14 - Rival

Romance Series 688

Karena sebentar lagi akan ada ujian kenaikan kelas, semua murid menjadi sibuk belajar. 

Putri Yuniata juga termasuk salah satu murid yang perlu belajar lebih banyak untuk mendapatkan nilai bagus. Salah satu alasan yang membuat Putri lebih giat belajar adalah, karena ingin berada di kelas yang sama lagi dengan Jaka.

Sudah hampir satu bulan sejak pertama kali Putri mengetahui rahasia Jaka, tapi karena terlalu sibuk mempersiapkan diri untuk ujian, Putri bahkan hampir lupa dengan masalah yang dialami cowok itu.

"Setidaknya ada perkembangan," gumam Putri saat mengingat kembali Jaka yang baru-baru ini mau sedikit berinteraksi dengannya.

Putri menutup buku yang tadi dibacanya, kalau sudah mengingat Jaka pasti konsentrasi belajarnya hilang.

"Putri?"

Panggilan itu menghentikan lamunan Putri untuk menatap seseorang yang baru saja memanggilnya, "Ya?"

Seorang laki-laki duduk di hadapan Putri sambil tersenyum lembut, "Sedang belajar apa?"

"Matematika," jawab Putri sambil menatap orang di hadapannya dengan sedikit bingung. Dia tidak terlalu mengenal cowok ini karena mereka tidak sekelas, tapi secara tidak langsung Putri sudah tahu siapa namanya. Kevin Andrea.

Kevin juga sama seperti Jaka yang sering didekati perempuan, tapi dengan sifat yang berbanding terbalik dengan Jaka yang selalu cuek. Walau terkadang masih menghindar, tapi Kevin selalu bersikap baik. Dan anehnya cowok ini belum mempunyai pacar.

Yang membuat Putri semakin heran adalah, kenapa Kevin yang merupakan kategori murid pintar sekarang berada di perpustakaan?

"Apa ada yang tidak kamu mengerti?"

Putri buru-buru kembali membuka buku yang tadi di tutupnya, malu karena tertangkap basah sedang menatap wajah Kevin, "Tidak kok. Kenapa Kevin ada di sini?"

"Untuk menghindar dari para siswi yang minta diajarkan olehku, dan karena kebetulan melihatmu, jadi sekalian kutegur saja."

Apa sekarang Putri sudah menjadi pelarian bagi cowok yang sedang menghindari perempuan? Jaka pernah melakukannya, dan sekarang Kevin ikut-ikutan juga. Tapi perpustakaan memang tempat yang sepi, jika ingin menghindari sesuatu pasti di sini cocok menjadi tujuan utama untuk menyendiri.

"Apa Kevin tidak meminjam buku?" tanya Putri yang sedikit merasa risi karena cowok berambut pirang ini tidak melakukan apapun.

Kevin menopang dagunya agar bisa fokus untuk memperhatikan Putri, "Tidak, aku hanya ingin duduk di sini saja."

Kan masih banyak kursi kosong, kenapa harus duduk bersama dirinya? Cowok ini tidak menyukainya kan? Putri tidak ingin berurusan dengan cowok populer dengan tipe seperti Kevin. Menurut pengalamannya, tipe yang terlalu baik seperti Kevin justru cepat membuat kecewa jika sudah dijadikan pacar, "Maaf, aku merasa terganggu jika Kevin hanya duduk memperhatikanku seperti ini."

"Maaf, tapi aku ingin memperhatikanmu seperti ini."

Putri menatap Kevin dengan raut wajah terganggu, tapi perhatiannya langsung teralih saat melihat Jaka yang baru masuk perpustakaan.

Melihat raut wajah tenang yang ditunjukkannya, Putri yakin kalau ini memang Jaka. Rasanya menyenangkan saat mengetahui kalau dia bisa menghabiskan waktu lebih banyak dengan Jaka. Walau cowok itu masih cuek, tapi Putri tetap merasa senang karena bisa dekat dengan orang yang disukainya.

Walau ada kalanya Putri ingin bertemu dengan Vian.

Tidak! Putri tidak ingin menemui cowok egois dan selalu bersikap semaunya itu. Hari-harinya sekarang berjalan dengan tenang karena Jaka yang sedang mengambil alih kesadaran, jadi Putri berharap Vian jangan dulu menggantikan Jaka.

"Ternyata Putri memang menyukai Jaka ya?"

Ucapan Kevin kembali menyadarkan Putri dari lamunannya, "Apa salah jika aku menyukainya?"

Kevin menghela napas sejenak, "Aku tidak mengerti kenapa kamu lebih menyukai cowok yang tidak bisa didekati. Bukannya lebih mudah jika menyukai cowok yang mendekatimu duluan?"

Rasanya Putri pernah mendengar kalimat semacam ini dari Vian deh, "Jaka memang sulit didekati, tapi dia baik. Dan lagi aku tidak menyukai cowok yang terlalu mudah dekat dengan perempuan, akan lebih baik kalau cowok itu hanya memperhatikanku seorang."

Kevin melirik ke arah lain, merasa tersindir, "Aku tidak mengerti kenapa Putri memilih jalan yang sulit padahal sekarang sedang ditawari melewati jalan yang jauh lebih mudah."

"Aku merasa nyaman bersama Jaka, aku juga sangat senang saat dia mau menyentuhku, memanggil namaku, atau sekedar menatapku. Aku tidak akan mendapat semua kebahagian itu jika memilih jalan mudah. Karena yang kusukai adalah Jaka."

Kevin berdiri dari posisi duduknya, "Aku ditolak ya? Yasudahlah, tapi aku tidak akan menyerah," katanya sambil mengusap puncak kepala Putri kemudian berjalan pergi.

Putri mematung. Tadi Kevin menembaknya? Terus mengatakan tidak mau menyerah? Dan senyum Kevin tadi–

Ugh... kenapa Putri lagi-lagi dibuat terpaku oleh senyum cowok berwajah tampan? Dan kenapa usapan di kepala yang dilakukan Kevin justru mengingatkannya pada Vian yang pernah melakukan hal serupa? Ini tidak bagus.

"Aku tidak akan menyerah loh! Jaga Putri baik-baik jika tidak ingin kehilangan dia."

Jaka mengernyit bingung saat tiba-tiba Kevin bicara padanya, "Apa maksudmu?"

Kevin tersenyum menantang, "Kalian belum pacaran kan? Aku akan membuat Putri menyukaiku dan merebutnya darimu."

Lakukan saja, Jaka jauh lebih merasa senang jika Putri menjauh darinya. Tapi entah kenapa Jaka tidak dapat mengatakan apa yang sedang dipikirkannya, dia malah merasa ingin menjawab tantangan Kevin.

Menyadari hal ini bisa memancing Vian keluar untuk menjawab tantangan, Jaka buru-buru berjalan menjauhi Kevin. Vian tidak boleh mengambil alih kesadaran sebelum masa ujian selesai.

Tapi usaha Jaka sedikit gagal saat mendapati dirinya sekarang malah duduk di hadapan Putri yang belum menyadari keberadaannya, "Aku tidak akan melepaskanmu."

"Ap...?!" Putri menatap Jaka dengan pandangan tidak percaya. Ini Vian? Bukannya tadi yang sedang mengambil alih kesadaran adalah Jaka? Kok bisa berganti secara tiba-tiba? "Vian?"

Jaka memejamkan mata untuk mencoba bertahan agar Vian tidak benar-benar menguasai tubuhnya. Tiga hari lagi ujian, dia tidak ingin Vian mengambil waktunya saat masa ujian. Jaka tidak ingin nilai pelajarannya menurun, "Maaf, aku Jaka."

Putri menunjukkan wajah tidak percaya. Kalimat tadi kan jauh lebih cocok dikatakan oleh Vian, "Jaka tidak mungkin bicara seperti itu padaku."

Memang mustahil. Tapi kenapa sekarang Jaka ingin sekali menarik Putri mendekat kemudian menciumnya? Kenapa Vian harus membagikan keinginan aneh padanya sih? Memang sekarang Jaka sudah tidak peduli jika Vian ingin melakukan apa saja pada Putri, tapi dia benar-benar tidak ingin menyentuh gadis ini dalam keadaan mengambil alih kesadaran.

Setelah memijit pelipisnya agar merasa tenang, Jaka menatap Putri, "Maaf sudah mengatakan hal aneh padamu, aku membiarkan Vian sempat mengendalikan diriku."

"Ti- tidak, tidak apa-apa kok," Putri mengibaskan kedua tangannya dengan gugup. Merasa senang Jaka mengatakan tidak ingin melepasnya, walau ada dorongan dari Vian sampai kalimat seperti itu terucap.

Jaka menatap kedua tangannya yang sedang bertautan di atas meja, "Sudah lama aku tidak berebut kesadaran dengan Vian, ini salahmu."

"Aku tidak tahu di mana kesalahanku."

"Kamu sudah membuat Vian cemburu," jelas Jaka sambil menatap Putri dengan serius.

Putri mangerutkan alisnya dengan bingung, "Cemburu?"

"Kevin menantangku, katanya dia mau merebutmu dariku."

Jadi tadi Kevin memang serius? Putri memegang kepalanya yang mendadak terasa pusing, "Kenapa dia harus menyukaiku?"

"Kenapa kau tidak memilih Kevin dan membuat Vian menyerah saja?"

"Aku tidak menyukainya."

"Memang kenapa? Setahuku Kevin selalu baik pada perempuan, bukannya lebih menyenangkan punya pacar seperti dia?" tanya Jaka dengan nada tidak mengerti.

Putri melirik ke arah lain, "Punya pacar yang baik dan populer seperti Kevin memang menyenangkan. Dia mengatakan kalimat manis seperti akan lebih memperhatikanku sebagai pacar, tapi kenyataannya hanya membuat kecewa karena tidak bisa menepati ucapan itu."

Jaka mengernyit heran, gadis ini pernah mengalami pengalaman seperti itu sebelumnya? "Kamu tidak tahu sebelum mencoba. Lagian Kevin jauh lebih baik daripada Vian yang suka semaunya."

"Yang kusukai bukan Vian. Orang yang kusukai bahkan tidak ingin menyentuhku."

"Apa iya? Tadi aku sempat berpikir untuk menciummu loh."

"Ini benar-benar Jaka?" tanya Putri sambil memperhatikan wajah cowok yang duduk di hadapannya dengan serius, sungguh tidak bisa percaya mendengar apa yang telah Jaka katakan.

"Aku tidak menyebut namamu dan juga tidak menyentuhmu."

Walau cowok ini masih memasang wajah tenang dan tidak melakukan dua hal yang dikatakannya, tetap saja Putri sulit untuk percaya, "Aku tidak tahu kalau Jaka bisa berpikir seperti itu."

"Memang tidak bisa, aku tidak percaya dengan yang namanya cinta."

Putri terdiam untuk memperhatikan Jaka dengan seksama. Vian juga pernah mengatakan kalau Jaka tidak mempercayai cinta, dan kali ini Jaka yang mengatakannya. Memang kenapa harus tidak percaya?

Jaka menghela napas, "Lebih baik kau berpikir ulang untuk menyukaiku. Aku dan Vian adalah satu orang yang sama. Jika memang menyukaiku, berarti kamu harus menyukai Vian juga."

Apa Putri harus ke tempat praktik Lia lagi? Kenapa dia selalu dibuat tidak mengerti dengan masalah Alter Ego ini? "Aku tidak ingin mengaku menyukai Vian walau dia sudah mengganggu pikiranku."

"Katakan saja kalau kau menyukainya."

"Dia pasti langsung menciumku kalau aku mengatakannya. Dan aku merasa terlibat cinta segitiga di sini, padahal kita hanya berdua."

Walau hanya berdua, tapi ini memang cinta segitiga. Karena Jaka dan Vian berbeda jadi mereka harus dihitung sebagai dua orang, "Pilih saja Vian dan lupakan aku."

"Bagaimana bisa aku melakukannya kalau Jaka dan Vian berada di tubuh yang sama?"

"Oh, kau mau memilih Vian?"

Putri menghembuskan napas dengan kencang, apa Jaka sengaja memancingnya agar memilih Vian? "Aku lebih baik memilihmu."

"Kenapa tidak pilih Vian saja?"

"Kenapa Jaka mengatakan kalimat yang sama dengan Vian? Dan kenapa juga kamu ikut menyuruhku untuk memilihnya?" tanya Putri yang sama sekali tidak mengerti dengan jalan pikiran Jaka.

"Aku sudah lelah mencoba menyatukan kepribadianku dan Vian. Kalau kamu memang memilih Vian, aku akan membuat masalah Alter Ego ini selesai."

"Apa maksudmu?"

Jaka menatap mata Putri dengan serius, "Ada dua cara menyembuhkan Alter Ego. Pertama, dengan menyatukan dua kepribadian menjadi satu. Atau yang ke dua, menghilangkan salah satu kepribadian yang ada. Kami sudah sepakat jika muncul perempuan yang memilih Vian, aku akan menyelesaikan kepribadian ganda ini dengan pilihan ke dua. Aku bisa meninggalkan tubuh ini dan membiarkan Vian menjadi seorang Jaka Mahardika sepenuhnya."

"Tunggu, kenapa tidak memilih pilihan pertama saja? Dan kenapa harus Vian? Ini kan tubuhmu," protes Putri yang tidak setuju dengan pilihan yang diambil Jaka.

Iris coklat tua milik Jaka menatap ke atas, terlihat seperti sedang menerawang, "Aku dan Vian mustahil disatukan. Sudah lima tahun aku mencoba berbagai macam terapi, tapi selalu saja gagal. Dan kenapa Vian yang dipilih? Walau usil, tapi dia bisa jatuh cinta dan tidak akan menyakiti gadis yang disukainya. Itu jauh lebih baik daripada aku yang tidak bisa merasakan cinta."

Lima tahun? Selama itu Jaka mengalami Alter Ego? Memang apa masalahnya? Apa Jaka memang sudah melewati masa lalu yang sangatlah berat? Tanpa sadar Putri menggingit bibirnya dengan gelisah, "Jika tidak bisa merasakan cinta, aku akan membuatmu menyukaiku."

Jaka kembali menatap Putri sambil menyipitkan matanya, "Kau tidak bisa melakukannya."

"Aku pasti akan melakukannya," ujar Putri dengan nada sungguh-sungguh untuk meyakinkan cowok ini.

"Aku akan membiarkan Vian mengambil alih kesadaranku jika kamu memang memaksa melakukannya."

"Ugh... pokoknya aku akan membuatmu menyukaiku walau Vian menggantikanmu."

= bersambung =

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience