5 - Berbeda

Romance Series 688

Putri berharap ancaman yang diberikan oleh Vian kemarin hanyalah sebuah gertakan untuk menakuti-nakutinya saja.

"Kau kali ini tidak membawa buku pelajaran? Sekarang keliling lapangan sepuluh kali!"

Dan Putri berharap walau Vian yang mengambil alih kesadaran tubuh Jaka, itu hanyalah sebuah kebetulah semata.

"Kenapa kau tertidur saat sedang jam pelajaran, Jaka? Sekarang ke luar dan cuci mukamu!"

Tapi melihat Vian yang terus bertindak sangat egois sejak pelajaran pertama dimulai, Putri merasa sangat bersalah pada Jaka, "Baiklah, aku mau kencan denganmu."

Langkah Vian yang ingin menuju ke kantin langsung terhenti, dia menengok ke belakang untuk bisa menatap Putri sambil tersenyum senang, "Bagus, kau memang tidak boleh menolak ajakanku."

Kenapa cowok ini percaya diri sekali sih? Putri mendecak kesal, ini semakin mengesalkan saja, "Tapi sebagai gantinya untuk sisa hari ini kamu tidak boleh berbuat seenaknya."

Vian mengangguk patuh kemudian menggandeng tangan Putri, "Baiklah, kalau begitu ayo temani aku ke kantin!"

Putri memang senang karena bisa menghentikan aksi Vian yang sudah seenaknya melakukan hal aneh pada tubuh Jaka, tapi tidak berarti dia harus menjaga cowok ini saat sedang jam istirahat juga kan?

Karena mereka lagi-lagi mejadi pusat perhatian, Putri tidak nafsu memakan nasi goreng yang sudah dipesannya. Apalagi sejak tadi fokus mata Vian terus mengarah padanya.

"Apa Putri tidak senang saat bersamaku?"

Putri menghela napas. Jaka jarang sekali menunjukkan ekspresi senang saat sedang bersama seseorang, rasanya sedikit aneh melihat senyum bahagia sedang terlukis di wajah Melayu ini, "Aku hanya belum terbiasa."

"Kenapa tidak terbiasa? Walau kita baru berkenalan, tapi kamu sudah cukup sering melihat wajah Jaka kan?"

Justru karena sekarang sifatnya sangat berbeda, Jaka yang sudah Putri kenal jadi terasa asing. Jaka seperti orang yang berbeda dan membuat Putri merasa sedikit risi, "Memang, tapi aku merasa Jaka seperti mempunyai saudara kembar yang memiliki sifat yang berbeda darinya."

Vian menunjukkan wajah heran, "Putri belum sepenuhnya percaya Jaka mengalami kepribadian ganda?"

Putri memang mulai percaya akan hal itu. Tapi jauh lebih masuk akal menerima fakta kalau orang yang duduk di hadapannya ini adalah saudara kembar Jaka, bukan kepribadian ganda Jaka.

"Ke- kenapa kau terus memperhatikanku?" saat menyadari mata Vian tidak mau lepas untuk terus menatapnya, Putri bertambah risi. Apalagi cowok ini hanya duduk memperhatikan tanpa memesan makanan di kantin.

"Mumpung sedang mengambil alih kesadaran, aku ingin terus melihatmu sampai merasa puas. Putri manis sih."

Ugh... kalau mendengar suara Jaka yang memujinya begini, Putri merasa malu. Tapi dia harus ingat ini bukanlah Jaka. Wajahnya saja yang sama, tapi di dalamnya adalah cowok jahil yang suka merayu.

Vian tersenyum kemudian menyeka nasi yang menempel di pipi kiri Putri, "Tidak perlu gugup begitu, makannya jadi berantakkan kan?"

Putri bisa merasakan wajahnya memanas saat melihat Vian memakan nasi yang tadi diambil dari wajahnya.

"Putri jadi suka padaku ya?"

"Tidak akan!" sepertinya Putri harus menyiapkan mental untuk acara kencan nanti, dia tidak boleh gugup begini di depan Vian. Walau wajahnya memang sama, tapi yang Putri suka adalah Jaka, bukanlah Vian.

Putri pikir hari yang sungguh melelahkan hatinya ini bisa berakhir setelah jam pulang sekolah berbunyi, tapi ternyata tidak. Vian masih ingin mengerjainya lagi. Dengan awal mengatakan ingin mengantar pulang, dan justru berakhir dengan harus duduk berdua di sebuah cafe.

Tidak bisa kah hari ini selesai dengan cepat? Walau Putri merasa senang dapat berduaan dengan Jaka, tapi yang sedang duduk di hadapannya sekarang adalah Vian. Kepribadian yang memiliki sifat yang sangat berbeda dari Jaka. Sulit rasanya untuk menikmati momen ini.

"Apa Putri tidak ingin bertanya kenapa aku mengajakmu ke cafe?"

Selama Vian tak melakukan hal aneh-aneh, Putri tidak merasa penasaran sedikit pun, "Tidak."

"Tanya dong, kan ini ada hubungannya juga dengan Jaka."

Apa hubungannya cafe dan Jaka? Apa Jaka suka datang ke cafe ini? Walau merasa sedikit tertarik, Putri mencoba untuk menyembunyikan ekspresi penasarannya, "Jadi kenapa?"

Vian menopang dagunya sambil menunjukkan senyum yang memperlihatkan deretan giginya yang rapi, "Ini pertama kalinya aku suka pada seseorang."

"Kuharap bukan aku orangnya."

Vian tertawa renyah mendengar ucapan Putri, tapi kemudian tatapannya beralih pada kopi cappucino yang berada di atas meja, "Tapi Jaka sampai sekarang tidak pernah jatuh cinta."

Tidak pernah jatuh cinta? Bohong kan? Mana mungkin seorang cowok berusia lima belas tahun tidak pernah satu kali pun menyukai orang lain. Putri tidak percaya.

Apalagi Jaka punya wajah yang tampan, minimal dia sudah punya dua atau tiga mantan pacar.

Inginnya Putri menganggap Vian hanya sedang bergurau saja, tapi begitu melihat ekspresi wajah cowok ini seperti sedang sedih, Putri mencoba untuk bersikap lebih lembut, "Kenapa Vian mengatakan tentang masalah kepribadian ganda ini padaku?"

"Hmm, kenapa ya~?" Vian sengaja memainkan nada suaranya, menunjukkan kalau tidak ingin menjawab dengan serius dan kembali pada mood sebelumnya.

Mendapat respon seperti ini tentu membuat Putri kesal, "Kenapa harus aku? Ada banyak perempuan yang sudah pernah mengatakan suka pada Jaka, tapi kenapa harus aku yang mengetahui ini?"

"Iya, aku akan menjawab dengan serius, tidak perlu terlihat marah begitu," Vian berdehem sebentar, lalu ekspresi wajahnya berubah menjadi serius, "aku ingin orang yang kusukai melihatku sebagai Vian, aku ingin keberadaanku sebagai Vian diketahui olehnya. Hanya untuk hal ini saja aku menjadi sangat egois dan tidak mempedulikan kemarahan Jaka."

Tapi kenapa harus Putri yang menjadi orang yang disukai Vian? Kenapa harus dirinya? Kenapa tidak perempuan lain saja? Putri memang senang karena sekarang bisa bersama dengan Jaka, tapi cowok yang duduk di hadapannya bukanlah Jaka, "Eh, tunggu dulu, bagaimana caranya Jaka memarahimu?"

Vian mengeluarkan ponsel dari ransel kemudian memberikannya pada Putri, "Coba lihat ini."

Dengan bingung Putri melihat ke arah layar ponsel, sebuah video mau diputar.

"Vian!! Kenapa kamu mengatakan masalah kita pada perempuan itu? Kau ingin menjahiliku? Kau ingin kita saling berebut kesadaran lagi? Kalau memang menyukainya, kenapa tidak melakukan yang seperti sebelumnya saja? Jangan membuat masalah baru, atau aku aka–"

"Oke, cukup sampai di sini saja yang boleh Putri lihat," Vian menghentikan video itu walau Jaka belum selesai bicara di sana.

Mata Putri masih dapat menangkap durasi lebih dari satu menit yang tersisa, "Yang tadi Jaka?"

Vian kembali menaruh ponselnya di dalam ransel, "Iya, seru kan melihatnya bisa marah?"

Tidak, sama sekali tidak seru. Wajah Jaka terlihat frustasi di video tadi, Putri justru merasa kasihan, "Apa tidak apa-apa Jaka marah padamu?"

"Putri tidak perlu khawatir, ini cukup sering terjadi kok. Ah, dan juga tidak boleh ada pertanyaan lain, kita simpan saja nanti saat kencan. Untuk saat ini biarkan aku memperhatikanmu beberapa menit lagi sebelum kuantar pulang."

Putri menghela napas. Padahal dia ingin menanyakan beberapa hal lagi, tapi sepertinya Putri harus merasa puas hanya dengan tahu bagaimana cara Jaka dan Vian saling berkomunikasi.

= bersambung =

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience