Episode 21

Family Completed 3810

Si Endut berlari kecil, nafasnya tersengal-sengal, disekanya keringat yang tak ada hentinya dengan handuk kecil yang diselempangkan di leher. Kemudian berlari mundur mengikuti langkah Bu Surti dan Aisyah istrinya, lalu berkata: "Aduh ambun Bu, kalau seperti ini tiap hari, badan saya bukannya tambah kurus.". Bu Surti terus melangkahkan kaki, memegang ujung handuk yang disampirkan di leher dengan kedua tangannya. Sambil sesekali mengusap mukanya.

“Bagus lha ndut.” Saatnya sambil sesekali melihat raut si endut yang terlihat kecapean.

“Jangan bu, kasihan istri saya giliran jadi tambah kurus.” kemudian membalikkan badan, berlari kecil mengikuti langkah, bu Surti dan Aisyah.

“Lho kok bisa begitu?” Tanya sang Ibu majikan.

“Iyalah, istri saya jadi bingung ngatur keuangannya, masalahnya kalo saya lari seperti ini terus, jatah makan saya jadi dobel.” Mendengar jawaban si Embul, mereka berdua ngakak. bu Surti menghentikan langkahnya, kemudian diikuti, Aisyah dan si Endut, “Hmmm”

“Kita berhenti duduk di dagang kopi sana.” Pinta bu Surti.” Kemudian mereka bertiga menuju ke tempat yang ditunjukkan oleh bu Surti. 

“White coffee. satu. Kamu mau pesan apa, bilan sendiri.”  Sambil menjawab, si Endut mengambil pisang rebus, yang masih panas. “Sama, White coffee, tambah satu, dan satunya teh, jangan terlalu manis, soalnya istriku sudah terlalu manis, sama manisnya layang ibu dagang kopi.” Katanya. kepada si ibu dagang kori yang usianya, hampir 60 an. “Bu, pisang rebus nya manis gak?” Tambahnya. sambil tersenyum si ibu menjawab: “ nanti kalau pisangnya kurang manis, makannya, sambil liat istri bapak, atau liat saya, pasti bakalan manis.” Jawab dagang kopi sambil menyerahkan kopi yang dipesannya.

“Wah, ini saya bakal berlangganan sama ibu saja kalau mampir pas jalan santai. stres saya mikirin si Embul jadi ilang terhibur bu.” Puji bu Surti. “Terimakasih sudah mau memberi rezeki saya pagi-pagi.” Jawab dagang kopi.

“Wah, tiap hari ramai ya bu, jualannya. karena banyak yang olah raga pagi.” 

“Kalau hari sabtu dan minggu memang ramai. tapi hari biasa ya ada sajalah. yang penting mau usaha, rezeki pasti ada.” Jawab dagang kopi.

“Buka, jam segini nanti tutupnya jam berapa?” Tanya si Embul.

“Sabtu, minggu jam 4 pagi sudah disini, kadang tutup sampai jam 9, sampai yang jalan-jalan sepi. kalau hari biasa, ya paling setengah tuju, sudah pada pulang, mungkin mereka siap-siap berangkat kerja.”

ngobrol di dagang kopi gak terasa, matahari sudah mulai intip-intip di ufuk timur.

“O iya, hari ini, kan toko tutup, jadi mending ibu langsung main kerumah kalian, di rumah sepi gak ada yang diajak ngomong.”

“Siap bu.”

“O iya, selesai ngipi, kamu pulang saja duluan. ibu sama istrimu mau mampir ke pasar dulu.”

“Siap bu, kalau begitu saya duluan bu.”

“Semua, jadinya berapa bu?” Tanya, bu Surti kemudian dia menyodorkan beberapa lembar uang kertas kepada dagang kopi, “Ini bu, kembaliannya buat ibu.”

“Wah, ini terlalu banyak, satu lembar saja kayaknya masih ada kembaliannya.”

“Ya sudahlah bu, buat ibu. kalau begitu kami pamit yabu. Semoga laris manis.”

aisyah dan bu Surti Berjalan menuju tempat parkir. namun dagang kopi terus memandangi mereka berdua, sampai tak terlihat.

“Alhamdulillah, Gusti allah paringi rejeki melimpah hari ini.” katanya sambil mengusapkan uang dari bu Surti kemukanya berkali-kali dan mencium uang itu, kemudian dikipas-kipaskan ke seluruh dagangannya, kebadan nya kemudian diselipkan uang itu di dadanya.

Sesampai mereka berdua di pasar belanja keperluan. mereka berdua membeli sayuran dan ikan yang akan dimasaknya pagi ini.

Sementara itu di tempat lain dalam waktu yang sama.

Arin terus muntah-muntah, badannya menggigil kedinginan, karena semalaman gak bisa tidur nyenyak. karena dia gak kuat bangun, Arin bermaksud minta tolong kepada bang Batak, sebab hanya dia yang dikenal dan tempatnya juga hanya beberapa langkah. diambilnya ponsel dan dicarinya nomer bang Batak, namun ketika sudah ketemu, dia ragu untuk menghubunginya karena hari masih terlalu pagi, disisi lain bang Batak juga pikirannya, terus kepada Arin teman satu tim dalam pekerjaan, walaupun sebenarnya dia belum tau keadaan Arin sebenarnya. namun kekuatiran bang Batak kian menghantui pikirannya setelah Arin sempat menangis cukup lama di pundaknya waktu itu. Bang Batak terus mencemaskannya, tanpa ingin mengetahui apa yang dihadapi teman satu tim kerjanya, karena menurutnya itu privasi. kecuali Arin telah menceritakannya sendiri, dan mengijinkan dia mengetahui permasalahannya, Semalaman dia juga mengkhawatirkan Arin sampai dia tertidur pulas, dan ketika bangun, pikirannya kembali tertuju pada Arin. 

Setelah mandi dia bergegas menuju ke tempat Arin, saat bermaksud mengetuk pintu, ternyata Arin membuka pintu dan bermaksud melihat keberadaan bang Batak.

keduanya sama-sama kaget, “Maaf, pagi-pagi sudah,” belum selesai bicara Arin memotongnya: “Silahkan masuk.” Arin. kemudian Arin duduk menyandarkan kepala di sofa depan ranjangnya.

“Cepat atau lambat, abang bakal mengetahuinya.” Kata Arin membuka pembicaraannya,

Diceritakannya secara tuntas masalah yang dihadapinya saat ini, dia berusaha untuk menahan diri agar tak sampai meneteskan air matanya, sampai semua diceritakan sampai tuntas, Namun masalah yang dihadapinya, adalah masalah paling berat yang pernah menimpanya sepanjang hidup. karena tak kuasa menahan akhirnya Arin menghentikan ceritanya dan menangis.

“Maaf,” Kata bang Batak kemudian dia mendekapnya, berharap kedepannya bisa meredakan tangis Arin. “Menangislah mbak, habiskan semua beban yang mbak rasakan. barangkali beban itu akan terasa ringan setelah mbak luapkan lewat tangisan, walaupun itu bukan jalan keluar dan tidak bisa menyelesaikan masalah yang ada, tapi ketika mbak Arin selesai membuang kesedihan lewat air mata, maka pikiran akan jernih dan bisa memikirkan jalan keluarnya nanti. Hibur bang batak perlahan-lahan dan dengan suara pelan.

Saat Arin ingin melanjutkan ceritanya, bang Batak menepisnya: “sudah cukup, lain waktu masih bisa dilanjutkan, yang penting mbak Arin kuat dulu… Maaf.” Katanya, kemudian menyeka air mata Arin. 

…………………..

Siang itu. selesai kontrol ke klinik kebidanan.

“Bang, mampir ke pasar.”  Dengan hati lega karena sahabatnya terlihat tak seperti hari kemarin. “Memang pengen apa,”  “Entah lah.” jawabnya, kini tak canggung lagi untuk menggandeng tangan Saragih, alias bang Batak. “Tuh,pasti enak.” ditunjuknya buah naga terlihat segar.

“Jangan marah ya bang,” bisiknya, Saragi tersenyum dan mengangguk. “pengen rujaan,” 

“Apa itu?” Tanya Saragi. 

“Sudah ikut saja.” bisiknya. Tangan si Abang ditariknya, menuju pasar buah, dipilihnya, nanas, mangga, bengkoang, mentimun,pepa, jambu air. si Abang pun membantu memilih, yang menurutnya lebih enak. Arin tertawa kecil.

“Bang, kalau buah yang abang pilih itu gak cocok buat rujak, suamiku.”. si Abang cengar-cengir sambil menggaruk kepalanya. “Maaf,”

Mereka berdua, berjalan ditengah pasar yang cukup ramai, sambil bercanda. si Abang membawa buahnya serta semua perlengpan. Sepasang sahabat sama-sama pernah terluka kini seakan resa berat yang dialaminya tak pernah ada, walau sesekali rasa perih itu menghimpit hati tanpa kompromi.

Disisi lain.

Sang Owner duduk santai di kantor sang manager kepercayaan.

“Pak silahkan di cek, pendapatan di semua cabang kita, walau tak terlalu tajam, namun peningkatan penjualan cukup menggembirakan.”

“Bapak percaya padamu, untuk sementara ini, jangan ada laporan, bapak lagi gak pengen memikirkan pekerjaan.” Katanya pelan.

“Maaf pak,” kembali sang manajer menuju meja kerjanya. 

menuju sang Owner yang kalut pikirannya, si Ayu Asri berkata lirih.“Pak waktunya makan siang.” 

Ayu Asri sendiri telah dipesan dan diwanti-wanti oleh Siska, agar dia menggantikan posisinya untuk memperhatikan semua yang bersangkutan dengan keperluan, sampai hal-hal kecil yang perlu diingatkan termasuk jam makan, kesukaan serta jenis masakan yang tidak disukai oleh sang Owner. Ayu Asri juga yang wajib mengingatkan kapan jam pulang sang Owner. sempat Ayu Asri lupa mengingatkan. dan benar juga sang Owner sampai tidur di dalam toko. dan sejak itu Ayu berusaha sebaik mungkin untuk menggantikan posisi Siska sahabat karib, mantan satu kerjaan di MTV store itu.

“Maaf, wong ayu. kali ini bapak benar-benar gak berselera untuk makan.” Jawabnya lirih.

Dengan kalem dan mengambil makanan yang sudah disiapkan di meja kerja lalu ia berkata: “Pesan mbak Siska, kalau bapak memaksa dan tidak mau makan. TOLONG DI SUAPIN JANGAN PERGI SEBELUM MAKANAN DIHABISKAN. begitu pesan yan Ayu terima dari nya. Jadi maafkan saya pak saya hanya melaksanakan tugas dari mbak Siska.” Mendengar apa yang dikatakan Ayu, sang Owner Pun menyerah dan menghargai usahanya.

“Oke terima kasih.” Jawab sang Owner. dan Ayu tak beranjak dari samping sang Owner. karena makanan yang disiapkan belum dijamahnya. Ayu hanya memandang dan berharap cemas.

“Baiklah, sekarang bapak makan.” Dilahapnya semua yang dihidangkan sampai habis.

Ayu Asri segera membereskan dan berkata: “Terimakasih pak.” 

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience