chapter 1

Romance Completed 2699

Untuk sebagian pasangan suami istri kehamilan adalah hal yang paling menakjubkan, mendambakan kehadiran sang buah hati tentu hal yang paling dinantikan. Berbeda dengan Alina pernikahannya bersama Adimas sudah hampir menginjak 8tahun tapi kehadiran sang janin tak kunjung ia dapatkan, sudah berbagai cara mereka lakukan, dari segi medis, herbal hingga tradisional mereka lakukan untuk berihtiar mendapatkan keturunan. Namun Tuhan masih belum mengizinkan Mereka menimang buah cinta dari penantiannya selama 8tahun, Alina masih bersabar.

Dengan menghela napas, Alina menghampiri Adimas dimeja kerjanya. Nampak raut wajah sang suami mulai kelelahan. Dengan secangkir wedang jahe Alina menyodorkannya diatas meja, Adimas menoleh.

"Sayang, kamu belum tidur?" Adimas menghentikan jari-jemarinya.

"Sudah mas, aku terbangun karena mas belum ada disampingku." Alina memijat lembut pundak Adimas.

"Sekarang beristirahatlah kembali, pekerjaan mas akan segera selesai." Adimas mengelus tangan Alina.

Alina tersenyum. "Gpp mas..biar aku temani."

"Ga usah, biarkan mas disini beberapa menit lagi " Adimas beranjak dari tempat duduknya, dirangkulnya pundak Alina dan membopong Alina untuk masuk kembali kedalam kamar. Alina tersipu malu, sungguh beruntungnya ia memiliki suami seperti Adimas. Meski pernikahan mereka sudah berjalan 8tahun perhatian Adimas tak permah berkurang, ia tau betul bagaimana caranya untuk membuat hati istrinya meleleh.

"Sekarang tidurlah." Adimas mencium kening Alina sesekali ia membisikan doa diatas ubun-ubunnya.

***

Keesokan harinya, Alina bangun terlebih dahulu seperti biasanya sebelum melakukan tugasnya sebagai seorang istri. Ia bergegas untuk melaksanakan shalat subuh berjamaah. Dengan hati-hati Alina membangunkan Adimas yang masih terlelap dalam mimpi.

"Mas ayo bangun..kita shalat subuh dahulu." Alina mengusap pipi Adimas pelan, Adimas menoleh dengan setengah sadar.

"Sudah waktunya shalat subuh ya?"

Alina mengangguk, ditariknya pergelangan tangan Adimas untuk beranjak dari tempat tidur, Adimas membalas dengan senyuman tipis.

"Baiklah sayang, sudah cukup jangan ditarik-tarik dong" goda Adimas.

"Yaudah cuci muka lalu wudhu ya, aku tunggu dimushola." Alina berlalu dari pandangan Adimas.

Beberapa menit kemudian Adimas muncul dari balik pintu, dipakainya baju koko lengkap dengan sarung dan peci. Ia menatap kearah Alina, Alina sudah menunggunya dengan mukena yang sudah ia pakai sejak tadi. Mereka berdua melaksanakan shalat subuh berjamaah.
Selepas melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim, terdengar samar-samar sebuah doa, Doa yang dipanjatkan dengan sungguh-sungguh. Alina menatap kearah depan. Didapati Adimas sedang bersujud lelah diatas sejadah, isak tangisnya terdengar sayup-sayup. Adimas kembali memohon kepada sang maha pencipta untuk segera memberi mereka keturunan, Alina duduk terenyuh. Butiran air sudah memenuhi sudut matanya, ia tau betul bahwa sang suami sangatlah menantikannya, sesak didada semakin bertambah Alina akhirnya meneteskan airmata.

"Mas?"

"Iya sayang, Kamu masih disini rupanya?" Adimas membalikkan tubuhnya, Alina mencium dengan takzim kedua tangan Adimas.

"Maafkan aku mas."

"Untuk apa?"

"Karena sampai saat ini aku belum memberi mas keturunan." Alina menatap Adimas dengan isak tangis.

Adimas terdiam sejenak, ia tau bahwa Doa nya akan melukai hati Alina. Adimas membalas dengan mencium kening Alina semakin dalam, dibuka perlahan mukena yang masih menempel lekat ditubuh Alina. Adimas memeluk erat, dalam isak tangis Alina sendiri tak mampu menghentikannya Adimas semakin memeluknya.

"Tak ada yang perlu meminta maaf atau memaafkan, semua sudah ada jalur takdirnya sendiri." Adimas melepas pelukan, disibaknya rambut Alina yang menutupi sebagian wajahnya.

"Dengarkan mas, kita hanya harus lebih bersabar lagi. Tak ada jalan yang mudah untuk mendapatkan Ridha-Nya Allah swt." Sambung Adimas.

Alina menundukkan kepalanya semakin dalam, mulutnya bungkam seribu kata. Tak ada yang mampu ia ucapkan, keluhannya hanya membuat Adimas semakin terlarut dalam impian. Dilepasnya kedua tangan Adimas, ia simpan diatas dadanya kembali mereka berdua saling bertatap muka.

"Besok mas akan ambil cuti beberapa hari, ayo kita kepantai"

"Untuk apa mas?bukannya hanya menghamburkan uang."

"Uang bisa dicari, tapi senyuman dari sang istri itu jauh lebih penting..toh mas nyari uang untuk membahagiakan kamu." Adimas mencubit pipi Alina.

Alina terkejut dan repleks membalas cubitan Adimas dengan pukulan manja.

" Mas bisa ajah." Alina tersipu malu, ia mengalihkan raut wajah memerahnya.

"Memang betulkan? Doa istri yang melimpahkan rezeki.. mas hanya perantara." Adimas kembali menggoda Alina.

"Iya..iya mas betul."

"Makanya jangan sia-siakan makhluk seperti mas lho... limitied edition." Adimas tersenyum lebar, Alina membalas senyuman. Akhirnya mereka berdua tertawa terbahak-bahak nyaris melupakan waktu yang terus berdetik.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience