10. Merindu

Romance Completed 1105

Nando belum pernah merasa semarah ini selama hidupnya. Rasa ingin membunuh siapapun yang sudah membuat Angel terbaring tak berdaya. Nando memang belum lama mengenalnya. Ia bahkan baru beberapa kali bertemu dan mengobrol singkat. Angel berhasil membuat seorang Ernando terguncang. Semua berawal dari senyumannya. Angel yang lucu, lugu dan polos. Mengajarkan Nando tertawa lepasb tanpa beban, Nando terhipnotis. Emosi bercampur murka saat melihat Angel tergeletak di lantai kamar mandi. Ada bekas air mata dan kebiruan dipergelangan tangannya. Dalam hati kecilny Nando bersumpah untuk melindungi Angel.

Nando duduk di bibir ranjang miliknya. Ada infus yang menancap di tangan kiri Angel. Dua hari ini Angel hanya membuka matanya satu kali. Itupun Nando harus menyaksikan ketakutan histeris Angel yang berusaha menyakiti dirinya. Dokter yang merawat Angel mengatakan itu semua karena keadaan psikis perempuan itu terganggu. Dokter tidak bisa menjanjikan kapan itu akan berlangsung.

Nando menggenggam tangan Angel yang terbebas dari jalan infus. Mengusap buliran keringat di kening Angel dengan punggung tangannya.Perlahan mata itu bergerak. Nando antusias menunggunya sampai terbuka sempurna.

"Hei." Panggil Nando pelan. Mata Angel terbuka sebentar dan menutup kembali, lalu terbuka lagi. Nando tersenyum saat Angel menatapnya tanpa bergeming.

Ketika ingatan Angel kembali, Nando merasakan Angel mendorong tubuhnya. Angel kembali menangis, ketakutan dengan tubuh yang bergetar hebat. Nando terluka melihatnya, padahal tidak ada
yang membanting tubuhnya, memelintir atau mematahkan tangannya. Rasanya itu lebih Sakit, seakan ada yang mematahkan seluruh tulang rusuknya.

Bulir air mata dan tubuh bergetar itu Nando lihat kembali. Ia tahu apa yang Angel alami. Nando sudah
melaporkannya, bullying, pelecehan seksual, dan kekerasan. Perempuan yang ia pikir sudah disentuh oleh Alex ternyata salah. Nando mendengar semuanya, saat Luna berteriak dan mengatakan bahwa Alex bahkan tidak pernah menyentuh tangannya.

Angel menutup kedua telinganya dan kembali terisak. Sesekali membersihkan tubuhnya seakan banyak kotoran. Nando meringis melihatnya. Menghembuskan nafasnya pelan. Nande menarik kedua sudut bibirnya untuk tersenyum. la mendekati Angel.

"You safe, I will protect you, Angel." Ujar Nando sepelan mungkin dengan suara menenangkan. Ia tidak akan menelpon dokter pribadinya lagi. Ia ingin Angel sadar dan kembali seperti semula. "They will not touch you again, I promise. I will take care of you." Angel menggeleng kuat tanpa menatap Nando.

"Gue disini. Percaya sama gue. Mereka nggak akan melukai lo lagi, please look at me. Angel?" Angel menenggelamkan wajahnya diantara paha. Ia terisak dengan tubuh bergetar.

"Mereka udah mendapatkan balasan yang setimpal. Jangan takut, Please. Gue janji akan jaga lo. Gue janji nggak akan membiarkan siapapun sentuh tubuh lo lagi. Gue pastikan lo aman. Gue pastikan tidak ada lagi orang yang bisa mem-bully lo di kampus. Gue akan melindungi lo. Jangan melukai diri lo lagi, Angel." Nando menyentuh lengan Angel. "Please, jangan nangis lagi. Lo harus melanjutkan hidup lo. Pikirin keluarga lo, kuliah yang terbelengkalai kalau lo terus seperti ini." Angel mengangkat wajahnya yang penuh dengan air mata. Sumpah demi Tuhan Nando ingin membunuh mereka semua!

"Lo percaya, harus percaya. Gue nggak akan mengizinkan mereka sentuh lo. Gue janji." Angel sesenggukan. Perlahan membuka bibirnya.

"A-Aku- me-reka," Manda memejamkan kedua matanya lalu menggeleng kuat.

Satu jam sudah Angel duduk di ranjang dengan posisi tidak berubah. Nando membawa sebuah bubur."Lo harus makan. Seenggaknya satu sendok." Manda menatap kosong. "Angel ?"

Bola mata itu bergerak. Membuat air matanya jatuh. Angel menatap sesendok bubur di hadapannya. Dengan perlahan mulutnya terbuka dan menelan bubur itu dengan hambar. Nando bernafas lega, tatapan kosong perlahan melebur.

"Makasih." Ucap Angel pelan. Nando mengangguk. "Aku di mana?"

"Apartemen gue. Dua hari lo tidur."

"Maaf ngerepotin."

"Nggak sama sekali." Meski senyuman Angel tidak secantik biasanya. Tapi itu sudah cukup untuk bisa mengobati luka yang tersayat di hati Nando. la meninggalkan Angel di kamar. Meletakkan mangkuk bubur di wastafel. Nando membiarkan airnya mengalir.

Sejauh ini tidak ada satu orangpun yang tahu keberadaannya. Dimana ia tinggal, Angel orang pertama yang menjadi tamunya. Nando membuka matanya saat ponsel dalam saku celana bergetar.
Mematikan keran air sebelum mengangkat telpon dari nomor yang tidak dikenal.

"DIMANA ANGEL, BANGSAT!"

-

Ruangan yang biasanya ramai dengan sorak sorai penonton yang histeris, malam ini tidak terdengar. Nando sudah berada disana lima menit yang lalu. Berdiri mengitari ring tinju, Nando mengangkat kepalanya saat suara dobrakan pintu terbuka dengan keras. Sudut bibirnya terangkat ke atas.
Sudah berapa bulan ia tidak melihat lelaki itu. Sudah Nando nantikan kedatangannya.

Sedangkan orang yang menendang pintu besi hingga terbuka itu melangkah lebar menghampiri Nando disertai nafas yang memburu cepat. Dengan mudah ia naik dan masuk ke ring tinju. Berhadapan
dengan Nando. Tidak ada wajah damai yang Alex tunjukkan. Rahangnya mengeras, matanya merah menatap tajam dengan kedua tangan mengepal.

"Dimana Angel?" Alex buka suara terlebih dahulu. Ia bukan orang yang suka mengulur waktu.

"Alex, Alex, Alex. Sama sekali nggak berubah." Nando tersenyum. "Apa kabar. Alex ?"

"Jawab gue, bangsat." Nando mengangkat bahunya acuh.

la memasukkan kedua tangannya ke saku celana dan mulai mengelilingi ring. "Apa hak lo perintahin gue jawab?"

"Angel punya gue. Dia milik gue." Tekannya.

Sebelah alis Nando terangkat ke atas. "Apa yang buat lo berpikir seperti itu? Angel bilang lo bukan cowoknya. See, gue harus percaya siapa?"

"Gue nggak bercanda."

Nande mengangkat bahunya. "Dia nggak mau ketemu sama lo."

"Gue pecahin kepala lo." Nando menghembuskan nafasnya. Ia berjalan mendekat dan berhenti di hadapan Alex.

"Dimana Manda, bajingan."

"Jauhin Manda, lo ha-" Seketika tubuh Nando oleng, Alex meninju pipi kirinya.

"Lo gak punya hak!"

"Gue berhak!" Jika sebelumnya Nando menunjukkan wajah santai saat berhadapan dengan Alex. Kini wajah itu berubah serius. Tak kalah garang seperti Alex. "Gue mau lojauhin Angel."

Tangan Alex kembali terangkat, Nando dengan sigap menghalangi tangan itu lalu meninju pipi kanan Alex.

"Jauhin Angel. Dia bukan mainan lo." Alex berdiri dengan tertatih. Sudut bibirnya robek dan mengeluarkan sedikit darah, menyeka ujung bibirnya dengan punggung tangan. "Jangan pernah muncul lagi di hadapan cewek itu. Dan jangan
pernah perintahin temen lo buat jemput, ataupun temuin dia!"

"Gue nggak butuh ceramah lo, Gue tanya dimana Angel sekarang!?"

"Ini bukan yang pertama dia mengalami kekerasan. Lo sia-siain dia dan main sama perempuan jalang di luar. Lo yang udah buang dia. Lo yang udah buat dia trauma, BANGSAT!" Nafas Nando naik turun dengan cepat. Kedua tangannya mengepal sempurna. Ingatan Angel tergeletak tak berdaya. Bagaimana
histerisnya Angel dan air mata itu keluar membuat Nando naik pitam. "Seharusnya lo lepasin dia. Seharusnya lo nggak perintahin temen lo yang jemput dia! Lo sadar udah bawa gadis polos ke kehidupan brutal lo? Dia nggak tau apa-apa!"

Alex memejamkan kedua matanya sejenak sebelum membalas tatapan Nando dan berkata. "Gue tanya sekali lagi. Dimana Angel?"

"Seribu kali lo tanya. Gue nggak akan jawab." Alex mencengkram kera baju yang Nando gunakan.

"Setiap Angel bangun. Dia selalu nangis. Ketakutan, bahkan melukai dirinya sendiri. Dia histeris dan nggak mau disentuh oleh siapapun. Dua hari dia tidur, dan sekarang gue berhasil tenangin dia. Dan lo, jangan rusak usaha gue buat dia percaya bahwa tidak ada yang ingin melukai dia. Ini semua karena lo. Angel trauma karena lo. Pelecehan seksual yang Angel alami karena lo! Puas?!" Nando menghempaskan tangan Alex di kerah bajunya. "Jangan temui Angel lagi."

"NANDO!" Pekik Alex saat Nandk pergi
meninggalkannya.

"LO BRENGSEK ALEX!" Nando berbalik menunjuk Alex dengan wajah murka.

"Awalnya gue berniat patahin semua tulang rusuk lo, agar lo ngerasain sakit hatinya Angel . Tapi sepertinya, dengan dorongan pelan gue udah buat lo berdarah. Tidak sepadan kalau gue habisin tanpa perlawanan yang seimbang."

Alex menjatuhkan dirinya lemas. Ia menarik rambutnya kasar dengan teriakan mengumpat. Maafin gue Nggel, maafin gue.

-

Ingatan itu kembali. Berputar jelas di otaknya. Suara tawa dan tangan-tangan nakal menyentuh tubuhnya. Berteriak dalam hati mencoba untuk berhenti. Sia-sia, ia merasakan hal yang belum
pernah dirasakan selama ini. Memejamkan kedua matanya untuk menghilangkan semua ingatan menjijikan. Tidak ada waktu untuk menangis dan meratapi apa yang terjadi. Sekarang hanya perlu menjadi anak baik, fokus kuliah, mencari kerja dan kembali ke pelukan Ayah.

Seharusnya Angel mendengarkan perkataan Ibu untuk berhati-hati terhadap semua orang. Sekejam apa Ibu tiri, ibu kota lebih dari itu. Menghapus air mata yang membasahi pipinya. Angel menghembuskan nafas pelan dengan kedua mata terpejam. Ia membiarkan angin malam menyapu
wajahnya. Menerbangkan rambutnya ke belakang.

"Udah enak kan?" Angel membuka matanya cepat.

"Lo bisa sakit kalau lama-lama duduk di sini."

"Kok nggak bilang udah pulang?"

"Gue udah ketuk pintu. Lo kebanyakan melamun."

"Maaf."

Nando tersenyum. Memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Bokongnya menyandar pada balkon menghadap Angel yang duduk di kursi.

"Lo aman. Mulai sekarang nggak akan ada orang yang bisa sentuh ataupun melukai lo." Angel tersenyum dan mengangguk. "Jangan sedih lagi."

"Kenapa kamu nolongin aku dan baik banget sama aku?"

"Karena lo emang pantas mendapatkan pertolongan dan kebaikan." Angel menundukkan kepalanya.

"Lo pasti trauma. Gue tahu lo cewek baik-baik, dan
nggak seharusnya lo kenal dan berurusan sama Alex." Angel seketika mendongak. "Gimana awalnya cewek kayak lo bisa kenal sama dia?"

Angel menatap langit gelap di hadapannya. Mencoba mengingat kembali. "Kejadiannya sama saat aku pertama kali ketemu sama kamu." Manda memberikan seulas senyuman pada Nando. "Berawal dari jaket. Waktu itu lagi hujan deras, Alex berteduh tepat di sebelah aku. Dia kasih jaketnya, awalnya aku nggak mau. Tapi dia bilang pakaian
aku transparan." Angel tersenyum kecil mengingat kejadian malam itu.

"Migel nggak sebaik itu untuk orang yang pertama kali dia temui."

"Aku pikir juga gitu. Setelah beberapa bulan aku kenal sama Dia. Alex tidak seram seperti wajahnya. Dia baik, tidak peduli bagaimana Alex memperlakukan orang lain. Yang terpenting dia baik sama aku. Awalnya aku juga menghindar. Jujur ini pertama kalinya aku mengenal dunia asing. Playboy, kejam, dingin, dan one night stand. Aku tahu Alex brengsek. Tapi Alex tidak pernah melakukan semua hal itu sama aku. Dan aku sadar, Alex menjaga agar aku tetap aman."

"Lo suka sama dia?"

"Em?" Manda mengerjap. "Suka, dia baik sama aku"

"Suka sebagai lelaki dan perempuan. Dalam artian, lo jug mengharapkan Alex jadi milik lo." Manda menggeleng.

"Kalau kamu berfikir suka mengarah ke suatu hubungan percintaan. Kayaknya nggak. Suka bukan tandanya cinta, meski aku belum pernah merasakan jatuh cinta." Angel menghembuskan nafasnya. "Karena Alex bukan orang yang bisa berkomitmen dengan hubungan seperti itu. Kak Luna yang bilang."

Nande melipat tangannya di dada. "Yang gue tahu, Kalau Alex udah bilang ataupun menyabotase menjadi miliknya. Dia akan mencari cara mendapatkannya, termasuk lo, dan gue nggak mau dia berbuat hal yang nggak lo pikirin sebelumnya. Alex nggak sebaik itu. Banyak cewek cantik berkeliaran disekitarnya. Bahkan rela menyerahkan tubuhnya secara cuma-cuma pada Alex. Lo ngerti maksud gue? Kalau dia gak bisa dapetin dengan cara halus, dia akan melakukan cara lainnya."

Angel terdiam sejenak. "Apa Alex sangat berbahaya?"

Nando mengangguk. "Lo harus hati-hati, Alex orang yang brutal." Angel memaksakan sebuah senyuman. Mengeratkan selimut yang melilit tubuhnya. Angel sedikit tidak setuju dengan apa yang dikatakan Nando tentang Alex.

Mungkin Angel terlalu cepat mengenal Alex . Aura kejam memang sangat kental saat bersama Alex, dan Angel merasakan aura lebih kejam dan kental saat bersama Nando.

"Aku akan jauhin dia." Ujarnya tersenyum kecil. Angel rasa itu kalimat yang bisa membuat Nando berhenti menatapnya seperti santapan restoran bintang lima.

"Kalimat itu yang gue tunggu." Nando mengusap lembut pucuk kepala Angel.

"Gue beli makanan. Ayo masuk dan melupakan orang-orang kejam itu."

-

Alex menghembuskan nafasnya dan memejamkan kedua matanya kembali. Leon mengedarkan pandangannya, apartemen sudah seperti kapal pecah. Pemandangan seperti itu memang sudah sangat biasa, sekarang lebih parah, banyak serpihan kaca di lantai.

"Gue diam waktu lo main sama Lily. Lo perintahin gue sama Bimo untuk jemput dia pulang kerja, sementara lo main sama Lily. Lo bilang mau fokus
kuliah, kuliah di mana? Selangkangan Lily?" Tanya Leon sakartis.

"Karna lo, Brayn jadi orang yang paling bersalah disini. Kalau aja lo nggak perintahin dia jemput Angel, Mona yang terobsesi sama Bimo nggak akan ngelakuin hal ini." Alex menghembuskan nafasnya pelan.

"Kalau lo nggak bisa lepas dari Lily. Lo lepasin Angel. Banyak cowok yang lebih baik dan sangat baik yang pantas buat dia. Lo nggak perlu mengklaim Angel sebagai punya lo kalau lo gak bisa jaga dia dan masih kepikiran buat balik ke selangkangan Lily." Leon menghembuskan nafasnya. Alex sama sekali tidak bergeming.

"Jujur aja, ya, Lex. Gue nggak ngerti sama cara kerja otak lo. Brengseknya lelaki kalau cari cewek buat dijadiin istri tentu milih cewek yang baik. Meski yang baik gak selalu mau sama orang bangsat. Sedangkan lo?"

"Lo rusak Luna, bangsat." Alex menatap tajam Leon.

"Seenggaknya gue nggak pernah rusak anak orang."

"Oke, gue akui. Tapi gue nggak tinggalin setelah tidur sama dia. Sampai sekarang gue masih setia meski masih main sama yang lain. Luna prioritas, demi dia gue berusaha jadi cowok baik. Luna selalu nuntun gue kejalan yang lebih baik. Itu maksud gue, Lex. Orang yang bisa bawa kita kembali, karena kita udah salah dari awal. Luna nggak maksa gue untuk
berubah instan, tapi perlahan. Lo nggak mikir ke sana, karena dalam kamus lo nggak ada namanya terikat apalagi jalin hubungan serius dengan satu orang perempuan. Apalagi pernikahan."

Alex merubah posisinya menjadi duduk santai. Mengambil bungkus rokok, sadar tidak ada yang tersisa, Alex meremasnya dan melemparkannya kasar. Leon menghembuskan nafasnya pelan. Mengambil bungkus rokok di saku belakang celananya lalu ia lemparkan pada Alex .

"Gue jelasin sekali lagi. Angel lagi sama Nandeo. Kali aja lo lupa siapa Nando." Migel menghidupkan rokoknya, menghisapnya kasar. "Gue sebenernya
nggak mau bilang, tapi beberapa hari terakhir, Angel selalu pulang dijemput sama cowok itu, karena gue selalu datang terlambat buat jemput. Gue udah lama tahu kalau Nando udah pulang, Bimo yang kasih tahu gue. Kalau sampai Nando menyabotase Angel miliknya, gue harap lo nggak menyesal. Nando nggak pernah main-main soal apapun." Ujar Leon sebelum meninggalkan Alex.

Hening. Kepergiaan Leon membuat pandangan Alex kosong. Alex menatap kertas di hadapannya, membakarnya dengan ujung putung rokok. Setelah bergelut lama dengan hati dan pikiran, akhirnya Alex mengambil kunci motornya, pergi dengan langkah
lebar keluar dari apartemen.

Ernando. Alex tidak pernah melupakan nama brengsek itu. Satu-satunya orang yang berhasil mengalahkannya di ring adalah Nando. Ada suatu konflik membuat Alex dan Nando tidak mungkin berdamai. Dari awal pertemuan saja, keduanya sudah memutuskan saling membenci satu sama lain. Awalnya Alex pikir Nando akan memanfaatkan Angel untuk mengancam dirinya karena tahu Angel miliknya. Semuanya berubah saat Alex melihat m kemarahan Nando semalam. Ada yang janggal pada Nando. Kilatan marah dan murka. Apa yang Angel lakukan sehingga Nando membuat perisai sendiri agar ia tidak bisa menyentuh Angel.

Alex mematikan mesin motornya ketika
mobil dihadapannya berhenti. Alex sengaja bersembunyi sehingga keberadaannya tidak diketahui. la sudah menduga jika Nando akan mengantarkan Angel pulang. Kedua orang itu baru saja keluar. Nando mengantarkan Angel sampai tangga. Sebelum pergi, mereka mengobrol ringan dan Nando mengusap kepala Angel sebagai salam perpisahan. Membuat Alex meremas handel motornya dengan keras ketika melihatnya.

Angel memberikan lambaian tangan mengiringi kepergian Nando sebelum berlari masuk ke kamarnya. Alex menatap pintu kamar yang tertutup itu lama sebelum akhirnya menghidupkan mesin dan pergi dari sana.

Tanpa Alex sadari, Angel mengetahui keberadaannya. Meski sedikit jauh, Angel yakin itu Alex. Lelaki itu tidak menjemputnya, bahkan tidak berniat untuk menemuinya ataupun
menghubunginya setelah kejadian itu. Angel meletakkan tasnya. Duduk di pinggir kasur miliknya. Mengelus layar ponsel yang gelap. Karena terlalu lama menunggu dan mengharapkan sebuah pesan masuk, Angel tertidur dengan tangan menggenggam ponsel.

Angel kembali melakukan rutinitasnya, bersiap untuk berangkat ke kampus. Memastikan kamarnya terkunci lalu menghampiri lelaki yang sudah menunggunya.

"Maaf, lama ya." Ujar Angel merapikan rambutnya yang terkena angin. Nando menggeleng, tersenyum. "Aku udah bilang, aku bisa berangkat sendiri, nggak perlu jemput aku."

"Ayo masuk." Angel mengangguk. Menghempaskan pantatnya di kursi penumpang begitu Nande membukakan pintu mobil untuknya.

Tidak ada obrolan. Angel lebilh banyak diam dan menjawab seadanya saat Nando bertanya. Sampai di kampus, Angel kembali menjadi sorotan saat berjalan bersama Nando. Angel tidak pernah suka menjadi pusat perhatian.

"Udah, sampai sini aja. Kamu ke kelas sana." Angel menghentikan langkahnya.

"Aku bisa sendiri, dan aku gak pa-pa. Kamu tenang aja."

"Gue mau sama lo."

"Kita beda jurusan,"

"Nggak masalah beda jurusan. Yang penting sama soal perasaan." Ujar Nando mengedipkan sebelah matanya. Nando masuk kelas terlebih dahulu diikuti
Angel yang akhirnya menyerah mengusir Nando.

Tidak ada yang berani menatap Angel. Bukan merasa terjaga, Angel merasa tidak nyaman. Angel tidak bisa berbuat banyak saat ada temen sekelas menghampirinya dan ingin mendiskusikan soal materi pelajaran, Nando selalu menghalanginya. Mengintimidasi dan membuat teman sekelasnya malas berurusan dengan Angel. Melarang Nando saja Angel tidak berani. Nando selalu punya cela agar kalimat Angel selalu salah. Nando tidak mengizinkan seorangpun menyentuhnya. Tapi bukan seperti ini yang Angel inginkan. Bahkan orang yang awalnya tidak benci dan tidak punya masalah dengannya, memandang jengah dan ikut membencinya.

Demi menghindar dari Nando. Angelselalu bangun pagi dan pergi ke kampus sendiri. Bersembunyi sebelum kelas dimulai. Banyak mata pelajaran yang
Angel lewati, lebih baik membolos agar tidak bertemu Nando. Angel tidak ingin bertemu Nande ataupun berurusan dengan lelaki itu.

"Kenapa lo menghindar? Kasihan, dia mau banget ketemu sama lo." Tanya rekan kerjanya yang bernama Mawar, menguncir rambutnya asal menatap Angel lewat pantulan kaca.

"Cowok ganteng dicuekin."

"Dia udah pergi?" Mawar mengangguk, Angel menghembuskan nafasnya lega.

"Btw, cowok ganteng yang punya tindik di hidung nggak pernah kelihatan lagi. Kenapa?" Setelah memastikan rambutnya rapi, Mawar berbalik menatap Angel. "Alex kan namanya?" Angel hanya
menjawab dengan senyuman, menggunakan tas punggung lalu pamit pada Mawar.

Malam semakin dingin. Angel menarik retseliting jaket sampai ujung lehernya. Menutup kepalanya dengan hoddie jaket, memasukan kedua tangannya ke saku dan berjalan cepat. Takut jika kehujanan lagi karena suara gemuruh semakin keras.

Melewati sekumpulan lelaki yang duduk di
pinggir jalan. Banyak putung rokok dan botol minuman keras. Belum lagi suara music dari salah satu handphone sebagai penghantar kegilaan. Angel memilih jalan sebelah kanan, menghindar dari teriakan lelaki yang menyadari keberadaannya. Jantung Angel berdetak kencang dengan langkah
yang semakin cepat. Sepertinya, langkahnya kalah cepat dengan sebuah tangan yang berhasil menahan dan menariknya kasar. Angel berusaha
menahan agar tubuhnya tidak terseret.

"Kita ada tamu, nih." Orang yang menarik tangannya bersuara.

Suara sorak langsung mendominasi saat Angel hadir. Merasa tidak ada yang bisa menolongnya meski Angel berteriak sekalipun, ide cemerlang datang begitu saja.

Angel menggigit tangan lelaki yang menggenggam tangannya. Tidak sampai di situ, setelah tangannya berhasil lolos, Angel langsung menginjak kakinya dan segera berlari sekuat tenaga tanpa menoleh ke belakang. Angel tertawa sambil berlari, merasa bangga bisa menghajar orang itu, seakan membebaskan sebuah negara dari serangan monster, itu yang Angel rasakan sekarang. Karena keasikan tertawa, Angel sampai tersandung kakinya sendiri dan membuatnya jatuh terjerembab ke depan.

"Aduhh." Ringisnya bangkit berdiri. Tidak ada yang terluka, Angel bersyukur ia selalu menggunakan celana jins.

Membersihkan seluruh tubuhnya dari tanah, Angel berfikir ia sudah berlari sejauh mungkin, dugaannya salah saat sadar ia hanya berlari sekitar sepuluh meter. Angel tertegun. Mungkin jika ia tidak jatuh, Angel tidak akan pernah tahu apa yang terjadi di hadapannya saat ini. Meski gelap, Angel bisa mengenali lelaki yang sedang menghajar orang-orang yang mengganggunya tadi, itu adalah Alex.

Ringisan terdengar dari bibir orang yang dihajar Alex. Hatinya merasa damai saat melihat wajah Alex. Sudah sangat lama. Lama sekali sampai Angel merasa merindukan wajah yang kadang membuatnya takut. Super bossy.

Orang yang dihajar Alex sudah tekapar. Alex berdiri menghadapnya, Angel yakin Alex juga menatapnya. Keduanya tidak bergeming. Untuk beberapa menit,
Angel akhirnya berjalan mendekat. Semakin ia mendekat, Alex melangkah mundur, menghindarinya. Manda semakin mempercepat langkahnya membuat Alex berbalik badan dan langsung melesat pergi dengan motornya sebelum Angel berhasil mencegahnya.

Apa yang membuat Migel tidak ingin menemuinya? Kenapa Alex menjauhinya? Kenapa Alex kembali
seperti di awal pertemuan mereka. Memperhatikannya dari jauh, melindunginya dari jauh tanpa berniat mendekat. Seharusnya Angel yang menghindar. Siapa yang salah di sini? Angel tahu, Alex selalu mengikutinya. Alex selalu melindunginya tanpa ia minta. Jika Alex ingin menjauh, seharusnya tidak perlu peduli lagi pada Angel . "Migel."

-

"Angel?" Angel kaget melihat Nando sudah berdiri di sebelahnya, menyandarkan punggungnya di tembok dengan kedua tangannya terlipat di dada.

"Lo menghindar?"

"Em?" Angel mengerjapkan matanya. "N-nggak, kenapa?" Angel berusaha untuk bersikap tenang. "Kamu ngapain?"

"Tungguin lo." Angel menggaruk kepalanya. Nando berjalan maju, membuat Angel mundur dengan
sendirinya. "Gue salah? Bilang kalau iya, jadi gue bisa tau dimana salahnya." Manda menunduk, menatap ujung sepatunya. "Lo nggak suka dekat sama gue?"

"Nggak!"jawab Angel cepat. Manda jujur, ia bukanya tidak suka tapi tidak nyaman.

"Terus?"

Angel menggigit bibir bawahnya, mempererat pelukannya pada laptop yang sedang ia bawa. "Aku nggak nyaman." Ujarnya pelan.

"Apa?" Tanya Nando tidak bisa mendengar.

Angel menghela nafasnya pelan. Ia menatap Nando dan berkata. "Aku nggak nyaman. Bukan maksud aku mau nyakitin hati kamu, tapi aku sedikit terganggu dengan kehadiran kamu. Maaf ya, aku
mau kok temenan sama kamu. Aku tau maksud kamu baik, kamu mau melindungi aku. Makasih ya."

"Terus apa masalahnya?"

"Yah, itu masalahnya. Karena kamu dekat sama aku. Orang-orang yang mau deketin aku pada kabur semua. Maaf."

Nando terkekeh pelan. "Lo jujur banget."

"Em?"

"Oke, gue akan jaga jarak." Angel tersenyum. "Tapi gue tetap gak ngizinin mereka dekat sama lo."

Angel mendengus pelan. "Ya udah, aku masuk dulu. Kamu nggak perlu ikut, masuk kelas kamu sana. Nanti kalau aku pulang, aku kasih tau."

"Oke, Nanti makan siang bareng, ya." Angel mengangguk. "Angel?"

"Em?" Angel menoleh. "Kenapa?"

"Lo, milik gue."

Silahkan beri kritik dan saran untuk bahan evaluasi saya kedepannya. Terima kasih.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience