4 - Tidak Menyerah

Romance Series 688

Putri Yuniata adalah tipe orang yang keras kepala dan pantang menyerah. Kalau sudah niat melakukan sesuatu, sebuah larangan pun diabaikan.

Larangan dibuat untuk bisa dilanggar kan? Untuk kali ini saja Putri setuju dengan perumpamaan itu. Jadi setelah sampai sekolah dan melihat Jaka, tanpa ragu Putri langsung mendekat, "Pagi, Jaka!"

Tanpa mau membalas teguran atau sekedar menatapnya, Jaka melewati Putri begitu saja. Walau sudah diabaikan, Putri tetap mencoba mengikuti langkah cowok yang memiliki tinggi 162 cm ini, "Bagaimana kalau kita ke kelas bareng?"

Langkah Jaka semakin cepat berjalan, menolak ajakan tanpa suara.

Karena memiliki perbedaan tinggi badan 7 cm, Putri tidak bisa lagi mengimbangi kecepatan berjalan Jaka. Memang sih selama ini Jaka selalu menghindari semua perempuan yang mendekatinya, tapi terasa lebih menyakitkan jika dilakukan secara terang-terangan begini.

Putri menghela napas, apa Jaka tidak bisa sedikit lebih peduli? Masalah kepribadian ganda yang dialami cowok itu rahasia kan? Seharusnya Putri bisa mendapat perlakuan lebih spesial atau diawasi agar tidak mengatakannya pada orang lain.

"Kau kenapa, Put?"

Putri yang sedang memainkan sedotan di gelas teh manis yang sudah dipesannya menatap ke arah Tiara, sekarang sudah jam istirahat dan dia sedang di kantin bersama teman yang paling dekat dengannya, "Jaka mengabaikanku."

"Bukannya dia memang seperti itu?"

"Kemarin kan tidak."

Tiara yang sedang memakan batagor meletakkan garpu yang dipegangnya ke atas piring sambil mengangguk-angguk, "Benar juga, aku sampai melupakannya. Apa pernyataan cintamu diterima?"

Bibir Putri maju beberapa centi, kenapa harus diingatkan hal itu sih? "Sama seperti yang lainnya, aku ditolak."

"Bukannya kemarin dia menciummu?"

Bola mata Putri melotot syok, dia nyaris melupakan kejadian yang membuatnya sampai dibicarakan oleh banyak siswi di sekolah, "Bukan Jaka yang melakukannya!"

Tiara mengernyit sambil menatap Putri dengan heran, "Apanya yang bukan? Jelas-jelas Jaka menciummu."

Yang mencium Putri adalah Vian, bukan Jaka!

Putri jadi geregetan ingin menceritakan semua hal aneh yang sudah dialaminya. Tapi tidak bisa, dia tidak ingin membuat Jaka marah dan semakin menghindar.

Putri kembali menghela napas dengan lelah, ini benar-benar memusingkan, "Abaikan kejadian kemarin, anggap saja Jaka cuma sedang jahil."

Tiara yang ingin menyuap batagor dari garpu yang sudah kembali dipegang langsung menghentikan gerakannya, "Ja... hil?"

Oh sial, Putri salah mencari alasan. Sangat mustahil Jaka melakukan aksi kejahilan, apalagi pada perempuan, "Po- pokoknya abaikan kejadian itu. Dan Jaka benar-benar menolakku kok, serius deh."

Melihat Tiara sedang menyipitkan mata dengan curiga, Putri melongos ke kiri berpura-pura tidak menyadari perhatian yang mengarah padanya, "Tapi aku tidak mau menyerah. Aku pasti akan membuatnya mau bicara dan tidak mengabaikanku lagi."

"Kamu memang keras kepala."

Putri memang tipe yang pantang menyerah selama masih memiliki peluang. Apalagi selama dua hari kemarin dia sudah dekat dengan Jaka -oke hari pertama Vian yang menempati tubuh itu- jadi Putri tidak terima diabaikan begitu saja.

Jadi walau sudah berganti hari sekalipun, Putri tetap terus mencoba melakukan apa yang dibisa, "Pagi, Jaka!"

"Pagi."

Putri terbengong sesaat karena tidak menyangka sapaan yang dilakukannya benar-benar dibalas, Jaka hari ini tidak mengabaikannya. Sebuah senyum senang terlukis di wajah manis Putri, "Mau ke kelas bareng?"

Jaka terdiam sejenak, terlihat seperti sedang berpikir dahulu sebelum menjawab, "Boleh."

Akhirnya! Apa Putri boleh berteriak karena terlalu merasa senang? Ah tidak, lebih baik jangan dilakukan daripada Jaka merasa ilfil. Lebih baik Putri mencoba untuk sedikit mempercepat langkahnya agar bisa berjalan berdampingan dengan cowok ini, "Tidak apa kan kalau aku sedekat ini?"

Jaka menatap Putri kemudian tersenyum kecil, "Tidak masalah kok."

Putri menggingit bibir bawahnya untuk menahan gejolak bahagia yang sedang dirasakan. Walau Jaka hanya menarik sedikit ujung bibirnya, tapi Putri jauh lebih menyukai senyum ini dibanding dengan senyum yang pernah ditunjukkan oleh Vian.

Orang yang berdiri di samping kirinya ini jadi tidak terlihat asing, dia memang Jaka Mahardika yang sudah Putri kenal nyaris selama satu tahun terakhir, "Um, apa aku boleh bersamamu juga saat jam istirahat nanti?"

"Silahkan."

Mendapat persetujuan dari Jaka membuat Putri langsung minta maaf pada Tiara setelah sampai kelas. Bagaimana pun Putri harus mengambil kesempatan langka yang mungkin tidak datang dua kali ini, jadi dia harus minta maaf karena tidak bisa bersama Tiara saat jam istirahat berlangsung.

Dan untunglah Tiara tidak mempermasalahnnya, jadi Putri dapat menghabiskan waktu istirahat bersama dengan Jaka. Walau kehadiran Putri tidak begitu dipedulikan karena cowok ini sedang sibuk dengan ponsel yang berada di tangannya. Tapi karena sudah diizinkan memperhatikan dari dekat, Putri bisa memulai topik pembicaraan dengan lebih mudah, "Jaka tidak memesan makanan?"

"Aku sedang sibuk."

Tatapan Putri mengarah ke benda persegi panjang yang berada di tangan kanan Jaka. Dia sangat ingin tahu deretan nomor yang bisa membuatnya menghubungi benda itu, "Sibuk apa?"

"Baca."

Putri mengernyit, "Baca?"

Jaka memasukkan ponselnya ke kantung celana kemudian mengalihkan perhatian ke arah lain, "Bukan sesuatu yang penting kok, abaikan aja."

Cowok ini memang sungguh cuek ya? Putri mendesah dengan lelah, "Oh ya, mengenai ucapan Jaka sebelumnya..," saat mata Jaka kembali menatapnya, Putri dengan gugup kembali bicara, "maaf, aku tidak dapat melakukannya. Habis aku ingin bisa dekat dengan Jaka."

Jaka menggeleng dengan perlahan, "Tak apa, seharusnya aku tidak melarangmu. Kaulah yang berhak memutuskannya."

Sepertinya cowok ini tidak marah seperti yang diduga Putri ya? Untunglah, "Um, tapi terima kasih sudah memperingatiku kalau Vian berbahaya."

Karena tidak direspon, Putri buru-buru menambahkan ucapannya agar meyakinkan, "Tenang saja, aku bisa menjaga diri kok. Aku janji tidak membiarkan Vian melakukan apapun padaku."

"Benarkah?"

Putri mengangguk mantap, "Iya."

"Baiklah kupegang ucapanmu itu," ujar Jaka sambil tersenyum menantang kemudian pergi meninggalkan Putri begitu saja.

Apa tadi Jaka baru memberinya tantangan? Oh, Putri pasti berusaha keras untuk menjaga dirinya, dia tidak akan membiarkan Vian melakukan hal aneh lagi.

•

"Jaka mau pulang?" saat sudah jam pulang sekolah, Putri kembali mencoba mendekati Jaka yang berjalan keluar dari kelas sendirian.

Jaka menatap Putri dengan aneh, "Tentu saja, memang kau pikir aku mau ke mana?"

Ugh, rasanya Putri ingin memukul kening sendiri karena sudah mengajukan pertanyaan yang sungguh bodoh, "Mungkin Jaka mau pergi ke tempat lain."

"Apa kau baru saja mengajakku pergi?"

"Tidak, tentu saja tidak," Putri mengibas-ngibaskan kedua tangannya dengan panik karena sudah membuat cowok ini salah paham.

Jaka melirik ke arah lain, "Aku juga tidak bisa melakukan itu."

Tentu saja tidak bisa. Jaka sudah mengatakan tidak ingin Vian kembali mengambil alih kesadaran, Putri tentu mengerti, "Maaf, aku hanya ingin menegur Jaka saja kok. Jika aku sampai membuatmu merasa tidak nyaman, kamu boleh memarahiku."

Jaka terdiam, tatapannya yang mengarah pada Putri seolah sedang memberi penilaian, "Ada yang ingin kukatakan padamu."

"Ingin mengatakan apa?"

"Sepertinya kamu langsung mengerti jika aku melakukan sesuatu saja."

Cowok itu meraih tangan kanan Putri kemudian menciumnya, lebih tepat jarinya lah yang dicium. Eh, tunggu, "Vian!!"

Sebuah seringai tergambar jelas di wajah tampan itu, "Seperti yang kuharapkan Putri bisa langsung mengerti. Tapi bukannya kamu sudah melanggar janji yang baru saja dibuat saat di kantin tadi?"

Jari telunjuk Putri mengarah ke cowok yang berada di sampingnya dengan tidak percaya, "Aku membuat janji denganmu?"

Vian menunjukkan dua jarinya, berpose peace, "Sejak pagi akulah yang berada di tubuh ini."

Putri terperangah, "Sejak pagi?" secara otomatis otaknya mengingat semua hal yang sudah terjadi sejak pagi. Segala macam sikap yang Putri pikir milik Jaka ternyata dilakukan oleh Vian, ini sungguh mengecewakan, "sia-sia dong aku mencoba mendekatimu."

"Oh ayolah, aku sudah susah-susah keluar untuk bisa menemuimu," gerutu Vian sambil melipat kedua lengannya dengan kesal.

"Tapi yang ingin kutemui adalah Jaka."

"Ck, memang apa coba bagusnya cowok baik-baik itu?"

Putri menyipitkan matanya, merasa aneh mendengar pertanyaan Vian, "Itu kamu tahu apa kelebihan Jaka, kenapa malah mempertanyakannya?"

Ucapan itu jelas membuat Vian semakin kesal, tapi dia kembali menyeringai saat mendapatkan sebuah ide bagus, "Apa Putri tidak ingin lebih tahu tentang kepribadian ganda yang Jaka alami?"

Tentu saja Putri ingin tahu, apalagi kemarin Jaka tidak menjelaskannya secara detail, masih ada banyak hal yang membuat penasaran, "Tentu mau."

"Aku akan menjelaskannya padamu. Tapi sebagai gantinya Sabtu besok Putri harus mau pergi kencan denganku."

Oh benar, Vian berbahaya. Tidak mungkin Putri mendapatkan penjelasan secara cuma-cuma, pasti harus ada hal menjengkelkan dulu yang terjadi, "Lebih baik aku tidak mengetahuinya. Kali ini aku akan menuruti peringatan Jaka."

"Kalau kamu masih juga menolak ajakanku, aku tidak akan membiarkan Jaka kembali mengambil kesadaran."

"Apa kamu bisa melakukan hal seperti itu?" tanya Putri dengan nada tidak percaya.

Vian menyeringai seolah sudah memenangkan suatu pertandingan, "Lihat saja siapa yang besok berada di tubuh ini."

=To be continued =

AN: Saat Putri belum sadar kalau Vian yang mengambil kesadaran, aku akan tetep nulis nama Jaka ya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience