8. Mendapatkanmu (part 2)

Romance Completed 1105

Lonceng pintu masuk Horison berbunyi pertanda ada yang masuk atau keluar. Tempat makan mewah yang strategis ini menjadi basecame Alex sejak SMA. Masuk Horison seperti rumah sendiri. Bangunan tiga tingkat itu memanjakan setiap pengunjungnya.

"In here, Bro!" Alex yang memang sedang mencari keberadaan seseorang langsung tertuju pada satu suara, Alex mengangguk. Ia menarik tali tas Angel
menghampiri Leon. Angel menurut. Mengikuti Alex dan senyuman lebar tercetak.

"Hai, kak."

"Hai, adik kecil." Sapa Luna seperti biasa. Tersenyum hangat padanya.

"Kenalin, Dia Leon, pacarnya Luna."

Dengan senang hati Leon mengulurkan tangannya terlebih dahulu dan di sambut Angel senang. "Leon. Panggil ayang, sayang, beb, cinta, terserah." Angel terkekeh.

"Angelista, panggil Angel aja."

"Cantik, sama kayak orangnya. Pantes Alex sembunyiin selama ini."

"Udah, lepasin. Modus lo." Alex menendang kaki Leon yang langsung melepaskan tangannya.

"Sakit sayang." Geram Leon mengelus kakinya.

Angel duduk berhadapan dengan Luna, Alex di sebelahnya. "Bimo, Mana?"

"Tadi gue jemput di apartemen lo. Ngebo dia, katanya males ngeliatin orang pacaran. "leon mengaduk minumannya, ia beralih pada Angel dan tersenyum manis. "Lo gak takut sama dia, Ngel?"

Angel menoleh, ia tersenyum lalu mengangguk. "Takut, serem."

"Tuh dengerin, jangan serem jadi orang." Alex menghembuskan nafasnya. Menarik buku menu.

"Mau pesan apa?" Angel mendekat, membaca menu yang ada disana. Setelah membaca lama, ia tidak terlalu mengerti.

"Ikut kamu aja." Jawab Angel akhirnya. Alex mengangguk lalu memanggil pelayan. Menyebutkan pesanannya. Tidak perlu menunggu lama, hanya perlu lima menit, kemudian pesanan datang.

"Kak Eon kuliah?" Mendengar panggilan Angel membuat ketiganya tersedak. Tanpa aba-aba, secara kompak mereka menenguk minuman masing-masing.

"Kak Eon," Luna tertawa keras.

"Panggilan yang keren." Leon mengedipkan sebelah matanya. Angel tersenyum kikuk. Sementara Alex menggelengkan kepalanya.

"Kuliah, kok," Leon kembali memasukkan nasi ke mulutnya. "Kenapa?"

"Terus kenapa kamu?" Angel beralih menatap Alex. Yang mendapat pertanyaan menyandarkan punggungnya ke belakang.

"Nah, paksa kuliah, Ngel. Susah banget kalau gue yang bilang. Siapa tahu dia luluh sama lo."

"Kak Eon juga jurusan HI? Atau beda?"

"Beda, gue bisnis. Katanya lo Managemen? Nanti bisa diatur buat jadi sekretaris pribadi gue." Leon menaik turunkan alisnya. Angel yang mendengar dirinya bisa jadi sekretaris, mengangguk dengan semangat.

"Kalau dapet izin dari gue." Alex angkat bicara

"Emang lo siapa? Suaminya? Pake acara ngelarang."

Alex mengerutkan alisnya, melirik Leon . "Najis."

"Lo nggak kuliah, Ngel?"

"Nggak ada jadwal, Kak Luna sendiri?"

"Di paksa bolos nih," Angel tertawa kecil.

Leon dan Luna pasangan yang sangat serasi. Yang satu cantik, yang satu ganteng. Jujur saja, Bagi Angel, Leon tidak kalah tampan dari Alex meski Alex lebih unggul. Ada yang membedakan antara Alex dan Leon. Meski sifatnya terlihat tidak ada bedanya, Leon memilih tidak melukis bagian tubuhnya. Jika dulu Angel berfikir orang bertato tidak jauh-jauh dari Narkoba, preman, dan kejahatan. Nyatanya Alex membuat pandangan Angel terbuka pada orang-orang yang mempunyai hobi seni.

"Siapa yang bilang kangen mau ketemu sama gue, hm?" Leon menarik kedua sudut bibirnya ke atas menatap Luna. Melihat pacarnya itu mulai tersipu malu, Leon mencium sekilas bibir Luna yang membuat Angel tersedak melihatnya.

"Jangan mesum di depan anak kecil." Alex mendorong kaki kursi Leon.

"Why? Itu cuma ciuman biasa, man." Alex menatap tajam. "Okey." Ucap Leon akhirnya mengalah.

Angel terlihat shock, memukul dadanya kecil menghilangkan batuk yang datang mendadak. Itu untuk pertama kalinya Angel melihat adegan seperti itu langsung di hadapannya.

"Nggak salah milih cewek lo, hebat banget." Gumam Luna yang terkekeh melihat Angel.

"Aku ke kamar mandi dulu." Setelah mendapatkan anggukan dari Alex, Angel langsung berlari ke kamar mandi.

"Jangan ngerusak anak orang lo. Masih kecil, masih polos banget, Lex. Bisa kenal sama orang rusak kayak lo, mimpi buruk dia."

"Urus aja urusan lo."

"Cewek lo sering di bully, sebagai info doang." Alex mengangkat satu alisnya.

"Seriusan?" Leon mengelap sisa makanan di mulutnya. "Kenapa? Kok bisa?"

"Lily kasih tau gue. Tapi gue belum pernah lihat, sih." Alex dan Leon saling beradu pandang saat nama Lily keluar dari bibir Luna. "Gedung gue lumayan jauh dari Angel. jadi gue perintahin Lily buat kasih tau kalau ada apa-apa sama Angel."

Leon memutuskan pandangan dengan alex terlebih dahulu, karena Alex memberikan kode untuk bertanya pada Luna. Ia berdeham.

"Lily? Kok gue nggak pernah dengar lo punya teman namanya Lily."

"Oh, gue lupa kenalin sama lo. Gue ketemu dia beberapa bulan terakhir di MJ. Wel, gue nyambung aja sama dia. Jadi kita sering hang out bareng."

"Oh.." Leon kembali memposisikan tubuhnya ke depan. Berhadapan dengan Alex, tertawa miris.

"Kenapa?" Luna bertanya melihat gelagat aneh Alex dan Leon. "Kenal?"

"Nggak." Jawab keduanya bersamaan dengan intonasi berbeda. Alex menjawab dengan santai, namun Leon sedikit berlebihan.

"Tuh, Bimo dateng." Karna Alex duduk menghadap ke pintu masuk. Ia adalah orang pertama melihat kedatangan lelaki itu dengan hoddie abu-abu dan celana boxer memasuki Horison.

"Gue lapar, Mau delivery nggak ada pulsa." Bimo menarik kursi dan duduk di ujung meja. "Hai, Beb." Luna hanya membalas dengan senyuman dan mengangkat tangan kanannya.

"Belum mandi lo?!"

"Belum, bau ya? Padahal udah gue semprot parfum." Bimo menunjukkan cengirannya. Ia langsung memesan makanan. "Cewek lo mana?"

"Toilet." Leon yang menjawab. "Tau nggak kenapa?" Bimo menaikkan satu alisnya.

"Dia shock liat gue cium Luna."

"Masa sih?" Bimo membuka dua bungkus kacang kulit yang ia beli di jalan. Menghamburkannya ke meja. "Emang lo nggak pernah nyosor. Lex?"

"Pegangan tangan aja nggak mau." Alex
melempar kulit kacang pada Bimo yang isinya sudah masuk ke mulutnya.

"Cari di mana? Masjid?"

"Pesantren."

"Serius lo?!"

"Ye, selangkangan lo!" Leon mendorong kepala Bimo.

"Nih, selangkangan gue. Mau isep?" Bimo mengangkat satu kakinya.

"Fuck." Leon menendang kaki Bimo yang terkekeh geli.

"Udah ML? Berapa kali, lo?"

"Tiap malem."

"Wihhh!!" Bimo berseru ria melempari kulit kacang ke wajah Leon. "Hebat juga Luna."

Luna menggelengkan kepalanya. Sudah terbiasa mendengar obrolan lelaki yang otaknya tidak jauh-jauh dari selangkangan dan dada.

"Eh, Ngel. Udah balik?" Mendengar Leon bersuara, Alex menoleh. "Sorry ya, bikin lo shock." Angel mengangguk tersenyum.

"Ini, Lex? Serius lo?" Kali ini Bimo bersuara. Menyingkirkan kacang di meja, pesanannya datang.

"Kenalin, Gue Bimo." Angel langsung membalas uluran tangan Brayn. "Angel."

"Kok mau sama Alex? Btw, lo tahu dia bangsat?" Tanya Bimo di sela ia mengisi perutnya. "Gue kalau jadi cewek mikir dua kali."

Angel tertawa kecil melihat interaksi ketiganya. Mendengar cerita Luna dengan rasa penasaran. Kini mereka hanya duduk berdua. Ketiga lelaki itu dengan kompak izin ke toilet setelah Bimo selesai makan. Luna tahu itu hanya alasan untuk merokok di balkon atas, tidak dengan Angel yang menganggap jika Alex, Leon dan Bimo sungguh ke toilet.

"Jadi kak Luna udah kenal sama mereka sejak SMA?" Luna mengangguk."Wah, udah lama ya. Pacaran sama Kak Eon udah berapa tahun, kak?"

"Sekitar enam tahun."

"Nggak bosan?"

"Bosan, putus nyambung. Btw, lo harus terbiasa dengan obrolan mereka yang sedikit mesum. Telinga gue udah kebal dengernya. Jangan diambil serius." Angel hanya memberikan senyuman kikuk.

"Jadi mereka dari dulu emang temenan bertiga?"

"Empat sebenernya. Ada satu lagi. Tapi gue nggak tahu dimana. Dia menghilang ditelan bumi sehabis UN. Sampai sekarang nggak ada yang tau d mana. Kayaknya ada konflik sama Alex. Pas gue tanya sama Leon, dia juga nggak tahu masalahnya. Padahal kalau mereka berempat lebih komplit. Gue rada males ngakuin, tapi dulu mereka Famous di
SMA."

"Seru ya Kak pacaran sama mantan playboy?"

"Mual yang ada. Makan hati." Angel tertawa kecil melihat Luna yang mengatakan awalnya ia owner anti fans tiga sekawan itu. "Tapi sekarang cinta mati. Benci sama cinta kan beda tipis, Ngel."

Angel mengangguk setuju. "Aku lihat Kak Eon paling beda diantara Alex sama Kak Bimo ."

"Gak pake tato maksud lo?" Angel mengangguk. "Gue yang larang sebenernya. Awalnya Leon juga mau pake, tapi dia dengerin gue. Kesan di masyarakat kan beda sama anak jaman sekarang yang menganggap tato itu seni. Bokap gue nggak akan setuju kalo pacaran sama cowok pake tato. Lo tenang aja, Mereka bukan orang jahat kecuali Bimo ."

"Kak Bimo kenapa, kak?"

"Well, dia baik. Tenang aja. Dia nggak akan melukai orang yang dianggap keluarganya sendiri. Alex sama Bimo emang wajahnya sangar. Tapi mereka baik. Meski Alex orangnya sedikit kejam."
Angel tertawa kecil. Menyetujui ucapan Luna yang mengatakan jika Alex kejam.

"Lo nggak meracuni otak Angel kan?" Tanya Alex yang baru saja kembali.

"Gue cuci aja." Angel memakai tasnya, menatap Alex .

"Pulang yuk. Aku mau cari buku dulu."

Berpamitan dengan Luna, Leon dan Bimo. Angel langsung mengikuti langkah Alex menuju basement. Setelah kejadian motornya dicuri, Alex memilih untuk parkir di basement. Berkat pakar hacker a.k.a Leon, motor Alex sudah kembali.

Angel mulai mencari buku yang ia perlukan. Alex mengikuti Angel dengan malas. Jujur saja, perpustakaan adalah ruangan terkutuk dan haram baginya.

"Kalau kamu mau pulang nggak papa. Nanti aku bisa pulang sendiri."

"Udah cari aja, Nanti lo buat masalah lagi." Sindirnya.

Angel sangat menyesali itu. Alex kembali menggunakan kekerasan di hadapannya. Meskipun yang Angel khawatirkan jika Alex terluka itu tidak
terjadi. Tetap saja membuatnya sakit kepala.

"Kamu jago berantem?" Tanya Angel saat Alex kembali mengingatkan kejadian seminggu yang lalu. Ia melihat Alex mengangkat kepalanya. "Tawuran?"

Alex dan Angel terhalang rak buku yang tingginya sama seperti Angel. Alex yang tinggi membuat Angel masih bisa melihat lelaki itu.

"Iya, dulu. Tenang aja, gue nggak berani main tangan sama perempuan kalau itu yang lo khawatirkan." Angel percaya. Bahkan Alex tidak pernah menyentuhnya jika bukan dalam keadaan genting. Alex tahu jika ia tidak terbiasa disentuh oleh lelaki. "Kenapa lo milih Universitas swasta dari pada Negeri?"

"Kamu sendiri kenapa nggak milih kuliah di Universitas kamu sendiri?" Alex menaikkan satu alisnya. "Kampus kamu terkenal" Lanjut Angel pelan, menjawab pertanyaan Alex. Ia masih tidak terbiasa ditatap Alex dengan tatapan mengintimidasi.

"Hanya terkenal?"

"Nggak. Aku lihat strukturnya juga, dosennya dan gedungnya. Belum lagi Universitas kamu sangat digandrungi oleh semua orang. Siapa yang nggak mau masuk sana meskipun Swasta? Sekarang
nggak ada bedanya mau Swasta atau Negeri. Semua orang juga tahu hanya orang-orang pintar dan kaya yang bisa masuk sana, jadi aku bersyukur. Meski ternyata di dalamnya masih banyak yang menggunakan uang. Setidaknya lulusan PURI menjadi bonus untuk melamar kerja. Banyak perusahaan yang langsung menggaet lulusan PURI, katanya lebih cekatan."

Angel mengulum bibirnya, tidak ada tanggapan lebih dari Alex selain mengangguk tanpa menatapnya. Sebenarnya Luna sudah menceritakan soal Alex yang masuk lewat jalur undangan. Menandakan lelaki dihadapannya ini tidak kalah pintar.

"Kamu nggak mau kuliah?"

"Nggak."

"Terus ngapain? Maksud aku, sayang banget kalau mau stop out. Kak Eon lagi kejar target buat wisuda akhir tahun ini. Kamu nggak mau ikutan? Kan enak lulusnya sama-sama."

"Lo lagi bujuk gue?"

"Iya."

Alex meletakkan buku yang ia pegang. Melipat tangannya di atas rak buku, menempelkan dagunya di punggung tangan. la menatap Angel yang terlihat salah tingkah. "Kalau gue kuliah lagi, lo mau kasih gue apa?"

"Kamu mau apa? Aku traktir makan? Beli sepatu? Baju? Jam?" Tanyanya semangat.

"Nggak, gue bisa beli itu sendiri. Apa yang nggak bisa gue dapat dan gue beli." Alex tersenyum miring. Alex kasih jempol untuk keberanian Angel. Meski yang ia harapkan tidak akan diberikan perempuan itu cuma-cuma. Alex ingin melihat sejauh mana Angel menyuruhnya untuk kembali kuliah. Angel menggigit bibir bawahnya. Otaknya berfikir keras.

"Pegangan tangan?" Meski Angel tidak yakin akan terbiasa dengan sentuhan lain ditangannya. Itu adalah hal yang biasa bagi orang-orang termasuk Alex. Ia hanya ingin Alex kembali berkuliah dan tidak mengikutinya kemanapun.

Alex mengerutkan keningnya. Kedua sudut bibirnya terangkat ke atas, sedikit geli dengan sogokan yang Angel lontarkan.

"Nggak mau." Alex menggeleng, berusaha menunjukkan wajah datar.

Angel memutar bola matanya. Tanpa sadar ia mengatakan. "Ciuman?" Alex mengerjap. "Setelah kamu wisuda." Angel tersenyum. Meninggalkan Alex yang mematung seperti burung hantu.

Ciuman?

Oh ayolah.. Alex tidak mungkin kembali kuliah hanya dengan sebuah ciuman. Lagi pula Alex sudah terbiasa merasakan bibir perempuan yang menjadi partner one night stand.

Oke. Alex akan menolak mentah jika itu diajukan oleh salah satu partner one night stand. Tapi tidak untuk Angel. Senyum yang tidak bisa diartikan itu
terlihat di wajah Alex. Membayangkannya saja membuat Alex bersemangat, dan sekarang Angel mengajukan diri?

Shit!

Alex tidak bisa untuk tidak mengatakan iya. Itu adalah hal yang paling Alex tunggu. "Fine."

Alex berdiri di belakang Angel yang sedang membayar di kasir. Menarik tas Angel dan membawa pergi perempuan itu. "Holding hands and kissing, i got it." Bisik Alex dengan sensual sambil mengedipkan sebelah matanya.

Tetap bersama kami untuk terus mengikuti ceritanya. Keep enjoy Silahkan beri kritik dan saran untuk bahan evaluasi saya kedepannya. Terima kasih.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience