Alina mengakhiri pertemuannya dengan Adimas, dengan berat hati ia berusaha untuk selalu tegar Alina yakin bahwa Adimas hanya sedang lupa diri. Keduanya berbalas pelukan untuk mengakhiri ketegangan yang semakin terasa.
Adimas mengantar kepulangan Alina sampai luar ruangan, setelah beberapa langkah Adimas menjauh dari pintu keduamatanya menoleh kearah Nada yang sedang bekerja. Beberapa saat Alina tersadar bahwa suaminya menatap kearah lain, Alina kembali merasakan sesak didadanya kali ini ia mampu merasakan perasaan Adimas terhadap perempuan yang sedang ia pandang tanpa berkedip, akhirnya Alina membiarkan suaminya terus memandangi perempuan itu tanpa ada halangan.
Adimas kembali tersadar ia lupa bahwa didekatnya ada Alina, Adimas bergegas keluar untuk menyusul Alina karena Adimas yakin bahwa Alina menyadari sesuatu yang Adimas sendiri takut hal itu menjadi kenyataan.
Alina sedikit berlari ia melupakan perutnya yang mulai membesar, perasaan sakit yang terus menusuk-nusuk membuat Alina tak mampu membentung buliran airmata yang semakin menggenangi kedua sudut matanya.
****
Adimas berlari untuk menghentikan Alina yang sudah hilang dari pandangannya tanpa Adimas sadari, ia begitu takut jika belum waktunya Alina harus tau dalm kondisi yang belum meyakinkan. Dirokohnya HP dari dalam saku celana Adimas berusaha tenang untuk mampu menyelesaikan kegundahan batinnya yang semakin meresahkan, beberapa kali ia memanggil tak ada jawaban dari Alina pesan singkatpun tak kunjung Alina balas. Adimas pasrah kini ia sadar bahwa Alina sudah tau perihal hatinya yang ingin mendua.
****
Sesampainya dirumah Alina mengelus terus perutnya yang sedari tadi terus merespon kesedihan yang Alina rasakan, janin yang ada didalam kandungannya seperti ingin menghibur ibunya yang terasa menyedihkan. Alina duduk dan menyandarkan dirinya untuk sedikit rebahan, bayangan Adimas ketika memandangi perempuan itu seperti bukan pandangan yang biasa. Alina mengerjap-ngerjapkan matanya untuk melepaskan buliran airmata yang terus mengalir tanpa terasa. Ia belum sanggup berbagi kekasih halalnya dengan perempuan lain, tapi Alina lebih takut jika suaminya terus terjerumus dari dosa karena tak mampu menjaga pandangannya.
*****
Adimas menyerah, usahanya sia-sia Alina sudah pergi lebih dahulu tanpa Adimas sadari bahwa hati istrinya pasti terluka. Sepanjang jalan menuju ruang kerja pikiran Adimas terasa semakin gundah kedua lututnya terasa melemah membuat Adimas menyungkurkan dirinya disudut ruangan. Tetesan hangat itu kembali menggenangi sudut matanya, Adimas menggrutu kesal kenapa bisa ceroboh dalam memandangi perempuan yang bukan haknya, melukai hati istrinya sama saja membuat sang maha penciptan murka.
Ditepuk dengan keras dadanya yang mulai terasa seperti akan menyempit, beberapa kali Adimas mengucap istigfar kepalan ditangannya mulai melemah. Adimas pergi ke mushola tempat teraman untuk mencurahkan seluruh kegundahan didalam hatinya hanya dengan Allah, tak ada pilihan lain Adimas harus menjelaskan semuanya jika pulang nanti kerumah.
Didalam sujudnya Adimas kembali bernegosiasi untuk bisa memutar ulang waktu kejadian yang lalu disaat pertama kali ia memandangi perempuan yang kini merusak jati dirinya, Adimas bersujud semakin dalam memohon ampunan kembali atas dosa yang terus ia perbuat dengan sadar.
****
Alina masuk kedalam kamar, merebahkan diri dan menatap langit-langit kamar dengan perasaan yang tak karuan. Alina terus membolak-balikkan badannya berharap bayangan kejadian tadi enyah dari pikirannya, Alina salah semakin ia memejamkan mata begitu jelas perempuan itu membalas tatapan Adimas dengan penuh harapan.
Diraihnya telepon genggam didalam tas yang Alina lupakan beberapa saat karena emosi yang sulit ia kontrol, Alina terkejut karena Adimas menelponnya beberapa kali, bergegas Alina mencoba menghubungi balik suaminya yang mungkin sedang mengkhawatirkan dirinya.
******
Adimas mengakhiri sujudnya, ia meraih telepon genggam yang mulai berdering nyaring. Dilayar tertulis "Istriku" rupanya Alina membalas puluhan kali panggilan dari Adimas, kegundahannya mulai memudar.
Adimas kembali keruang kerja, kali ini ia ingin berbicara empat mata dengan Nada.
"Nada, sepulang kerja aku tunggu diparkiran bawah." Adimas berlalu dari hadapan Nada, Nada mengangguk perlahan meski ia tak tau apa yang akan terjadi.
Jam pulang tiba, Adimas membereskan semua bawaannya dan berlalu untuk keluar. Dipandangi Nada sudah siap untuk pulang juga, Adimas terhenti sesaat rasanya ingin sekali ia mengandeng tangan Nada untuk keluar secara bersamaan tapi apa kata karyawan lain jika ia melakukannya hanya akan membuat semua orang menggunjing Nada. Adimas melemah ia menundukkan pandangannya lalu pergi begitu saja.
Nada menatap Adimas yang menghilang dari balik pintu, debaran didadanya terasa kembali. Nada bergegas untuk keparkiran bawah entah apa yang akan Adimas katakan.
Diparkiran bawah mereka berdua bertemu, kedua tatapan itu kembali bercengkrama melepas sesuatu yang terus dipendam. Adimas membuka pintu lalu menyuruh Nada untuk masuk. Mereka berdua pergi bersama.
******
Jam sudah menunjukkan pukul 18:30 wib Alina mondar- mandir dari balik pintu, Kegelisahannya semakin menjadi karena Adimas tak membalas panggilannya. Alina menyungkurkan tubuhnya kebawah hatinya sungguhlah takut jika perempuan itu berhasil merebut kebahagiaannya sosok ayah dari anak yang sedang Alina kandung.
****
Adimas menghentikan laju mobilnya ia menepi disebuah cafe didataran tinggi. Nada berdecak kagum melihat pemandangan disekitar, Adimas membukakan pintu mobil menggapai telapak tangan Nada lalu menggandengnya. Nada tak menolak, mereka berdua memilih duduk dipaling ujung melihat kelap-kelip cahaya lampu. Mereka saling berhadapan memandang saling mengagumi.
Share this novel