6 - Date?

Romance Series 688

Putri menghela napas dengan lelah, akhirnya hari Sabtu yang tidak ditunggu datang juga. Dan untunglah Putri berhasil membujuk Vian untuk menjemputnya di halte yang berada di dekat rumah, akan sangat berbahaya jika sampai kakaknya yang protektif harus dipertemukan dengan Vian.

Jadi di sinilah Putri sekarang, menunggu Vian yang belum juga muncul. Saat ini dia memakai dress putih selulut dan jaket cardigan orange, rambut pirang panjangnya hanya diikat ponytail karena tidak mau repot-repot ditata serapi mungkin.

Bagaimana pun Putri memang tidak niat melakukan kencan, jadi sangat merugikan harus berdandan segala.

Lalu di mana cowok menyebalkan itu sekarang? Putri sudah menunggu di tempat janjian ini selama sepuluh menit, tapi Vian belum juga datang.

Sambil sibuk mengumpati Vian, Putri mulai memikirkan ke mana cowok itu mau membawanya pergi kencan.

Mall? Banyak mall yang bisa didatangi, dan Putri menganggap itu tempat yang aman karena ada banyak orang di sana.

Taman? Setidaknya Putri sudah mengikat rambutnya agar tidak kepanasan jika harus berlama-lama di luar ruangan.

Lalu taman bermain? Oh, ini bukan di komik yang bisa menemui taman bermain di mana saja.

Cafe? Bisa saja, tapi kalau mereka terlalu lama di sana bisa-bisa diusir karena dianggap mengganggu.

Tapi saat kembali mengingat sifat Vian, Putri langsung membayangkan akan diajak pergi ke tempat yang aneh dan berbahaya untuk dirinya.

Apa lebih baik Putri pulang saja?

"Ohh... sepertinya kau rela lama menungguku ya?"

Kesal karena telah membuatnya menunggu lama, dan tidak terima karena mendapat kalimat sambutan seperti itu, tentu Putri berniat mengajukan protes. Tapi saat melihat Vian, Putri gagal mengatakan semua umpatan yang ingin dikatakannya. Dia malah terpaku melihat penampilan Vian.

Ini pertama kalinya Putri melihat seorang Jaka Mahardika dengan pakaian bebas. Memang yang dia pakai hanyalah jaket sweater hitam dengan resleting yang menutupi kaus putihnya, dan bawahan celana panjang jeans berwarna hitam. Tapi itu cukup untuk membuat Putri terpesona.

Pada dasarnya wajah Jaka memang tampan, mau pakai apa saja pasti hasilnya bagus.

"Aku ganteng ya?" tanya Vian sambil menyeringai senang karena sedang diperhatikan dari ujung kepala sampai ujing kaki.

Iya, memang ganteng. Tapi Vian berada di dalam tubuh Jaka, jadi yang sudah membuat Putri terpesona adalah Jaka, "Kau membuatku lama menunggu."

"Aku sengaja."

"Apanya yang sengaja? Tidak ada perempuan yang menunggu laki-laki saat kencan!"

"Ohh~ kau sepertinya menantikan kencan ini."

Cowok ini sengaja ya memancingnya? Putri harus ingat untuk lebih berhati-hati saat berbicara dengan Vian agar tidak terkena jebakannya, "Ck, jadi kita mau ke mana?"

"Aku yang memutuskan?"

"Kau yang mengajakku."

Vian menghela napas, "Tapi tidak berarti Putri mau kuajak ke mana saja kan?"

Putri menatap Vian dengan sengit, "Kalau sampai mengajak pergi ke tempat yang aneh, aku akan pulang."

Vian mengangguk dengan tidak niat, "Baiklah, Putri bisa pulang jika aku memang mengajak pergi ke tempat yang tidak wajar."

•

Putri duduk terdiam, apa dia harus pulang sekarang? Bagaimana pun tempat praktik dokter kejiwaan bukanlah tempat kencan yang wajar. Sama sekali tidak wajar dan juga tidak normal.

"Aku memang melarangmu untuk melakukan hal aneh pada perempuan. Tapi tidak berarti aku menyuruhmu mengajaknya ke sini, Vian," dokter perempuan yang masih muda itu memijit pelipisnya dengan pusing.

"Seharusnya Bu Lia senang karena bisa mengawasiku secara langsung."

Dokter dengan nama lengkap Lia Kusumaningrum menghela napas dengan berat, "Baiklah, aku senang. Tapi masalahnya kenapa dia bisa tahu rahasiamu?"

"Aku yang mengatakannya." jawab Vian tanpa beban, terlalu santai sampai membuat Lia semakin kesal, "Bukannya kamu sudah setuju untuk merahasiakannya juga?"

Vian tersenyum santai, "Habis dia manis sih, aku jadi tertarik."

Walau sudah cukup lama Lia menjadi dokter yang mengatasi masalah Jaka, tapi dia tidak bisa dengan mudah menghadapi Vian yang selalu semaunya, "Apanya yang manis? Dia kan bukan gula. Dan kuharap kamu tidak lupa dengan permasalahan Jaka."

Mendengar ucapan itu membuat Vian cemberut, "Iya, aku tahu. Yasudah, sekarang tolong jelaskan tentang Alter Ego yang kualami."

"Alter Ego?" tanya Putri sambil menatap Lia dengan bingung.

Wanita berusia tiga puluhan itu tersenyum saat menatap Putri yang duduk di samping kanan Vian, "Itu sebutan lain dari kepribadian ganda. Lalu apa Jaka mengizinkan melakukan penjelasan ini?"

"Tidak. Jelaskan saja hal-hal pentingnya."

Lia membenarkan posisi duduknya agar bisa lebih nyaman, "Baiklah, sepertinya kita harus mulai dari yang paling dasar dulu. Jadi kepribadian ganda dialami oleh seseorang yang memiliki dua ataupun lebih kepribadian di dalam tubuhnya."

"Jadi memang bisa lebih dari dua?" disalah satu film Korea yang sudah Putri tonton, memang ada yang memiliki banyak kepribadian dalam satu tubuh, tapi dia tidak tahu itu benar-benar terjadi di kehidupan nyata.

"Jika tidak menghitung kepribadian aslinya, ya ada yang lebih dari satu. Tapi dalam kasus Jaka, hanya ada Vian saja yang menjadi alter-nya."

Pandangan Lia menatap ke arah Vian, "Ada pengertian simpel seperti perubahan pola pikir sementara, pikiran yang saling bertolak belakang, tapi semuanya itu tetap bagian dari dirinya."

Lia beralih menatap Putri lagi, "Biasanya kami menyebut ini sebagai DID (Dissociative Identity Disorder), penderitanya sebagian besar mempunyai trauma, atau sebuah kejadian buruk yang terjadi seperti kekerasan fisik, emosional, atau seksual yang terjadi secara berulang-ulang pada masa lalunya."

Secara refleks Putri langsung menatap Vian, Jaka memiliki masa lalu yang kelam?

"Jaka dan Vian sudah melakukan sinkronisasi atau menyelaraskan pola pikir, sifat, dan tujuan. Karena mereka sepakat dengan perjanjian dan syarat tertentu, Jaka Mahardika bisa terlihat seperti orang normal pada umumnya."

Vian menghela napas, "Aku tidak ingin Bu Lia terlalu dalam menjelaskannya."

"Oke, kalau begitu sekarang kita akan membahas tentang pergantian alter," Lia mencoba mengembalikan perhatian Putri kepadanya lagi.

"Saat Jaka mendapatkan pernyataan cinta, dia memiliki beberapa detik sebelum Vian menggantikan posisinya. Tapi jika kamu mencium atau memeluk Jaka, Vian akan langsung menggantikannya. Perubahan dari Jaka ke Vian nyaris tidak terlihat, lebih baik kamu berhati-hati."

Putri mengangguk patuh. Berarti jika sedang bersama Jaka, dia harus waspada karena Vian bisa muncul kapan saja.

Lia tersenyum saat melihat wajah Vian berubah menjadi kesal, "Lalu saat Vian sudah muncul seperti ini, dia yang mempunyai hak untuk menentukan kapan Jaka menggantikan posisinya."

"Jaka tidak bisa menentukannya?"

"Sejauh ini Jaka tidak dapat melakukannya. Dan pergantian dari Vian ke Jaka cukup terlihat dengan mudah, Vian terlihat seperti sedang sakit kepala sebelum Jaka kembali sadar."

Jadi jika tiba-tiba Vian sakit kepala, artinya Jaka kembali mengambil kesadaran ya? Putri mengangguk mengerti, mungkin ke depannya dia bisa melihat pergantian kesadaran ini.

"Lalu selanjutnya mungkin tentang Vian ya?" gumam Lia sambil menatap cowok yang mau dibahas.

Putri ikut melihat Vian yang duduk di sampingnya. Cowok itu terlihat tidak protes walau mau menjadi topik pembicaraan.

"Dia sangat cuek tentang masalah Alter Ego ini. Sedangkan Jaka kebalikannya, dia bisa terlihat stres menceritakan segala macam tentang Vian."

Vian mendengus sebal, "Yang punya masalah memang Jaka kan?"

Lia tidak mempedulikan respon Vian dengan terus melanjutkan penjelasan, "Jaka tidak punya ingatan saat Vian yang mengambil alih kesadaran. Jadi jika kamu melakukan apapun pada Vian, atau apapun yang dilakukannya padamu, Jaka tidak tahu sampai seseorang mengatakan padanya."

Entah kenapa itu terdengar sedikit mengerikan untuk Putri, "Jaka sudah mengatakannya padaku, tapi aku tidak menyangka Jaka benar-benar tidak tahu."

"Jaka memang tidak tahu, kecuali Vian dengan suka rela mau menulis semua yang dilakukannya."

"Aku melakukannya."

"Kau menyampaikan sesuatu yang tidak ingin Jaka tahu."

Vian memutar bola matanya, "Setidaknya aku mengatakannya."

Lia kembali menghela napas, dia lelah dan ingin cepat-cepat mengusir pasiennya ini, "Pokoknya jika Vian yang mengambil kesadaran, kamu harus hati-hati. Jaka tidak keberatan kalau harus ditampar jika Vian sudah melakukan hal aneh."

•

"Kamu tidak memberi penjelasan sendiri."

"Aku tidak mengatakan mau menjelaskannya secara langsung."

Putri menghela napas. Setidaknya dia harus bersyukur karena setelah dari tempat praktik dokter, Vian mengajaknya ke cafe, "Tapi aku tidak menyangka Vian membawaku ke dokter yang merawat Jaka."

Vian mengaduk-aduk milkshake coklat yang sudah dipesannya, "Kalau bukan karena kencan denganmu, aku juga sedang malas mengambil alih kesadaran."

Putri mengerutkan alisnya dengan bingung, apa ada masalah yang terjadi? "Apa terjadi sesuatu?"

"Setidaknya kencan denganmu jauh lebih penting dibanding masalah yang terjadi. Dan aku juga mau mengetahui tanggapanmu setelah mendengar penjelasan Bu Lia."

"Ingin mendengar tanggapanku yang mana? Vian yang ternyata selalu semaunya? Atau Jaka yang selalu kesulitan karenamu?"

Vian menggeleng, bukan dua hal itu yang ingin dia dengar, "Katakan saja apa tanggapanmu mengenai Alter Ego yang kualami."

Putri menatap Vian dengan serius, "Aku akan membantu. Mencegahmu untuk melakukan hal aneh, dan juga membantu Jaka menyelesaikan masalah yang Vian lakukan."

"Ck! Seharusnya sejak awal kubiarkan saja Jaka yang mengambil alih kesadaran," gerutu Vian yang terlihat semakin kesal.

"Tunggu, memang apa yang salah dengan ucapanku?"

Melihat cowok yang duduk di hadapannya diam sambil memegangi kepala, Putri langsung fokus memperhatikan dengan penasaran. Apa ini tanda-tanda Jaka mau mengambil alih kesadaran?

Cowok itu secara tiba-tiba mendorong kursi yang didudukinya menjauhi meja dengan wajah yang terlihat panik, "Kenapa aku bisa berada bersamamu?"

"Jaka?"

"Kau pergi dengan Vian?" tanya Jaka dengan nada kesal.

Putri panik. Dia kan dipaksa untuk melakukan kencan dengan Vian, mana mungkin Jaka bisa mengetahui apa yang sedang terjadi saat ini. Sangatlah wajar jika cowok ini salah paham, "Aku bisa menjelaskannya."

"Apa yang perlu dijelaskan? Kau yang diam-diam pergi dengan Vian tanpa sepengetahuanku? Apa kau suka padanya?"

"Tidak, bukan begitu. Tolong dengarkan penjelasanku dulu," Putri semakin panik saat melihat ekspresi kecewa yang kini sedang ditunjukkan oleh wajah Jaka.

Jaka berdiri dari duduknya, "Tidak perlu. Sudah jelas kamu jauh lebih menyukai Vian karena mudah didekati."

Saat Jaka pergi berjalan meninggalnya, Putri tidak bisa mencegah lagi. Dia memang salah karena sudah mengabaikan peringatan yang diberikan oleh Jaka dan juga karena telah menerima ajakan kencan Vian.

Jika saja sedari awal Putri tidak mencoba mendekati Jaka, pasti semua ini tidak terjadi. Vian tidak bisa memaksanya untuk pergi kencan, dan dia tidak akan membuat Jaka sampai marah dan kecewa.

= bersambung =

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience