Chapter 4

Romance Completed 2699

  Alina mengangkat tubuh Adimas yang tersungkur, ia mengelus kedua lutut suaminya. Sesekali Alina menggoda Adimas yang memendamkan wajah memerahnya karena malu.

"Mas hati-hati, jadi jatuhkan." Alina mencubit hidung Adimas.

Adimas menggerutu, "Aku khawatir kamu mual-muntah lagi sayang?"

Alina tersenyum gemas melihat suaminya cemberut manja, "Perutku kurang enak mas, mungkin salah makan."

"Kamu makan apa hari ini? Ayo kita pergi kedokter sekarang." Adimas dengan cemas membopong Alina.

Alina menolak ajakan Adimas dipeluknya semakin dalam berusaha menenangkan kecemasan yang sedang suaminya rasakan.

"Kamu jangan makan sembarangan dong sayang, jaga baik-baik anak kita." Adimas menempelkan kepalanya diatas perut Alina yang mulai membesar.

"Iya mas nanti aku akan lebih hati-hati lagi." Alina mengelus dahi Adimas.

Adimas beranjak dari perut Alina, " Sekarang kamu pengen makan apa? Biar mas belikan atau buatkan."

"Mmmmmmm...gak usah mas sekarang kita tidur kembali, besok mas harus kerja." Alina membaringkan tubuhnya diatas kasur.

****

   Keesokan harinya, Adimas bangun lebih awal disiapkannya sarapan untuk Alina diatas meja makan. Selesai shalat subuh ia bergegas membangunkan Alina, dengan perlahan Adimas mengusap pipi Alina.

"Sayang bangun shalat subuh dulu." Adimas berbisik.

Alina mengerjap-ngerjapkan matanya, ia menoleh dengan kesadaran yang belum sempurna.

"Iya mas,aku sudah bangun." Alina beranjak dari tempat tidur.

  Adimas membereskan tas bawaannya, dilihatnya Alina masih bersujud diatas sajadah dengan isak tangis yang banyak. Adimas menghela napas mengingat dosa yang telah ia perbuat, menghayal perempuan lain yang bukan haknya.

***

  Dikantor Adimas sibuk dengan beragam kerjaan yang harus ia kerjakan, tanpa ia sadari ada kedua bola mata yang mulai memandanginya dari kejauhan. Lelahnya semakin terasa, akhirnya Adimas memilih untuk beristirahat disebuah cafe yang tak jauh dari daerah kantornya.

  Dipesannya segelas jus mangga dan seporsi burger untuk melepas rasa lapar dan penatnya kini, dengan ditemani instrumen lagu khas untuk orang yang sedang jatuh. Setelah selesai menyantap semua makanan, Adimas menoleh kearah lain. Melihat sekeliling cafe yang mulai rame karena jam istirahat sedang berlangsung. Tak ada yang menarik, ketika banyak kerumunan orang Adimas termerangah beranjak sejenak dari kursi untuk berdiri tegak. Ada seseorang yang mampu mengalihkan pamdangannya, perempuan yang pernah ia jumpai kini kembali dihadapan Adimas.

  Adimas masih terus menatap perempuan berhijab itu, matanya enggan melihat kearah lain detak jantung semakin berdebar. Adimas mencoba mengontrol hawa nafsu yang semakin bergebu-gebu hasutan setan semakin nyata nyaris masuk kedalam aliran darah Adimas. Tanpa disadari perempuan itu membalas pandangan Adimas dengan senyuman tipis yang penuh makna.

Dengan gemetar Adimas mencoba menghampirinya, langkah kakinya terasa berat seperti ada sesuatu yang menahan. Tapi keinginannya semakin kuat, akhirnya kedua mata itu kembali berpapasan.

"Kamu perempuan yang kemarin kan?" Adimas membuka percakapan, perempuan itu mengangguk.

"Boleh saya duduk disini?" Sambungnya.

"Boleh silahkan saja."

  Tanpa pikir panjang Adimas duduk berhadapan, sampai ia terlupa bahwa ada Alina yang sedang mengandung buah cinta mereka. Adimas memperkenal diri dan bercerita banyak tentang hobby yang terlupakan sejak lama.

"Boleh kenalan? Namaku Adimas.

"Saya Nada."

  Perempuan itu tak membalas telapak tangan Adimas, ia hanya menempelkan kedua telapak tangannya seperti orang yang mau memberi salam. Adimas terkejut baru pertama kali ia melihat perempuan yang enggan berjabat tangan, mungkin karena penampilan perempuan ini yang begitu tertutup.

Jam istirahat mulai habis, Adimas mengakhiri pertemuan yang tak pernah ia duga-duga. Meninggalkan Nada perempuan yang baru Adimas kenal sehari yang lalu untuk kembali ke kantor.

****

   Alina mengelus perut yang mulai membesar, sesekali ia tertawa kecil disaat sang buahhati memberi respon sang ibu berbicara. Didepannya, sudah tersedia beberapa cemilan dan segelas susu hangat untuk menambah nutrisi calon anak dalam kandungannya dan nonton drama korea kesukaannya. Berharap jika anaknya berjenis kelamin laki-laki wajahnya tampan seperti oppa-oppa korea, pengennya.

Ting...tong... ( bel rumah berbunyi)

   Alina menoleh jam dinding, tanpa ia sadari bahwa jarum jam sudah menunjukkan pukul 16:00wib jam pulang kerja Adimas. Bergegas Alina mendekati pintu untuk membukanya, dicium dengan penuh cinta tangan Adimas, Adimas membalasnya dengan mencium kening Alina.

"Pasti lagi nonton drakor ya? Buka pintu agak lama." Adimas melirik kearah TV.

Alina tersipu malu, "Maaf mas kalau udah liat oppa itu suka kelupaan."

"Asal jangan lupa shalat wajib lho..." sambung Adimas.

"Iya mas, mas mau makan dulu atau mandi? Biar aku siapkan semuanya." Alina mengambil segelas air putih.

"Ga usah sayang, kamu lanjutin aja nontonnya mas kerjakan sendiri.." Adimas berlalu.

Alina menarik tangan Adimas, "Tapi mas, meski sedang mengandung aku ingin melaksanakan tugasku."

"Gak apa-apa sayang, mas gak mau kandunganmu kenapa-napa.." Adimas melepaskan tangan Alina dan melanjutkan langkahnya masuk kedalam kamar.

  Alina kembali duduk manis diatas sofa dan menonton kembali drama yang belum tuntas ia tonton, betapa beruntungnya Alina memiliki suami seperti Adimas.

****

  Malam tiba, Alina sudah terlelap dengan mimpi yang sedang menemani. Tetapi tidak dengan Adimas, ia kembali resah ditengah malam. Berusaha berbaik sangka dengan perasaannya sendiri untuk berhenti memikirkan perempuan yang baru ia kenal. Adimas beranjak bangun dan menoleh kejarum jam yang baru menunjukkan pukul 00:00 , dengan hati-hati ia keluar kamar dan memgang remote TV.

  Malam semakin terasa sunyi, meski cuaca terasa dingin. Adimas tak mampu merasakannya yang sedang bergejolak ada rasa panas yang membara.

"Ya allah..aku mohon hentikanlah perasaanku ini." Adimas mengepal keras kedua tangannya.

******

   Menjelang pagi, ada usapan lembut tapi dingin menyentuh kening Adimas, ia tekejut hebat. Seketika Adimas bangun, Alina mencium kening Adimas dan mengajaknya untuk shalat subuh berjamaah.

"Mas shalat subuh berjamaah." Alina mengulurkan tangannya, Adimas mengangguk. Selepas shalat, mereka bercanda gurau sejenak. Adimas dengan manja menyenderkan kepalnya diatas paha Alina.

"Mas untuk syukuran 4bulanan, mau dimana?"

"Dirumah orangtuamu saja bagaimana sayang?"

"Benarkah? Aku setuju." Alina tersenyum bahagia.

  Keduanya beranjak keluar dari mushola rumah, Adimas masuk kedalam kamar mandi sedangkan Alina memilih beberapa jas dan kemeja untuk dikenakan Adimas nanti. Tak berapa lama Adimas keluar dengan rambut yang basah dan segera memakai pakaiannya yang sudah dipilih Alina. 

***

   Diperjalanan Adimas kembali menemukan kegelisahan yang mengganggunya setiap memejamkan mata, ada perasaan yang sulit ia artikan. Berharap semua takkan muncul lebih nyata. Jelas, Adimas harus mengubur dalam-dalam betapa tergodanya ia oleh hasutan setan. Helaan napas ia lakukan beberapa kali, mengosongkan ruang didalam hatinya yang terasa sesak.

Tak berapa lama, mobilnya dihentikan seketika. Adimas terdiam sejenak matanya kembali kagum melihat sosok perempuan berhijab itu, betapa dengan mudahnya ia menarik Adimas kedalam dunianya. Nada, perempuan yang sering mengganggu tidur malam Adimas. Penampilan yang sopan dan raut wajah yang natural semakin membuat debaran didada Adimas berkecambuk hebat. Tak berapa lama Nada menatap kearah mobil, sepertinya ia menyimpan tatapan yang akan mengintrogasi seseorang karena tanpa izin memandangnya sangat lama.

Akhirnya, Adimas keluar dari dalam mobil. Menghampiri Nada yang sedang menunggu bus dihalte, Adimas menawarkan tumpangan untuk Nada. Karena arah tempat mereka bekerja satu jalur. Tapi, usaha Adimas sia-sia. Nada dengan sopannya menolak ajakan Adimas ia takut jika mereka bersama berdua kelak akan ada fitnah. Adimas kembali mengurungkan niatnya untuk memaksa dan kembali masuk kedalam mobil lalu pergi.

******

  Alina, masih setia diam didalam rumah tak banyak waktu ia habiskan diluar. Kesenangannya semakin menjadi karena besok ia akan pulang kekampung halaman untuk melangsungkan acara syukuran 4bulanan. Meski ada rasa sedih yang menyelinap didalam hatinya, sang suami belum bisa hadir diacara karena pekerjaan yang menumpuk menyulitkannya untuk cutti kembali. Tak apa Adimas mampu menjaga hati dan matanya untuk Alina meski jarak mereka berpisah beberapa hari.

*****

  Suasana dikantor jauh lebih baik, membuat kegelisahan Adimas mulai meredam. Pekerjaan yang ia terimapun tak begitu berat dengan santai Adimas beristirahat sejenak menatap kearah jendela memandangi setiap bangunan tingkat berjajar rapih disekeliling. Ditemani secangkir kopi hitam ia meminumnya dengan perlahan, dalam hatinya ada perasaan yang sulit ia artikan sendiri. Dosa dan kekuatan imannya benar-benar sedang dipertaruhkan, ketaatnya menjadi seorang suami sering ia langgar. Adimas tak memungkiri lagi kenyataannya ia mulai menyukai perempuan berhijab itu dengan sekali tatapan yang tak sengaja.

  Perempuan itu terus berada dalam pikiran Adimas, tatapan yang ia berikan begitu sangat menggoda. Adimas berusaha mencairkan kebekuan dikakinya, lalu perlahan beranjak menyingkir dari jendela, terdengar suara pintu diketuk. Adimas membolehkan perempuan dibalik pintu itu masuk kedalam ruangannya, rupanya sekertaris Adimas.

"Maaf pak, ada seseorang yang ingin bertemu beliau yang akan menggantikan saya selama masa cutti melahirkan nanti." Ucapa sekertaris Adimas.

"Baiklah persilahkan dia masuk." Adimas membalikkan posisi duduknya.

  Seorang perempuan dengan anggun melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam ruangan, kegelisahan Adimas akan menjadi boomerang dalam rumahtangganya. Perempuan yang akan menggantikan posisi sekertarisnya nanti adalah Nada, seseorang yang sedang mempermainkan kekuatan imannya.

  Adimas melihat tanpa mengedipkan mata kearah Nada, Nada membalas tatapan Adimas. Membuat Adimas merasakan jatuh cinta setiap saat menatap kedua bolamatanya dan berkali-kali pada sosok yang sama ialah perempuan berhijab itu. Kedua tangan Adimas gemetar hebat, ia tau jika mengulurkan tangan untuk salaman perempuan itu akan menolaknya kembali. Maka, Adimas segera mempersilahkan duduk tanpa berjabatan tangan.

  Perempuan itu pura-pura membuyarkan pandangannya, berusaha untuk tidak mengenal Adimas. Keduanya saling berhadapan kembali.

"Jadi kamu yang akan menggantikan sekertaris saya?" Tanya Adimas gugup.

"Iya pak." Jawab Nada pelan.

"Baiklah silahkan kembali,  sekertaris saya akan menjelaskan semuanya.." Adimas mengalihkan pandangannya kearah laptop, Nada berlalu pergi.

******

   Keesokan Harinya, Alina berkemas untuk pulang kekampung halamannya. Adimas ikut serta untuk mengantarkan Alina ke Garut ( jawabarat ). Raut wajah Alina berbinar-binar, Adimas tau ia begitu sangat bahagia.

"Sayang kamu hati-hati disana ya..," Adimas menggenggam tangan Alina.

Alina menyandarkan pundaknya, " Iya mas, mas juga baik-baik ya diibukota yang utama jangan bolos shalatnya."

Keduanya bercengkrama penuh dengan canda gurau, Alina tak menyadari bahwa suaminya sedang memikirkan perempuan lain.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience