Episode. 13

Family Completed 3810

Dua bulan ini pelanggan mattia collection berpindah haluan, dan mengambil barang di toko grosir Dua Sekawan, hal itu dianggapnya si Surti sebuah kewajaran, karena Dua Sekawan menawarkan harga yang lebih murah, dibanding di tempat Mattia collection. Bagi si Surti tetap menjamin mutu dan kualitas barang dagangan yang dijual adalah yang utama.

Tapi ada sesuatu yang aneh belakangan ini yang terjadi, karena sudah lebih dari lima pelanggan yang mengeluhkan bahwa barang yang dibeli di Mattia collection kualitas barang sangat jelek.

“Maaf mbak saya minta tukan, karena ketika kami cek, bahkan baru kami pasang di etalase, banyak jahitannya kurang bagus, dan ada banyak yang belum masuk sortiran, jadi terlihat banget barang pasaran.”. Kata pelanggan. Dan ini bukan yang pertama, melainkan sebelumnya juga ada pelanggan yang komplain. Memang oleh karyawan Mattia colection langsung diganti dengan barang dan jumlah yang sama. Hal itu juga terjadi di toko di beberapa cabang. Karena oleh sang manajer dianggapnya masalah serius, maka dilaporkannya juga kepada ibu Surti.

“Tolong barang rijek dari pelanggan dikumpulkan, dan kita cek barang itu kita ambil dimana supaya kita juga komplain kesana agar mereka bekerja lebih hati-hati. Karena selama ini tidak pernah terjadi sebanyak ini.” tegas si Surti.

Setelah melalui pengecekan awal dan memilahnya, memang benar bahwa ini barang pasaran. Tapi si Surti harus meyakinkan duli apakan barang kiriman tersebut memang dari garmen tempat mereka pesan.

“Bu, sepertinya ini bukan produk garmen kita, jelas-jelas ada yang memalsukan brand kita lho. Karena dalam tulisan ini cuma Matia colection. Sedangkan brand kita Mattia collection dan bahan yang dipakai juga jauh berbeda.” Kata Dian.

“Coba barang apa saja yang dipalsukan.” Tanya si Surti.

“Untuk sementara ini, topi tanktop dan bra sport, jumlahnya masing-masing selusin.”

“Ya sudah untuk berang kita, sementara waktu kita abaikan, tapi tolong jadikan satu akan ibu simpan dirumah.” kata Surti … kemudian dia melanjutkan: “Karena Arin belum pulih betul besok Dian temenin ibu ke Bandung ya, untuk barang rijek ambil satu-satu item untuk ibu bawa ke Bandung, coba cek keberangkatan paling awal jam berapa, supaya cepat tuntas masalahnya.”

“O iya kasih tau semua karyawan, walaupun pelanggan atau siapapun yang mengembalikan barang tolong tanyakan nota pembeliannya, supaya mudah kita tau, terlebih jika ada merk dagang kita, langsung dicek sama persis nggak, bisa dilihat dari ukurannya, kemudian tulisan dan warna, kalau mereka maksa, gak perlu diam saja langsung kasih tau bagian kasir.”

Sementara itu disisi lain si John bangga melihat toko milik mantan majikannya, mulai dijauhi pelanggan. “Tunggu saja tanggal mainnya, sebentar lagi kalian bangkrut dan nyembah-nyembah minta pekerjaan.” secangkir kopi hangat diseruputnya, bertopang kaki sambil digerak-gerakkan,

“Permisi.’ Jasa online mengantar makanan pesanan.

“Masuk saja, pintu gak terkunci kok,” katanya teriak. “Sudah bayar lewat aplikasi kan masbro?, ini tip buat beli gorengan sama kopi.” Lanjutnya.

“Terima Kasih pak.”

“Jangan lupa tutup pintunya ya.”

“Enak bener jadi orang berduit memang, laper tinggal pencet hp, tunggu sebentar pesanan datang.” katanya lirih sambil menikmati.

Sementara itu di sisi yang lain.

Mat Sokran duduk di ruang santai ditemani Arin.

“Piye cah ayu, kakimu kalau dipakai jalan sudah gak ngilu lagi, sini jangan menjauh begitu, bapak pengen liat kondisinya, o iya bapak keseringan lupa kalau anak bapak sudah perawan, sudah gede dan bukan anak-anak lagi, makanya Arin jadi canggung kalau terlalu dekat.” mendengar ucapan sang bapak asuh, dia makin terlihat kikuk dan makin sungkan.

“Yo wis anggap ini yang terakhir bapak menganggap Arin adalah “Iren kecil” yang suka lari-larian lari ngejar layang-layang putus.” tambah Mat Sokran sambil tersenyum. Perlahan Arin mendekati, kemudian duduk disampingnya. Dipegangnya kaki Arin yang bekas dibalut sama gips.kemudian dilihat juga kedua lengan dan jari yang beberapa bulan ini harus merelakan dirinya dirawat total.
Dalam pikiran si bos langsung tergambar dua sosok gadis muda sebaya, sama-sama ada dalam hatinya dan sama-sama pernah dirawatnya yaitu, si Siska dan Arin yang sekarang ada didekatnya. Sama-sam lugu, polos, rajin, ulet, ceria hanya saja Arin pemalu dan si Siska tampil apa adanya ketika didepannya, “Coba kalau sama-sama ceria blak-blakan kayak si Siska bisa diajak bercanda.” Pikir Mat Sokran dan langsung tersenyum sendiri.

Sore itu, si Surti datang dari bandung untuk mengklarifikasi kebenaran tentang mutu barang yang dipesannya terakhir ini.

“Selamat sore.” Sapa si Surti, kemudian mencium kening suaminya. “Maaf Pa, tak mandi dulu biar gak acem.”. Tak lama kemudian.

“Di toko ada sedikit masalah, yang gak pernah terjadi selama ini.” Cerita si Surti.
“Tapi sudah teratasi kan?"

"Menurut garment tempat kita pesan, jelas kelas itu bukan produk mereka, pertama dari bahan yang mereka pakai sedikit pun yakada kain sejenis itu, kemudian lebih detail lagi Mama dikasih sempel jaritan, semua karyawan disana tidak memakai mesin jahit seperti bahkan benang yang dipakai jenis yang berbeda sehingga mama yakin memang produk yang dikembalikan pelanggan itu bukan membeli di tempat kita." Jelas si Surti.

"Ya sudah, kita harus tetap tenang. Sampai kita benar-benar yakin siapa dalang semua ini papa sudah memprediksi dari awal ketika kita mulai berkembang dulu, makanya papa gak mau sembarang menyuplai dagangan yang kita pasarkan, pertama ya bahan yang kita yang menentukan, mulai dari kain,benang yang lebih detail juga kita yang menentukan. Apalagi yang memakai brand milik kita. Papa yang menentukan sejak awal. Itulah sebabnya setiap ada model baru yang bakal kita pasarkan. Papa selalu berangkat sendiri untuk mengantisipasi kalau pelanggan kita komplain dengan produk yang memakai brand kita bakal langsung kita tau apakah itu benar dari perusahaan kita." Nasehatnya pada sang istri.

"Mengenai sepinya dan pelanggan kita yang pindah itu biasa, gak sampai enam bulan bakal balik kok, kecuali pedagang-pedagang kecil yang memang menjual barang murah. Tapi distro dan boutique pasti Akan kembali ke kita." Lanjutnya si Sokran sang suami tercinta.

"Lho wok, siapa suruh siapin kita makan malam?, Kan bapak sudah bilang tunggu sampai sembuh, lagian kita kan bisa pesan di pinggir-pinggir jalan juga banyak masakan enak tinggal pilih kok." Tanya Mat Sokran.dengan sedikit senyum.

"Iya, Arin pikir siapa tau bapak dan ibu sudah kangen dengan masakan Arin." Jawabnya lembut dan enak didengar telinga.

"Ya sudah yuk kita makan malam bareng." Kata si Surti.

Mereka bertiga menikmatinya dengan santai. Sesekali Mat Sokran mengajak memancing agar mau bicara atau mengajaknya bercanda.

"Hmmm… … kalau tiap hari makan kayak ini badan bapak jadi melar, perut buncit, para cewek cantik bisa-bisa menganggap bapak badut berjalan."

"Bapak masih keliatan ganteng kok." Kata Arin keceplosan. si Sokran langsung berdiri meninggalkan meja makan menuju kaca besar yang dipasang tak jauh dari ruang makan. Bergaya di depan kaca . Mereka terheran melihat tingkah si Sokran, saat ia kembali kemeja makan. Mereka berdua tersenyum.

"Iya bener kamu wok, ternyata bapak masih kelihatan ganteng seditit." Sambil menunjukkan jari telunjuk dan jempolnya berdekatan sedik menyentuh.

"Berarti Arin gak salah kan pak.". Mendengar ucapan Arin, Mat Sokran menjulurkan kedua jempolnya.

"Okey … kalau begitu besok masakin bapak lagi dengan menu spesial, sampai Arin benar-benar pulih dan bisa aktifitas kerja seperti biasa."

"Siap pak."

"Ma, kalau anak wedok sing Ayu sudah benar, benar sembuh kita ajak kemana enaknya?. Bali, Jogja apa kemana ayo ma."

"Tanya Arin dong Pa, kan dia yang kita kasih hadiah." Kata sang istri.

"Pengen kemana kamu wok cah Ayu?".

"Ke hati bapak saja adem." Jawab Arin dalam hati.

"Lho kok diam?".

"Ya kemana saja dah Arin manut saja." Jawabnya tersipu malu.

“Bagaimana kalo kita ke.” ketiganya mereka kompak mengatakan:

“Bali.” kemudian mereka tertawa memecahkan kesunyian.

“Kalau begitu bapak punya rekomendasi tempat yang lumayan buat kita bertiga, khususnya buat anak bapak yang cantik, yang baru sembuh. Jadi gak perlu harus jalan-jalan keliling Bali. ada kolam renang di dalam, kolam air panas, pemandangan yang pasti indah, dua ratus meter menuju ke pantai.” Kata si Sokran menjelaskan secara detail fasilitas yang mereka bakal dapatkan jika mereka bermalam disana. Sang istri dan Arin mendengar sambil melongo.

“Bapak pasti merekomendasikan melebihi yang Arin bayangkan deh.” Katanya, lalu berdiri menghampiri sang bapak angkat lalu memeluk dan mencium pipi kiri dan kanan dengan gemesnya. Setelah dia sadar baru berkata: “Maafkan Arin, spontan saking girangnya.” Dia mengatakan itu berulang kali dan membungkuk menghadap bu Surti, kemudian balik menghadap Sokran sang baoak angkat dan dilakukan berulang kali. Melihat hal itu pasangan pasutri itu tersenyum, saking gak kuat menahan akhirnya sang bapak angkat pun tertawa ngakak sampai terpingkal-pingkal.

“Itu bapak lakukan adalah wujud rasa syukurnya, karena anak cantiknya sudah sembuh total.” Kata si Surti. Kemudian dipeluknya bu Surti beberapa saat kemudian Arin duduk di samping ibu angkatnya, yang sudah dianggap ibunya sendiri.

Keesokan harinya setelah sampai di Maya Sanur Resort n spa. Dengan penuh kegembiraan mereka menuju ke kamar Arin berada di kiri dan sang istri berada disebelah kanan. Mereka berdua dirangkulnya.

“Papa memilih kamar yang langsung menghadap ke taman, dengan diding kaca, biar kita terkesan tidur di halaman ya.” Canda si Surti.

“Iya lho.. Ini kamar apa lapangan sepak bola?’. Saut Arin sambil tertawa.

“Iya bapak kan tau Arin kalo tidur gak bisa anteng, makanya bapak pilih bed yang dobel biar gak glundung alias jatuh…ha…ha…ha…ha.” canda sang bapak angkat.

“Ye… … … Arin malah bobonya gak bergerak sama sekali, jadi gak bakalan jatuh la pak.”

“Patung kali gak gerak ha…ha…ha.” Saut bu Surti.

Selama refreshing di Maya resort banyak hal yang Arin semakin terkesima dengan perlakuan orang tua asuhnya. Dalam hati ya tetap satu rekat. "Bagaimana cara menjalankan misi yang diembankan oleh ibu angkatnya yaitu membuat si ganteng sang ayah angkat menjadi suaminya agar keturunan yang ibu angkatnya minta dapat tercapai sesulit apapun resiko sebuah misi yang menjadi tantangan dan tak mudah dalam menjalankannya."

Bagaimana Arin menghadapi sang bapak angkat yang tetap memperlakukannya sebagai anak?. Hingga saat ini dia belum mendapatka satu cara. Mengingat Arin belum pernah dekat dengan lawan jenis, pelum penrah merasakan seperti teman sebayanya.

…………….Bersambung

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience