Bab 5: Kegelapan Menyambut

Fantasy Completed 268

Hari-hari berlalu, dan mereka semakin dekat ke perbatasan Tanah Terlarang. Pohon-pohon besar dengan cabang-cabang hitam melengkung seperti tangan yang menggapai dari neraka. Udara di sana berbau busuk, dan kabut tebal menyelimuti jalan di depan mereka. Ser Valaine, yang selama ini tegas dan penuh keberanian, tampak gelisah.

"Tanah ini tidak ramah kepada manusia," gumamnya sambil memegang pedangnya erat-erat. "Kita harus waspada setiap saat."

Namun, tak ada yang bisa mempersiapkan mereka untuk apa yang datang berikutnya. Pada malam ketiga di Tanah Terlarang, suara-suara aneh mulai terdengar di antara pepohonan—tangisan, bisikan, dan suara langkah kaki yang menyeret. Kaelan terbangun di tengah malam, matanya tertuju pada bayangan yang bergerak di antara kabut.

"Siapa di sana?" serunya, dengan hati-hati mengambil langkah.

Namun yang muncul dari kegelapan bukanlah musuh yang bisa dilawan dengan pedang. Ia adalah sosok bayangan yang tak berbentuk, seperti kabut hitam yang melayang di atas tanah, dan dari dalamnya terdengar suara yang mengerikan. "Kau adalah pewaris takhta yang hancur, Kaelan. Kau tidak akan pernah mematahkan kutukanmu."

Suara itu membuat Kaelan gemetar, tapi dia tidak mundur. "Siapa kau?"

Bayangan itu mendekat, dan Kaelan merasakan dinginnya kabut menyentuh kulitnya. "Aku adalah cerminan ketakutanmu... kekuatan yang menghancurkanmu dari dalam."

Saat bayangan itu menyelubunginya, Kaelan merasa sesuatu dalam dirinya pecah. Dia ingin melawan, tetapi kekuatan itu begitu kuat, menekan hatinya, membisikkan kebohongan tentang ketidakmampuannya, kelemahannya. Dalam saat-saat itu, Kaelan merasakan kekuatan kutukan dalam dirinya bangkit.

Namun, sebelum bayangan itu bisa sepenuhnya menguasainya, Lyra muncul dari kabut, melantunkan mantra dengan cepat dan tegas. Cahaya biru keluar dari tangannya, menyerang bayangan itu dan memaksanya mundur.

"Kau harus melawan, Kaelan!" seru Lyra. "Bayangan ini hanya bisa dikalahkan olehmu. Ia datang dari dalam dirimu."

Kaelan menggigil, tapi di dalam hatinya, dia tahu Lyra benar. Bayangan itu tidak lebih dari manifestasi kegelapan dalam dirinya sendiri, yang tumbuh dari rasa bersalah, ketakutan, dan keraguannya. Dengan keberanian yang baru ditemui, Kaelan menatap bayangan itu dengan penuh tekad. "Aku tidak akan membiarkanmu menguasai diriku," katanya, suaranya tegas.

Bayangan itu menggeliat sejenak, lalu menghilang ke dalam kabut.

Lyra menurunkan tangannya, wajahnya pucat. "Ini belum berakhir, Kaelan. Kegelapan itu masih ada di dalam dirimu, dan semakin dekat kita ke Cermin Jiwa, semakin kuat ia akan menjadi."

Kaelan mengangguk, tetapi untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia merasakan kekuatan dalam dirinya yang tidak terikat oleh kutukan. Ini adalah langkah pertama menuju kebebasan, tetapi perjalanannya baru saja dimulai.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience