Pasukan itu berangkat pagi-pagi buta, diiringi oleh deru angin yang membawa harapan dan kekhawatiran. Mereka menunggang kuda melalui hutan-hutan yang sunyi dan lembah yang tersembunyi, menuju ke arah Tanah Terlarang, tempat yang hanya disebut-sebut dalam cerita rakyat dan legenda yang menakutkan.
Selama perjalanan, Kaelan sering memerhatikan Lyra. Gadis itu begitu tenang, tetapi Kaelan tahu ada sesuatu yang disembunyikan. "Mengapa kau bersedia membantu kami?" tanya Kaelan suatu malam saat mereka beristirahat di pinggir api unggun. "Apa yang membuatmu percaya bahwa kita bisa berhasil?"
Lyra memandang Kaelan sejenak sebelum menjawab. "Aku punya alasan sendiri untuk percaya, Kaelan. Kutukanmu mungkin lebih dari sekadar takdir yang kejam. Mungkin ada sesuatu yang lebih besar yang bermain di sini. Kau harus bersiap menghadapi bukan hanya musuh di luar sana, tetapi juga musuh di dalam diri sendiri."
Kaelan terdiam. Kata-kata Lyra membekas dalam benaknya. Sepanjang hidupnya, dia hanya memikirkan kutukan ini sebagai musuh yang datang dari luar, dari penyihir yang telah mencelakakan hidupnya. Tapi kini, dia mulai menyedari bahawa ada kegelapan di dalam dirinya yang harus dihadapinya.
Share this novel