Kaelan masih merasakan hangatnya sentuhan Lyra di tangannya. Terkejut dengan kenyataan bahwa kekuatannya tidak melukai gadis itu, ia mencoba melakukan sesuatu yang selama ini selalu dia hindari—menyentuh sesuatu di alam sekitar. Di sampingnya, tumbuh sebuah pokok bunga liar yang tampak indah di bawah cahaya malam.
Dengan hati-hati, Kaelan meraih batang pokok bunga itu. Namun, seketika jari-jarinya menyentuh kelopaknya, bunga tersebut mulai layu. Kelopak-kelopaknya berubah kecokelatan, menggugur satu per satu ke tanah, mati dalam hitungan detik.
Kaelan menatap bunga yang layu di tangannya, rasa kecewa dan bingung merayapi hatinya. Bagaimana bisa dia menyentuh Lyra tanpa menyebabkan kerusakan, namun tetap menghancurkan setiap hal lain yang disentuhnya?
Dia mengalihkan pandangannya ke Lyra, yang duduk tidak jauh dari perapian. Mata gadis itu tertumpu pada api yang berderak pelan, cahaya merahnya menari di wajah Lyra yang tenang. Sesuatu tentang cara gadis itu menatap perapian membuat Kaelan merasa ada yang tidak beres.
“Lyra…” suaranya pelan namun tegas, “Mengapa pokok ini layu sedangkan kau… tidak terpengaruh oleh kekuatanku?” Suara kebingungannya jelas terdengar. Bagaimana mungkin sentuhan yang sama yang menghancurkan bunga bisa tidak menyakiti gadis ini?
Lyra menundukkan kepala sejenak, menghela napas panjang sebelum menoleh sedikit ke arah Kaelan. Mata gadis itu mempesona, putih seperti mutiara dengan anak mata berwarna kuning keemasan yang tampak bersinar dalam cahaya api. Selama ini Kaelan tak pernah memperhatikan betapa uniknya mata Lyra, tetapi sekarang, ada sesuatu yang tak bisa dia abaikan.
Kaelan menatap mata Lyra dalam-dalam, merasa seakan dia tertarik ke dalam kedalaman yang penuh rahasia. “Matamu…,” katanya pelan, “mereka begitu luar biasa. Mengapa kau bisa melihat tanpa terkena dampak kekuatanku?”
Lyra tersenyum tipis, sebuah senyum yang dipenuhi dengan keheningan dan rahasia yang dalam. "Kaelan… aku tidak pernah benar-benar melihat seperti yang orang lain lakukan," katanya, suaranya begitu lembut namun jelas. "Mataku buta sejak lahir. Aku tidak melihat dunia seperti kalian."
Kaelan terpaku mendengar pengakuan itu, hatinya seolah berhenti berdetak sesaat. “Buta?” ulangnya, sulit mempercayai apa yang baru saja dia dengar.
Lyra mengangguk perlahan, matanya tetap tenang dan damai. "Ya, aku buta. Aku tidak bisa melihat bentuk, warna, atau wajah seperti orang lain. Tapi, aku diberkahi dengan kemampuan untuk melihat sesuatu yang lain—cahaya aura. Aku melihat dunia melalui cahaya yang dipancarkan oleh jiwa dan kekuatan makhluk di sekitar aku. Begitulah aku hidup."
Kenyataan ini menghantam Kaelan seperti gelombang besar. Dia terkedu, tidak tahu harus berkata apa. Gadis ini, yang begitu kuat dan penuh keyakinan, telah hidup dalam kegelapan total sepanjang hidupnya, tetapi dia tak pernah tampak terhalang. Mata Lyra, yang mempesona Kaelan, adalah mata yang tidak pernah bisa melihat dunia seperti yang dia lihat.
“Jadi… itu sebabnya sentuhan aku tidak membunuhmu?” Kaelan bertanya, bingung namun penasaran.
“Ya,” jawab Lyra lembut. “Aku tidak melihat dunia material seperti bunga itu. Aura yang dipancarkan dari kekuatanmu tidak menyentuhku seperti halnya menyentuh benda-benda lain. Itu sebabnya aku tidak terpengaruh.”
Kaelan merasakan perasaannya campur aduk—takjub, terharu, dan sedikit sedih. Gadis ini hidup dengan melihat dunia dalam cara yang berbeda, namun keadaannya justru membuatnya lebih dekat dengannya daripada siapa pun. Dia tidak terpengaruh oleh kutukannya, karena dia hidup di dunia yang sama sekali berbeda dari orang lain.
“Lyra, kau…” Kaelan ingin mengatakan sesuatu, tetapi kata-katanya terhenti. Perasaannya begitu dalam sehingga tidak bisa diungkapkan dengan mudah.
Lyra tersenyum lembut, dan tanpa banyak berkata, dia kembali menatap perapian, membiarkan keheningan kembali mengisi udara di antara mereka. Keheningan itu bukanlah jarak, tetapi justru bentuk pemahaman yang baru terjalin di antara mereka.
Kaelan menatapnya, merasakan hubungan yang belum pernah ia rasakan dengan siapa pun sebelumnya. Dia menyadari bahwa Lyra melihat dunia dengan cara yang jauh lebih luas dan dalam dari yang pernah dia bayangkan. Dan untuk pertama kalinya, Kaelan merasakan bahwa mungkin ada harapan untuk dirinya—mungkin, melalui kekuatan yang dia takuti selama ini, ada jalan untuk memulihkan, bukan menghancurkan.
Share this novel