3. Kepemilikan

Romance Completed 1105

Bungkus makanan, kulit kacang, cup mie instan menumpuk ditempat sampah dan westaffel. Puntung rokok dan kaleng minuman tersebar diseluruh ruangan. Beginilah pemandangan apartemen Alex sekarang. Padahal ia baru tinggal satu minggu di sini. Baru satu minggu, apartemen mewah yang tadinya begitu bersih dan mengkilap kini tampak seperti tempat pembuangan sampah.

"Lex!? Astaga belum bangun juga!?"
Leon membuka selimut yang menutupi tubuh Alex. Membuka gorden kamar yang membuat Alex mengumpat kasar. "Udah jam sebelas, Lex. Orang-orang udah pada nyari makan siang, lah lo? Makan pagi aja belum."

"Ngapain, sih!?" Alex menendang bantal yang menghalangi jalannya menuju kamar mandi. Membasuh muka dan menggosok gigi.

"Lo gak berniat nyari pembantu buat bantu beresin kamar lo yang sebelas dua belas sama kayak tempat pembuangan sampah?"

"Kenapa nggak lo aja? Itung-itung bayar hutang."

"Ya ampun, Lex. Gue kan udah minta maaf, uang lo juga udah balik lagi kan. Gue cuma mau bantuin lo. Sebagai sahabat gue gak mau liat lo ngegembel." Alex melempar handuk di pundaknya ke wajah Leon. "Eh, asem kampret!"

"Lo gak mikir badan gue remuk ngumpulinnya?" Leon mengikuti Alex keluar dari kamar. "Bersihin apartemen gue."

"Lex, gue ada kelas siang ini,"

"Menurut, lo?"

"Serah, lo. Gue masih mau lulus kuliah," Leon duduk dan mengambil makanan ringan di atas meja.
"Lily telpon gue, dia nanyain lo kemana seminggu ini gak keliatan. Gue jawab aja kalo lo gak keluar ring."

Alex merebut makanan ringan yang ada dipangkuan Leon, mendorongnya dengan kaki hingga ia jatuh di lantai. "Santai mas bro! Aduh sakit anying, dorongan lo ibarat tendangan buat gue, Lex!" Alex tidak menghiraukannya. Ia menyetel TV untuk mengisi kekosongan.

"Belum ketemu lagi sama cewek yang lu ceritain waktu itu?"

"Em,"

"Asli, penasaran gue." Leon mengalungkan tasnya. "Gue mau ngampus dulu. Tuh udah gue beliin makanan buat lo, kurang perhatian apa lagi gue sama jomblo kayak lo,"

Kepergian Leon membuat Alex kembali dalam pelukan selimut. Seperti itulah kegiatan Alex di siang hari. Ia hanya akan keluar dari apartemen pada malam hari.

Sudah tiga bulan ia tak masuk kuliah. Sebenarnya Alex tidak begitu tertarik dengan bangku kuliah. Ia benci belajar dari buku. Selama sebulan ini, ia habiskan malamnya di atas ring untuk mengembalikan uang tabungannya yang akhirnya terkumpul. Sekarang tidak ada yang bisa mengaturnya, memerintah ini dan itu. Dengan uangnya sendiri, dia bisa membeli apapun seperti apertemen dan makanan untuk beberapa tahun kedepan.

Alex mengerjapkan matanya saat pemandangan menjadi gelap. Mencari ponselnya hanya sekedar untuk melihat jam. Alex berjalan dengan ling-lung, menuju kamar mandi untuk membasuh tubuhnya sebelum ia pergi.

Langit sudah berubah. Bintang bertaburan menghiasi langit malam. Alex memarkirkan motornya di depan Kafe yang pengunjungnya cukup ramai. Memesan minuman. Ia memilih duduk di balkon karena ia seorang perokok aktif. Jadi dia duduk di balkon untuk menghindari asap rokoknya mengganggu pengunjung lain.

Karena duduk di balkon pandangannya jadi lebih luas. Ia bisa melihat jalanan yang macet dan orang berlalu-lalang. Alex dengan spontan menoleh ketika mendengar suara keras yang menghantam lantai. Karena pintu dan jendela terbuat dari kaca, jadi semuanya bisa dilihat dari balkon.

Seorang pelayan tidak sengaja menyenggol gelas salah satu pengunjung. Sepertinya pengunjung yang satu ini tidak bersahabat, dia membentak dan menyalahkan pelayan perempuan. Semua mata terfokus kesana tak terkecuali Alex. Ia melihat perempuan itu sudah meminta maaf berkali-kali sambil membersihkan serpihan gelas yang pecah.

Alex menghembuskan nafasnya malas, kemudian berbalik dan kembali menatap jalanan. Saat itu juga lelaki disebelahnya pergi membuka pintu kaca dan suara pelayan yang meminta maaf itu terdengar oleh Alex.

Suara yang tak asing baginya. Tentu saja Alex masih ingat dengan suara perempuan itu. Otaknya seperti sudah di atur untuk selalu mengingat suara yang begitu sexy ditelinganya. Ia kembali menoleh ke arah perempuan itu untuk memastikan kalau pendengarannya tidak salah. Dan ya, pendengaranya tidak salah karena itu memang perempuan yang waktu itu.

Apa ini? Apakah ini bisa disebut takdir atau hanya kebetulan untuk yang ketiga kalinya?

Alex tersenyum tipis yang nyaris tak terlihat dalam sebulan ini.

Ditatapnya punggung yang membelakanginya. "Tiga." ucapnya pelan. Senyum manis yang membuat kaum hawa meleleh terlihat untuk oertama kali setelah sekian lama. Senyuman yang menampilkan deretan giginya yang rapih. Sungguh, sungguh senyumannya bisa membuat perempuan yang melihatnya terpesona.

Sayangnya senyuman itu tak bertahan lama. Menghilang dalam sekejap dan berubah menjadi emosi. Alex mengatupkan rahang dan mematikan rokoknya. Mungkin ia tidak bisa mendengar percakapan mereka yang ada di dalam. Saat Alex mendorong pintu kaca, kata-kata hinaan, cacian ledekan terdengar begitu kasar.

"Dasar jalang!? Lo mau ganti baju gue? Lo pikir lo mampu beli baju mahal gue? Dengan gaji lo setahun aja belum tentu bisa beli baju ini."

Sepertinya mereka sedang mengadakan reuni yang menjadi ajang pamer kedudukan dan kekuasaan. Banyak orang yang tertawa diantara mereka saat melihat lelaki itu memaki pelayan, tapi ada juga yang diam karena merasa sikap lelaki itu terlalu berlebihan.

"Lo tau kalau bokap gue pejabat pebting di Negara ini. Permintaan maaf lo aja gak akan cukup kecuali lo mau ikut gue pergi ke hotel mal-" belum sempat menyelesaikan kalimatnya, ada sebuah pukulan telak pada wajahnya. Semua orang terkejut dan menutup mulut, hingga terjadi keributan. Menjadi pusat perhatian.

Alex yang meninju lelaki itu sampai terlempar cukup jauh dari posisi awalnya. Temannya langsung menolong lelaki itu berdiri. Darah segar sudah mengalir dari sudut bibirnya.

"Minta maaf." Ucap Alex dingin. Lelaki yang Alex pukul terlihat sangat geram.

"Gue? Lo nyuruh gue minta maaf sama dia?" Seharusnya Alex memukulnya lebih keras tadi agar orang itu tidak bisa berbicara lagi. Lelaki yang baru Alex ketahui namanya adalah Frank, tersenyum sakartis menganggap remeh perempuan di samping Alex.

"Kenapa gue yang harus minta maaf, padahal dia yang salah. Lo liat, baju mahal gue basah larena pelayan gak becus kayak dia!" Alex sudah sangat geram sekarang. "Lo tau seberapa mahal semua barang yang gue pake? Lo--"

Belum selesai bicara Frank terdiam melihat Alex meletakkan secarik kertas di atas meja dengan hentakan keras.

"Lo gila!?" Frank menggelengkan kepalanya. "Lo mau ngabisin uang lo buat cewek jal-"
Frank menghentikan kalimatnya melihat Alex akan memukulnya kembali.

"Jangan!" seru perempuan itu sambil menahan lengan Alex. "Jangan," ringis perempuan itu memohon dengan mata terpejam untuk tidak memukul Frank lagi.

Melihat perempuan itu memohon, perlahan Alex menurunkan tinjunya. "Lunas. Sekarang lo minta maaf sebelum gue rontokin semua gigi lo."

Frank terlihat ketakutan. Ia jelas masih merasa kesakitan akibat pukulan Alex yang pertama. Ia buru-buru merapikan penampilan dan membaca Name Tag perempuan itu.

"Angelista, gue minta maaf,"

"Iya. Saya minta maaf juga,"

Frank menatap Alex angkuh. "Jalang lo-"
Hantaman diwajahnya tidak bisa dihindari lagi.

Alex duduk di atas motornya. Memperhatikan satu persatu otang yang keluar dari Kafe yang sudah tutup. Perempuan yang baru Alex ketahui namanya itu berjalan menghampiri setelah berbincang dan berpamitan pada teman kerjanya.

Angel sudah berdiri di hadapan Alex. Tangannya terulur ke depan, memberikan apa yang dia bawa.
"Kamu pernah bilang kalau dipertemuan kita selanjutnya aku baru bisa kembaliin. Ini jaket kamu, makasih ya," Alex tersenyum tipis, mengambil jaketnya. "Makasih juga buat yang tadi. Aku akan bayar ke kamu, tapi gak bisa sekaligus."

"Bayar pake apa? Tubuh lo?" Ahh sial! Alex menyesal mengatakannya. Kenapa hanya kata vulgar yang ia lontarkan saat ada Angel. "Canda."

Meski awalnya Angel shock mendengar ucapan Alex, tapi ia langsung tersenyum kembali. "Kamu tenang aja, aku gak akan kabur kok-" Jelas, udah gak ada jalan kabur dari gue sekarang. "Aku kerja di Kafe ini, jadi kamu bisa tagih aku ke sini sebulan sekali."

"Lo gak perlu bayar. Uang segitu gak ada artinya buat gue. Gak usah dipikirin."

"Aku gak bisa hutang ke orang. Pasti aku lunasi. Oh iya, namamu siapa? Aku lupa."

Alex mengulurkan tangan dan disambut oleh Angel.
"Aku Angelista, panggil Angel aja."

"Alexander."

Angel mengangguk dan menarik tangannya. "Kalau gitu, aku pulang dulu. Nanti busnya keburu pergi," ujar Angel.

"Sama gue aja," Alex menahan lengan Angel. Sepertinya perempuan ini tidak suka disentuh. Alex segera melepas tangannya. "Gue gak punya penyakit menular kok," jelas Alex. "Sama gue aja."

"Nggak usah, aku bisa oulang sendiri. Makasih ya," Alex segera turun dari motor. Berjalan mendekati Angel yang dengan otomatis membuatnya mundur menjauh. Namun Alex dengan cepat menahan Angel hingga tidak bisa bergerak. "Kamu, mau apa?" Alex memeluknya.

Alex mengeluarkan sesuatu seperti setempel yang kemudian ia cap di belakang leher Angel. "Lo, punya gue." Ujarnya pelan sebelum melepas pelukannya.

Angel meraba lehernya dengan panik. "Kamu apain leherku?"

"Cap Kepemilikan."

"Hah?!"

"Lo, lupa dengan apa yang pernah gue bilang waktu itu? Gue udah kasih li kesempatan buat kabur dari gue, tapi kita malah ketemu di sini. Jadi lo gak akan bisa kabur lagi."

"Maksudnya apa? Aku gak ngerti," Alex melepas ikat rambut Angel hingga rambutnya tergerai. "Kenapa dilepas ikat rambut aku?" Tanyanya lagi dengan panik.

"Ada tato di belakang leher lo. Kalau ada orang yang lihat pasti akan salah paham. Jadi lo harus tutupin dengan rambut lo. Itu permanen, gak akan bisa hilang kecuali lo potong leherlo sendiri." Angel terkejut, matanya membulat, ohh Alex menyulainya. Wajah panik dan takut mulai terlihat.

" Ayo naik, gue an--" Alex tidak melanjutkan kalimatnya melihat orang yang ia ajak pulang bersama berlari meninggalkannya.

Alex merasa geli melihatnya. Pergi aja, kemana pun Angel pergi, Alex pasti bisa menemukannya.

Karena Angelista, adalah miliknya.

Namanya Angelista Wilkson. Perempuan sederhana tetapi mempesona yang Alex Young temui secara tidak sengaja di malam yang hujan itu.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience