19 - Jawaban

Romance Series 688

Senin ini Jaka masih belum merasa lebih baik. Padahal dia sudah konsultasi pada Lia, tapi tetap saja tidak menemukan solusi apa-apa. Baiklah, ini memang salah Jaka yang sudah menerima tantangan dari Vian. Jaka pasti nanti minta maaf kok, tapi kenapa kepribadian gandanya itu tidak juga mau keluar sih?

Jaka sekarang harus merasakan ketidakbergunaan Vian yang berada di tubuhnya. Kalau memang ingin berbagi tubuh, seharusnya Vian melakukan tugas dengan benar dong. Jika memang Vian marah, apa Jaka harus membuatnya mengambil alih kesadaran secara paksa?

"Ah, Jaka, pagi."

Pandangan Jaka mengarah ke Putri yang menyapanya, mungkin dia memang harus memakai cara terakhir untuk membuat Vian menggantikan posisinya. Setelah memastikan tidak ada orang lain di lorong sekolah, Jaka mendekati Putri kemudian menciumnya.

Putri tentu terkejut saat keningnya tiba-tiba dicium. Dan lagi ini bukan ciuman singkat yang pernah dilakukan oleh Vian, cowok ini menciumnya cukup lama. Dan kenapa pula Putri tidak mencoba mendorongnya menjauh seperti biasa?

Saat melihat cowok itu sudah menghentikan ciumannya, Putri merutuki dirinya yang tidak tahu harus merasakan apa. Jelas Putri merasa kesal, tapi dia juga merasa senang bisa dicium seperti ini.

Ugh... apa Putri sekarang sudah benar-benar menyukai Vian?

"Kenapa Jaka menciummu begini sih?"

Putri mendorong cowok yang tadi sempat memeluknya, heran dengan ucapan yang baru dikatakan, "Tadi apa katamu?"

"Yang tadi menciummu Jaka."

"Mana mungkin dia melakukannya! Vian tidak perlu membela diri dengan menuduh Jaka segala deh."

Vian menghela napas, memang selama ini dia selalu menyalahkan Jaka ya sampai Putri bicara seperti ini? "Kami kemarin sempat bertengkar. Aku menerima tantangan Jaka untuk tidak mengambil alih kesadaran apapun yang terjadi."

Putri menunjukkan wajah tidak percaya. Jadi yang tadi memang Jaka yang menciumnya? Jaka yang melakukannya? Ini serius kan?

Vian berdecak kesal, "Jangan memasang wajah senang begitu deh. Rasanya menyebalkan tahu karena Jaka melakukan hal yang paling dibencinya hanya untuk membuatku mengambil alih kesadaran."

"Walau Jaka melakukannya untuk memaksamu mengambil alih kesadaran, tapi aku senang karena dia mau menciumku," gumam Putri sambil menunduk.

Vian tidak menanggapi ucapan itu, dia jauh lebih ingin mengajukan protes pada Jaka, 'Kenapa harus menciumnya?'

'Aku melakukannya untuk membuatmu mengambil alih kesadaran.'

'Tapi tidak harus mencium juga kan?'

'Hanya ingin memastikan kalau kau benar-benar akan keluar.'

'Aku juga pasti keluar kok walau kau sekedar memeluknya!'

'Kalau memang cemburu, cium saja dia lagi.'

Oh, Vian pasti akan melakukannya. Tapi mengetahui Jaka sudah memenangkan perdebatan, Vian tidak ingin melakukannya dulu, "Kau sungguh menyebalkan, Jaka."

Putri menatap wajah kesal Vian dengan bingung, "Apa terjadi sesuatu?"

Vian menggelang sambil mengalihkan pandangan ke arah lain, "Tidak, aku hanya berdebat dengan Jaka kok. Abaikan saja ucapanku tadi."

"Vian bertengkar dengan Jaka? Bagaimana caranya?" tanya Putri yang semakin dibuat tidak mengerti.

Vian tersenyum melihat reaksi antusias ini, "Aku dan Jaka sudah bisa berbagi pikiran. Jadi Jaka sekarang juga sudah tahu apa yang kulakukan."

Walau tidak tahu bagaimana hal itu bisa terjadi, tapi Putri merasa sedikit lega mendengar kemajuan yang sudah terjadi, "Baguslah. Jaka sekarang tidak perlu repot untuk mencari tahu masalah yang Vian lakukan."

Vian menukikkan alisnya dengan kesal, tapi kemudian memperhatikan Putri saat ingat sesuatu, "Hmm... Putri memang manis dengan gaya rambut twin tail begini."

"Aku tidak butuh pujian darimu."

"Tapi aku lebih suka jika kamu memakai gaya ponytail saja."

Melihat senyum yang ditunjukkan Vian, Putri langsung tahu kalau ucapan ini pasti memiliki maksud lain. Tapi dia tidak dapat menahan diri untuk bertanya, "Memang kenapa?"

Cowok itu menyeringai senang, "Lehermu akan terlihat jelas, aku jadi ingin menciumnya."

Putri langsung melangkah mundur dengan panik, takut Vian benar-benar melakukan niatannya, "Jangan lakukan!"

"Ah, Putri, ada apa?" tanya Kevin yang tadi nyaris ditabrak Putri yang sedang menghindar dari Vian.

Putri menghela napas, kenapa dia harus dipertemukan dengan Vian dan Kevin secara bersamaan? "Tidak ap–"

Sebelum Putri selesai bicara, Vian sudah lebih dulu menariknya mendekat, "Aku tidak akan menyerahkannya padamu."

Kevin terlihat bingung sejenak sebelum akhirnya tersenyum, "Baiklah, aku juga tidak mau menyerah."

Putri menghembuskan napas dengan lemas. Kenapa Vian tadi menerima tantangan Kevin sih? Yang dia sukai adalah Jaka, bukan dua orang itu.

"Oh ya, kau belum mengambil keputusan ya?"

Putri menatap Vian yang duduk di hadapannya dengan heran, "Keputusan apa?"

"Putri ingin tahu alasan Jaka yang mengalami Alter Ego dan aku sudah menjelaskannya kan? Jadi bagaimana?" tanya Vian sambil memperhatikan setiap ekspresi yang ditunjukkan Putri dengan seksama.

Iya ya, Vian saat itu tidak langsung menuntut jawaban darinya. Karena memiliki waktu untuk berpikir, jadi sekarang Putri sudah siap menjawab, "Aku menyukai Jaka, aku memang tidak bisa berjanji untuk mempertahankan perasaanku ini selamanya. Tapi aku mau membantu apapun masalah yang dialami Jaka. Karena semakin mengenal Jaka, aku pasti akan semakin menyukainya."

Vian terpaku mendengar jawaban sungguh-sungguh yang diucapkan Putri, "Kau serius? Jaka mempunyai masalah yang jauh lebih berat dari apa yang kamu bayangkan loh."

"Iya, aku akan mencoba membantu menggabungkan kalian."

Vian meringis pelan, dia tidak ingin Putri sampai mengambil keputusan yang salah, "Yakin? Jika kepribadianku dan Jaka bergabung, kami pasti menjadi orang yang berbeda."

Putri tersenyum tulus, "Aku menyadarinya kok, jika dua kepribadian digabung pasti akan menjadi satu kepribadian baru. Karena yang bergabung adalah kepribadian Jaka dan Vian, kalian tidaklah menjadi orang lain, hanya sifat kalian saja yang menjadi satu. Bukannya menyenangkan jika bisa menemui Jaka dan Vian secara bersamaan?"

Kenapa gadis ini mengatakan sesuatu yang manis begini? Vian jadi ingin menciumnya. Sayang sekali suasana kantin yang ramai dan tekanan dari Jaka membuatnya tidak dapat berbuat egois, "Kalau begitu mohon dukungannya."

"Aku akan berusaha."

Vian menopang dagunya sambil tersenyum santai, "Bagaimana kalau kita memulainya dari suasana rumahku dulu? Apa pulang sekolah nanti Putri bisa?"

Putri terdiam. Dia harus ke rumah Jaka? Sekarang? Hari ini? Pulang bersama? Terus ke rumahnya? "Tapi aku merasa ada niat tersembunyi jika Vian yang mengajakku."

Gadis ini benar-benar takut padanya ya? Vian juga tahu batasan apa yang tidak bisa dilakukannya kok, "Yasudah, nanti sepulang sekolah akan kubiarkan Jaka mengambil alih kesadaran."

"Dia mau?" tanya Putri tidak yakin.

Vian tersenyum jahil, "Kalau tidak mau, kau cium saja dia untuk kembali memanggilku keluar."

Wajah Putri bersemu merah, "Mana mungkin aku melakukannya!"

Jaka sungguh tidak mengerti kenapa Vian membuat Putri harus terlibat dalam masalah mereka. Dan lagi Vian juga sudah seenaknya mengambil keputusan tanpa meminta persetujuan darinya.

"Putri, bagaimana kalau hari ini kita pulang bareng?"

Lalu kenapa juga Vian harus menjawab tantangan dari Kevin sih? Jaka menghela napas sejenak kemudian berdiri dari duduknya, "Maaf, dia akan pulang bersamaku. Ayo!"

Putri terbengong sesaat karena cowok yang duduk di hadapannya bersikap seolah merasa tidak peduli, ini pasti Jaka. Tapi karena tidak mau termenung lama-lama, Putri langsung ikut berdiri untuk mengejar Jaka yang sudah berjalan terlebih dulu, "Aku tidak bisa, maaf ya, Kevin."

Kevin menatap Putri yang berjalan menjauhinya. Terkadang dia tidak mengerti kenapa Jaka bisa cuek begini, padahal tadi cowok itu sangat niat memberi tantangan seolah sudah sangat yakin akan menang.

"Jaka?"

"Apa?"

Putri menunduk, merasa malu dan juga senang karena tadi Jaka mengatakan kalimat yang seperti merasa cemburu, "Tidak apa-apa kan Vian memaksaku datang ke rumahmu?"

Vian juga memaksa Jaka untuk melakukan hal yang sama, "Aku menolak pun, kau bisa menciumku dan Vian yang akan membuatmu datang ke rumah."

"Aku tidak akan menciummu."

Jaka menghela napas dengan malas, "Iya, iya, maaf sudah menciummu hanya untuk membuat Vian mengambil alih kesadaran."

"Ugh... tolong jangan ingatkan tentang hal itu lagi."

=bersambung=

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience