Bab 24: Kebenaran yang Tersembunyi

Fantasy Completed 268

Langkah Kaelan dan Lyra bergema di lorong-lorong istana yang megah namun penuh kesuraman. Setiap sudut ruangan terasa dingin, diisi dengan sisa-sisa kenangan masa lalu yang terpahat dalam dinding batu hitam. Cahaya rembulan yang menembus jendela besar memantul pada lantai marmer, memberikan nuansa keperakan pada setiap benda di dalam ruangan. Keheningan malam itu hanya terganggu oleh bunyi langkah kaki mereka dan detak jantung Kaelan yang semakin cepat setiap kali ia memandang Lyra.

Sejak mereka mendengar kebenaran dari makhluk yang dulunya penjaga kerajaan Lyra, hati Kaelan terasa penuh dengan gejolak. Lyra, dengan wajahnya yang tenang dan penuh misteri, tampak seperti menyimpan rahasia yang bahkan dirinya sendiri tak sepenuhnya pahami. Setiap kali angin meniupkan wangi bunga dari jubahnya yang bersulam emas, Kaelan merasakan perasaan hangat dan melindungi menguasai dirinya.

Malam itu, mereka tidak berbicara banyak. Ada sesuatu yang lebih besar di antara mereka—sesuatu yang belum terucapkan. Namun, dalam setiap gerakan mereka, ada rasa saling memahami yang mendalam. Kedekatan yang terasa semakin kuat sejak pengakuan dari makhluk bayangan tadi, seakan-akan benang takdir mulai mengikat mereka dengan erat.

Lyra tiba-tiba berhenti di depan sebuah ruangan besar dengan pintu kayu yang dihiasi ukiran kuno. "Ini tempatnya," katanya perlahan, suaranya hampir berbisik. "Ritual terakhir dilakukan di sini, menurut penjaga itu."

Kaelan menatap pintu besar itu, hatinya dipenuhi rasa ingin tahu yang sama besarnya dengan kecemasannya. "Apa kau yakin kita siap?"

Lyra menoleh, matanya yang keemasan menyala lembut dalam cahaya rembulan. "Aku tidak tahu apakah kita benar-benar siap... tapi kita tidak punya pilihan lain."

Dengan hati-hati, mereka mendorong pintu itu hingga terbuka, mengungkapkan ruangan besar yang dihiasi patung-patung dewa kuno dan relief-relief yang menggambarkan pertempuran antara cahaya dan kegelapan. Di tengah ruangan, terdapat sebuah altar besar yang terbuat dari batu hitam, dihiasi ukiran rumit yang bercerita tentang kutukan yang menghantui tanah itu.

Di atas altar, sebuah buku tua tergeletak dengan tenang, tampak usang namun penuh dengan kekuatan yang tak terlihat. Sampulnya berwarna keemasan, dihiasi simbol cahaya dan kegelapan yang terjalin satu sama lain.

Lyra mendekati altar dengan hati-hati, tangannya terulur untuk menyentuh buku itu. Namun sebelum jarinya menyentuh sampulnya, sebuah suara familiar bergema di ruangan tersebut.

“Berhenti.”

Mereka berdua menoleh dengan cepat, hanya untuk melihat sosok makhluk yang sebelumnya berbicara dengan mereka di sudut ruangan. Wajah makhluk itu penuh dengan kesedihan yang mendalam.

“Ada sesuatu yang belum kau ketahui, Puteri Lyra. Buku itu... menyimpan kebenaran yang lebih besar dari apa yang pernah kau bayangkan.”

Kaelan dan Lyra saling bertukar pandang. “Kebenaran apa?” tanya Kaelan dengan nada curiga.

Makhluk itu mendekat, suaranya rendah dan penuh beban. “Kisah cinta Raja Kegelapan dan Puteri Cahaya memang menjadi dasar dari kutukan ini, tapi ada satu hal yang terlupakan. Sang Puteri Cahaya memiliki dua kekuatan—cahaya untuk menyembuhkan... dan kegelapan yang tersembunyi.”

Lyra terdiam, menatap makhluk itu dengan intens. “Apa maksudmu?”

Makhluk itu menghela napas, suaranya penuh dengan penyesalan. “Puteri Cahaya bukan hanya sumber cahaya. Dia juga membawa kegelapan yang bisa menghancurkan, yang diwariskan kepada keturunannya. Itu sebabnya kau, Puteri Lyra, memiliki kekuatan untuk melihat aura. Itu bukan hanya kekuatan cahaya, tapi juga bagian dari kutukan kegelapan. Kau bisa menyelamatkan Pangeran Kaelan, tapi kekuatan itu juga bisa menghancurkanmu berdua.”

Ruangan itu terasa semakin dingin. Kata-kata makhluk itu seperti menusuk hati Kaelan, menambah berat pada keputusan yang harus mereka ambil.

Lyra terdiam, tapi tidak ada keraguan di wajahnya. Dia tahu apa yang harus dilakukan.

Dengan tangan yang tenang, dia membuka buku tua itu. Halaman-halamannya berderak, seolah-olah menahan beban ribuan tahun sejarah yang tersembunyi di dalamnya. Saat Lyra membaca kata-kata di dalam buku itu, matanya yang bersinar keemasan mulai memudar sedikit, menggantikan cahaya dengan bayang-bayang yang lebih pekat.

“Ada satu cara,” kata Lyra, suaranya tenang namun penuh ketegasan. “Untuk mematahkan kutukan ini, kita harus bersatu, Kaelan. Cahaya dan kegelapan harus menyatu—hanya dengan begitu kita bisa menghancurkan kutukan ini selamanya.”

Kaelan melangkah mendekat, matanya tak lepas dari wajah Lyra. Dia tahu risikonya. Dia tahu bahwa menggabungkan kekuatan mereka bisa menghancurkan Lyra, dan mungkin dirinya juga. Tapi perasaan yang tumbuh di hatinya tidak bisa diabaikan lagi.

“Aku tidak akan membiarkan kau mengorbankan dirimu sendiri,” kata Kaelan dengan suara serak. “Jika kita akan melakukan ini, kita melakukannya bersama.”

Lyra tersenyum lembut, seolah-olah dia telah mendengar kata-kata itu sebelumnya dalam mimpi. “Bersama, Kaelan. Kita akan melakukannya bersama.”

Dengan keyakinan yang mendalam, mereka berdua mengangkat tangan dan menaruhnya di atas buku kuno itu. Saat cahaya dan kegelapan mulai berputar di sekitar mereka, ruangan itu bergetar, seolah-olah waktu dan ruang itu sendiri sedang bergeser.

Di dalam buku itu, kebenaran yang tersembunyi selama berabad-abad akhirnya terungkap—dan takdir mereka berdua mulai ditulis ulang.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience