Episode 15

Family Completed 3810

Tiga Minggu sudah sejak kepulangan Arin dari Bali. Terlihat makin gelisah dan gak pernah keluar dari kamar. Nampaknya dia sibuk mencari pekerjaan yang bisa di kerjakan di rumah, sehingga bisa bekerja di dalam rumah.

Sudah puluhan lowongan pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan, namun dia semakin bersemangat untuk semakin banyak mengajukan lamaran.

Dilihatnya, nya hp ternyata sudah puluhan lamaran yang telah dikirimnya.

Selesai bersih-bersih pekarangan rumah yang dipenuhi dengan daun-daun kering dari pohon mangga yang terdapat di depan dan dibelakang rumah. Apalagi sudah lama ditinggal penghuninya tanpa ada yang merawat. Diambilnya korek kemudian dibakarnya kumpulan daun kering itu.  Lewat qlselang yang cukup panjang diriraminya halaman rumah, sehingga terasa adem

Saat bersih-bersih dan melihat pohon mangganya yang sedang berbuah cukup lebat. Teringat ketika dia sering berada diatas sana mengambil mangga yang hampir matang di pohon. Iren kecil yang suka memanjat pohon, bahkan teman-teman cowok seusianya dulu gak ada yang berani memanjat pohon mangga setinggi itu. Orang kecil yang hampir lulus SMP masih sering nangkring di mangga itu sambil menggigit buah mangga yang hampir masak. Sambil menyiram halaman itu dia tersenyum sendiri, setiap melihat pohon mangga tersebut.

Tiba-tiba dia teringat sama mas Gendut yang nama aslinya adalah Parman.  Bahwa kontrakan rumahnya tiga bulan lagi sudah habis tapi belum ada persiapan uang sama sekali.  Selesai mandi diambilnya hp dan menghubungi mas Gendut.

"Hallo  mas  ini saya Arin nanti selesai tutup toko, bisa nggak mampir ke rumah saya?"

"Iya mbak, ini juga selesai tutup kok. Oke sebentar lagi mbak." Jawabnya 

,"Baik saya tunggu, jangan lupa mampir beli gorengan di tempat biasa campur 50rb saja."

Baru saja Arin selesai menyeduh dua gelas kopi mas Gendut sudah sampai di depan rumah Ari. Diketuknya Pintu.

"Langsung saja masuk,ambil piring buat tempat gorengan dan bawa kopi yang saya buat itu kedepan juga biar asik ngobrolnya."

"Siap mbak." Si Gendut memang akrab banget sama Arin. Disamping satu pekerjaan dia juga sering nganter Arin baik saat lagi tugas, maupun nganter Arin pulang apabila dia lagi malas bawa mobil sendiri.

"Piye mbak,mau ngasih solusi buat aku tho, ini sudah mendekati habis kontrakan piye Iki?".

"Lha kamu mau tho' menempati rumah ku wis wani Piro?". Tantang Arin.

"Aduh mbak jangan ngajak bercanda gitu lah, lha wong rumah yang tak tempati sekarang kecil kamar dua dempet-dempetan saja limolas Yuto ora kuat mbayar kok malah suruh kontrak rumah segini gede.?" 

"Lho siapa yang mau mengontrakan rumah, lha wong tak suruh beli kok." Canda Arin. Kemudian Arin melanjutkan: " Begini lho mas, itu pohon mangga ku sakali berbuah kalau diborongin bisa sampai 5 juta. Depan belakang itupun di jual cepat.".

"Maksud mbak Arin." Si Gendut berhenti sejenak lalu ambil gorengan dimasukkan ke mulut sekaligus. Kemudian melanjutkan "lha aku disuruh jual mangga gitu?"

"Jangan ngomong dulu habisin gorengannya baru bicara."  "He…he…he." Si Gendut ketawa.

"Dengerin saja aku ngomong, sampean cukup menikmati gorengan sambil minum kopi. Kan itu gorengan banyak cukuplah untuk mendengarkan penjelasanku." si Gendut manggut manggut sambil menggigit gorengan

Arin tersenyum melihat tingkah mas Gendut. Sejak pertama kerja bersama, Arin memang selalu dibuat mas Gendut dengan setiap geraknya. Buat Arin dia satu-satunya teman kerja yang bikin dia tersenyum.

"Oke, sekarang serius. Ini masnya kan kontrakannya habis, jadi gak perlu bingung soal rumah. Tempati saja rumahku dengan satu syarat, rawat rumah.  Halaman jaga jangan sampai kotor, untuk ongkos bersih-bersih halaman rumah, jual saja mangga kalau lagi berbuah, kalau genteng bocor langsung diganti jangan sampai nunggu musim hujan. Sampai disini paham?". 

Kembali mas Gendut manggut-manggut sambil menggigit tahu isi dan cabe. Sehingga kepedesan.

Diseruput ya kopi lalu balik menggigit. Tahu. Cuma kali ini benar-benar keliru dengan cabai. Sehingga semakin kebingungan karena kepedasan. Melihat mas Gendut kebingungan. Arin lari mengambil air mineral. Diteguknya satu botol tanggung air mineral sampai tak tersisa. Tapi dia masih merasa kepedesan. Memang mas Gendut gak berani pedas sejak dulu.

"Maaf mbak, saking seriusnya. Sampai keliru menggigit cabai…he..he…he."

"Begini lho mas… mulai malam ini, Barang-barang yang tidak terpakai atau tidak terlalu penting coba mulai bawa ke sini Yo gak usah terlalu banyak biar gak menyolok. Jadi nanti seminggu sebelum habis kontrak, semua barang sudah ada disini. Tinggal perabot dan tempat tidur." Kata Arin

"Lha mbak Arin tinggal dimana?".

"Di bawah pohon mangga." Mendengar jawaban Arin, mas Gendut langsung ngambil gorengan dimasukkan ke mulut langsung ditelan. Alhasil matanya ya langsung melotot, karena makanan yang ditelan nyangkut di tenggorokan. 

"Pelan tho mas, mbok ya pelan-pelan… dikunyah dulu. Jangan langsung ditelan begitu." Kata Arin saat melihat tingkah mas Gendut yang konyol itu sambil tertawa ngakak. Sampai lupa dengan apa yang terjadi hari ini yang membuat dia stres berat.

"Seandainya masalah yang aku hadapi tak seberat ini, mendingan aku tinggal serumah dengan keluarga mas Gendut." Katanya dalam hati.

"Ialah mbak, habisnya jawaban mbak Arin yang bikin saya kayak kesabaran janda muda,... E salah,... Anu.. apa.. anu mbak." si Gendut berhenti sejenak, mengambil air dan diteguknya kemudian melanjutkan: 

"saya tadi mau ngomong apa sampai lupa?... O iya anu… em… itu… apa… anu mbak."  

"Ya…ya…ya… anu kan mas." Potong Arin lalu tertawa ngakak kemudian berkata: "ya jangan kuatir mas.. lantai Arin yang bilang sama mbak Aisyah kalau mas Gendut mau kawin lagi." Lanjutnya.

"Lho… lho… lho, jangan mbak nanti saya disunat lagi sama permaisuri kalau dengar mas Gantengnya minta kawin lagi… pliss.. jangan ya Mbak cantik, imut, baik hati, ramah, tidak sombong, penurut,... Apa lagi ya?". Melihat tingkah dan gayanya mas Gendut yang kocak. Arin jadi benar-benar terhibur. Tapi kalau sudah di depan sang majikan alias ibu Surti, mas Gendut kayak mainan pakai remote control. Diam gak banyak gerak, kecuali kalau dipencet tombolnya.

"Begini lho mas, maksud Arin, setelah semua barang sudah dibawa kesini, kan jadi gak repot dan gak perlu minta libur kerja saat pindah rumah. Nah ini Arin kan mau ngambil gelar S2 dan mengambil gelar Doktor di luar, jadi Arin siap-siap. Biar mangga yang depan sama di belakang ada yang menghitung mangga, berapa yang jatuh masih kecil dan berapa mangga yang dimakan kelelawar yang sudah matang."

Tak terasa candaan mereka sampai larut malam. Begitulah kalau mereka berdua sudah ngobrol. Tiba-tiba, Aisyah datang diantar anaknya. Mencium arosa sang istri si Gendut pura-pura gak tau, dan memberi isyarat kepada Arin, begitu sebaliknya Aisyah memberi isyarat kepada Arin untuk tidak memberitahukan kehadirannya.

"Kalau istriku itu mbak, orangnya setia, sabar, nri moan, gak banyak nuntut." Dan sejuta pujian diucapkannya. Sampai-sampai keluar bunga- bunga bertebaran di sekelilingnya cuma hanya orang yang punya Indra ke sepuluh, mungkin yang dapat melihat.

Adegan ini membuat Arin jadi tersenyum sampai gak kuat menahannya. Diciumnya pipi suami dengan gemas. Dan si Gendut pura-pura kaget. Saat itu Arin melepas tertawanya hingga memecahkan heningnya suasana malam itu.

"Ini mbak belan jiwaku. Ayo duduk sini Tayank pipi mau ngomong tentang jalan keluar buat masalah kita." Kata mas Gendut.

"Sejak kapan kita panggil dengan pipi, Mimi?". Tanya Aisyah kepada sang suami.

"Sejak, jalan keluar telah kita dapatkan melalui mbak Arin, Mimpiku Tayank." Jawab si Gendut

"Makanya pipi sampai jam ini belum pulang, walaupun rinduku padamu sudah memuncak sampai ke ubun-ubun. Liat di rambut pipi pasti ada warna pelangi disana." Tambahnya.

Melihat kemesraan mereka berdua Arin jadi teringat kepada pujaan hatinya, yang sesungguhnya, milik orang lain. Ketika lamunannya sampai kesana segera ditepiskannya. Kemudian Arin menjelaskan, semua rencananya. Dan Aisyah langsung memeluk dan mencium Arin. Saking gemesnya ia gak tau bahwa si Arin sampai gak bisa bernafas.

"Sudah-sudah tayang, tuh mbak Arin sampai gak bisa bernafas." Segera dilepaskan ketika sang suami memberitahukan bahwa dekapannya membuat Arin sampai sulit untuk bernafas. "Aduh, maafkan Aisyah mbak, saking gembiranya."

Diceritakan semua kenapa, kali ini sampai kesulitan hanya sekedar pake bayar kontrakan rumah. Padahal punya bos yang sangat baik, loyal dan gak pernah mau melihat karyawannya sampai kekurangan. Apalagi hanya sebatas uang untuk kontrak rumah saja.

"Ya sudah mungkin ini jalan keluar untuk sementara, sampai mbak Aisyah bisa memiliki rumah sendiri." Jelas Arin. Memang dia gak menjelaskan secara detail akan kemana dan mengapa. Yang pasti satu solusi telah terpecahkan buat keluarga teman sekerja.

Karena terlalu larut, merekapun diminta untuk menginap di rumah Arin. Rumah yang cukup besar untuk Arin tempati yang dibangun buatnya oleh orang tua angkatnya. Perhatian inilah salah satu dari sekian banyak alasan mengapa dia tak bisa menolak permintaan sang ibu angkat, walau sebenarnya sangat berat baginya untuk mengabulkan permintaan itu, terlebih ketulusan dan perhatian tulus dari keluarga ini dan sejuta kebaikan uang tak cukup jika ditulis dengan kata-kata.

"Bapak jadi lebih dekat, dan bisa lebih rajin lagi kerjanya, soalnya kan lebih dekat dari tempat kerja." Kata Aisyah.

"Iya, mimikyu tayank, pipi bakal ingat pesan sang permaisuri tercinta." Jawab mas Gendut.

Mendengar kata ini, Arin jadi makin salut dengan mereka berdua, humoris,mesra,dan romantis.

Pagi itu sebelum si Gendut berangkat kerja. Diciumnya tangan sang suami, kemudian si Gendut mencium pipi kiri dan kanan Aisyah, serta dikecupnya kening sang istri, lalu pamit. Dilihatnya sang suami sampai mobil tak terlihat baru Aisyah masuk ke rumah.

"Mbak Arin hari ini kepengen dimasakin apa?". Tanya Aisyah. Sebenarnya Aisyah dan Arin kalau dilihat usianya tak terpaut banyak, mungkin hanya beda beberapa tahun,atau bahkan berbeda bulan saja. Yang membuat Aisyah terlihat lebih tua, mungkin karena si 

Aisyah menikah di usia muda. 

"Apa saja Arin suka, gak pernah pilih-pilih. Tapi kok tiba-tiba Arin pengen sayur bening daun bayam dan pepes ikan pindang yang bumbunya dikasih mangga muda pedas asem gitu sih."

“Wah kalau itu sich Aisyah ahlinya mbak. jadi inget pertama kali Aisyah belajar masak dulu waktu di kampung. tanaman bayam tumbuh subur di pekarangan belakang rumah, mau di babat habis kasihan. jadi Aisyah tiap hari masak sayur bening bayam. kadang didampingi dengan sambal goreng tempe, kadang pepes ikan pindang, kadang motong ayam, karena kami di kampung memelihara banyak ayam, hanya saja gak dikandangi, karena tidurnya kan diatas pohon. tapi sayurnya tetap sayur bayam tiap hari. entah kenapa keluarga kami gak pernah bosan.an… ..e kok jadi saya yang banyak cerita.”. kata Aisyah tersenyum malu.

“saya senang kok mendengarkan cerita mbak Aisyah.” jawab Arin. sambil asik mengunduh mangga yang muda. dan Aisyah yang mengambil saat mangga jatuh.

“Sepertinya sudah cukup banyak ini.” kata Arin.

“Iya, nanti kita buat rujak mangga pakai gula merah, asam, sedikit kacang dan petis… dijamin nanti mbak Arin pasti ketagihan, sebentar Aisyah kepasar membeli kebutuhan dulu ya mbak setelah selesai masak kita bikin rujak yang puedes. kok ya tadi Aisyah lihat di belakang rumah lomboknya terlihat buahnya lebat banget.” Pamit Aisyah.

“Sama saya ke pasar nya mbak.”

Mereka berdua kepasar. sepanjang perjalanan Aisyah mendominasi percakapan dengan banyak cerita. Semenjak pertemuan kemarin Aisyah sepertinya hatinya sedang berbunga-bunga, karena lebih dari enam bulan hidupnya serasa tertekan banget, oleh tagihan hutang, yang tiap hari menagihnya kerumah, sedang penghasilan sang suami yang didapat dari sang majikan bulanan, kalau dapat lebih dari sang bos setiap harinya ya bisalah untuk belanja.

perjumpaan dengan Arin setidaknya satu masalah terselesaikan. yaitu tentang kontrakan rumah, yang membuat Aisyah gak bisa tersenyum.

……………..

Siang itu mereka berdua asyik menikmati rujak buah buatan Aisyah.

“Wah mbak njenengan tangannya memang dingin banget, cuman rujak begini saja sudah kayak makan di restoran kelas dunia.” Puji Arin, sambil menikmati sesekali terlihat Arin merasa kepedesan. “wah mbak Arin ini kalau makan rujak, kayak aku ngidam waktu hamil dulu.” Pikir Aisyah. tiba-tiba terdengar suara mobil, melihat mereka berdua asik sampai gak menyadari kalau bu Surti datang, dan saat ibu Surti berada disamping mereka berdua bari Aisyah dan Arin tau bahwa ada tamu datang. “Aduh maaf bu, kai berdua sampai gak dengar kalau ibu datang…maaf.” kemudian Aisyah berdiri menyambut bosnya sang suami.

“Lanjutin, ibu jadi pengen bergabung nok.” Kata bu Surti kemudian dia ikutan jongkok sambil berkata: “Ikutan donk, boleh kan?”.

“Asik tambah personil nih, ayo bu, buatan Aisyah memang maknyus. Arin sampai gak sanggup untuk berhenti  sebelum habis nich.”

si Surti gak pengen suasana mereka berdua jadi berubah, itulah sebabnya dia berusaha mengikuti arus.

“hmmm… … bener!!!, asik banget. mau dong besok, diulang lagi, tapi ibu diundang biar gak sungkan.”

“Ah ibu, ada-ada saja masak rujaan begini saja pakai undangan resmi.” Canda Aisyah. suasana kian seru memang ketika ada bu Surti. Arin langsung masuk untuk mengambil air mineral botol tanggung, kemudian melanjutkan menikmati rujak buatan Aisyah.

………………………….Bersambung 

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience