AZURA_Apakah Sudah Tak Ada Pilihan?

Romance Completed 20692

“Ade, apa kamu baik-baik saja?” tanya Dena yang sejak tadi memperhatikan Ade karena lelaki itu hanya diam dan melamun.

Ade mengangguk ringan dan mengelus pipi Dena. “Iya, aku baik-baik saja.” Sebenarnya dia sedang memikirkan Eiren. Dia merindukan wanita tersebut.

“Tapi kamu seperti tidak senang aku kembali.” Dena merengut tak suka. Ade terlihat berbeda.

“Jangan berpikir macam-macam. Aku senang akhirnya kamu kembali.”

“Benarkah?” tanya Dena memastikan.

Ade mengangguk dan tersenyum tipis. “Tentu saja. Aku mencarimu kemana-mana.”

“Maaf karena membuatmu khawatir.”

Ade hanya mengangguk. Entah mengapa pikirannya tak tenang hari ini. otaknya hanya berpusat kepada Eiren. Dia merasa bersalah dengan apa yang diucapkannya. Saat itu keadaannya benar-benar tidak stabil. Dia bingung harus bersikap bagaimana. Dan tindakan Eiren membangkang membuatnya lepas kendali. Jalang. Dia pasti merasa sakit hati dengan kalimat itu.

Pintu terbuka. Tampak lelaki dengan snelli yang digunakannya memandang kaget. Ade hanya diam datar. Alvin masuk dan tersenyum manis seperti biasanya.

“Hallo Dena. Bagaimana hari ini? Apa sudah merasa baikan?” tanya Alvin mengabaikan Ade.

“Tentu, Dok. Karena kekasihku berada di dekatku terus.” Dena memandang Ade yang hanya tersenyum menanggapi.

Tampak Alvin menatap Ade dengan wajah tak terbaca. Siapa dia bilang? Kekasih Dena? Lalu bagaimana dengan Eiren? Alvin tersenyum menghilangkan perasaan dongkol dalam hatinya. Dia tidak bisa menunjukkan emosinya di depan Dena karena wanita itu masih belum stabil.

“Dokter, apa saya bisa pulang sekarang? Saya bosan di rumah sakit terus.”

Alvin tersenyum lebar. “Tentu. Tapi kamu harus rutin cek ke rumah sakit. Bagaimana?” Alvin berpikir suasana luar akan membuatnya lebih baik. Ade juga bisa merubah mood Dena dan itu akan baik untuk penyembuhannya.

Dena mengangguk antusias. “Siap dokter.” Dena memandang Ade yang hanya diam dan menyentuh lengannya. Membalikkan kesadaran Ade yang mematung. “aku bisa pulang. Jadi bisa aku tinggal di rumahmu untuk sementara waktu ini? Aku takut kamu akan pergi.”

Ade diam sejenak. Bukannya Eiren di rumahnya? Dan setelahnya mengangguk setuju. “Tentu saja.” Dalam hati dia berharap Eiren akan mendengarkannya sekali saja.

“Tuan Adelardo, bisa kita bicara sebentar?” suara Alvin tampak serius. “ada yang ingin saya bicarakan.”

Ade mengangguk setuju. Setelah berpamitan dengan Dena, Ade berjalan mengikuti Alvin yang sudah dulu membimbing ke ruangannya.

__________AZURA__________

“Apa yang ingin kamu bicarakan?” tanya Ade saat sudah duduk di kursi berhadapan dengan Alvin.

“Jadi Ade. Dena mengalami koma dengan waktu yang lama. Emosinya masih belum terkontrol. Sebelum kamu datang, dia seperti orang stres yang selalu berteriak saat bangun. Kami tidak tau apa yang terjadi dengan kondisi mentalnya tetapi untuk keseluruhan dia baik-baik saja. Hanya saja, kamu harus lebih mengerti dan memahami perasaannya.”

Ade hanya diam mendengarkan. Menunggu Alvin menjelaskan lebih lanjut.

“Dia pernah beberapa kali melukai dirinya sendiri ketika sadar dan kami tidak mengijinkannya keluar ruangan. Mulai dari membuat luka di tangan atau bahkan di sekujur tubuh. Dia akan melakukan itu saat perasaannya sedih dan terlalu tertekan. Jadi aku harap kamu faham dengan apa yang harusnya kamu lakukan. Perlakukan dia dengan baik.”

“Sudah itu saja?” Ade tampak tak bersemangat. Dia tidak akan melukai Dena.

Alvin mengangguk. “Dan sebelum kamu pergi, buatlah keputusanmu. Lepaskan Eiren dan kembalilan bersama dengan Dena.”

Kalimat terakhir membuat Ade menyipitkan mata tak suka. Untuk apa Alvin mengurusi masalahnya dengan Eiren. Dan apa yang dikatakan barusan? Dia menyuruhnya meninggalkan Eiren. Jangan bermimpi. Dia akan mencari jalan keluarnya.

“Dena tidak bisa jauh darimu dan Eiren, dia bisa jauh darimu. Dia akan baik-baik saja tanpa kamu.”

Ade hanya mendengus dan tak menghiraukan ucapan Alvin. Dia yang menentukan bagaimana takdirnya berjalan dan bukan Alvin. Ade langsung keluar dan langsung menutup pintu keras, menimbulkan suara yang menggema.

Di luar, Ade langsung menghubungi Alex yang tengah berada di rumah, menanyakan keadaan Eiren. Beberapa hari ini dia selalu memikirkan keadaan Eiren sampai tidak nafsu makan. Abyan juga sudah beberapa hari tidak datang. Apa dia marah karena Ade memilih Dena dan dia masih berharap mendapatkan wanita tersebut?

“Alex.” Panggil Ade saat sudah tersambung.

“Iya, Tuan.” Suara Alex terdengar dari seberang ponsel.

“Apakah Eiren masih di rumah? Dia sudah berangkat ke kantor?” tanya Ade langsung.

Tak ada jawaban. Lama dan itu membuat Ade semakin kacau. Kenapa Alex tidak langsung menjawab? Apa terjadi sesuatu?

“Alex.” Tekan Ade lebih tegas. “dimana Eiren?”

“Maaf Tuan. Nona Eiren sudah pergi dari rumah sejak dua hari yang lalu.” Jelas Alex.

“Apa !!!” teriak Ade tanpa sadar.

“Dia bilang Tuan yang menyuruhnya pergi.”

“Sialan !! Jalang tidak tahu diri itu pergi tanpa izinku !” geram Ade tak mampu menahan emosinya.

“Maaf Tuan. Apakah kita harus mencarinya?”

Ade mendengus kesal. “Biarkan. Kita tidak perlu mencari peliharaan yang sudah pergi. dia memilih untuk hidupnya sendiri.” desisnya tajam.

“Baik, Tuan.”

Ade langsung menutup ponsel. Perasaannya bergejolak tak karuan. Genggaman pada ponselnya semakin erat. Eiren pergi darinya? Jadi Eiren pergi meninggalkannya? Benar-benar tidak dapat dipercaya. Rasanya seperti hantaman besar dan terasa begitu menyakitkan.

“Ade.” Sebuah panggilan pelan membuatnya mendongak dan tampak Dena dengan wajah lemahnya menatapnya bingung. “apa ada yang terjadi?” tanyanya khawatir.

Ade langsung tersenyum dan berjalan mendekat ke arah Dena. Memeluknya dan mengelus rambutnya perlahan. “Tidak. Semua baik-baik saja. Kita akan pulang sekarang.”

Dena hanya mengangguk dalam dekapan Ade. Dia mengernyit heran karena menurutnya Ade berubah. Sifatnya saat ini sulit sekali dijelaskan. Dulu dia selalu mencium puncak kepalanya saat memeluk dan sekarang dia tidak pernah melakukannya. Setiap pagi dia dulu selalu mengatakan bahwa Dena cantik dan memeluknya erat. Sekarang, dia hanya memeluk dengan perasaan yang terasa hampa. Tidak seperti dulu. Tak sehangat dulu. Apakah dia mulai lupa dengan kebaisaannya dulu?

__________AZURA__________

“Apa katta dia?” Abyan yang masih berada di rumah Ade menatap Alex yang tampak sedih. Sejak Eiren pergi dari rumah Ade, dia tidak pernah pergi dari rumah tersebut. Dia sibuk dengan laptop dan juga ponsel. Dia juga tidak menjenguk Dena.

“Tuan bilang kita tidak perlu mencarinya.” Alex kembali menatap datar.

“Kebiasan. Biarkan dia dan kita yang akan mengawasi. Dia mengandung keturunan keluarga Cetta dan kita harus bertanggung jawab dengan itu.”

“Baik, Tuan.”

“Jadi, apa kalian sudah mendapatkan informasi kemana dia pergi?”

“Iya, Tuan. Dia pergi ke wilayah Tuan Alvaro.”

“Bagus.” Seringai Abyan sinis. “hubungi Alvaro.”

“Baik, Tuan.” Alex mengangguk dan segera pergi.

Abyan menarik nafas perlahan. Sudah berapa lama dia di rumah Ade dengan tampang kusut? Bahkan dia tidak berganti pakaian beberapa hari. Dia tidak sempat pergi meninggalkan laptopnya. Dia sudah menyuruh anak buahnya pergi mengikuti Eiren tetapi ternyata dia malah menjual mobilnya. Dan beberapa hari ini mereka mengikuti orang yang salah. Abyan juga sudah menyuruh anak buahnya memasang GPS di mobil Eiren. Dan sekarang semua sia-sia.

Abyan tak habis akal. Dia ke rumah Eiren dan menemukan rumah tersebut sudah dirobohkan. Sepertinya dia benar-benar berniat menghindari Ade. Dia membawa darah daging keluarga Cetta dan dia tidak ingin nantinya itu akan menimbulkan masalah.

“Halo, Stev. Aku membutuhkan bantuanmu.” Suara Abyan terdengar begitu serius.”

__________AZURA__________

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience