AZURA_Haruskah Aku Melepaskanmu?

Romance Completed 20692

Sejak pertemuannya dengan Alvin, banyak hal yang dialami Dena. Dia tak lagi mendapatkan perhatian Ade. Tak lagi melihat senyum itu. Tak ada kehangatan dalam pelukannya. Semua terasa hampa. Ade seakan meninggalkannya begitu saja. Menyibukan diri dengan jutaan pekerjaan. Berangkat pagi buta dan pulang malam. Sakitnya lagi, dia pulang malam karena mencari Eiren. Ya, keturunan Azura yang sekarang sudah merampas hati Ade.

Dena menatap kolam yang begitu tenang. Dia juga dulu begitu. Selalu merasa tenang dan tak ada masalah. Kehidupannya seakan bahagia jika bersama dengan Ade. Namun, semua itu dulu. Dulu sebelum dia pergi. Apa selama dia pergi Ade juga mencarinya? Membayangkan jika Ade tak mempedulikan membuatnya nyeri dihati. Terasa sakit.

“Apa dia begitu berarti untukmu?” tanya Dena kepada diri sendiri.

Bagaimana tidak berfikir demikian? Dena bahkan tidak menatap senyum menghangatkannya lagi. Ade menjadi pribadi yang jauh berbeda. Dia menjadi lelaki dingin dan bahkan jarang berbicara. Apa dia salah sudah hadir kembali? Beberapa kali Dena merutuki dirinya sendiri untuk hal ini. Jika Ade pergi darinya, siapa yang akan mendukungnya? Dia bahkan tak memiliki orangtua.

“Dena.”

Suara dingin sedingin kutub itu terdengar dan dia tau siapa pemiliknya. Adelardo Cetta. Dena menoleh dan tersenyum manis tetapi yang didapat hanya segores senyum tak bermakna. Terasa dipaksakan. Apa sesulit itu untuk tersenyum penuh ketulusan kepadanya?

“Minggu depan kita akan menemui Stev. Ada pesta dirumahnya.”

“Iya. Apa aku perlu membeli gaun?” tanya Dena antusias.

“Terserah kamu saja.”

Dena tersenyum kecut. Setiap hari dia mengalami hal ini. Berbicara hanya saat dia membutuhkannya saja. Apa sebenarnya yang diharapkan lelaki itu? Apa dia menyalahkan Dena untuk kepergian Eiren? Dan bahkan Dena tidak tau menahu tentang hal ini.

“Aku ke kantor dulu.”ujar Ade dan langsung berbalik. Tetapi saat Dena mengatakan sesuatu dia langsung menghentikan langkahnya.

“Kamu dingin.” Dena memalingkan wajah, tak menatap Ade. Dia hanya memandang pepohonan tak jauh dari tempatnya sekarang.

“Apa?” Ade langsung berbalik dan menatap bingung. “maksud kamu apa, Dena?”

“Sejak aku pulang ke rumah, tak ada pelukan hangat. Tak ada sapaan. Tak ada senyum. Kamu berbeda, Ade. Kamu benar-benar berbeda. Dulu setiap pagi kamu selalu menyapaku dengan senyum. Memandangku dengan cinta. Dan bahkan sekarang tak ada rindu yang terlukis.” Dena harus mengatakan hal ini. Dia tidak bisa terus-menerus menahan semuanya sendiri. Jika itu terjadi, dia bisa stres dan melukai diri sendiri.

“Apa maksudmu Dena?” tanya Ade yang mendekat. Dia merasa begitu bersalah dan langsung memeluk Dena dari belakang. “apa aku menyakitimu? Maaf.”ucapnya lirih. Dia tidak boleh membuat Dena sedih dan stres. Dia ingat ucapan Alvin. Meskipun dia mencintai Eiren tetapi, Dena juga pernah singgahkan?

“Kamu selalu berangkat pagi dan pulang sampai larut. Kamu bahkan tak pernah berbicara denganku. Kamu terasa dingin, Ade.” Dena menahan tetes air matanya. Ini terlalu menyakitkan.

“Maaf. Mungkin karena pekerjaanku yang terlalu banyak.” Ade memejamkan mata. Dia sendiri tidak tau mengapa dia tidak pernah memikirkan perasaan Dena. Dia juga tidak tau mengapa sifatnya selalu dingin.

Bukan karena Eiren? Bukan karena wanita tersebut yang sudah merebutku? Ujar Dena dalam hati. Namun nyatanya, dia malah mengatakannya tanpa sadar dan itu membuat Ade menegang kaget. Darimana Dena tau mengenai Eiren? Pelukannya juga langsung merenggang. Dena yang bingung langsung menoleh dan melihat wajah Ade yang jauh dari kata tenang. Apa dia salah?

“Ade. Are you oke?” Dena mengelus pipi Ade pelan.

Ade mundur perlahan. Hatinya hancur. Dia hancur karena dia benar-benar merindukan sosok Eiren dalam kehidupannya. “Maa. Maaf.” Ade langsung berlari menjauh dan menahan air matanya.

Dena yang melihat hanya tersenyum miris. Kenapa dia harus kembali saat Ade tak lagi mengharapkannya? Dan kenapa dia harus terselamatkan oleh wanita yang begitu dia benci. Benci? Apakah dia masih boleh mengatakan hal tersebut karena nyatanya sekarang Ade berpaling darinya. Tetapi bukankah dia yang menyelamatkannya? Setitik air mata turun disusul dengan tetes yang lain. Dena langsung menutup wajahnya dan menangis terisak. Sendiri.

__________AZURA__________
Ade memandang kamar bercat putih terang tersebut. Setelah Dena mengatakan hal tersebut dia langsung berlari ke kamar ini. Kamar dimana Eiren selalu berbaring dan menghabiskan waktunya. Ade menghirup dalam-dalam sisa bau yang Eiren tinggalkan.

“Aku benar-benar merindukanmu, Eiren.”keluhnya lirih.

Ade menutup pintu rapat. Dia menatap sekeliling. Menyentuh sofa dan menyalakan televisi. Dia dulu sering menonton disini. Bercanda dan menggoda Eiren. Ade tersenyum pedih. Dia kembali berjalan dan menatap ranjang king size dengan sprei berwarna merah terang. dia juga serin menghabiskan malam bersama dengan Eiren. Mengerang dan menikmati setiap detik. Melepaskan semua dengan kelegaan.

Ade tersenyum pahit dan duduk dipinggiran ranjang. Dia menyentuh bantalnya, menyentuh lemari kecil dipinggiran ranjang. Rasanya menyakitkan menyadari dia tak tau kemana Eiren pergi. Terlebih Eiren pergi dengan keadaan memprihatinkan. Setelah pertengkarannya wanita itu langsung pergi.

Ade membuka laci di meja tersebut. Ada sebuah amplop berwarna putih disana. Keningnya mengerut heran. Amplop siapa ini? Dia langsung mengambil dan membaliknya. Belum juga dia membuka, ketukan pintu membuatnya mengalihkan pandangan. Ade langsung meletakkan amplop tersebut dan langsung menuju pintu. tampak Alex di depan pintu dengan wajah yang menunduk.

“Ada apa?” tanya Ade tak suka.

“Ada tuan Abyan mencari anda, Tuan.”

Ck. Lelaki itu lagi. Ade langsung menghela nafas dan keluar. Dia langsung menemui Abyan yang tengah duduk bersama dengan Farah. Kenapa mereka datang berdua? Ade menatap tak suka saat sudah berada dihadapan mereka. Dia tak suka karena Abyan mengganggu momen bernostalgianya.

“Ada apa?” tanyanya tanpa basa-basi.

“Wow, kenapa terburu-buru adikku?” Abyan malah bertanya dan dia duduk dengan melebarkan tangan. Farah yang ada dihadapannya hanya diam tak bersemangat.

“Aku terlalu sibuk, Abyan.” Padahal Ade ingin segera ke kantor karena dadanya sesak setiap di rumah. Terlalu banyak kenangan tentang Eiren disini.

Abyan tertawa kecil dan langsung meletakkan undangan. Ade menatapnya acuh. Kenapa dia harus mendapatkan undangan? Apa dia pikir Ade tidak akan datang?

“Kita akan menikah bulan depan.”jelas Abyan yang tau Ade tak begitu peduli dengan hal ini.

Bulan depan? Dia bahkan tak mau tahu. Tetapi Ade mengambilnya dan langsung menatap mereka berdua dengan datar. “Sudah? Kalau sudah silahkan pulang karena ak..”

“Ade, aku mau keluar seben..” Dena yang langsung memotong pembicaraan langsung diam.

Abyan menatapnya sembari tersenyum dan melambaikan tangan ramah. Tetapi mata Dena tertuju dengan Farah yang juga kaget melihatnya. Matanya membelalak tak percaya jika Dena ada dihadapannya. Matanya langsung terbuka lebar.

“Dena.” Suara Farah seperti tercekat dan itu membuat Abyan menatap bingung.

Dena yang disapa hanya diam. Ade yang melihat juga tampak bingung tetapi Dena langsung mengalihkan pandangannya dan menatap kekasihnya. Senyumnya kembali mengembang.

“Aku pamit keluar sebentar.”ujarnya berpamitan.

Ade mengangguk masih heran. “Hati-hati.” Entah mengapa sekarang rasanya berbeda. Abyan yang menatap Ade juga tau apa yang ada dihati adiknya. Dia masih merindukan Eiren. Tanpa diktahui Ade, Abyan sudah merencanakan hal luar biasa untuknya.

“Baik, kami juga harus pergi.” Abyan langsung berdiri dan pergi. Diikuti Fara dengan wajah yang sulit diartikan.

Ade juga hanya diam dan memandang undangan Abyan. Dia akan menikah? Ade juga memiliki rencana pernikahan yang tak akan pernah terwujud. Mengapa? Karena orang yang akan dijadikan rumahnya menghilang.

“Alex, siapkan mobil.”ujar Ade dan langsung pergi.

_________AZURA__________
“Aku ingin bertanya pendapatmu. Apa aku harus meninggalkan Ade?” tanya Dena yang sudah berhadapan dengan Alvin.

Alvin menatap Dena serius. Apa yang dikatakannya? Jika Dena dalam keadaan normal mungkin dia akan mengatakan iya. Tetapi sekarang, dia tidak dalam keadaan seperti sebelumnya. Dia terlalu sensitif dan bagaimana cara mengatakannya dengan baik?

“Jawab aku, Dok.”tekan Dena tak sabaran. Apa dia harus meninggalkan Ade? Jika memang begitu bagaimana kehidupan selanjutnya?

“Menurutmu apa yang terbaik untuk Ade?” Alvin malah membalikkan pertanyaanya.

Dena diam sejenak. Apa yang menurutnya terbaik untuk Ade? “Kebahagiaannya.”jawab Dena lirih. Semua yang menjadi kebahagiaan Ade adalah kebahagiaannya. Dia tidak akan mengatakan bahwa jika Ade bahagia dia akan bahagia. Dia juga akan terluka dan sangat terluka. Tetapi setidaknya dia bisa membuat seseorang bahagia.

“Jadi sekarang apa kebahagiaan Ade? Kamu yang bisa memutuskannya, Dena.” Alvin menatap lekat. Mata yang hanya tersimpan kepedihan itu.

Eiren. Dia tau Ade begitu mengharapkan Eiren. Apakah dia harus melepaskannya? Percuma jika dia mencintai tetapi tidak mendapat hal yang sama. Bukankah untuk membina sebuah hubungan mereka perlu memiliki tujuan yang sama. Berjalan dengan cinta yang sama. Jika saat ini Ade bahkan tak mencintainya, apa yang akan didapat dari hubungan sepihak ini?

“Kalau aku melepaskannya untuk Eiren, aku harus bagaimana? Aku akan sendiri lagi?” ujar Dena khawatir. Dia benci sendiri.

Dena tampak begitu bingung. Beberapa kali dia mengulang kalimat yang sama. Aku tidak suka sendiri. Terus sampai Alvin yang merasa takut karena depresi Dena kambuh dan langsung memeluknya. Apa yang dilihatnya? Dena memang tidak bisa ditinggalkan sendiri.

“Tenang Dena. Kamu tidak akan sendiri. Aku bersamamu.” Alvin memeluk Dena erat. Hatinya terasa miris melihatnya begitu rapuh. “Aku tak akan pernah meninggalkanmu.” Dan entah karena kalimatnya atau memang Dena yang sudah membaik, tubuhnya langsung diam dan menangis dalam dekapan Alvin.

“Aku tak akan meninggalkanmu.”ulang Alvin tak sadar.

__________AZURA__________
“Bagaimana Abyan, sudah kamu berikan?”

Abyan yang masih berjalan langsung berhenti, menatap papanya yang tengah duduk di sofa ruang tamu. Langkahnya berbalik dan langsung duduk di sofa yang lain.

“Sudah, Pa.”

“Bagaimana keadaannya?” tanya papanya dengan wajah serius.

“Kurang baik. Dena sudah kembali dan sepertinya Ade mencintai wanita lain.”jelas Abyan. Sebanrnya dia sudah menceritakan mengenai Ade yang mencintai Eiren. Tetapi satu yang tidak diceritakan. Bahwa hubungan awal mereka hanya sebatas teman seks.

“Eiren? Jadi dia benar-benar mencintainya?” mata papanya menyipit dan tampak anggukan kecil dari arah Abyan.

“Lalu Dena?” tanya papanya lagi.

“Ade tidak bisa membeirtahukan kepada Dena semuanya. Dokter Alvin bilang bahwa kita harus menjaga Dena. Dia tidak boleh stres.”

Papanya meletakkan ponselnya dan menatap serius. “Tetapi aku tidak bisa membiarkan Ade hidup dalam kesedihan.”ujarnya tegas.

“Tapi Papa juga harus memikirkan Dena.”

Belum sempat dia menjawab, sebuah suara kecil terdengar tengah menuju ke arah mereka. Adelio langsung diam dan menatap wanita yang datang menghampirinya. Wanita tersebut tersenyum dan memberikan secangkir kopi kepada suaminya.

“Abyan, kamu sudah pulang? Bagaimana keadaan Ade?” tanyanya saat sudah bergabung.

“Baik, Ma. Dia sibuk membangun usaha baru.” Abyan berbohong dan papanya malah dengan santai menyeruput kopinya.

“Baguslah. Dia tidak menyia-nyiakan kesempatan ini.”

Abyan hanya mengangguk. “Kalau begitu, Abyan ke kamar dulu Ma, Pa.”

Mamanya hanya mengangguk. Sedangkan papanya, dia hanya tersenyum penuh makna. Apa yang dipikirkannya? Pikir Abyan tak peduli. Baru satu anak tangga dipijak, Abyan berhenti karena percakapan orangtuanya.

“Besok aku pergi untuk beberapa hari. Ada hal yang harus aku urus.”jelas Adelio tanpa melihat Abyan yang memperhatikan.

“Urusan? Bukankah kamu tidak memiliki urusan lagi?” tanya istrinya dengan heran. Secara semua perusahaan sudah diurus Ade dan Abyan. Sedangkan dia, hanya menunggu di rumah saja dan mengatur jika perusahaan benar-benar membutuhkannya. Tetapi keturunannya cukup cekatan untuk menanganinya.

“Ada hal yang harsu dilakukan dan itu penting.” Penjelasan singkat yang membuat Abyan makin bertanya. Dia tidak tau apa yang dipikirkan papanya saat ini. Tetapi yang ditakutkannya adalah jika papanya bertindak dan membahayakan Dena.

__________AZURA__________

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience