Bab 18: Perasaan yang Tak Terduga

Fantasy Completed 268

Saat mereka berjalan keluar dari reruntuhan, Kaelan tidak bisa mengusir perasaan aneh yang menguasai hatinya. Suara patung batu itu terus bergema di dalam kepalanya, terutama kalimat tentang "kunci" yang disebut-sebut berada dalam dirinya, dan kenyataan bahwa Lyra memegang peran penting dalam semua ini.

Namun, di tengah semua misteri dan bahaya yang mereka hadapi, perasaan yang lebih personal mulai muncul dalam hati Kaelan. Sejak malam sebelumnya, ketika Lyra menyentuhnya dan dia merasakan hangatnya sentuhan manusia untuk pertama kalinya dalam hidupnya, hatinya mulai berubah. Ada sesuatu tentang gadis itu yang menariknya lebih dekat—bukan hanya karena misteri yang mengelilinginya, tetapi karena Lyra membawa ketenangan yang membuatnya merasa hidup, bebas dari kutukan yang selama ini membelenggunya.

Mereka berjalan dalam diam, tetapi kepala Kaelan penuh dengan pikiran dan pertanyaan yang tiada hentinya. Sesekali, dia melirik Lyra yang berjalan di sampingnya, langkahnya begitu ringan dan tenang, seolah-olah gadis itu sudah terbiasa dengan perjalanan jauh. Pandangannya tertuju lurus ke depan meskipun matanya tak dapat melihat dunia fisik seperti orang lain. Namun, setiap gerakannya memiliki kepastian, seakan dia bisa melihat jauh lebih banyak daripada yang Kaelan sangka.

Suara patung itu kembali berbisik dalam benaknya. “Kunci… hanya seseorang dengan mata yang bisa melihat melalui kegelapan yang bisa membantumu menemukannya.” Lyra—dia adalah kunci, atau setidaknya, dia adalah bagian penting dari jawaban yang selama ini Kaelan cari.

“Lyra…” Kaelan akhirnya memecah keheningan, suaranya pelan tetapi penuh rasa ingin tahu.

Lyra menoleh sedikit, telinganya menangkap perubahan dalam nada suara Kaelan. “Ya?”

Kaelan ragu sejenak sebelum melanjutkan, “Aku tidak bisa berhenti memikirkan apa yang dikatakan oleh patung itu. Tentang kau… dan tentang kunci yang sepertinya berhubungan dengan kutukan ini. Aku merasa kau lebih penting dalam semua ini daripada yang kau biarkan aku tahu.”

Lyra terdiam sesaat, bibirnya terkatup rapat sebelum akhirnya dia berbicara. “Aku tidak tahu lebih banyak dari yang kau ketahui, Kaelan. Apa yang aku miliki hanyalah kemampuan untuk melihat aura, melihat kekuatan yang tersembunyi di balik dunia fisik. Tetapi… mungkin, dalam satu atau lain cara, kita memang ditakdirkan untuk melalui ini bersama.”

Pernyataan Lyra membuat Kaelan semakin ingin mendekatinya. Ada begitu banyak yang tidak dia ketahui tentang gadis ini, tetapi semakin dia mengenal Lyra, semakin kuat hasratnya untuk melindunginya, dan—secara tak terduga—untuk mengetahui lebih banyak tentang siapa dia sebenarnya.

Dia melangkah lebih dekat kepada Lyra, tanpa sadar mendekatkan tubuhnya, seolah ada dorongan dari dalam yang tak bisa dia tolak. “Kenapa kau begitu tenang tentang semua ini? Tentang kutukan ini? Tentang kenyataan bahwa kau bisa melihat sesuatu yang tak bisa dilihat oleh orang lain?” tanyanya, suaranya sedikit bergetar.

Lyra berhenti berjalan, membuat Kaelan ikut terhenti di sebelahnya. Gadis itu memandang ke depan, meskipun jelas dia tidak bisa melihat pemandangan di sekeliling mereka. “Karena aku sudah terbiasa hidup dalam kegelapan,” jawabnya lembut. “Dan aku juga sudah terbiasa hidup dengan rahasia.”

Kaelan mendekat lagi, kini berdiri tepat di hadapan Lyra. Jantungnya berdetak lebih cepat, dan dia merasakan keinginan yang kuat untuk menyentuh gadis itu lagi, seperti yang terjadi pada malam sebelumnya. Dia ingin tahu apakah perasaan hangat itu akan muncul kembali, apakah Lyra memang satu-satunya yang bisa membuatnya merasakan sesuatu yang nyata, sesuatu yang tidak dihancurkan oleh kutukannya.

“Tapi aku berbeda, Lyra,” Kaelan berkata pelan, hampir berbisik. “Aku tak pernah bisa merasakan apa yang orang lain rasakan. Setiap kali aku menyentuh sesuatu, itu layu, hancur… namun kau…”

Lyra tidak menjawab, tetapi dia tidak menyingkir. Kaelan mengulurkan tangannya perlahan, menempatkan telapak tangannya yang bersarung tepat di depan Lyra, seolah-olah meminta izin untuk menyentuhnya. Hatinya berdebar keras, dan dia merasa ada sesuatu yang sangat dalam dan kuat antara mereka.

Lyra tersenyum tipis, meskipun dia tak bisa melihat ekspresi Kaelan. Dia tahu apa yang dipikirkan oleh pangeran itu. Dengan perlahan, dia mengangkat tangannya, menyentuh ujung jari Kaelan yang masih terbalut sarung tangan emas sutera.

“Apa yang terjadi jika aku menanggalkan ini?” tanya Kaelan, suaranya bergetar.

“Aku tidak tahu,” jawab Lyra lembut, “tapi aku tidak takut.”

Perasaan itu semakin kuat, dan tanpa sadar, Kaelan mulai melepas sarung tangannya, satu per satu, membiarkan angin sejuk menyentuh kulitnya. Setelah sarung tangan terakhir jatuh ke tanah, dia menatap Lyra—matanya penuh harapan dan keraguan—dan menyentuh jari-jarinya dengan lembut pada telapak tangan Lyra.

Dan sekali lagi, kehangatan itu kembali.

Sentuhan Lyra tidak hancur, tidak layu. Malah, Kaelan merasakan gelombang rasa lega dan tenang menyelubunginya. Dia tidak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya—rasa kedekatan yang nyata, rasa terkoneksi dengan seseorang tanpa rasa takut akan kehancuran.

"Kenapa kau… tak terpengaruh?" bisik Kaelan, matanya penuh keheranan.

Lyra menunduk sedikit, jari-jarinya menggenggam tangan Kaelan dengan lembut. “Mungkin… karena aku hidup dalam kegelapan yang berbeda. Kegelapan yang kutemui tidak datang untuk menghancurkan, tetapi untuk memberikan harapan.”

Kaelan terdiam. Dia merasa hatinya semakin tertarik pada Lyra, bukan hanya karena dia tampaknya memegang kunci kutukan, tetapi karena dia merasa Lyra adalah seseorang yang selama ini dia cari tanpa menyadarinya. Gadis yang bisa menyentuh hatinya, sekaligus memberi harapan di tengah kegelapan yang selama ini mengurungnya.

Seketika, ayat dari patung batu itu kembali menggema di dalam benaknya, “Kunci untuk membangkitkan… atau menghancurkan kutukanmu.”

Kaelan mulai menyadari bahwa mungkin Lyra bukan hanya kunci untuk mengakhiri kutukannya. Mungkin, dia juga adalah kunci untuk membuka hatinya yang selama ini tertutup dari dunia luar.

Dan di tengah keheningan pagi yang segar, Kaelan tahu bahwa hidupnya baru saja berubah, selamanya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience