Alex sedang tidur ketika ia merasakan ada getaran di lengannya. Dengan setengah sadar karena baru bangun dari tidurnya, dia mengangkat telepon.
"Hmmm? Terserah, lo atur aja." Sambungan terputus. Dengan ponsel yang masih menempel di telinganya dia pun kembali tidur.
Alex kembali terbangun saat seseorang menggoyangkan tubuhnya, awalnya memang pelan namun semakin lama semakin keras bahkan sedikit memukul.
"Lex?! Alex! Kaki lo kena lengan gue! Bangun lo udah jam sembilan juga." Alex mengerjap mendengar suara perempuan itu. Lalu menggeliat untuk meregangkan otot tubuhnya. Setelah tersadar dengan sempurna, Alex bangkit dan duduk dipinggir kasur dengan wajah khas orang baru bangun tidur.
Perempuan yang membangunkannya sedang membersihkan keningnya dari pensil alis yang melenceng karena tersenggol kaki Alex tadi. Alex mengusap wajahnya, kemudian mengenakan pakaian. "Mau kemana, lo?"
"Mau kuliah lah. Lo lupa ya kalo gue masih seorang mahasiswa?" Tanya perempuan yang bernama Lily itu sambil melihat Alex dari pantulan cerminnya. Alex manggut-manggut sambil memakai baju. "Lo, nggak kuliah?"
"Lupa gue jalan kesana," Sahut Alex. Dia berjalan menuju kamar mandi untuk cuci muka sebelum menghampiri Lily kembali. "Lo punya sesuatu yang bisa hilangin rasa kering di tenggorokan?"
Lily memeriksa wajahnya lagi, alisnya sudah terukir sempurna, bibirnya sudah dipoles lipstik berwarna pink. Rambutnya tergerai, dia sengaja menggerai rambut karena ia suka memainkan rambutnya. Lily memutar tubuhnya menatap Alex. " Air gue habis, mamang tukang galonnya juga belum kesini," Lily mengerutkan alisnya, dengan tangan bersilang di dada memasang wajah galak. Tapi sayangnya itu tidak membuat Alex takut, malah dia merasa lucu melihat tingkah Lily yang seperti itu.
"Kebiasaan banget lo, datang malem-malem langsung nerkam gitu aja. Untung gue lagi nggak haid. Kenapa lo semalem? Kayak kesetanan, lo pasti bayangin cewe lain kan waktu lo nikmatin tubuh gue?"
Lily Syakira adalah satu-satunya perempuan beruntung yang dekat dengan Alex. Lily sendiri yang mengatakannya, bahwa hubungan mereka hanya sekedar di atas ranjang. Lily akan selalu ada kalau Alex membutuhkan.
"Gue pergi," Hanya itu yang Alex katakan sebelum ia meninggalkan Lily. Selalu seperti itu. Seperti jelangkung yang datang tak di undang dan pulang tal di antar.
Dari tempat tinggal Lily, Alex pergi ke sebuah Kafe. Sudah dua jam lebih dia di sana. Perutnya sudah terisi tapi Alex malas pergi dari sana karena internetnya habis. Alex bisa main game online dengan puas di sini karena wifi gratis. Wajahnya terlihat serius, dan sesekali berdecak kesal karena kalah.
Para pelayan dan pelanggan memperhatikan Alex sejak dia masuk ke Kafe itu. Mereka saling berbisik membicarakannya. Alex bukanlah lelaki yang hebat dalam menilai situasi, ia bahkan tak pernah sadar kalau dia sudah jadi pusat perhatian karena wajah tampannya.
Alex kembali mengambil ponselnya yang sempat ia acuhkan karena kalah saat main game. Berniat mengulangnya dari awal. Harapannya hancur ketika ponselnya berpindah tangan. Karena kesenangannya diganggu, Ia sangat emosi dan ingin memaki orang yang merebut ponselnya. Saat dia membuka mulut lalu mendongakkan kepalanya dan melihat orang itu, dia pun kembali menutup mulutnya.
"Hai, Lex. Udah lama nggak liat lo."
Alex hanya merebut paksa ponselnya kembali dari seorang perempuan. Perempuan itu menatap Alex sambil mengangkat alisnya. Alex sangat yakin kalau Diana menyulam alisnya. Tidak ada alis seperti perempuan yang ia temui dua minggu lalu yang sekarang tepat dihadapannya.
"Ada yang mau gue omongin sama lo." Ucap Diana sambil menarik kursi di depan Alex. Meletakkan tas mewahnya di atas meja.
Alex menatapnya dengan kening berkerut.
"Soal pertunangan," Mendengar hal itu, Alex menghembuskan nafas dengan malas.
"Dengerin gue dulu. Lo pikir gue juga mau tunangan sama lo? Gue juga punya cowok yang gue suka dan lebih ganteng dari lo. Jadi, jangan berpikir kalo gue bakalan setuju-setuju aja sama pertunangan ini."
"Ohh, ya?"
"Udah deh, Lex. Apa susahnya kita tunangan? Cuma buat formalitas aja. Lo bisa dapet fasilitas lo kembali dan gue bisa berhenti dapet ceramah dari bokap gue. Lo masih bisa pacaran, lanjutin one night stand, lo. Gue gak peduli."
"Gue gak suka terlibat dalam ikatan dengan perempuan, apa lagi itu lo."
"Gue seburuk itu kah dimata lo?"
Alex mengangkat bahunya dengan acuh. Membiarkan Diana mencari jawabannya sendiri. Diana mengepalkan tangan dipangkuannya. "Apa yang kurang dari gue? Gue cantik, pinter, tajir, body gue juga ok. Apa lagi yang kurang sampe lo lebih milih si jalang itu dari pada gue?"
"Lily lebih terhormat dari pada lo."
"Terhormat? Heh, gak ada jalang yang hidup terhormat." Alex menggaruk belakang telinganya. Dia sudah malas kalau terus menatap Diana. Kalau Diana lelaki, Alex ingin sekali meninju mulutnya agar dia tidak bisa bicara lagi.
"Ok, gue mau kasih lo pilihan. Apa lo mau terus tidur di rumah orang? Gue kasih lo waktu. Dalam sebulan, kalo lo berubah pikiran temuin gue di Kafe ini pada jam yang sama sebulan kemudian."
"Nggak perlu nunggu satu bulan," Diana yang sudah berjalan beberapa langkah membalikkan badannya dan membalas tatapan tajam Alex. "Karena gue akan tetep nolak lo."
Diana mengatupkan rahangnya. Merasa terhina untuk yang kesekian kali mendengar penolakan Alex. Siapa lelaki itu berani mencampakan seorang Diana. Selama hidupnya tidak ada lelaki yang berani mengabaikannya, hanya Alex satu-satunya orang yang berani menolak Diana.
Alex setuju kalau ada orang yang mengatakan kalau Diana itu sangat cantik. Tapi itu sama sekali tidak membuat Alex tertarik.
Alex meminum habis minumannya. Moodnya hancur karena kehadiran Diana. Kalau terjadi sesuatu hari ini, semua itu salah Diana. Alex sudah duduk di atas motornya. Beberapa pelayan dan pelanggan wanita kecewa melihat kepergian Alex yang begitu cepat. Mereka ingin melihat wajah tampan Alex lebih lama disana. Alex yang sudah pergi dengan motornya tidak bisa memacu motor dengan cepat karena jalanan saat ini sedang macet. Ia bahkan lebih memilih mencari jalan tikus untuk menghindari kemacetan agar ia cepat sampai ke tujuannya.
Alex mengumpat dengan kasar dan segera menginjak rem ketika ia melihat ada seorang perempuan menyebrang dengan mendadak. Jika saja refleks Alex tidak cepat mungkin perempuan itu sekarang sudah tergeletak di jalan dan ia akan menjadi buronan tabrak lari.
"Maaf, Mas. Maaf banget," Alex mengangkat wajahnya yang sejak tadi menunduk. Jantungnya kembali berdebar kencang karena mendengar suara perempuan yang tidak asing baginya. Alex tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Ia pun menatap perempuan itu yang masih menundukan kepala meminta maaf.
Alex nampak seperti orang bodoh saat melihat perempuan itu. Tidak ada sayap dipunggung si perempuan, tidak ada mahkota di kepalanya, dan tidak ada sepatu atau pakaian mewah yang dipakainya. Tapi kenapa perempuan itu begitu menarik bagi Alex? Alex langsung tersadar dari lamunann ketika klakson mobil berbunyi dibelakangnya.
Perempuan itu pergi dari hadapannya. Alex mengucap sumpah serapah pada mobil yang membuat perempuan itu pergi dengan berjalan setengah lari di trotoar. Alex mengikuti perempuan itu dari belakang dan tetap menjaga jarak agar tidak ketahuan. Hari ini rambut perempuan itu digelung hingga memperlihatkan lehernya. Kenapa perempuan itu memamerkan lehernya yang jenjang? Apa dia berniat menggoda lelaki untuk mendekat? Hebat sekali karena itu berhasil.
Perempuan itu masih sama seperti saat pertama kali bertemu. Sederhana tapi membuat Alex terpesona. Kemeja putih polos dengan lengan digulung sampai siku, jelana jins hitam dan sepatu tak bermerk. Tak ada sesuatu yang mewah pada dirinya. Perempuan itu akhirnya berhenti di sebuah halte dan duduk dihalte tersebut. Sesekali mengelap bulir keringat pada keningnya. Berdesakan dengan orang yang sedang menunggu.
Alex menahan niatnya menarik perempuan itu dari kerumunan untuk mengantarnya sampai ke tujuan. Entah kenapa Alex tidak suka ada orang yang menyenggol bahunya meski tidak sengaja, dan Alex lebih tidak suka ketika perempuan itu memberi senyuman pada semua orang. Aneh memang.
Ketika bus datang, semua orang langsung berdesakan untuk memasuki bus. Alex seketika turun dari motornya saat melihat perempuan itu terjerembab ke belakang karena seseorang di depannya tiba-tiba mundur. Tapi Alex langsung berhenti ketika perempuan itu langsung bangkit dan memaafkan orang itu. Alex membuang pandangannya dengan kesal, kedua tangannya dipinggang sambil menahan emosi untuk tidak meninju orang itu.
Perempuan itu sudah memasuki bus. Ketika bus mulai menjauh, Alex hanya melihatnya dari atas motor. "Kedua." ucapnya pelan sambil tersenyum miring. Alex kemudian pergi mengendarai motornya berlawanan arah dengan bus tadi. Tinggal satu kesempatan lagi bagi perempuan itu untuk menghindar dari Alex sejauh mungkin. Dan jangan salahkan Alex nanti saat pertemuan ketiga mereka, karena dia sudah memberi kesempatan.
"Gue udah di alamat yang lo kasih. Kok, nggak liat ada kosan di sekitar sini?" ucap Alex dalam telepon sambil mengedarkan pandangannya. Ia berada di pinggir jalan sambil berteduh di bawah pohon. Ada bangunan mewah di sekitarnya. Kemudian ada mobil yang berhenti tepat di depannya dan dia langsung menutup sambungan telepon. " Lo serius?" Tanya Alex saat kaca mobil itu diturunkan. Leon menatap Alex dan mengedipkan mata centil. "Serah lo dah." ucap Alex malas, ia naik ke atas motornya lalu masuk ke sebuah apartemen.
"Pemiliknya temen bokap gue. Waktu gue tanya ke bokap ada nggak yang jual rumah, bokap gue langsung telepon temennya. Lumayan, dikasih diskon Lex!" ujar Leon heboh, sambil melompat kecil dan menepuk bahu Alex. "Lo bayangin aja, apartemen mewah Lex." Leon menggaruk tengkuknya melihat Alex yang tidak merespon. "Ah lupa gue kalo lo tajir. Habisnya gue tiap hari liat lo melarat sih."
"Tabungan gue, tinggal berapa?" Tanya Alex sambil meneliti isi apartemen yang begitu mewah seperti bagian luarnya. Apartemen itu memiliki satu kamar besar, dua kamar mandi yang berada di kamar dan di luar. Dapur, ruang TV sekaligus ruang tamu.
"Leon!?" Panggil Alex ketika pertanyaannya tak kunjung mendapat jawaban.
"Gue sengaja pilihin yang kamarnya satu, karena lo juga tinggal sendirian, kan?" ucap Leon sambil mengangkat alis. Leon pun mengeluarkan buku rekening dan meletakkan nya di atas meja. Alex mengambil buku itu tanpa mengalihkan pandangannya dari Leon.
"Lex, gue balik" ucap Leon sambil agak terburu-buru.
"Bangsat! Kemana lo? Leon sinting! Anjing lo, woy!"
Selanjutnya Alex melempar kursi dan menghantam pintu.
Bagaimana bisa Leon menghabiskan semua tabungannya hanya untuk sebuah apartemen. Sekarang jumlah tabungannya sangat cantik. Telur rebus. Alex terus mengumpat kasar dengan nama Leon diakhir umpatannya. Uang itu ia simpan untuk keperluan penting, ia bahkan rela tidur di Kafe atau menumpang di tempat Lily karena tidak ingin mengganggu tabungannya. Tapi Leon malah dengan seenak jidat menghabiskannya hanya untuk sebuah apartemen yang tidak penting.
Sekarang sudah tidak ada uang dalam tabungannya.
Alex berencana mengambil pertandingan di atas ring untuk menghasilkan uang. Dia yakin kalau dia tidak akan kalah. Hari ini, moodnya benar-benar hancur. Pertama Diana dan sekarang Leon. Siapapun lawannya malam ini, semoga saja ia lawan yang sepadan untuk memperbaiki sedikit moodnya.
Pertemuan kedua dengan sang wanita. Apa yang akan terjadi ketika pertemuan ketiga nanti?
Share this novel