Chapter 8

Romance Completed 2699

  Hari itu Alina tiba kembali di ibukota setelah menempuh perjalanan 3 jam dari kota Garut, rasa berdebar semakin tak karuan karena Alina ingin segera bertemu dengan suaminya tercinta. Beberapa kali mengetuk pintu tak ada jawaban Alina menekan perlahan gagang pintu lalu mendorong masuk. Rupanya pintu tak dikunci Alina tau bahwa tak ada orang didalam.

  Dengan pelan Alina menyimpan barang bawaannya, lalu menyenderkan punggungnya untuk bisa duduk santai. Entah kemana Adimas kedatangannya tak disambut bahagia lagi-lagi kenyataan tak sesuai keinginann Alina.

****

   Selepas dari mesjid, Adimas pulang dengan tergesa-gesa kegelisahan yang terus membawanya untuk terus mengingat keberadaan sang maha pencipta. Hari mulai siang, matahari memancarkan sinar yang mulai terik. Sesampainya dirumah Adimas terkejut karena pintu rumah sudah terbuka menganga, ia takut ada pencuri yang sedang beraksi didalam rumah. Adimas menggenggam balok kayu untuk berjaga-jaga Masuk dengan hati-hati agar tidak mengejutkan siapapun yang sedang berada didalam rumahnya.

  Beberapa langkah kaki masuk kedalam rumah, didapati ada seorang perempuan sedang duduk santai.

Adimas terkejut, " Sayang kamu sudah pulang?"

Alina tersenyum dan menghampiri Adimas.

"Iya mas barusaja sampai." Alina memeluk Adimas, tangan kiri yang menenteng balok kayu Adimas lepaskan.

   Adimas membalas pelukan Alina dengan penuh kerinduan, dicium kening Alina beberapa kali lalu Adimas mengucapkan doa diubun-ubun Alina, keduanya bercanda bersama.

    Alina bergegas masak makanan kesukaan Adimas untuk sarapan sembari menunggu Adimas bersiap-siap untuk berangkat. Aroma harum yang tercium oleh kedua lubang hidung Adimas mulai membangkitkan selera makan yang selama ini Adimas tak memperdulikan kesehatannnya. Selepas berpakaian rapih Adimas turun untuk sarapan bersama dengan Alina, Alina menyambut suaminya dengan bangga dengan hidangan yang beragam ia masak untuk Adimas.

"Sayang kenapa kamu masak?" Adimas memeluk tubuh Alina dari belakang.

Alina terkejut, "Mas kebiasaan suka ngagetin."

"Udah masaknya..yuk makan temani mas." Adimas menggandeng tangan Alina.

Alina mulai menyiapkan piring dan seperangkat alat makan lainnya ditata rapih diatas meja, perlahan Alina mengambil nasi lalu makanan pendamping lainnya, Adimas terdiam kagum melihat Alina yang begitu sigap melayani suaminya.

  Pandangannya terenyuh, Adimas memalingkan tatapan itu ketika sekelebatan sosok Nada melintas dihayalannya, beberapa kali Adimas mengerjap-ngerjapkan kedua matanya berharap raut wajah Nada hilang begitu saja. Debaran hebat berasal dari irama jantungnya mulai terasa menyesakkan ia kembali mengingat keinginannya untuk berpoligami agar mengakhiri Dosa dari pandangan yang tak mampu ia jaga dengan baik, Adimas menghela napas berat.

Alina mulai menatap kearah Adimas yang nampak gelisah, ia tau bahwa suaminya sedang tidak baik. Kontak batinnya dengan Adimas terasa kuat ada sinyal darurat yang Alina rasakan, beberapa kali Alina tak menggubris hasutan dalam batinnya menjaga dengan baik pandangannya agar selalu berprasangka baik terhadap suaminya kini terasa sangat sulit jika terus melihat raut wajah Adimas gelisah setiap saat. Alina memalingkan pandangan mengakhiri perdebatan antara logika dengan batinnya.

Keduanya saling mengontrol suasana yang tiba-tiba saja terasa canggung, Adimas mulai menyantap dengan lahap sarapan pagi ini. Alina menemaninya dengan setia sesekali ia mengelus perutnya yang mulai membesar merasakan setiap gerakan yang diberikan oleh sijabang bayi membuat Alina sesekali tertawa cekikikan.

"Kamu kenapa sayang?" Adimas menoleh kearah Alina.

Alina tertawa, " Anakmu itu loh.. didalam perut udah mulai gak mau diem"

"Sudah terasakah? Boleh mas pegang" Adimas menghampiri Alina lalu duduk jongkok agar telinganya sejajar dengan perut Alina.

  Adimas mengelus dengan lembut perut Alina, perlahan ia mendekatkan daun telinganya sedekat mungkin agar tau apa yang sedang dilakukan oleh Adimas junior dalam perut ibunya. Beberapa detik kemudian ada gerakan mengejutkan yang direspon sang buah hati Adimas tersenyum kagum. Dibacanya doa-doa lalu mengembuskannya didepan perut Alina berharap sang jabang bayi selalu dalam lindungan sang maha pencipta.

  Adimas beranjak bangun kembali ia mencium kening Alina untuk berpamitan berangkat kerja, dicium dengan takzim tangan kanan Adimas oleh Alina dan mereka berdua berpisah kembali.

****

  Sesampainya dikantor Adimas disambut hangat oleh beberapa karyawan dan karyawati diperusahaan yang sedang ia pimpin, suasana hatinya sedang berbunga-bunga karena Alina telah kembali didekatnya, Adimas tersenyum beberapa kali. Nada menyambut kedatangan Adimas dari balik pintu ruangan yang akan ia masuki, kedua mata Adimas dibuat tak berkedip sedikitpun penampilan sederhana namun terasa elegan didapati Adimas ketika melihat sosok Nada, suhu tubuhnya terasa panas seketika debaran itu mulai berdegup perlahan namun beraturan. Keduanya saling berbalas tatapan, Nada tersenyum kembali kali ini senyuman itu terasa berbeda. Ada dorongan dalam lubuk hatinya melihat Adimas semakin jelas perasaannya sedang dibuat kagum oleh sosok laki-laki dihadapnnya.

Beberapa menit mereka terdiam akhirnya Adimas sadar bahwa pandangannya kembali berbuat Dosa, dosa yang terus membesar jika ia terus melakukannya. Dengan hati-hati Adimas mengakhiri pandangan dan berlalu meninggalkan Nada yang masih betah berdiri dihadapan Adimas.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience