13 - Jaka

Romance Series 688

Jika Jaka ingin berangkat ke sekolah pasti berpenampilan rapi, entah dari segi memakai seragam, atau dari segi penampilan. Tapi hari ini Jaka tidak peduli walau penampilannya sedikit acak-acakkan.

Lagian Vian pasti sudah merusak image baik yang sudah susah payah Jaka buat. Jadi Jaka merasa tidak salah berangkat ke sekolah dengan mengabaikan penampilan juga, sama seperti yang dilakukan Vian.

"Kamu sepertinya kurang tidur."

Jaka menatap kakeknya dengan ekspresi kelelahan. Wijaya pasti melihat kantung mata yang sekarang Jaka miliki, "Vian memberiku banyak tugas sekolah, aku terpaksa harus begadang untuk menyelesaikannya."

"Tapi sepertinya Vian tidak terlalu membuat masalah. Kakek lihat kamu hanya kesal karena dia menghabiskan waktu selama seminggu."

"Kenapa Kakek terlihat senang? Tidak enak tahu kehilangan ingatan selama seminggu," protes Jaka dengan nada tidak terima saat melihat kakeknya tersenyum.

Wijaya tetap mempertahankan senyum di wajahnya, "Kakek merasa seperti mempunyai dua cucu."

Jaka cemberut, "Aku dan Vian orang yang sama, Kakek."

"Kalian memang orang yang sama, tapi sifat kalian sungguh berbeda. Kakek sudah menganggap Vian sebagai saudara kembar Jaka, ini menarik."

Jika Vian memang saudara kembarnya, masalah Jaka tidak mungkin serumit ini, "Kakek tidak perlu menghiburku, aku baik-baik saja kok."

"Yasudah sana kamu berangkat ke sekolah, nanti kalau terlalu lama bisa terlambat."

Setelah pamit pada Wijaya, Jaka berangkat ke sekolah dengan perasaan yang jauh lebih tenang dibanding kemarin. Tapi melihat langit yang mendung, semangat yang sudah Jaka dapat menjadi berkurang.

Setelah seminggu tidak melaksanakan aktifitas sekolah dan sekarang disambut oleh cuaca seperti ini, tentu membuat Jaka merasa malas. Apalagi saat melihat seorang perempuan yang terlihat familiar berjalan beberapa langkah di depannya, Jaka harap perempuan itu tidak menyadari keberadaannya.

"Jaka."

Jaka secara spontan berhenti melangkah saat mendengar seseorang memanggil namanya. Tapi begitu melihat yang baru saja memanggil adalah seorang perempuan, Jaka langsung berdoa agar Vian tidak menggambil alih kesadaran lagi.

Di hadapannya saat ini ada perempuan yang sama sekali tidak Jaka kenal sedang menunjukkan ekspresi gugup, "Maaf karena aku sempat memaksamu."

Jaka mengernyit bingung, memaksa?

"Ini sebagai permintaan maafku," perempuan itu memberikan sesuatu kepada Jaka kemudian bergegas pergi menjauh.

Jaka menatap apa yang diterimanya secara paksa, coklat berbentuk persegi panjang yang sering dilihatnya di supermarket. Kedua netra Jaka beralih pada Putri yang sedang menatap ke arahnya, "Siapa dia?"

"Perempuan yang ditolak Vian."

"Memang dia memaksa apa?" tanya Jaka sambil berjalan mendekati Putri.

Putri menatap ke arah coklat dengan pandangan iri, dia bahkan belum pernah memberikan sesuatu pada Jaka, "Vian menolak dan mengatakan sudah menyukai orang lain. Lalu perempuan itu mengatakan tidak masalah walau bukan menjadi pacar yang penting bisa dekat denganmu."

"Pasti Vian setelahnya mengatakan sesuatu seperti 'aku tidak ingin menyakiti gadis yang kusukai'."

"Jaka tahu?"

"Kalau yang itu aku sudah sangat mengetahuinya. Dan ini untukmu saja, aku tidak suka yang manis-manis," Jaka menyerahkan coklat pada Putri kemudian kembali berjalan menuju kelas.

Putri menatap coklat dengan merek terkenal yang kini berada di tangannya. Seorang perempuan memberikan ini pada Jaka, kemudian Jaka memberikan padanya. Apa Putri harus merasa senang?

Jika seorang guru seja memberikan tugas dadakan yang berupa membuat rangkuman tentang penjajahan dan harus dikumpulkan dua hari lagi. Tentu membuat perpustakaan mendadak ramai karena hampir sesisi kelas mencari referensi buku di sana.

Putri termasuk salah satunya, dia lebih memilih ke perpustakasn dibanding mencari di internet.

Gadis berambut sepunggung itu mencoba mengambil buku yang berada di rak yang paling tinggi, tapi tidak sampai. Apa dia memang pendek? Rasanya mempunyai tinggi 155cm cukup wajar untuk perempuan seusianya deh.

Ada tangan milik orang lain yang mengambil buku yang Putri inginkan, "Kau ingin mengambil yang ini?"

Saat mengenali pemilik suara, Putri langsung menengok ke samping kanannya. Ternyata memang Jaka, "Iya."

Jaka menyerahkan buku dengan sampul berwarna biru tua itu kemudian kembali fokus pada buku yang berjejer rapi di rak untuk menemukan buku lain untuk dirinya.

Putri menyembunyikan separuh wajahnya di balik buku yang sudah dipegang, dia kembali ingat saat dulu Jaka juga pernah menolong begini. Sorot mata tajam yang sudah merebut hatinya masih tetap sama, "Makasih."

"Kau sengaja melakukan hal yang sama ya?"

"Tidak," dulu Putri tidak tahu Jaka berada di dekatnya, sekarang pun dia juga tidak sadar dengan keberadaan cowok ini saat sedang memerlukan bantuan. Tapi Putri sedikit merasa senang karena Jaka mengingat kejadian itu.

"Ah, Jaka, bagaimana kalau mengerjakan tugasnya bersama-sama?"

Jaka menatap salah satu dari tiga orang perempuan yang bicara padanya, "Aku mau mengerjakannya berdua dengan Putri."

Tiga perempuan itu langsung terlihat canggung, "Be- begitu. Maaf sudah mengganggu."

Setelah tiga orang itu pergi, Jaka menatap Putri yang melihatnya dengan pandangan tidak percaya, "Cepat ambil buku yang kau perlukan dan temani aku."

Putri buru-buru mengambil beberapa buku lagi kemudian berlari mengejar Jaka yang tadi sudah berjalan meninggalkannya.

"Vian?"

Jaka menatap Putri yang sudah duduk di hadapannya, "Aku Jaka."

Putri sedikit memajukkan tubuhnya untuk melihat wajah cowok ini dengan seksama, "Benar?"

Secara refleks Jaka mendorong kursi yang didudukinya menjauhi meja karena ingin menghindar, "Iya."

Walau cowok ini menunjukkan gelagat tidak nyaman, tapi Putri masih ragu, "Kenapa tadi kau mengatakan hal seperti itu?"

"Lebih baik aku bersama denganmu daripada dengan perempuan lain yang sama sekali tidak bisa kuduga mau melakukan apa padaku."

Alasan yang masuk akal, Putri kembali membenarkan posisi duduknya, "Maaf, Bu Lia menyuruhku untuk selalu waspada."

Jaka kembali merubah posisi duduknya agar kembali merasa nyaman, "Aku tidak terganggu kok selama niatnya hanya untuk mengecek."

Melihat Jaka sudah memulai mengerjakan tugas, Putri ikut melakukan hal yang sama. Konsentrasi pada buku dan mengabaikan beberapa pasang mata yang sedang memperhatikan mereka.

"Sepertinya kau masih bingung membedakan antara aku dan Vian."

Putri menatap cowok yang duduk di depannya. Dia memang bingung, apalagi tadi Jaka menyebut namanya, "Ada saat aku harus memastikannya lagi."

"Biar kuberi perbedaan lagi. Aku tidak akan menyentuhmu."

Putri memiringkan kepalanya dengan bingung, "Bukannya Jaka memang tidak bisa menyentuh perempuan?"

Mendengar pernyataan itu membuat salah satu alis Jaka terangkat dengan heran, "Bisa kok, darimana kau menyimpulkan itu?"

"Jaka selalu menghindar jika berada di dekat perempuan, jadi kupikir Vian bisa mengambil alih kesadaran jika Jaka sampai menyentuh perempuan."

Masalahnya tidak serumit itu kok, lagian Jaka tidak ingin dekat perempuan untuk mencegah kemungkinan terburuk, "Aku menghindar bukan karena tidak bisa disentuh. Vian baru bisa menggantikanku kalau ada yang mengatakan suka, atau saat aku dipeluk dan dicium oleh perempuan. Memang ada beberapa alasan simpel yang dapat membuat Vian mengambil alih kesadaran, jadi aku lebih memilih untuk menghindar."

Putri menopang dagunya menggunakan tangan kanan, dia belum sepenuhnya mengerti dengan alasan perubahan kepribadian yang dialami Jaka, "Bisa beri tahu hal-hal yang harus kuhindari agar tidak membuat Vian menggantikanmu?"

Jaka melirik ke arah Putri sejenak, "Jangan mengatakan suka padaku, jangan menciumku, mungkin aku juga tidak bisa bergandengan tangan. Terkadang setelah bangun tidur Vian dapat mengambil alih kesadaran. Oh ya, ada juga pembicaraan mengenai cinta yang membuat Vian bisa mengambil kesadaran."

"Jaka ada masalah dengan perempuan?"

"Lebih tepatnya aku punya masalah dengan perempuan yang menyukaiku."

"Bagaimana bisa menjadi masalah?"

Jaka menghela napas dengan malas, "Kenapa tidak tanyakan pada Vian saja?"

Kenapa Vian dijadikan alternatif lain? Pilihan paling aman adalah bertanya langsung pada Jaka, "Dia tidak mau menjawabnya secara cuma-cuma."

Tangan kanan Jaka mengarahkan pulpen yang sedang dipegang ke arah dirinya sendiri, "Katakan kalau aku yang suruh. Walau kesal, kurasa dia masih mau menjawab."

Putri menghela napas kemudian meneruskan kegiatan untuk menulis, "Baiklah, akan kutanyakan. Ngomong-ngomong, aku masih tidak percaya kalau Jaka bisa menyentuh perempuan."

"Aku tidak memintamu untuk percaya."

"Selama ini aku belum pernah melihat Jaka menyentuh perempuan," gumam Putri sambil memasang wajah cemberut.

Jaka melepaskan pulpen yang dipegang tangan kanannya, dia membuka telapak tangan lalu kembali menutupnya seolah sedang mengingat sesuatu, "Aku sudah melakukan berbagai macam percobaan. Tidak masalah jika aku sekedar menyentuh perempuan. Dan jangan mengatakan seolah kau ingin sekali kusentuh."

Putri menunduk, fokusnya untuk mengerjakan tugas mendadak menghilang, "Tentu saja aku ingin, selama ini hanya Vian yang melakukannya."

Pandangan Jaka beralih untuk menatap Putri yang menunjukkan ekspresi kecewa, "Aku baru saja mengatakan tidak akan menyentuhmu kan?"

"Setidaknya sekarang aku tahu ini adalah Jaka."

Kedua tangan Putri memegang pulpen dengan gelisah, sebenarnya dia juga tidak mengerti kenapa sekarang sangat memaksa Jaka begini. Apa semua salah Vian yang bisa dengan mudah menyentuhnya?

Jaka menyentuh beberapa helai rambut milik Putri yang tergerai untuk diselipkan di belakang telinga, kemudian menyentuh pipi kanannya untuk membuat mereka bertatapan, "Kerjakan tugasmu dengan benar."

Putri mematung, dia dapat merasakan wajahnya memanas. Memang gerakan tangan Jaka tidak selembut Vian, tapi ini kali pertama Jaka mau menyentuhnya. Tunggu dulu, kenapa Putri malah membandingkan antara Jaka dan Vian?

"Apa kau suka pada Vian?"

"Eh? Ti- tidak, bukan dia yang kusukai."

Konsentrasi Jaka pada tugas ikut teralihkan, dia merasa sedikit penasaran karena ini pertama kali ada perempuan yang mengetahui kehadiran Vian di tubuhnya, "Aku dan Vian kan memiliki tubuh yang sama, apa kau tidak merasa terganggu?"

Putri memainkan jemari tangannya dengan gelisah, "Sedikit. Melihat seorang cowok yang memperlakukanku dengan dua cara yang berbeda tentu membuat tidak tenang."

Jaka menopang dagunya, secara teliti memperhatikan setiap ekspresi yang Putri tunjukkan, "Kenapa harus suka padaku? Bukannya masih banyak cowok yang lebih normal dibandingkan aku?"

"Aku kan tidak tahu kalau Jaka mengalami Alter Ego."

"Setelah tahu, kenapa masih suka?"

Putri terdiam sejenak untuk mencari kalimat yang tepat untuk menjelaskan, "Apa tidak boleh? Alasanku jatuh cinta memang sangat simpel, tapi setelah itu aku jadi semakin tertarik padamu. Lalu setelah tahu mengenai rahasiamu, bukannya menghindar, aku malah ingin lebih dekat denganmu."

"Kau penasaran dengan masalah kepribadian gandaku?"

Putri menggeleng dengan cepat, "Tidak, bukan begitu. Walau Jaka tidak mengalami kepribadian ganda sekalipun, aku masih mencoba mendekatimu begini kok."

Jaka menghela napas, dia tidak mengerti dengan pola pikir perempuan. Selama belum terjadi masalah besar, sepertinya Jaka harus membiarkan Putri mendekat begini. Lagian dengan keberadaan Putri didekatnya bisa membuat Jaka terhindar dari perempuan lain.

= bersambung =

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience