chapter 18

Romance Completed 2699

"Manusia itu lautannya dosa, salah sedikit langsung terjerumus. Tapi percayalah Nak, tak ada jalan yang mudah untuk meraih Ridha-Nya Allah Swt ada harga yang harus di tebus."

"Lalu saya harus bagaimana? Istri pertama masih sulit ikhlas menerima pernyataanku untuk berpoligami." Adimas semakin tertekan.

"Bagaimana dengan hatimu? Sudah mantap untuk berpoligami?" tanya nya sigap.

"Hatiku .... ....." suara Adimas perlahan menghilang.

"Kamu sedang terbawa nafsu lelakimu, coba ingat-ingat kembali bagaimana kamu bisa memulai semua masalah ini? bagaimana dosa itu begitu mudah merusak ke imananmu ?" Kakek tua itu mengusap pelan lutut Adimas memberi semangat agar tak salah pilih.

"Jika kamu ingin bertaubat bukan berpoligami jalan pilihannya, meski dalam Agama islam berpoligami itu dibenarkan, tapi menyakiti perasaan perempuan itu yang salah."

"Perempuan itu tulang rusuk dari kita kaum laki-laki, ia akan berubah menjadi apasaja apabila kita sebagai imam dalam sebuah rumah gagal membimbingnya. Allah Swt akan murka jika kamu kelak menelantarkan salah satunya, terbuai dengan barang baru lalu melepaskan barang yang telah usang."

Adimas semakin malu, dia tak bisa berkata sedikitpun.

"Sekarang meminta ampunan kepada sang Maha pemberi segala, sang Maha pengetahu semua, mohon petunjuk yang selurus-lurusnya. Karena saat ini imam mu sangatlah goyah diterpa sedikit angin sudah tentu akan tumbang."

"Terimakasih pak ... aku akan berusaha mencerna setiap nasehat bapak." Adimas mencium telapak kakek tua dihadapannya.

Mereka berdua berpamitan, Adimas kembali masuk ke dalam rumah sakit dengan perasaan yang masih sama.

**

Di perjalanan, Alina menyimpan semua perasaannya dengan rapi. Mempersiapkan diri untuk menjawab pertanyaan kedua orang tua nya, kelak cepat atau lambat kegundahan dalam hatinya akan diketahui.

 Alina mulai kelelahan seharian ini ia tak memperdulikan anak yang ada di dalam kandungannya, makanpun seada nya dan seingat nya. Alina mengelus dengan perlahan perut yang semakin membesar usia kandungannya sudah menginjak 7 bulan gerakannya semakin terasa menggelikan, Alina bergumam pelan mencoba berbicara dengan si junior.

Alina menatap langit-langit yang mulai memancarkan sinar matahari pagi, Alina terbangun dari tidur lelahnya. Alina berharap bahwa semua yang telah ia lalui adalah drama korea yang sering ia tonton semua hanya settingan. Tak berapa lama bus berhenti di terminal tujuan akhir Alina dengan dibantu olek kendektur bus membawa tas yang lumayan berat Alina mencari angkutan umum untuk melanjutkan tujuannya sampai ke rumah.

 Beberapa langkah menjauh dari terminal, Alina mulai merintih kesakitan ada tetesan darah kecil keluar dari jalan lahir. Alina terkejut karena  hari perkiraan kelahirannya masih sekitar 2-3bulan lagi, lalu ini darah apa? Pikirnya tak karuan. Alina mulai kewalahan karena sakit yang dirasakan semakin luar biasa. Di dalam angkutan umum keringat mulai bermunculan, Alina semakin merintih hebat. Seorang ibu mulai memperhatikan tingkah Alina yang nampak sedang menahan sakit.

"Sepertinya ibu ini akan melahirkan." cetus seorang Ibu dari samping Alina yang mulai merangkul kedua pundak Alina.

Supir angkutan umum itu membalikkan jalur tujuannya, dengan cepat menuju arah Rumah sakit terdekat. Alina semakin mengerang kesakitan berulang kali Alina mengucap Isgigfar meminta pertolong untuknya dan sijabang bayi. Tutur kata Alina semakin melemah akhirnya Alina tak sadarkan diri.

Suasana semakin genting, Alina tak sadarkan diri, lalu di bantu warga setempat sesampainya di rumah sakit Alina di tangani oleh tim medis. Lalu salah satu penumpang yang melihat keresahan Alina merogoh tas yang Alina bawa berharap dapat menemukan petunjuk. Alina masih proses penanganan medis setelah mendapatkan identitas Alina pihak Rumah sakit memutuskan untuk menghubungi kedua orang tua Alina.

1 jam berlalu Alina sudah sadarkan diri, di sampingnya ada ibu dan ayah yang masih berbalut tangis yang pecah. Alina tersenyum mengecup kedua tangan ibu dan ayah Alina.

"Bu ... bagaimana dengan kandunganku?" Alina bertanya dengan nada lemas.

"Alhamdulilah sayang ... kandunganmu masih bisa di selamatkan mulai sekarang jangan setres, harus bedrest beberapa minggu." sahut sang ibunda.

Alina memeluk erat tubuh perempuan renta itu, isak tangis nya tak mampu Alina bendung. Akhirnya berjatuhan dengan bebas. Alina menatap ibu nya pilu ingin rasanya ia mencurahkan seluruh kegundahan di dalam hatinya, tapi mulutnya terasa terbungkam, Alina tak ingin membuka aib suami nya sendiri.

"Sayang, kamu baik-baik saja?" tanya sang ibunda mulai mencurigai Alina.

"Aku baik-baik saja bu," Alina menghapus buliran bening yang terus mengalir.

"Ibu telpon Adimas dulu ya."

"Jangan bu!" Alina menarik lengan Ibunya.

"Kenapa gak boleh Nak? Adimas kan suamimu, dia berhak tahu kondisimu saat ini."

"Jangan ganggu Adimas Bu, lagi pula aku baik-baik saja." bantah Alina berpura-pura.

"Jelaskan semua nya Nak." memeluk tubuh Alina.

Alina semakin tertekan, keyakinan nya untuk tetap mempertahankan aib suaminya agar tak didengar oleh siapa pun di dengar oleh semut pun Alina tak ingin. Tapi kelemahan nya menuntut agar beban nya terasa ringan, Alina memilih jujur di depan ibunda tercinta. Karena batin seorang ibu tak akan pernah salah untuk anak nya.

"Adimas sedang taaruf bu,"

"Taaruf? Bukankah kalian sudah menikah secara Sah di mata agama maupun Negara?" Ibunda Alina semakin kebingungan.

"Adimas memilih untuk menduakan ku Bu," Alina gemetar.

"Maksudnya poligami?"

"Iya ...."

Alina menguatkan hatinya, menguatkan prasangka baik untuk suaminya.

"Adimas bilang. Ia tak ingin terjerumus semakin dalam dengan dosa, Bu...."

"Bagaimana dengan hatimu?"

Alina tersentak. Dijatuhkan dirinya ke belakang. Lalu menangis tersedu-sedu, sang Ibunda bergeming tangan nya terkepal, gemeletuk giginya terasa beradu. Ia beristigfar, lalu duduk dihadapan Alina, memeluk dengan erat tubuh Alina yang semakin menggelayut lemah.

Alina mengubur dalam raut wajahnya dalam pelukan secara perlahan, makin erat memeluk tubuh Ibunda. Seandai nya dengan mencurahkan seluruh beban nya bisa merubah ke inginan Adimas, pasti akan ia lakukan. Ia sungguh-sungguh tak ingin kehilangan hak nya atas Adimas.

Untuk beberapa menit lamanya, mereka terdiam, raut wajah Alina semakin gelisah. Sang Ibu mengelus tiap helai rambut Alina, menepuk pelan punggung Alina lalu mengecup kening Alina dengan hangat.

"Ini semua cobaan dalam rumah tangga, bersabarlah sayang ...." sambung sang Ibu menyemangati.

Alina mengangguk pelan, deraian air mata kembali berjatuhan.

"Kadang ada kala jalan yang lurus itu menemui belokkan yang curam, semua ada cobaan nya dengan porsi yang berbeda-beda."

"Sekarang mungkin ketaatan mu sebagai seorang istri sedang di uji, meluruskan atau memutuskan ketika suamimu sedang salah arah. Dengarkan ibu Nak .... tak ada cobaan yang berat melainkan untuk menaikkan derajatmu seorang perempuan yang taat kepada hak-hak nya sebagai seorang istri."

"Maka perjuangkanlah hak mu ...." nasihat sang Ibunda panjang lebar.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience