22 - Nama

Romance Series 688

Hari Senin masih diisi dengan wajah suntuk murid-murid yang mau berangkat ke sekolah karena malas mengawali hari pertama dalam seminggu. Setelah hari Minggu bersantai-santai di rumah, tentu saja mereka menjadi malas memulai kegiatan belajar lagi.

Putri juga merasakan hal yang sama, walau alasannya memasang wajah malas begini sedikit berbeda dari yang lainnya. Dia bisa begini karena seorang Jaka Mahardhika.

Kemarin Vian memang sudah menceritakan masalah yang dialaminya, tapi masih ada beberapa bagian yang tidak ingin dikatakan. Bagian yang seharusnya penting, tapi malah belum boleh diketahui oleh Putri.

Putri menghela napas, mungkin dia memang harus menunggu sampai Jaka ataupun Vian siap bercerita. Kalau cowok itu tidak menceritakannya secara detail, dia juga tidak tahu bagaimana harus membantu.

"Sudahlah," gumam Putri sambil mengeluarkan ponselnya dari saku rok seragam yang dipakainya kemudian menatap ke arah layar yang menyala, lagi-lagi kakaknya mengirim pesan hanya untuk menanyakan apa dia sudah sampai sekolah.

Seseorang merebut ponsel touch screen berwarna putih itu dari tangan Putri, "Siapa cowok ini?"

Putri menengok ke arah pelaku perebut ponsel. Ini pasti Vian, "Dia Kakakku. Kembalikan ponselku, Vian."

Vian menjauhkan ponsel yang sedang dipegangnya, "Tunggu sebentar."

"Apa yang mau kau lakukan? Cepat kembalikan!"

Dengan cepat jemari Vian bergerak di layar ponsel untuk menyimpan nomornya, "Ini kukembalikan dengan bonus nomor ponselku."

Putri dengan bingung kembali mengambil ponsel yang diberikan Vian. Cowok ini mau memberitahu nomornya? Sejak dulu dia memang sangat ingin tahu, tapi tidak disangka kalau Vian mau memberi tahu tanpa perlu diminta.

"Jaka tidak akan menghubungimu."

Tentu saja tidak akan. Memangnya untuk apa Jaka menghubunginya? Putri menatap kontak dengan nama Vian dengan tatapan malas, "Aku tahu."

"Sebagai gantinya aku pasti menghubungimu," dengan santai Vian mengambil beberapa helai rambut panjang Putri kemudian menciumnya.

Putri langsung mengambil jarak untuk menjauh karena terkejut dengan interaksi yang diterimanya, "Berhenti menciumku seenaknya!"

Vian memberikan sebuah senyum kemenangan, tidak sia-sia dia sudah menggantikan Jaka hari ini, "Sudah kukatakan kan kalau aku tidak akan menahan diri? Jadi berhenti protes dan nikmati saja."

"Apanya yang dinikmati?" tanya Putri dengan nada jengkel.

"Nikmati hal yang hanya bisa kulakukan."

Bagaimana bisa dinikmati? Rasanya semakin membuat kesal karena Vian melakukan sesuatu tanpa lihat situasi dan kondisi. Putri menghela napas saat Vian malah berjalan pergi tanpa mengatakan apa-apa lagi. Apa tidak aneh kalau dia sudah mulai terbiasa dengan ini?

"Kamu tidak apa-apa. Put?"

Terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba itu, Putri menengok ke belakang. Ada Kevin, dia melihat apa yang tadi dilakukan oleh Vian? Pantas saja tadi Vian sempat menunjukkan ekspresi kemenangan.

Ugh... rasanya Putri ingin berlari kabur dari Kevin. Ini memalukan, "Aku tidak apa-apa."

Kevin terlihat khawatir, "Benar?"

"Iya, aku baik-baik saja kok."

Gadis ini memang baik-baik saja, tapi tidak dengan Kevin. Apa-apaan tadi Jaka mencium Putri seenaknya? "Yakin?"

"Iya. Vi- Jaka terkadang memang usil begitu," Putri mencoba tersenyum menyakinkan agar Kevin benar-benar percaya.

Jaka menghela napas dengan malas. Setelah insiden tadi pagi bersama Putri, Vian langsung menyerahkan kesadaran padanya. Kenapa coba Vian harus menantang Kevin? Jaka kan tidak ingin cowok itu sampai menyadari Alter Ego yang dialaminya.

Jadi walau Kevin sekarang mengajak Putri ke kantin dan menunjukkan senyum kemenangan yang sama seperti ditunjukkan Vian tadi pagi, Jaka tidak peduli. Yang penting sekarang Jaka ingin menghabiskan waktu istirahat dengan tenang tanpa mendapat masalah lain, jadi dia memutuskan untuk tetap berada di kelas saja.

Setelah matanya mengikuti Kevin dan Putri yang berjalan keluar kelas bersama, Jaka menyadari kalau ada orang lain yang melakukan hal yang sama dengannya. Seorang perempuan yang duduk di samping kanannya juga melihat kepergian dua orang itu. Orang yang biasanya bersama dengan Putri, Tiara.

Melihat ekspresi yang ditunjukkan perempuan ini, Jaka tidak bisa menahan diri untuk bertanya, "Kau cemburu?"

Tiara langsung menengok ke arah Jaka dengan ekspresi terkejut, "T- tidak, aku tidak cemburu. Lagian aku sudah putus dengan Kevin kok."

"Kau pernah pacaran dengan Kevin?"

Tiara terlihat menyesal sudah memberikan jawaban yang spesifik, padahal Jaka cuma iseng bertanya, "Iya, saat SMP."

Jaka mengangguk mengerti, jadi alasan Kevin baru sekarang mendekati Putri karena hubungan Tiara dan Putri terlihat merenggang ya? Cowok itu ternyata tidak berani bertindak saat mantannya harus dilibatkan, "Apa tidak apa-apa?"

"Aku sudah menyukai orang lain jadi tidak masalah. Hanya saja jika Putri dan Kevin sampai pacaran, rasanya jadi sulit untuk bisa dekat dengan Putri lagi," jawab Tiara sambil menunduk dengan raut wajah sedih.

'Kau harus menghiburnya, Jaka. Ini salahmu.'

Tanpa perlu Vian beri tahu, Jaka juga berniat mencoba melakukannya, "Tiara terlalu berlebihan. Hubungan pertemanan kalian pasti baik-baik saja kok walau Putri harus pacaran dengan Kevin."

Pandangan Tiara kembali menatap Jaka yang sedang menatapnya dengan serius, "Jaka benar. Lagian Kevin juga sudah minta maaf padaku dan dia juga masih baik padaku. Aku sepertinya memang terlalu berlebihan."

Masih baik ya? Jaka merasa lucu mendengar kalimat ini, "Kevin tidak berubah ya sejak dulu?"

"Jaka sepertinya sangat mengenal Kevin ya?"

Jaka menghela napas, dia memang sangat mengenal cowok pirang itu, "Dulu kami tetanggaan dan sering main bersama. Tapi itu saat SD, aku tidak yakin dia masih mengingatku."

Tiara mengangguk mengerti, dia baru tahu tentang ini, "Kalau kalian memang dekat, aku yakin Kevin masih mengingatmu."

Jaka menopang dagunya sambil menatap whiteboard seperti sedang menerawang, "Kami tidak terlalu dekat, hanya saja ada sesuatu yang membuatku masih mengingat Kevin."

Tiara sedikit menggeser posisi duduk ke arah kiri, dia tidak dapat menahan rasa penasarannya, "Memang apa yang dilakukan Kevin sampai Jaka tidak bisa melupakannya?"

"Apa Tiara tahu nama panggilan Kevin yang lain?" bukannya menjawab, Jaka malah balik bertanya sambil menatap wajah ingin tahu Tiara.

"Vian?"

Iya, Kevin adalah orang yang membuat Jaka menamai kepribadian gandanya dengan nama itu. Sifat Kevin yang dikenalnya saat kecil sangat mirip dengan sifat Vian.

'Tunggu dulu, kenapa aku baru mengetahui hal ini?'

Sepertinya Vian tidak benar-benar mendapatkan semua ingatan yang dimiliki Jaka ya? Lagian sesekali Jaka ingin Vian yang tidak mengetahui sesuatu yang penting, "Iya benar, dan aku ingat karena sifatnya itu. Sekali tahu nama dan melihat sikapnya, aku langsung mengenalinya."

Melihat Jaka yang tersenyum, Tiara ikutan tersenyum. Ternyata Kevin memang sangat mudah dikenali oleh orang lain, "Oh ya, apa Jaka tidak merasa cemburu?"

Sama sekali tidak, Jaka tidak mau ambil pusing dengan kedekatan yang terjadi di antara dua orang itu, "Jika Putri memang menyukai Kevin, aku tidak bisa memaksanya untuk menyukaiku kan?"

"Iya sih, tapi kan Jaka yang disukai oleh Putri. Aku malah heran karena sekarang Putri dekat dengan Kevin."

Jaka kembali menatap Tiara sambil tersenyum, "Putri bebas dekat dengan siapa saja, aku tidak bisa seenaknya melarang."

Tiara terpaku. Jaka memang keren ya? Baik lagi. Tak heran Putri menyukai cowok ini dan masih ingin terus mendekat walau sudah ditolak.

"Ah, sepertinya aku yang justru membuat masalah untukmu."

Tiara menatap ke arah Jaka menunjuk. Di depan pintu kelas ada Putri yang menatap mereka, ada raut cemburu yang tergambar jelas di wajahnya.

=bersambung=

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience