Episode 22

Family Completed 3810

Perut buncitnya dielus-elus, karena kekenyangan. Ditumpuknya, dibawanya ke dapur dan langsung dicucinya. "Suami teladan memang harus seperti ini." Kata Bu Surti.

si Endut pun pergi menuju depan kaca dan berekting ala peragawan sedang menampilkan promo sarung gajah bengkak. Kemudian kembali dan melanjutkan mencuci. Cengar-cengir menghadap Bu Surti dan Aisyah sang istri.

"Terima Kasih buat pujiannya, dulu hari kedua kami menikah pujian ini pernah diucapkan oleh mantan pacar saya Bu."

"Sekarang dimana dia?" Tanya bu Surti. Sambil memandang kearah sang istri dan menggerak-gerakkan alisnya si Endut menjawab: "tu orangnya…he..he…he?"

Akhir-akhir ini Bu Surti memang sering menginap di tempat Aisyah, terlebih ketika Arin tak ada kabar beritanya. 

Arin sengaja mematikan ponsel dan memakai ponsel dan nomor baru, dengan tujuan supaya keberadaannya diketahui orang dekatnya.

Bu Surti juga tak pernah menyinggung tentang Arin, supaya ketika Arin menghubungi Aisyah baru dia bisa mengoreknya. Begitu juga si Sokran, tak pernah menanyakan ataupun membicarakan soal Arin. 

Naluri seorang wanita Bu Surti merasakan memang ada keterkaitan dengan suami, terutama sepulang dari Bali saat itu. Namun itu juga hanya sebatas perasaannya saja.

Sebelumnya. Sehari saja Arin gak berada di rumah sang suami sudah menanyakan keberadaannya. Ini sudah berjalan hampir 4 bulan. Tapi dilihat dari wajah sang suami, dia sangat mengkhawatirkan Arin, hanya saja sang istri tak mengetahui secara pasti, mengkhawatirkan sebagai anak atau yang lain.

Gejolak hatinya, yang tak bisa dibendung dan sudah mulai bercampur curiga, serta emosi. si Surti bermaksud menanyakan kepada sang suami. Hanya saja dia menunggu waktu yang tepat.

Saat Memandang bu Surti yang sedang gelisah Aisyah berkata.

"Kamar yang ditempat mbak Arin memang tak pernah dikunci, kecuali saat dia menginap di rumah ini, dan dia juga berpesan kalau ibu mungkin menginap disini bisa memakai kamar mbak Arin pesannya." Cerita Aisyah waktu pertama Bu Surti bermaksud menginap di rumah yang sekarang ditempati Aisyah dan suaminya. Disinilah Bu Surti dan Aisyah sering ngobrol hingga ketuanya terlelap. Seperti malam ini.

"Ndut tolong Antar ibu pulang. Biarkan mobil ibu disini." Melihat majikan sedikit tegang. si Endut gak berani ngajak bercanda.

"Baik Bu."

Sesampainya di rumah.

"Ndut, kamu hari ini gak usah ke toko. Ibu sudah bilang sama semua, kalau mulai hari ini untuk sementara waktu ibu minta khusus menjadi supir pribadi ibu. Maaf ibu gak izin kamu terlebih dahulu. sekarang santai saja di rumah ini,sewaktu-waktu ibu membutuhkan, baru berangkat." Kata si Surti.

Masih terngiang dan tak percaya apa yang dikatakan dokter sore ini. Bahwa dalam dirinya mengandung, sudah berjalan 6 bulan. Dua dokter kandungan mengatakan hasil yang sama.

"Aku harus memberitahukan ini pada suamiku." Pikirnya. Tapi niat itu diurungkannya. Mengingat banyak hal diluar nalar yang terjadi.

si Surti bergegas menuju ruang depan. Dilihatnya si Endut sedang menyiram taman depan rumah. "Ndut,jemput istrimu sekarang. Ajak kesini. Tadi sudah ibu telepon untuk siap-siap."

"Ya Bu, sekarang Endut berangkat." Dimatikannya kan. Lalu berlari menuju mobil yang diparkir tak jauh dari taman itu.

Surti berbaring terlentang bebas dan mengelus-elus perutnya. Tersenyum, sesekali tertawa lepas, dan terus mengelus. Kemudian berdiri di ranjang besar berukuran double bed itu dan meloncat-loncat kegirangan, serta berteriak. "Sayang…ternyata aku bisa hamil."

Kembali dia membaringkan tubuhnya dan mengelus si jabang bayi yang ada dalam kandungan, serta mengajaknya bicara. " Kamu tau nggak nak. Penantian mama akan kedatanganmu. Selama 10 tahun ini." Tangis Surti menjadi. "Tau gak. Selama ini mama merasa gagal, karena dirimu gak juga hadir dalam kandungan mama, mama telah membuat papamu sedih. Mama takut kehilangan dia. Mama tak sanggup hidup tanpa dia. Papamu satu-satunya penyemangat mama.". Dielusnya terus perut si Surti dan mengajaknya bercerita.  Sesekali ditepuk perutnya. "Ups … mama nakal ya? Maaf,habis ya dedek sih datangnya diam, diam. Apa mama ya,  yang kurang perhatian?" 

Diketuknya pintu kamar: "ya masuk saja gak dikunci kok. Perlahan Aisyah membuka pintu dan mengintip,*masuk saja." Melihat sekeliling kamar sang majikan Aisyah melongo, bengong melihat kamar luas seperti ini, ada lukisan kuda yang ingin melompati sang majikan. Ada kolam  dan air terjun di samping kamar tidur, semua membuat Aisyah sangat terpukau dan baru kali ini melihat ruang kamar semegah ini.

"Sudah sini duduk." Pinta Surti. Karena melihat tamu undangannya sepertinya canggung. Maka ditariknya tangan Aisyah. Keluar dan diajaknya duduk di ruang santai.

 Duduk berhadap-hadapan dan dipegangnya kedua tangan Aisyah. Diciumnya tangan itu. "Ibu ternyata hamil." Katanya dengan ekspresi penuh bahagia. Aisyah segera merangkulnya. Cukup lama tanpa sepatah kata pun.

Aisyah terkejut dan seakan tak percaya ketika Bu Surti mengatakan bahwa usia kandungannya sudah berjalan enam bulan. Dipandanginya sang majikan. Lalu dipeluknya lagi.

"Ibu juga baru tau saat dokter kandungan mengatakan itu. Karena gak percaya, maaka ibu ajak suamimu untuk mengantar ke dokter kandungan yang lain hasil usg sama." Aisyah terus mendengar cerita kegembiraan sang majikan suaminya itu.

"Aisyah juga pernah dengar derita itu, tapi kali ini benar-benar bahwa ternyata ibu mengalaminya." Kata Aisyah.

"Tapi memang benar kok, ibu gak merasakan apa-apa dan gak ada tanda sedikitpun.

"O..ooo .Baru Aisyah inget sekarang. Saat ibu tiap hari minta dibuatkan rujak buah…ya..ya.. ya..itu saat ibu ngidam."

"Bisa jadi. terus..gimana cara ibu memberitahukan ke bapak ya.. ibu jadi bingung deh." 

"Dulu, waktu hamilnya anak saya yang kini dipanggil Tuhan itu, benar-benar luar biasa."Cerita mengenang masa itu sambil tersenyum.

"Apa coba?" Tanya Bu Surti Penasaran. Sambil tersenyum sedikit malu. Kemudian menoleh ke kanan, kiri. Saat yang ada hanya mereka berdua. Aisyah berkata: "Mulai ngidam sampai usia kandungan 6 bulan maunya Sinabang bayi itu.  Tiga sampai empat kali Bu. Kalau kurang dari itu..bawaannya ngambek gak mau ngapa-ngapain. Kadang bapak ya suami saya sudah mau berangkat kerja. Masih minta disambangi." Cerita Aisyah dengan sedikit malu. Mereka berdua terlibat cerita dewasa sambil cekikikan. 

"Tuh sepertinya suamiku sudah datang." Kata si Surti.

"Ya sudah, Bu kami berdua pamit biar gak mengganggu kunjungannya." Canda Aisyah.

Saat Aisyah dan suami pulang. Tinggal mereka berdua. Perasaannya kembali seperti semula. Ada curiga, cemburu dan rasa takut kehilangan sang suami. Tak seperti dulu. Yang memberikan kebebasan penuh. 

Cerita Aisyah terus terngiang di telinganya, diapun ingin merasakan seperti Aisyah saat hamil dulu.

Sebaliknya,pikiran sang suami saat ini hanya berfokus kepada keberadaan Arin yang entah dimana. Karena dia merasa bahwa ada hubungannya dengan seminggu penuh di Bali saat itu.

Saat sang suami sedang berbaring. si Surti mendekatinya dengan hanya memakai baju tidur transparan yang biasa dikenakan kala sang suami berada di rumah,dan merebahkan diri disampingnya. Kali ini seperti yang diceritakan oleh Aisyah, berharap mendapatkan respon seperti yang Aisyah ceritakan.

*Ma." Bisik sang Suami. Pikiran si Surti melayang membayangkan seperti yang diceritakan Aisyah terjadi pada dirinya.

"Ma."  diulanginya panggilannya. Namun si Surti masih terhanyut dengan cerita Aisyah.

Ternyata tak terjadi seperti cerita yang dia dengar hingga yang dia Pegang lemas lunglai

si Surti menghela nafas panjang. kemudian Dudung dengan rasa kecewa.

"Maaf kan, papa kepengen cerita."

"Hmmm."

Dikecupnya bibir sang istri, namun dia mengelaknya.

Karena Mat Sokran sudah gak mampu lagi menahan rasa bersalahnya. Ia menceritakan semua. Tentang semua yang tejadi atas dirinya dan Arin saat berada di Bali selama seminggu itu. si Surti terus memperhatikan semua yang diceritakan sang suami. Ia berusaha untuk menahan rasa sakit itu.  Namun dia tak mampu. si Surti menangis sejadi-jadinya. Kemudian dia keluar dari kamar itu. Namun si Sokran tak berani menghalangi. Karena dia merasa bersalah.

"Jemput ibu." Katanya dalam telepon.

si Endut segera meluncur.  Jalan sepi, karena memang hampir tengah malam.

Sesampainya di rumah si Surti dia bergegas masuk. Dan

"Maaf, sepertinya ibu harus ganti pakaian dulu." Kata si Endut sambil memalingkan muka, kemudian bergegas menuju mobil dan menunggu sang majikan selesai ganti pakaian.

Tak berapa lama si Surti sudah berada dalam mobil. "Ayo jalan. Maaf soal yang tadi lupakan." Pinta sang majikan.

"Ah biasa aja bu. Lagian tadi cuman liat dikit,gak banyak kok. Sumpah," ujar mbul, sambil nyengir, kemudian mengerutkan wajah.

"Hus!!! Gak usah dibahas!" Bentak Surti.

"Siap bu.sebentar tak buang disini biar gak kebawa terus."

"Mo buang apa?" Tanya Surti bingung.

"Ya yang tadi biar gak keinget terus."

Dicubitnya si Endut.

"Aduh ampun bu. Bener sekarang sasasaya..sudah gak inget yang tadi sumpah sudah saya buang "

Majikannya cuma tersenyum dan sedikit merasa malu, dengan kejadian yang di lihat. "Ah paling juga sama seperti si Endut liat punya istrinya." Katanya dalam hati.

"Entah kenapa, setiap aku bersama si Endut dan istrinya, terasa ada ketenangan yang gak bisa diungkap dengan kata, pikirnya.

"Cari makanan yang masih buka jam segini." 

"Baik Bu."

"Kamu sudah dengar cerita dari istrimu?"

"Tentang apa Bu?"

"Ya sudah,lupakan."

"Ada sich."

"Apa coba katakan."

"Ya tentang itu."

"Itu apa."

"Ya.. itu."

"Iya… itu apa. Jangan bikin ibu penasaran donk."

"Ya."

"Ya apa?"

"Itu Bu,warung nasi Padang."

"Aiis..ibu gak lapar… tadi yang tadi itu bilang sama ibu."

"Yang mana Bu? Hmmm nanti saja di rumah. Ini sudah hampir sampai… nanggung mau cerita."

"Yah.. kamu memang suka banget bikin ibu 

Penasaran."

"Maaf. Bu."

Tak seberapa lama. sang Owner datang tanpa kata. Dan masuk ke kamar Arin dimana mereka berdua sedang ngobrol.

"Ma, kita pulang sekarang." Ditariknya lengan si Surti dan hampir dia terjatuh dari ranjang karena tarikan yang cukup kuat itu.

Surti menangis histeris. Aisyah hanya mampu memandangi dan tak mampu berbuat apa-apa.

"Pa, kenapa kau jahat sekarang. Aku sedang mengandung anak yang sudah kita nantikan selama 10 tahun. Tapi kau tega kasar seperti ini." Katanya sambil menangis tersedu, namun tak dihiraukan oleh sang suami.

"Kalau mama gak mau pulang sekarang kita cerai, kita mencari jalan sendiri-sendiri."

"Pa.. teganya kau mengatakan itu." si Sokran tak peduli, kemudian keluar dan menghampiri mobil dan ditancap gas kencang. 

si Surti terus menangis sambil memegang si jabang bayi yang ada dalam perutnya, terus mengelus dan mengelus serta menangis sejadinya. Tak lama kemudian si Sokran masuk membawa barang- barang istrinya dan melemparkan di depan Surti. "Mulai hari ini mama gak usah balik ini barang-barangmu."

Si Endut bermaksud bicara, namun didorongnya hingga jatuh telentang. "Ini Bukan urusan kalian. Diam dan jangan bicara."

Si Endut bangkit berdiri dan berkata dengan penuh kemarahan. "Anda sudah gak sopan di rumah kami dan membuat tamu kami menangis. Tau?. Lelaki macam apa seperti dirimu gak perlu dihormati." Melihat si Endut semakin memuncak kemarahannya. si Surti berusaha melerai. Namun Mat Sokran mendorongnya hingga terjatuh. Melihat majikannya terjatuh. si Endut menampar pipi Sokren suami sang majikannya. "Keluar!!! … Keluar… anda bukan manusia Keluaaaar!!!!" Teriak si Endut. si Surti menangis sejadi-jadinya serta memukuli perutnya.

"Ini gara- gara kamu." Teriaknya sambil menangis. Serta tetap memukuli bayi yang ada di perutnya.

"Bu… Bu.. Bu Surti.. Bu". Si Surti membuka matanya.

"Ibu, sepertinya mimpi buruk ya?" si Surti menghela nafas panjang. Aisyah berusaha mengusap peluh di muka bu Surti.

si Surti duduk dan berkata: "Ibu mimpi yang sangat mengerikan."

Diambilkan segelas air kemudian Aisyah berkata.

"Ya sudah, ibu istirahat saja, besok kalau sudah tenang baru diceritakan.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience