Episode 20

Family Completed 3810

Diam-diam seorang perjaka tua. Manajer di pusat distributor tunggal barang-barang elektronik dan segala macam alat rumah tangga se Bali dan Nusra. 

Perjaka tua itu tinggal di samping Arien. Dia orang pertama yang menempati apartemen itu. Namanya. Kotheo Pumakedi. Penampilan rapi, sisiran rambut klimis. Mungkin memakai minyak Yancco produk terkenal di era 60an. Selalu wangi Aroma Wood produk Paris terkenal, walau beli isi ulang di toko parfum yang berjajar sepanjang jalan, yang harus di pakai sehari 3 kali baru aromanya bisa bertahan sepanjang hari.

"Mbak, tolong bikinkan rangkaian bunga yang manis untuk cinta pada pandangan pertamaku. berapa harga yang kaian bunga sekalian ongkos kirim. Ini nama penerima dan alamat lengkapnya." Kata mas Kotheo pada pedagang bunga, di jalan. Cok Sembara. Ketika dia pulang kerja lewat sana.

Setelah keluar dari toko itu, dia menghampiri jukir di tempat itu dan berkata:

"Karena saya lagi hepi, ini uang parkir khusus, buat mas nya." Kata dia ke jukir di depan Flamboyant flower tempat di meman rangkaian bunga.

"Terimakasih bos. Semoga tiap hari hepi, biar bayar parkirnya bisa 50k tiap parkir disini." Jawab jukir.

Saat melewati toko Aneka Buah langganannya, dia mampir membeli beberapa macam buah, Mangga Gadung Probolinggo, jeruk Mandarin, Apel manalagi yang kesohor di kota Batu Malang. Karena melihat nanas yang terlihat menggiurkannya, dia pun membelinya satu renteng.

“Bos Cantik, karena buah ini mau aku kirim ke Cinta pada pandangan pertamaku. aku minta dikirim ke alamat ini saja ya. sekaligus  ongkirnya total jadi berapa. ntar aku transfer aja. gak bawa uang cash ini.” Kata Ko Theo Pumakedi. Setelah selesai dan menghampiri sang jukir. hal yang sama dilakukannya seperti saat memesan bunga.

“Karena aku, lagi hepi, ini uang parkirnya, dan gak usah kembali.” 

Sesampainya di apartemen dia tinggal, Ko Theo duduk di teras depan sambil menikmati kopi panas yang baru diseduhnya, dan sepiring gorengan di meja samping tempat duduknya, sambil sesekali melihat sang pengantar bunga serta buah  barangkali sudah sampai.

Sementara itu dalam waktu yang sama. di rumah, tempat tinggal Arin, yang ditempati Aisyah dan si Endut Suaminya.

Aisyah duduk di amben bambu, menghadap cobek dan bumbu yang sudah dibuatnya, serta mangga dan buah yang lain sudah dikupasnya tinggal mengiris-irisnya. Aisyah memandanginya dan dia merasa ada sesuatu yang kosong terasa di hatinya, hampir dua minggu, atau bahkan lebih. Arin telah mengukir hal-hal yang padat penuh kenangan indah, dan kini tak terlihat lagi entah kemana, nomor ponsel tak bisa dihubungi lagi. sedang apa, dimana, sedih senang atau apa yang terjadi, kini Aisyah tak tau, begitu juga saat bertanya kepada sang suami juga tak mengetahui keberadaan Arin saat ini.

tanpa terasa, air mata menetes dipipi Aisyah. berkali-kali disekanya. namun air mata itu semakin deras mengalir. 

Saat mobil yang dikendarai oleh ibu Surti parkir di di depan rumah Arin, namun Aisyah tak mendengarnya, bahkan sampai bu Surti sudah berada di depannya ia tak menyadarinya. saat pundaknya di tempeli tangan bu Surti, ia baru terbuyar lamunannya.

“Kenapa kok sedih.” Tanya bu Surti perlahan. Segera Aisyah menghapus air matanya, kemudian menghela nafas panjang.

“Kangen.” Katanya lirih.

“Emang sudah berapa lama suamimu gak pulang?” Tanya bu Surti kemudian duduk di samping Aisyah sambil merangkulnya. Aisyah menggelengkan kepala.

“Emang suamimu sering gak pulang seperti ini tho?” Kembali Aisyah menggelengkan kepala. sesaat kemudian Aisyah menghadap pada bu Surti dan bercerita.

“Pertama kali saya tinggal disini, dan ketika mbak Arun mengetahui bahwa kami punya hutang cukup banyak, bahkan ketika dia tau bahwa Aisyah tak memiliki ponsel karena terjual untuk makan, mbak Arin yang menutup semua hutang kami.” bu Surti hanya mendengar terus memperhatikan wajah Aisyah yang sangat sedih itu. “Oooo, mungkin waktu si endut bingung saat itu, ternyata dia mau pinjam uang.” Pikir bu Surti. Aisyah meneruskan ceritanya.

“Mbak Arin juga memberi modal kami untuk melanjutkan usaha makanan lewat online, yang selama ini menunjang, dan tutup karena modalnya dipakai untuk kebutuhan sehari-hari, mbak Arin juga yang menyuruh kami menempati rumah ini tanpa meminta uang sepeserpun. semua karena mbak Arin. tapi sudah hampir sebulan ini, tidak ada kabar beritanya. bahkan nomor ponselnya kini gak bisa dihubungi. Jujur Aisyah jadi kepikiran.” ditepuknya pundak Aisyah, berharap untuk menghentikan ceritanya. dan bu Surti mengambil ponsel dare dalam tas, mencoba untuk menghubungi Arin. Semua nomor yang tersimpan di ponsel bu Surti, satupun memang sudah gak aktif dan tak bisa dihubungi lagi. Saat itu si Surti ikutan jadi bingung dengan keberadaan ini. 

“Kapan terakhir dia pergi, dan mbak Arin berpesan apa sama kamu?”

“Mbak Arin hanya berpesan untuk merawat rumah peninggalan orang tuanya dan telah dibangun sampai seperti ini berkat kebaikan dan ketulusan ibu, dan berkat ibu juga bisa sampai sekarang ini mungkin mbak Arin sudah jadi gelandangan.” Cerita Aisyah pada sang Ibu.

“Terus kira kira apa yang mungkin pesan yang ada hubungan dengan kepergiannya?” Aisyah berpikir cukup lama, namun tak ada hal penting selain pesan yang disampaikan sebelumnya,

“Bahkan mbak Ari pergi cuma membawa tas laptop dan tas kecil yang biasa dipakainya untuk menyimpan ponsel.” Jawabnya.

“Ya sudah, kalau begitu, Aisyah bikin rujak memang untuk ibu dong!” bu Surti berusaha untuk mengalihkan pembicaraan.

Diirisnya semua buah yang telah dikupasnya. Mendengar suara mobil si Embul dari kejauhan, si Surti Mengambil ponsel lalu menghubunginya. “Iya Bunda Bos Mami.” Katanya dalam telepon.

“Jangan langsung pulang, balik belikan bos bunda mamimu kerupuk yang banyak kalau gak ada uang bilang sama dagangnya nanti ditransfer.” Perintah bu Surti bercanda.

“Siap bos bunda mamiku yang baik hati.” panggilan ditutupnya. “Pasti lagi rujakan di rumah.” Pikir si Endut

Pesta makan rujak hari ini memang cukup membuat bu Surti samakin punya arti.

“Minggu depan udang minimal sepuluh karyawan Mattia collection dan minggu depannya Surti Collection undang maksimal sepuluh orang saja agar komunikasi bisa masih berjalan dan keakraban kita terjalin.” Pinta bu Surti kepada si Endut.

Acara rujakan ini diiringi lagunya Titi DJ. dari ponsel pembelian mbak Arin beberapa waktu yang lalu, sebelum pergi meninggalkan mereka, dalam waktu yang tak diketahui oleh siapapun.

Hari kian begulir

Semakin dekat dirimu di hatiku

Meskipun tak terucapkan

Ku merasakan dalamnya cintamu

Jangan berhenti mencintaiku

Meski mentari berhenti bersinar

Jangan berubah sedikitpun

Di dalam cintamu ku temukan bahagia

Jalan mungkin berliku

Takkan lelah bila di sampingmu

Semakin ku mengenalmu

Jelas terlihat pintu masa depan

Jangan berhenti mencintaiku

Meski mentari berhenti bersinar

Jangan berubah sedikitpun

Di dalam cintamu ku temukan bahagia

Semoga tiada berhenti

Bersemi selamanya

Jangan berhenti mencintaiku

Meski mentari berhenti bersinar

Jangan berubah sedikitpun

Di dalam cintamu ku

Jangan berhenti mencintaiku

Meski mentari berhenti bersinar

Jangan berubah sedikitpun

Di dalam cintamu ku temukan bahagia

“Mbul, lagu apa yang mengiringi kita makan rujak hari ini, ibu jadi gak bisa berhenti nih.” Tanya bu Surti.

“Titi DJ bu.” Jawab si Endut.

“Iya, siapa yang gak kenal suara dia, maksud ibu, judul lagunya.”

“Jangan Berhenti mencintaiku, bu.” Jawab si Embul Bersemangat.

“Wah… sekarang kamu semakin berani ya, ini di depan istrimu yang cantik ini. Beraninya kamu mengatakan seperti itu?” Kata bu Surti nampak serius. Membuat mereka berhenti menggigit kerupuk yang ada di tangannya.

“Maaf, saya salah ya bu?” Tanya si Endut sedikit pucat, namun dia tak tau apa yang salah dengan ucapannya itu.

“Kamu bilang di depan istrimu. Jangan Berhenti mencintaiku bu. Kau sendiri yang bilang hayo.”

Mendengar jawaban sang bos, mereka langsung tertawa ngakak. 

“Tukang ngerjain orang, ternyata masih bisa dikerjain juga ya.” Tambahnya.  

Disisi lain, Mat Sokran dan Siska yang menghabiskan waktunya di Bali, kini sudah sampai di rumah Siska.

“Aku langsung pulang saja ya, gak mampir. tolong sampaikan sama ibu, bilang terima kasih sudah boleh meminjam anak cantiknya untuk menemani  selama berlibur di Bali.”

“Enak saja pinjam? … memangnya barang, bisa dipinjam? … ya sudah ttdj. Ingat pesan teman barumu yang cantik ini. tetap semangat. pasti ada jalan keluar . mmmmmmmmmmmuah.” 

Taxi yang ditumpangi si Sokran telah menyelinap dan tak terlihat. Siska kemudian masuk rumah. di lihatnya sang ibu lagi sibuk memasak sesuati. dirangkulnya dari belakang, kemudian diciumnya.

“Hmmm, anak mama sudah pulang. tadi adikmu juga pulang mengambil makan siangnya.”

“Gimana, gak ada keluhan tentang toko, selama Siska tinggal ma?” Tanya Siska kepada sang ibu.

“Mereka berdua, sangat menikmati pekerjaan barunya, setiap hari gak habis-habisnya memuji sang kakak, yang dulu selalu dibuli dandisakiti. malah sekarang membukakan toko, buat kehidupan ke depan mereka berdua dan seluruh keluarga.” Mendengar cerita sang mama. Siska tersenyum.

“o iya ma, siska laper nih.” katanya sambil memegang perutnya. digandengnya Siska menuju ruang maka.

“Kok tau Siska mau datang. ini kan makanan favorit Siska ma.” Dibukanya piring, lalu sang mama menciduk nasi untuk Siska, diambilkan juga sayur kesukaannya. kemudian menatap wajah Siska yang ceriah, namun di rautnya terlihat letih. “Habis maem, mandi lalu istirahat, biar tenagamu kembali.” Ditungguinya Siska, sampai selesai makan. Dibukanya ponsel. Siska tersenyum sendiri. karena ada kiriman lebih dari 100x dengan kata yang sama. “Terimakasih” Dikantonginya kembali ponselnya, berdiri menghampiri sang mama, dicium keningnya, kemudian ia berkata. “Terima Kasih, buat hidangan yang luar biasa ini. Siska taik mandi dulu ya ma.” 

Seperti kebiasaannya, kalau di rumah. sehabis mandi dikenakannya daster panjang di bawah lutut. rambut diikat  ekor kuda, tanpa sentuhan kosmetik, hanya memakai parfum aromanya lembut, tapi memenuhi ruangan. yang dibelinya di online langsung kiriman luar. sekali pakai aroma wanginya berhari-hari,   produk parfum, Hermes, aroma seperti bunga jeruk dan vanila.

"Ndo, kamu sudah sampai mana?" Tanya Mat Sokran.

"Sesuai instruksi pak." Jawab Lindo. Sopir kepercayaan MTV store.

"Lima menit bapak sampai. Tunggu sebentar."

"Siap pak." 

“Saya suka, kerjamu. Terima Kasih.” Puji sang Owner kepada supir kepercayaan. hal itu dikatakan olehnya kepada siapapun karyawannya.pujian, ucapan terimakasih, maupun apresiasi dalam bentuk lain kepada semua karyawan adalah hal yang biasa. Kedekatan dengan semua yang terlibat membantu berjalannya usaha yang digelutinya. hal itu dilakukan, karena menurutnya, tanpa mereka semua, usahanya bukan apa-apa dan tak mungkin berjalan tanpa mereka. begitulah etos kerja sang Owner.

(Etos kerja adalah sebuah kewajiban dan bentuk rasa tanggung jawab seorang pekerja. Hal ini merupakan salah satu modal yang dapat membuat karirmu berkembang. Hal ini juga menjadikan diri, sebagai pribadi yang berbeda serta menonjol dibandingkan dengan karyawan lainnya. Seperti itulah kata sang Owner yang sering disampaikan kepada setiap karyawannya.)

“Emang kamu berangkat jam berapa Ndo, jam segini sudah sampai disini?” Tanya sang Owner.

“Kemarin, sehabis tutup toko, langsung saya berangkat, takutnya macet di jalan, bapak jadi lama menunggu. jadi sempat tidur di parkiran alun-alun, selesai mandi berangkat ke alamat yang bapak kasih, terus bapak menghubungi tadi.” Jawabnya sambil nyengar-nyengir.

“Kamu sudah makan belum?”

“Rencananya sih begitu.”

“Ya sudah kita lewat jalan Ayani,  seratus meter dari lampu merah ada restoran uenak, dijamin kamu bisa nambah tiga kali.” Kata si bos

“Wao, perut saya langsung bersorak, mendengar bapak bilang ada restoran enak.” Memang benar perut lindo sudah sejak tadi bunyi  krucak krucuk terus minta diisi, kebiasaan Lindo, kalau gak pernah dengar info tempat  makan enak dan murah, dia lebih memilih mengganjal perut dengan sebotol air mineral dan bakso yang sudah pasti harganya, enak atau gak rasanya, tapi gak sampai menggoyahkan isi kantongnya. karena rasa tanggung jawab terhadap biaya sekolah, bekal mereka dan kebutuhan dapur.

Benar juga, sampai di tempat parkir aroma masakan sudah tercium dan sangat menggodanya. apalagi, ketika duduk dan melihat harga menu yang ditawarkan. Lindo langsung tersenyum lebar. Seperti yang disampaikan sang Owner, bahwa Lindo pasti bisa menghabiskan dan bahkan nambah, tanpa rasa sungkan sama si bos, karena mereka memang akrab gak ada jarak antara anak buah dan sang bos, diluar jam kerja.

“Santai saja gak usah terburu-buru, nanti kalau capek mendingan kita cari penginapan saja.” Lindo menikmati makanan yang dipesan sambil menganggukkan kepala.

……………………….Bersambung

 

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience