kamu tahu betapa khawatirnya aku? Aku sampai turun dari mobilku yang terjebak dilampu merah dan berlari kemari." Kata Teddy dengan satu hembusan nafas. Membuat Sheila hanya memandang Teddy dengan mata terkejap-kejap.
"Okey. Tarik nafas..." Kata Sheila sambil menganggakat kedua telapak tangannya, "Lalu keluarkan." Lanjut Sheila sambil menurunkan telapak tangannya dan menghembuskan nafas lewat mulutnya yang berbentuk kerucut.
Teddy tidak mengindahkannya.
"Aku tidak sedang bercanda." Tegas Teddy dengan nada tinggi. Sheila langsung membelalakkan matanya, belum pernah Teddy semarah ini padanya.
"Tadi aku..." Belum sempat Sheila menyelesaikan kalimatnya, Teddy langsung menarik tangan Sheila, memaksa Sheila mengikuti langkahnya yang panjang dan cepat.
"Malam ini, kamu akan menginap di hotel. Besok biar Tony yang akan mencarikan kost an baru untukmu dengan lingkungan yang lebih aman dan bagus dari ini." Kata Teddy tanpa memperdulikan pendapat Sheila.
Sheila sampai sempat terantuk batu ujung jempol kakinya karena mengikuti langkah Teddy yang begitu cepat untuknya. Tidak jauh dari tempat mereka berjalan, mobil Teddy terlihat mendekati mereka. Disana ada Tony yang mengendarainya. Teddy membukakan pintu penumpang dibelakang dan Sheila masuk ke dalam mobil, duduk dengan tenang disana walaupun dalam hati Sheila masih bertanya-tanya kenapa Teddy bisa begitu marah dan emosional padanya.
"Kita akan ke hotel didekat rumahku." Kata Teddy pada Tony, setelah dirinya duduk di kursi penumpang depan.
Tony melihat ke arah Sheila yang hanya mengangkat bahunya atas pertanyaan yang ada dimata Tony, mengapa mereka harus pergi ke hotel malam-malam begini. Tony melihat ekspresi Teddy yang emosional dan ia hanya bisa menuruti keinginan Teddy.
"Teddy, aku tidak perlu menginap di hotel. Disana juga sangat mahal untuk menginapp sehari saja. Aku juga tidak apa-apa. Tadi ponselku terjatuh saat satpam baru menyapaku, aku hanya terkejut saja tadi. Ponselku rusak karena terjatuh tadi." Jelas Sheila pada Teddy yang sedari tadi hanya diam saja. Lama tidak ada balasan dari Teddy. Namun Sheila bisa mendengar Teddy menarik nafas panjang.
"Malam ini menginap saja di hotel. Soal biaya hotel jangan terlalu dipikirkan. Aku memiliki voucher khusus untuk menginap disana." Balas Teddy tanpa melihat kearah Sheila. Sheila tidak bisa memikirkan kalimat apapun untuk membantah kata-kata Teddy.
Jujur saja, ia merasa sangat takut dengan kemarahan Teddy padanya tadi.
Mereka sampai di hotel yang dimaksudkan oleh Teddy tadi. Teddy meminta Tony untuk mendaftarkan nama Tony dalam booking hotel. Sheilla tidak akan pernah mau menginap jika Sheila tahu Teddy menggunakan uang pribadinya untuk biaya menginap hotel, terpaksa Teddy berbohong soal voucher hotel yang ia katakan tadi pada Sheila. Teddy memesan sebuah kamar president suite untuk Sheila.
"Benar ini semua gratis?" Tanya Sheila ketika memasuki kamar hotel yang luas itu. Udara dingin dari pendingin udara terasa menusuk di kulit Sheila. Sheila tidak menyukai AC, Teddy dengan segera mencari remote AC dan menaikkan suhu AC dalam ruangan itu.
"Iya semuanya ditanggung oleh sponsorku." Jawab Teddy berbohong pada Sheila.
Sheila menoleh kearah Teddy dan Tony dengan curiga. Tepat disaat itu Tony menerima panggilan dari seseorang. Setelah melihat layar ponselnya, Tony langsung berpamitan kepada Teddy dan Sheila,sebuah kesempatan baginya untuk tidak ikut campur dengan urusan antara Teddy dan Sheila.
Setelah Tony pergi meninggalkan mereka, Sheila berbisik kepada Teddy.
"Apa kamu tidak pernah merasa aneh dengan Tony?" Tanya Sheila sambil mendekatkan dirinya pada Teddy agar bisa berbisik pada Teddy.
Sheila adalah tipikal orang yang mudah teralihkan. Teddy merasa tertolong oleh pertanyaan Sheila yang tidak menyangkut pautkan biaya hotel lagi.
"Apanya yang aneh? Dia sudah bekerja denganku selama 5 tahunan. Dan kamu juga sudah mengenalnya dengan baik." Jawab Teddy sambil menengok kearah Tony pergi. Sheila mengibaskan tangannya kearah Teddy.
"Bukan itu maksudku. Apa dia punya kelainan soal ketertarikannya pada lawan jenis?" Tanya Sheila yang sungguh ingin memecahkan rasa penasarannya seharian ini. Teddy menggelengkan kepalanya.
"Tidak, dia sepertinya normal-normal saja." Jawab Teddy sambil melihat kearah Sheila lagi. Sheila melipat tangannya didepan dadanya.
"Kalau diingat- ingat lagi. Kita tidak pernah tahu Tony memiliki kekasih ataupun naksir seorang gadis." Tambah Sheila dengan penuh curiga. Teddy mengernyitkan keningnya dan mulai mengingat tentang Tony. Lalu ia teringat sesuatu.
"Ada. Dulu Tony pernah menyukai asisten sutradara di acara Talk Show yang pernah aku hadiri." Jawab Teddy dengan yakin.
Saat itu Tony pernah bercerita padanya tentang ingin berkenalan dengan asisten sutradara sebuah acara Talk Show yang pernah Teddy hadiri dulu. Sheila masih tidak mempercayai begitu saja jawaban Teddy.
"Aku masih tidak yakin dengan dia tertarik dengan lawan jenis." Kata Sheila masih bersikeras dengan pendapatnya. Teddy tersenyum kecil melihat Sheila yang teguh dengan pendiriannya itu. Tangan Teddy secara spontan mengusap ujung kepala Sheila.
"Istirahatlah sepertinya kamu juga lelah hari ini. Kamu terlalu banyak mengetik naskah-naskah fiktif." Kata Teddy,
" Aku akan menjemputmu besok pagi, mungkin sekitar pukul 10." Lanjut Teddy yang hanya mendapatkan anggukan dari Sheila.
Lalu Teddy meninggalkan Sheila sendirian di kamar hotel yang luas itu.
Setelah Teddy pergi, ini adalah kesempatan bagi Sheila untuk menjelajahi kamar hotel berbintang yang mewah yang baru sekali ini ia masuki. Seketika itu juga Sheila lupa akan hal yang ia ingin protes kepada Teddy.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Katarina tersenyum ketika merencanakan semua ini. Apa yang salah dari dirinya? Ia cantik,kaya, memiliki popularitas, tubuhnya juga sintal dan sexy. Tapi dua pria itu sudah menolaknya. Roy dan Teddy. Katarina memiliki dugaannya sendiri,ia mengira Roy dan Teddy memiliki hubungan khusus. Tidak jarang Katarina pernah mendapati mereka berdua sedang bersama di suatu kesempatan. Mereka tidak tertarik padanya sama sekali itu sungguh hal yang mustahil. Hampir semua pria akan memohon padanya untuk berkencan ataupun hanya sekadar berfoto bersama. Tapi Roy dan Teddy benar-benar telah menolaknya tanpa menyentuhnya ataupun melihat padanya. Jelas ada yang salah dengan mereka berdua. Malam ini, Katarina mengetahui Teddy sedang memesan kamar di sebuah hotel lewat asisten pribadinya. Katarina tidak ingin melewatkan kesempatan ini untuk membalaskan rasa sakit hatinya akan mereka berdua. Katarina sengaja menghubungi Roy untuk menemuinya di hotel tempat Teddy memesan kamar untuk menginap. Ia beralasan ingin bertemu untuk yang terakhir kalinya dengan Roy, mengakhiri hubungan mereka dengan damai dan indah. Awalnya Roy menolak, tapi akhirnya menyetujui untuk menemuinya.
Katarina sudah menyiapkan segalanya. Rencananya tidak akan meleset kali ini. Mereka berdua akan segera membayar atas apa yang ia rasakan.
------------------------------------------------------------------
Share this novel
up