Episode 11

Family Completed 3810

"Sudahlah jangan terlalu banyak bergerak."  Pinta si Surti.

"Nggak ko Bu, Arin cuma nyuci beberapa baju Arin kok, lagian kan tinggal masukin mesin cuci ditungguin, selesai, tinggal kemur aja." Semenjak di tinggal Mat Sokran Arin merasa kesepian, sehingga mencari kesibukan. Karena dia hanya duduk bengong dan gak tau apa yang harus dikerjakan. Untuk aktifitas pekerjaan memang dia terlalu rapuh, dan belum sehat betul.

"Hari ini jadwal terapi kan agar bisa cepat dalam pemulihan dan bisa jalan normal kembali?". Kata Mama mengingatkan.

"Kayaknya sudah gak perlu Bu, lagian tiap hari Arin sudah jalan-jalan mengelilingi halaman rumah ini, belum lagi mondar-mandir dari kamar, ruang tamu, ruang santai keluarga sampai ke dapur Arin lakukan itu tiap hari."  Jelasnya agar tak merepotkan si Surti karena seharian penuh bekerja melayani pelanggan, belum lagi ikutan ngecek cabang-cabang yang harus dipantau perkembangannya. 

Mereka berdua duduk di ruang santai, setelah bu Surti membantu menjemurkan pakaian yang telah dicucinya. 

“Yuk sudah sore kita makan, ibu tadi masak lumayan banyak, nanti bisa gak habis kalau cuma kita makan berdua, tapi tadi ibu pesan sama staf untuk tidak beli makan diluar dan tak suruh kesini saja biar bisa makan bareng.”

………………….

Sementara itu di alun-alun kota itu si John sedang asik menikmati Bakso yang sedang virall di sosmed karena enak, unik dan memang harga tak sebanding dengan kenikmatan sang pecandu kuliner, karena saking ramainya dia lebih suka menikmati sedikit jauh dari lokasi tempat mangkal rombong Bakso. Si John sengaja langsing memesan dua mangkuk sekaligus, namun saking nikmatnya dalam sekejap Bakso sudah tinggal mangkoknya. Saat menyalakan sebatang rokok seseorang menyapanya. “Hai mas John tumben kita ketemu disini, emang libur tho?”.

“E … mas Iwan, iya nyantai lagi nikmati Bakso super jumbo, gak terasa dua mangkuk ludes nih.”  Jawab si John, kemudian menghisap dalam-dalam lalu mengeluarkan asap perlahan dari hidung bergantian dan keluar perlahan lewat mulutnya. “Bosan kerja disana menjadi karyawan setia tulus, jujur dan tak mengenal waktu, tapi gaji segitu-segitu gak ada peningkatan.” Kata si John.

Pak Iwan kemudian menawarkan diri katanya: “Mas John kan sudah berpengalaman, bahkan tau tempat-tempat mantan bosnya mas John mengambil barang sekaligus kan sudah tau banyak pelanggan-pelanggannya mantan si bos tengik itu, kenapa gak buka sendiri, terus tawarin ke pelanggan-pelanggannya dengan harga lebih murah sedikit … … pasti bakal lari, meninggalkan dan memilih mengambil barang ke mas John. Dalam sekejap pasti dia bakal gulung tikar dan ganti mas John yang giliran jadi bos … … bisa-bisa dia yang gantian ngelamar jadi karyawan ke mas John.”  Kata pak Iwan yang juga pelanggan yang biasa mengambil barang si Mattia grosir.

“Iya juga sih dulu aku masih punya modal saat itu, waktu istriku dapat pembagian warisan ada rencana mau buka, tapi jujur kami gak enak sama bos.  E  … … si bos gak tau diuntung memang, malah gaji karyawan kepercayaan seperti saya keseringan sampai terlambat hingga terkadang sampai tiga bulan baru dibayar, makanya saya berhenti dari sana, capeknya gak ketulungan, gaji bukannya naik malah terlambat-terlambat terus.” Kata si John menjelek-jelekkan pemilik Mattia grosir bertujuan untuk menutupi belangnya. 

“Begini saja bagaimana kalau kita kerjasama, saya yang modali dan bagi hasil.” Pinta pak Iwan. “Wah ini kesempatan untuk menghancurkan usaha Mattia grosir n retail ini, kapan lagi.”  Pikir si John.

"Kapan kita bisa ketemuan di tempat yang pas buat membicarakan lebih serius. Masalahnya ini kan menyangkut dana yang gak sedikit?"  Pinta si John.

"Okey, saya serius ini. Gimana kalo kita bicarakan hari ini juga kita cari hotel, apa restoran biar tenang. Hem kalau mas John gak keberatan sih?"

"Baik mumpung saya juga ada waktu luang ini" .

Nampaknya pak Iwan serius dan memang dia salah satu langganan yang termasuk paling  sering mengambil barang dari Mattia grosir, karena disamping barang- barang dagangannya berkualitas dan branded juga tergolong paling besar potongan harga disana.

Dalam hati si John   sudah penuh dengan rencana busuk, bagaimana cara agar si Surti dan Mat Solar bisa melihat dia, bahwa tanpa mereka berdua  si John mampu berdiri tegak dan bisa hidup lebih mapan.

Pertemuan di sebuah hotel malam itu sudah menghasilkan kesepakatan. Bahkan si John mendapatkan mobil pribadi atas namanya. Tiga tempat dekat toko Mattia grosir sudah disewa satu diantaranya sudah dibeli. Dan dua baru di sewa. Ketiga-tiga toko lebih besar dari milik Mattia, diharapkan nantinya bisa dilirik oleh pelanggan Mattia grosir.

Sedang toko yang dikelola pak Iwan masih berjalan seperti biasa, dan tetap mengambil barang di Mattia grosir, bahkan kini lebih sering kesana dengan tujuan secara diam diam ia mempromosikan sekaligus mengajak pelanggan Mattia grosir belanja di toko yang di kelola si si John.

si John memang termasuk karyawan Mattia senior, tapi keseniorannya tidak membuat dia bisa mengetahui  strategi bisnis, tempat dimana alamat  supplier Mattia grosir dan semua seluk beluknya, beda banget dengan sang bapak. Karena sejak awal bekerja dia asal datang menyelinap dan tidur.

…….,...

Mobil, baru diparkir tepat di depan pintu rumah. Berharap sang bapak melihat mobil baru yang dia bawa kemudian memujinya. Pintu diketuknya berkali-kali gak aga jawaban dicobanya membuka, ternyata pintu tak di kunci. Dilihatnya sang bapak pulas tidur, karena gak tega mbangunkan, si John menunggu di ruang depan sambil menikmati secangkir kopi yang dibuatnya sendiri dan membuka gorengan yang dibeli saat menuju rumah sang bapak.

Suara  "klintingan" sapi, serta teriakan si dagang soto Lamongan  keliling  yang selalu lewat di depan rumah pak Tarman membangunkannya, karena memang jam makan malam, buat pak  Tarman.

"Sudah lama kamu datang?". Tanya sang bapak.

"Sejam lebih, tak liat bapak terlalu capek jadi aku gak tega bangunkan bapak. Itu soto sudah datang."  Kata si John.

"Iya makanya bapak bangun."

"Biar aku yang pesan."

"Gak perlu, dia sudah tau.". Tak lama kemudia mas No Dateng membawa soto.  "Eeee, mas John tha?!. Wah mobil baru ya. Makin sukses saja anak kebanggaan mas Tar ini." Puji mas No dagang soto.

*Iya baru bulan lalu beli cas bukan kredit, ini lihat STNK atas namaku kan?"  Sambil membuka dompet dan menunjukkan stnk mobil baru yang dibawanya.

"Iya saya percaya. Siapa dulu bapaknya yang merawat dan mendidik dengan penuh kasih sayang. Saya jadi ingat waktu itu mas Tar hujan-hujan menggendong sampean masih SD waktu itu. Karena lari gak bawa payung sampai jatuh masuk parit. Untungnya sama mas Tar panjenengan diangkat tinggi-tinggi, jadi mas Tar yang belepotan lumpur."  Kenang pak No, membanggakan pak Tarno, bukan membanggakan si John yang bawa mobil baru.

*Sudah, aku juga inget waktu itu. Cepet buatin saya juga spesial yang banyak dagingnya nasi jangan lupa dipisah ples yanbal dan jeruk nipisnya."

"O Iyo pak inget gak alamat supleyer kalau cari dagangan bu Surti?"

"Yo, bapak mana inget soal begituan wong tugase bapak kan paling banter nganter barang ke cabang. Emang kenapa?"

" Mosok nggak inget satupun?"

"Barang daganga

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience