AZURA_Perjalanan Baru

Romance Completed 20692

Sudah dua minggu Dena tinggal di rumah Ade. Dia bahagia karena Ade masih mencintainya. Tetapi dia juga sedih karena Ade jauh berbeda dari yang dikenalnya. Lelaki tersebut lebih banyak melamun dan pulang larut. Pagi-pagi dia juga sudah pergi ke kantor. Bahkan hari libur Ade juga pergi entah kemana. Dan dia, hanya diam di rumah dan berjalan-jalan.

Pagi ini seperti biasa, Ade bersiap-siap untuk ke kantor. Dena yang tidak berani masuk kamar Ade hanya mengintip. Melihat lelaki tersebut tampak murung, kakinya melangkah tanpa dapat ditahan dan memeluk Ade dari belakang. Dia merindukan bau tubuh ini. Tubuh yang mendekapnya dengan hangat.

Sejenak Ade diam dan mematung. Tangannya meremas tangan Dena erat. “Eiren.” Ade berbalik dan mendapati Dena mengerutkan kening heran.

“Eiren? Siapa dia?” tanya Dena bingung. Dia juga tidak asing dengan nama tersebut. Apa dia mengenalnya?

Ade membelalak tak percaya. Dia tadi sedang melamunkan Eiren dan Dena datang tiba-tiba. Spontan dia memanggil nama Eiren dan tersenyum riang. Sekarang dia mengakui bahwa dia merindukan gadis yang selalu membangkang padanya itu.

“Ade, apa kamu baik-baik saja?” tanya Dena karena Ade tersenyum tanpa henti.

Ade menatap Dena dan mengangguk. “Aku baik-baik saja. Sekarang aku harus ke kantor. Ada rapat dengan perusahaan lain.” Ade langsung merapikan dasi dan jasnya. Saat dia hendak mengambil tas, Dena sudah dulu memberikannya.

“Ini. bekerjalah dengan benar. Aku menunggumu di rumah.” Dena tersenyum manis.

Ade menerima tas tersebut dan mengangguk. Genap tiga minggu dia tidak melihat wajah Eiren. Tak mendengar suaranya dan itu membuatnya rindu. Rindu yang sebenar-benarnya dengan wanita tersebut. Wanita yang selama ini bersamanya. Dengan singkat merebut hatinya.

“Aku berangkah.” Ade langsung berjalan.

Dena memandang sedih. Tak ada kecupan ringan juga pagi ini? tak ada pelukan seperi dulu juga? Apa dia benar-benar sudah hilang dari hati pria tersebut? Dena menjatuhkan bokongnya di meja rias Ade dan duduk. Tangannya mengeluar masukkan laci meja rias. Dan sekelbat matanya menatap bingkai foto di dalamnya. Dena penasaran dna langsung membuka laci tersebut, menatap foto yang terpampang.

“Siapa dia?” Dena melihat Ade tengah memeluk wanita dengan rambut sepundak lurus dengan mata sebening batu safir. Siapa wanita tersebut? Apa dia wanita bernama Eiren? Apa hubungannya dengan Ade.

“Aku harus tau semuanya.” kekeh Dena.

__________AZURA__________
“Kamu baik-baik saja, Ade?” tanya Adinata yang melihat Ade tampak lusuh. Sejak Ade masuk kantor dia selalu bersikap dingin dan tak ada ekspresi seperti sebelumnya.

“Hmm. Memangnya ada apa?” Ade membuka berkas-berkas yang bertumpuk.

“Tidak. Hanya saja aku merasa kamu terasa aneh. Dan lagi, satpam kantor bilang kamu selalu pulang malam. Kamu lembur?” Adinata duduk di sofa depan Ade.

“Hmm.”

“Ah,baiklah aku tak akan ikut campur dengan urusanmu. Silahkan urus sendiri urusanmu.” Adinata tampak begitu kesal karena Ade tak serius menanggapinya.

“Jadi, apa keperluanmu kemari?” tanya Ade dingin. Dia masih kesal karena Adinata menerima surat pengunduran diri Eiren dengan mudah. Dia tau jika Adinata tak mengerti hubungannya dengan Eiren. Tetapi setidaknya bisakan dia membicarakan hal ini dengannya dulu.

“Aku hanya ingin mengatakan dua minggu lagi kita ada pertemuan dengan perusahaan Al Group.”

“Aku ingat.”

“Dan ya, bawa Dena saat kamu ke sana. Mungkin dia butuh penyegaran. Aku akan mengajak Elise. Jadi dia bisa menemani Dena.kamu tidak perlu takut dia sendirian.”

“Hmm.”

“Baiklah aku keluar. Sepertinya mood-mu akhir-akhir ini kurang baik.”

Ade hanya diam dna melihat saat Adinata keluar. Dia masih sibuk dengan tumpukan tugas. Dia hanya mencoba melupakan semua kenangannya dengan Eiren. Perempuan itu meninggalkannya begitu saja. Tak meminta izin atau bahkan mengatakan salam perpisahan.

Dia tak akan peduli. Kalimat itu yang diucapkannya berulang kali. Tapi nyatanya, dia tidak bisa mengabaikan Eiren. Jiwanya terasa sepi. Ada yang kurang dalam perjalannya. Mungkin dulu hanya Dena yang dicari tetapi kini dia harus mencari Eiren. Setidaknya dia ingin emmeluk wanita tersebut untuk terakhir kali karena dia tidak akan bisa meninggalkan Dena. Eiren bisa hidup tanpanya dan Dena, dia begitu membutuhkan Ade. Ya, sama seperti yang dikatakan Alvin.

Ade kembali meneliti setiap dokumen. Tak terasa lelah meski dia selalu pulang malam. Bahkan dihari libur juga dia keluar untuk mencari keberadaan wanita tersebut. Dia menanyakan kepada Adele dimana tentang rumah Eiren tetapi saat dia datang hanya puing tak bertuan yang tersisa. Dia bahkan mulai lelah mencari. Dulu dia berharap Dena datang tetapi bukan saat seperti ini.

Kenapa dia tidak menutup hati dan tak melakukan perjanjian konyol dengan Eiren? Ade sering menyalahkan dirinya sendiri yang sudah tidak bisa memegang janjinya dengan Dena. Dia bahkan sempat melupakan wanita tersebut dan berbahagia dengan Eiren. Ade menunduk dan mengacak rambutnya hingga berantakan. Dia tak pernah sefrustasi ini sebelumnya. Tetapi sekarang dia membutuhkan Eiren. Dia merindukan tubuh itu. Merindukan wanita dengan kecantikan yang tak dapat dikatakan. Kebaikan dan senyum manisnya. Semua tentangnya. Ade merindukan semua tentang Eiren-nya.

“Kemana kamu, Eiren.” Bisik Ade yang langsung meletakkan kepalanya di meja kerja.

__________AZURA__________

“Siapa wanita ini? Mengapa Ade memeluknya?”

Dena menyodorkan sebuah foto kepada Abyan. Setelah melihat foto Ade dan juga Eiren dia langsung menghubungi Abyan. Sebenarnya lelaki itu sudah menolak karena ada urusan tetapi dia tak mau tau. Dena memaksa dan mengancam akan menyelidiki sendiri. Jadi terpaksa Abyan menurutinya.

Abyan melirik foto yang menunjukkan Ade bersama dengan Eiren. Adiknya tersenyum manis di dalam foto. Ada kebahagiaan yang terpancar diwajahnya. Abyan tau dia tidak bisa memisahkannya dengan Dena karena wanita tersebut begitu membutuhkan Ade. Hanya Ade yang bisa membuatnya tenang. Tetapi dia juga tidak bisa menghancurkan kebahagiaan adiknya.

“Jadi, siapa dia?” tanya Dena lagi.

Abyan melirik Dena yang tampak serius. Apakah benar jika dia mengatakan semuanya? Tetapi akan jauh lebih sakit jika Dena mengetahu dari orang lain atau tidak sengaja tahu.

“Dia bukan siapa-siapa.” Abyan memandang tak bersemangat. Dia tidak bisa membiarkan Dena melukai dirinya sendiri. Setidaknya sampai keadaannya normal kembali.

“Jika dia bukan siapa-siapa, kenapa juga mereka berpelukan?” Dena masih ngotot tak mau dibohongi.

Abyan mengela nafas. Dia tetap wanita yang sama. Keras kepala. “Dena, mereka hanya berfoto dan tidak semua foto itu memiliki hubungan spesial. Dia,” Abyan menunjuk foto Eiren. “dia hanya teman Ade sejak dulu.”

Dena menyipit dengan kerutan kening yang dalam. Memikirkan perkataan Abyan. “Benarkah? Tapi aku tidak pernah melihatnya.”

“Dia baru pulang dari Barcelona. Tenanglah. Dia bukan siapa-siapanya.”

“Siapa namanya?” tanya Dena penasaran.

“Dia Eiren.” Abyan tak menyebutkan nama panjang Eiren. Jika ada, Dena hanya akan semakin khawatir.

Eiren? Dena langsung diam. Bukankah itu nama yang disebut Ade tadi pagi? Matanya langsung melirik ke arah foto tersebut diletakkan. Cantik. Kesan pertama yang dipikirkan. Pikiran-pikiran buruk mulai berkelebat dengan sendirinya. Apakah seorang teman bisa berfoto semesra ini? Apa benar mereka berteman? Tetapi senyum Ade sulit untuk dijelaskan. Dia tampak bahagia dengan wanita tersebut. Memikirkan hal tersebut membuat hatinya sakit. Entah mengapa dia merasa wanita bernama Eiren ini juga spesial.

Dena menari nafas panjang dan menghembuskannya keras. Dia mulai merasa takut kehilangan Ade sekarang. Dena memandang Abyan yang hanya diam. Bertanya dengan lelaki ini tidak akan membuahkan hasil.

“Kalau begitu aku pulang.” Dena langsung mengambil tas dan siap pergi.

“Dena, jangan berfikir macam-macam. Ade masih tetap mencintaimu.” Abyan memandang tanpa ekspresi.

Apakah ucapannya benar? Dena hanya tersenyum tipis dan pergi. Setelah dirasa cukup jauh, Abyan mengeluarkan ponsel dan menelpon seseorang. Setelahnya dai tersenyum dan langsung pergi. Berjalan dengan gaya angkuh dan meninggalkan café tersebut.

__________AZURA__________

Ade melangkah ke dalam rumah tak bersemangat. Rumah gelap. Dia tak memikirkan apapun saat ini. Pikirannya kacau sejak tadi di kantor. Lagi pula sekarang sudah lewat malam. Pukul satu dini hari. Ade tak mencari Eiren dan hanya diam di kantor. Tubuhnya enggan dibawa pulang. Dia hanya ingin bermalas-malasan di kamar. perasaannya juga bercampur aduk karena banyak sekali kenangan yang Eiren tinggalkan dirumahnya. Terlebih terakhir Ade bertemu Eiren dengan kondisi yang tidak baik. Dia berbicara seenaknya. Emosinya tak terkontrol.

“Baru pulang, sayang?”

Suara tersebut membuat Ade langsung berbalik. Biasanya Eiren menunggunya pulang dari kantor tetapi saat dia berbalik, hanya Dena dengan gaun berwarna biru langit. Ade hanya diam. Kenapa hari ini Dena berlaku aneh? Biasanya dia tidak menunggu Ade pulang. Hari ini dia juga tampil cantik.

“Apa kantor masih buka jam segini?” Dena langsung merangkul lengan Ade manja.

“Dena, apa kamu baik-baik saja?” tanya Ade tampak bingung.

Dena mengangguk. “Bahkan jauh lebih baik.”

Ade mengangguk dan langsung membuka pintu. Tetapi Dena malah mencegahnya dan menatap memelas.

“Ada apa?” tanya Ade bingung.

“Malam ini, boleh aku tidur denganmu?” Dena masih menatap dengan tatapan memelas.

Ade diam. Tidak biasanya Dena meminta hal seperti ini. Sejak Ade menemukan dia, memang tak pernah sekalipun dia menyentuh wanitanya. “Aku lelah Dena. Aku hanya ingin istirahat.”

“Aku rindu kamu. Aku hanya ingin tidur sama kamu. Sejak aku keluar dari rumah sakit, kamu tidak pernah memperhatikanku. Kamu sibuk bekerja. Berangkat pagi pulang larut malam. Apa kamu sudah tidak mencintaiku lagi?” ucap Dena sembari menitikkan air mata. Tetapi memang itulah yang dirasakannya.

Ade menghela nafas perlahan. Apa sebegitu tidak pedulinya dia sampai Dena merasa tak diperhatikan? Tangannya langsung menggapai Dena dalam pelukannya. “Baiklah. Malam ini kita tidur bersama.”

Ade membimbing Dena memasuki kamarnya. Sepeti yang dikatakan. Mereka hanya tidur bersama. Ade hanya memeluk Dena dan tidur. Hari ini otaknya bekerja terlalu lelah. Dia ingin beristirahat dan tak memikirkan mengenai Eiren. Dia benar-benar lelah menahan rindu.

__________AZURA__________

“Kandungan kamu cukup baik. Janinnya juga sehat. Tapi jangan terlalu lelah, nanti kandunganmu bisa bermasalah.”

“Baik, dok.”

“Eiren, dimana suamimu? Sudah beberapa kali kamu ke sini tetapi selalu sendiri.” seorang wanita muda berkaca mata menatap wanita yang tampak kurus ini dengan bingung. Dia selalu datang sendiri. Termasuk hari ini. Karena sudah beberapa kali Eiren datang, dia jadi tampak akrab.

“Dia sedang bekerja di luar kota jadi tidak bisa ikut ke sini.” Eiren tersenyum. Pipinya semakin tirus.

“Usias kandunganmu baru tujuh minggu. Seharusnya kamu tidak banyak melakukan pekerjaan berat. Apa kamu masih sering mual?” tanyanya denagn wajah ramah.

Eiren mengangguk. “Iya, Dok. Terkadang ada darah kecil tetapi hanya seperti flek.”

“Harusnya kamu beristirahat. Kamu tidak bekerja, kan?” ucapnya sembari menulis resep.

Eiren terdiam sejenak dan tersenyum. “Tidak, Dok. Suamiku sudah mencukupi semuanya.”

“Bagus.” Dokter itu tersenyum dan menyodorkan kertas kecil. “ini resep. Saya sudah memberikan beberapa obat agar bayimu sehat. Ada obat pereda mual juga.”

Eiren menerimanya dan tersenyum. “Terima kasih, Dok.” Eiren bangkit dan hendak pergi.

“Eiren.” Panggil dokter tersebut mengehntikan langkah Eiren. “jaga bayimu baik-baik. Hubungi aku kapan saja saat kamu membutuhkan bantuan.”

Eiren menangguk dan keluar. Dia tidak ingin membebani orang lain lagi. Cukup dia menjadi beban dan bodoh dengan cinta Ade. Ya, sejak hari itu dia tidak pernah menghubungi Ade. Dia juga menghidupi dirinya dengan menjadi salah satu pelayan toko di perusahaan. Untungnya dia menemukan seseorang yang sangat baik. Selain memberikan tempat tinggal juga memberikan pekerjaan.

“Eiren, kamu di sini?”

Eiren langsung menatap ke depan. Orang yang baru dibicarakan sudah ada didepannya. Denagn rambut rapi dan juga kemeja seperti hendak ke kantor. Pria baik yang tak memandang keluarga Azura hanya sebagai wanita penghibur.

“Apa kamu sakit?” tanyanya khawtair.

Eiren tersenyum dan menggeleng. “Tidak, aku hanya memeriksakan kandunganku.”

“Bagaimana, apa dia baik-baik saja?”

“Iya. Dia tumbuh dengan sehat.” Eiren tersenyum. Janinnya memang tumbuh dengan sehat tetapi kondisinya yang kurang baik.

“Jika kamu memerlukan bantuan, jangan sungkan meminta tolong padaku.”

“Iya. Kamu terlalu baik, Stev.” Eiren tersenyum dan berjalan beriringan menuju apotik. Dia harus membuat tubuhnya kuat. Setidaknya sampai buah hatinya lahir dan membesarkannya. Dia berharap setidaknya wajahnya mirip dengan Ade. Jadi dia bisa mengenang pria itu dalam luka berbalut rindu.

__________AZURA__________

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience