Chapter 12

Romance Completed 2699

   Segelas susu hangat sudah diteguk habis, Alina duduk diruang TV pikirannya kembali teralihkan oleh sosok perempuan berhijab itu. Setiap mengingatnya ada sayatan baru yang membekas pilu, Alina tak ingin suaminya terus melakukan dosa tapi ia juga tak ingin berbagi ranjang dengan perempuan lain.

  Alina memutuskan untuk jalan-jalan diluar rumah berusaha untuk membiarkan alur berjalan dengan semestinya meski Alina tau semuanya akan sulit ia lalui.

****

   Nada semakin dingin, Adimas sulit untuk menyapanya bahkan memandangnya saja sungguh tak diizinkan. Adimas menghampiri Nada yang pura-pura tak melihat sosok Adimas dihadapannya.

"Nada keruangan saya sebentar." Adimas meninggalkan Nada tanpa melihat jawaban yang diberikan.

Nada masuk kedalam ruangan dengan keraguan yang mengguncang batinnya.

Nada cemas, " Ada apa lagi?"

"Aku ingin mengenalmu lebih jauh, beri aku kesempatan." Adimas menoleh pilu.

"Aku ingin kita ta'aruf dijalan Allah." sambung Nada.

"Ta'aruf?" Adimas terkejut karena ia belum pernah melakukannya.

"Iya."

"Baiklah aku setuju." Adimas mengangguk cepat meski sebenarnya ia belum memahami betul apa makna dari ucapan Nada. Keduanya saling memalingkan pandangan dan Adimas menghirup udara dengan lega karena Nada sudah memberi lampu hijau untuknya.

  Nada berlalu dari ruangan Adimas, dibalik pintu ada senyuman bahagia yang terukir rapih dari raut wajah Nada. Keinginannya akan segera tergapai dengan mudah.

***

   Selepas berjalan-jalan Alina duduk dihalaman depan rumah udara pagi dan sinar matahari begitu lengket menempel bersamaan, seluruh tubuhnya dibuat nyaman. Alina masih diam otak dengan pikirannya tak sejalan rasa ingin menyerah dan melepas Adimas selalu tergambar jelas, setiap langkah yang Alina ambil membuatnya harus menyesal dikemudian hari, Alina mengelus dahi perlahan merasakan sesuatu yang berat dibagian dahinya terasa menyiksa.

  Kemudian, Alina melanjutkan kembali langkahnya untuk masuk kedalam rumah dengan perut yang semakin membesar membuat Alina terus merasa lapar. Alina membuka lemari pendingin diraihnya tumpukan roti dan keju untuk melepas penat, dan segelas susu hamil.

****

   Adimas pulang dengan cepat ditentengnya belanjaan yang ia beli disupermarket. Adimas mengetuk pelan lalu memberi salam, Alina menyambut hangat dari balik pintu yang perlahan terbuka melebar. Keduanya saling membalas salam, Alina mencium dengan takzim tangan Adimas. Adimas membalas dengan mengecup lembut kening Alina.

"Mas tumben udah pulang?" Alina keheranan.

"Memang hari ini gak ada lembur, jadi mas bisa pulang lebih awal." Adimas merangkul pinggang Alina.

"Apa yang mas bawa?" Alina menoleh kearah tangan kiri Adimas.

"Ini stok susu hamil, kamu dan buahhati kita harus selalu sehat." Adimas menyodorkan kantung kresek yang ia bawa.

Alina tersipu malu rupanya Adimas tak melupakan posisinya yang sedang hamil.

"Sayang aku ingin berbicara sesuatu." Adimas menggandeng Alina.

"Bicara apa mas?" Alina duduk disamping Adimas.

"Aku tau ini akan banyak pihak yang tersakiti, tapi mas tak bisa berbuat apa-apa..."

"Aku semakin gak paham mas."

"Alina...izinkan mas untuk menikah lagi." Adimas berlutut dihadapan Alina.

Alina lemas seketika, tulak rusuknya seperti terlepas semua.

Alina menggeleng lalu tersenyum, " Mas bercanda kan?"

"Aku serius, sekarang kami sedang ta'aruf."

  Alina tak sanggup lagi menahan perasaannya, Alina berlalu pergi masuk kamar dan mengunci rapat-rapat. Tangisnya pecah, bahunya terguncang hebat, mulutnya terus menerus beristigfar. Alina bergumam lirih, " Ya Rabb, aku mohon jangan kau biarkan suami hamba melakukannya."

   Alina membaringkan tubuhnya, setelah menangis cukup lama. Hatinya berdesir bayangan perempuan itu semakin jelas dalam ingatan Alina, Alina menyerah digelarnya sejadah lalu ia berdiri kokoh diatasnya. Setiap ia bersujud uraian airmata menetes cepat kedua lutunya lemas. Alina menyungkurkan wajahnya diatas sejadah semakin dalam, mulutnya mendesis kesal tapi disisi lain ia tak ingin suaminya terus terkubang dalam dosa yang sama.

  Kening Alina berpeluh, badannya terasa dingin dan lemas. Tangisnya masih tak mampu Alina hentikan gejolak perasaannya semakin terombang-ambing laki-laki halalnya memilih untuk menduakannya. Alina semakin terlarut dalam uraian airmata pertanda bahwa ia memang sangatlah terluka.

  Disisi lain, Adimas setia berdiri dibalik pintu yang terkunci rapat tak ada celah. Sayup-sayup perkataan lirih Adimas terdengar oleh daun telinganya. Perempuan yang ia jaga hati dan perasaannya kini sedang terluka menganga, memilih untuk menduakan cintanya tentu bukanlah hal yang mudah untuk perempuan yang telah menemaninya selama 8tahun dalam ikatan suci perjanjiannya dengan Allah diijab kabul dahulu, tubuh Adimas terkuyut turun kebawah, dipeluknya kedua lutut yang terasa sepeti tak ada kekuatan lagi. Mulutnya gemetar, tetes demi tetes air yang beninh namun begitu menusuk kedalam dada mulai membasahai kameja Adimas, tak ada pilihan lain ia ingin berhenti dalam dosa, menghentikan cinta terlarangnya menjadi halal dihadapan Allah karena butuh perjuanngan yang harus dilalui karena kebahagiaan itu tidaklah mudah untuk didapatkan.

  Didalam Alina masih enggan untuk keluar, ia masih tak sanggup menatap wajah Adimas yang akan menjamah perempuan lain. Waktunya akan terbagi begitupula dengan perasaannya, Alina yakin Adimaspun sangatlah terluka tak mudah ia melakukan hal ini. Menginginkan sesuatu seperti ini tentu Adimas sudah melewatkan hari-hari yang kelam  berpikir masak-masak konsekuensi jika ia memilih untuk mendua, Alina melemah dibaringkan kembali tubuhnya diatas kasur.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience