1. Pertemuan

Romance Completed 1120

Hujan turun dengan deras dari jam lima sore. Setelah hampir dua jam, air mulai menggenangi lubang di jalanan. Tak ada kendaraan roda dua yang melintas di jalan. Hanya ada pemilik kendaraan roda empat yang terus melaju dengan kencang tanpa peduli cipratan air dari ban mobil mereka mengenai orang-orang yang sedang berteduh. Derasnya hujan tak menghentikan langkah seorang kakek yang mendorong becaknya dengan tertatih. Ia tidak berteduh karena keluarganya menunggu dirumah. Hanya untuk pergi makan bersama keluarganya, dia nampak sangat bahagia meski tubuhnya basah dan menggigil kedinginan. Baginya bahagia itu sangat sederhana, bisa makan bersama keluarga kecilnya merupakan suatu kebahagiaan besar bagi dirinya. Walaupun bukan makanan mewah namun kebersamaannya yang sangat berharga. Bahkan kebersamaannya itu takkan pernah bisa dibeli dengan uang.

Derasnya hujan yang diikuti angin kencang membuat dedaunan jatuh dari tangkainya dan membuat suasana malam itu terasa mencekam meski baru jam tujuh malam. Jalanan yang sepi karena hujan. Hanya ada sebuah Kafe yang masih buka. Pemilik Kafe itu terlihat tidak ramah, dengan tatapan yang tajam dan ia memiliki beberapa tato disekujur tubuhnya. Di depan pintu Kafe itu terlihat banyak orang yang sedang berteduh. Ada juga orang yang nekat menerobos hujan karena dia pikir hujan tak akan reda. Mereka takut jika terlalu lama berteduh dijalanan yang kata orang angker dan sering terjadi pembegalan atau perampokan.

Dalam Kafe itu nampak ada satu pelanggan laki-laki yang duduk sambil ditemani secangkir teh. Ia sengaja meminum tehnya secara perlahan sambil menunggu hujan reda. Perlahan orang-orang yang berteduh didepan Kafe itu mulai beranjak karena hujan yang mulai mereda. Lelaki itu pun meraih jaketnya kemudian beranjak dan pergi untuk membayar pesanan. Setelah membayar pesanannya, lelaki itu lekas keluar dari Kafe. Saat dia baru saja keluar dari Kafe, hujan yang tadinya mulai mereda kembali mengguyur dengan begitu deras seakan hujan tak mengizinkannya pergi dari tempat itu. Lelaki itu menyandarkan tubuhnya ke dinding dengan kedua tangan dimasukan ke saku jaket.

Percikan dan ringsikan kecil yang awalnya terdengar jauh semakin lama semakin mendekat. Dengan langkah lebar dan suara nafas lega saat berhasil berteduh. Nafasnya naik turun dengan cepat. Jemarinya membersihkan tas punggung yang ia pakai didepan dada.

Lelaki itu bernama Alexander, menatap perempuan yang baru saja sampai dan berdiri disebelahnya. Aroma bunga Lavender langsung masuk dalam indra penciumannya. Untuk sesaat dunia Alex bagai terhenti. Suara hujan yang tadi begitu bising seakan lenyap dan terasa sunyi.

Perempuan itu mengedarkan pendangan kedalam Kafe dan bertemu tatap dengan pemilik Kafe yang seram itu. Sambil tersenyum sopan ia pun berbalik dan kembali menatap jalanan. Alex melihat semuanya, bagaimana ia tersenyum. Kaos putih polos perempuan itu terlihat basah dan menampakkan pakaian dalamnya. Alex paham kenapa ia mengenakan tasnya didada. Perempuan itu menatap Alex dan memberi seulas senyum.

Alex mulai resah melihat perempuan itu ingin beranjak. Tanpa sadar tangannya menahan lengan orang yang akan pergi. Perempuan itu juga nampak bingung dan ada ketakutan dimatanya. Alex sedikit terkejut dan buru-buru melepaskan tangannya. Melepaskan jaket yang ia pakai dan memberikannya pada perempuan itu.

"Nggak usah Mas, makasih. " Tolaknya dengan sopan, seperti takut perkataannya menyinggung Alex.

"Baju lo tuh..." Alex diam sesaat sambil menatap lama perempuan itu. "Transparan, pakaian dalam lo juga keliatan."

Perkataan Alex sukses membuat kedua mata cantik itu membulat. Alex tersenyum miring. Dia juga merasa kalau perkataannya barusan terlalu vulgar untuk perempuan yang baru saja ia temui.

Perempuan tersebut terlihat gelisah. Berusaha menutupi dirinya. Alex menarik lembut tangannya sambil memberikan jaket miliknya. "Pake aja, kecuali lo emang berencana menggoda lelaki dengan penampilan lo yang sekarang." dan untuk kedua kalinya mata cantik itu membuat kaget mendengar ucapan Alex. Dan untuk kedua kalinya juga Alex menyesal denganucapannya. Kenapa hanya kata-kata vulgar yang bisa dia ucapkan saat ini?

Perempuan itu akhirnya mengambil jaket Alex dan memakainya. Perempuan itupun mengulurkan tangannya. "Kenalin-"

"Alex." Ucap Alex sambil membalas jabatan tangannya dengan cepat. "Jangan sebutin nama lo." perempuan itu terlihat bingung dengan menaikan satu alisnya yang entah kenapa Alex menyukainya. "Karena gue bisa cari tau itu." Alex melepaskan tangannya saat itu ia merasa ada getaran aneh ketika bersentuhan dengan perempuan itu.

"Jaket, kamu?"

Suaranya terdengar sexy ditelinga Alex padahal perempuan itu mengatakannya dengan intonasi yang biasa.

"Pertemuan ke tiga, saat ketidaksengajaan berubah menjadi Surga atau Neraka. Lo masih punya dua kesempatan untuk lari sejauh mungkin kalo lo masih mau liat apa itu surga. Setelah itu, lo gak akan pernah bisa lari dari gue."

Perempuan itu tersenyum kikuk. "Maksudnya, apa yah?"

Alex mencoba menenangkan diri ketika perempuan itu kembali bersuara. Terdengar menggelitik ditelinganya. Alex belum pernah mendengar suara seperti itu sebelumnya.

"Bukan apa-apa." Alex segera berjalan menuju motornya yang terparkir di depan Kafe karena hujan sudah reda.

"Tunggu!" Perempuan itu menghampirinya dengan cepat ketika Alex ingin menghidupkan motornya. Alex mengumpat dalam hati dengan kasar ketika perempuan itu menghampiri dan memegang lengannya. Tidak tahu apa, Alex sedang mengendalikan nafsu bejatnya.

"Maksud kamu, aku bisa ngembaliin jaketmu saat kita nggak sengaja bertemu dikemudian hari?" Alex mengangguk sambil menahan nafas. Setelah melihat anggukan Alex perempuan itupun melepaskan tangannya dan Alex segera membuang nafas seperti dia baru saja keluar dari dasar kolam.

"Baiklah, kalau gitu aku pergi dulu. Semoga kita bisa bertemu lagi." Pamitnya sambil memberi senyum yang manis pada Alex, kedua lesung pipinya terlihat sempurna. Alex kembali tercekat mendengar ucapan perempuan itu.

"Sadar Lex, kontrol." Ujarnya sambil mengelus dada perlahan, namun tidak bisa. Alex kembali melihat punggung perempuan itu yang pergi menjauh. "Pertama." gumamnya, lalu senyum miring terukir diwajahnya.

Jalanan setelah hujan nampak sepi. Ada beberapa Kafe yang baru saja dibuka. Warna warni lampu kota mulai menyala. Alex mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Menaati lampu lalu lintas untuk berhenti, sungguh itu sebuah kemajuan yang pesat. Padahal tidak ada kendaraan lain selain dirinya disana. Suasana jalan yang Alex lewati lebih mencekam dari sebelumnya. Lampu jalan hanya ada di persimpangan, menandakan tidak banyak lampu penerangan yang ada disitu.

Alex menurunkan laju motornya ketika melewati sebuah gang kecil. Genangan air hujan menodai sepeda motornya. Alex berhenti dan sudah disambut dengan dentuman musik, dia pun memasuki rumah tua itu lewat pintu belakang.

"Sorry gue telat," Ucap Alex sambil membuka helm, dan meletakkannya di meja. Lelaki yang menunggunya menghembuskan nafas lega setelah melihat Alex datang.

"Gue pikir lo absen lagi malam ini," Leon mengusap dadanya berkali-kali. Alex langsung mengganti bajunya dengan kaos hitam tanpa lengan yang terlihat pas pada bentuk tubuhnya yang kekar dan mengenakan celana boxer.

"Berapa?" tanya Alex sambil mengenakan Hand Wrap pada lengannya.

"Lumayan, dia juga masih pemula. Jadi lo gak usah khawatir."

Alex berjalan menuju sebuah ruangan bawah tanah yang sangat luas, dan ditengah ruangan itu terdapat sebuah ring tinju. Sudah banyak sekali orang yang berkumpul mengelilingi ring. Mereka bersorak saat melihat Alex muncul bahkan ada yang berteriak histeris. Namun Alex sama sekali tidak peduli dengan sorakan mereka, dia tetao berjalan menuju ring dengan wajah dingin. Tapi siapa sangka, karena sikap dingin Alex inilah mereka menyukainya.

Sosok dingin dan tak tersentuh. Jangan berharap lebih, dibalas pandang olehnya saja sudah merupakan sesuatu yang luar biasa. Siapa yang tidak mengetahui nama dan wajahnya. Alex adalah seorang petarung handal yang oenuh misteri. Bertarung hanya seledar hobi yang menghasilkan uang baginya. Alex sering mengikuti pertandingan ilegal dan hanya kalah satu kali. Dengan wajah tampan dan tubuh yang atletis, perempuan mana yang tidak tergila-gila padanya.

Keringat membasahi kaos yang Alex kenakan. Sehingga menampilkan otot perutnya yang sempurna. Teriakan para wanita semakin keras, berharap Alex melirik mereka. Lawan bertarungnya kali ini adalah seorang amatiran, jadi dia tidak perlu menggunakan pelindung kepala. Dalam hitungan detik Alex membuat lawannya terhuyung dan jatuh. Sebenarnya jika dia ingin, Alex bisa saja menyelesaikan pertandingan itu dengan sekali pukulan. Namun Alex ingin memberi kesempatan pada petarung amatir yang bernama Andre ini. Tepat setelah dua menit Alex melancarkan serangan pada Andre yang membuat Andre terkapar di atas ring. Sorak sorai penonton langsung bergemuruh ketika hal itu terjadi. Alex berjalan kearah Andre dan kemudian berkata.

"Temui gue setelah lo ngerasa sudah berlatih dengan cukup keras."

Andre menatap kepergian Alex sebelum kesadarannya hilang.

Tidak ada yang berani mengusik Alex jika tidak ingin berakhir mengenaskan. Dalam beberapa menit uang hasil bertarung tadi langsung masuk ke rekening miliknya. Dia akan menghabiskan uangnya dengan minum-minum, menyewa wanita dan lainnya. Termasuk sekarang. Dia sudah menggenggam sebotol anggur ditangannya. Bau rokok dan alkohol menyebar diseluruh ruangan.

"Lex, kenalin. Dewi," Alex mendongakkan kepalanya melihat perempuan yang dirangkul Leon, "Buat lo."

Alex melihat perempuan itu dari atas ke bawah. Cantik. Dewi mengenakan dress yang sangat terbuka sehingga menampakkan belahan payudaranya yang menggoda. Bibirnya merah merona. Tapi itu tidak membuat Alex tertarik. Saat ini satu-satunya wanita yang ada dalam pikirannya adalah wanita yang ia temui di depan Kafe itu.

"Lex?" Leon menegur Alex menunggu jawaban. Alex menggeleng.

Leon menyuruh wanita itu pergi. "Tumben lo gak mau, kenapa? Nyesel lo nolak, dia itu wanita yang, eeeeuuuhhhh! Tubuhnya Lex, perfect." Leon menjentikan jarinya dihadapan Alex yang tidak menanggapi. "Aaakh ngomong sama batu gue."

Alex mematikan rokoknya. Ia berniat pergi dari sana jika Leon tidak menghalangi. "Nantilah Lex. Buru-buru banget lo? Cuci mata dulu." Ucap Leon sambil menatap punggung perkasa yang meninggalkannya.

Pertemuan dua insan yang secara tidak sengaja, namun siapa sangka itu akan merubah kehidupan mereka

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience