26. Konsultasi

Romance Series 688

Putri berdiri di depan pintu ruangan praktik Lia dengan gugup. Ini pertama kali dokter itu memintanya untuk datang secara langsung. Walau entah darimana wanita berusia tiga puluhan itu bisa tahu nomor ponselnya, tapi setelah membaca SMS yang menyuruh untuk mendatangi tempat ini, Putri buru-buru bergegas pergi.

Memang tidak ada hal aneh yang terjadi pada Jaka, tapi Putri tetap merasa khawatir karena mungkin saja sesuatu yang gawat sudah terjadi. Masih dengan cemas bercampur ragu, Putri mengetuk pintu di hadapannya sampai terdengar suara sahutan dari dalam, "Silahkan masuk."

Setelah mendapat izin, Putri membuka pintu. Dan seperti yang seharusnya memang ada Lia di dalam, lalu juga ada Wijaya. Eh, tunggu, kenapa kakek Jaka berada di sini?

Melihat wajah kebingungan Putri, Lia tersenyum, "Kemarilah, aku memang sengaja memanggilmu ke sini."

Wijaya memang juga tersenyum padanya, tapi Putri masih gugup. Dia kan bukan bagian dari keluarga Jaka, apa Putri benar-benar boleh berada di sini sekarang? Dengan gelisah Putri berjalan masuk kemudian duduk di samping kursi yang ditempati Wijaya.

"Jaka mengatakan kalau Vian tidak bisa menceritakan masalahnya padamu. Jadi kupikir Putri harus ke sini dan mendengar pembicaraan kami," Lia menjelaskan alasan yang membuatnya menghadirkan Putri di sini.

Putri menatap Wijaya dengan takut-takut, "Apa tidak apa-apa?"

Si kakek tersenyum lembut, "Tentu saja tidak masalah. Aku justru senang karena Nak Putri mau repot-repot datang ke sini."

Melihat dua orang di hadapannya sudah sepakat, Lia kembali bicara, "Baiklah, kita bisa mulai sekarang. Apa yang ingin Pak Wijaya bicarakan? Jarang sekali Anda menyempatkan diri datang ke sini sendirian."

Wijaya menghela napas, "Nakula akan pulang dan menetap seminggu di rumah. Aku khawatir karena baru-buru ini kondisi Jaka terlihat berbeda dari yang biasanya."

"Untuk keadaan Jaka, dia baik-baik saja kok. Tapi jika sampai dipertemukan dengan Nakula...," Lia menghentikan ucapannya sambil mengalihkan pandang ke arah lain dengan ragu, "aku tidak dapat menjaminnya."

"Aku tidak mungkin melarang anakku sendiri untuk pulang ke rumah. Memang setelah pindah tempat kerja sekarang Nakula sedikit lebih baik, tapi itu tidak merubah pandangan Jaka tentang ayahnya."

Walau dengan risiko sebesar apapun, Lia juga tidak dapat melarang pertemuan ayah dengan anaknya. Tapi salah satu penyebab utama Jaka bisa mengalami Alter Ego adalah karena ayahnya, dan lagi sampai sekarang Jaka belum bisa mengatasi masalah yang satu ini, "Aku hanya bisa memberi satu saran. Biarkan Vian yang mengambil alih kesadaran."

Wijaya memegang kepalanya yang terasa pusing, "Itu satu-satunya alternatif yang bisa dilakukan."

Lia ikut memepang pelipisnya karena merasa pusing, "Ini memang selalu berjalan lancar. Tapi kalau pengulangan ini terus saja terjadi, Jaka akan semakin sulit untuk sembuh dari Alter Egonya."

"Aku memang pernah menasehatinya beberapa kali, tapi sepertinya tidak efektif karena Jaka menganggapku membela Nakula."

"Aku juga sudah mencoba menjelaskan pada Vian, tapi hasilnya juga tidak bagus."

Putri yang sedari tadi hanya mendengarkan menunjukkan wajah penasaran. Dan setelah memastikan pembicaraan dua orang yang lebih tua darinya selesai, dia mencoba bertanya, "Umm... memang ayah Jaka seperti apa? Vian tidak ingin menjawab pertanyaan ini."

Lia memang sudah sering mendengar tentang Nakula, tapi dia belum mengenalnya. Jadi Lia merasa tidak pantas untuk memberi penjelasan atas pertanyaan ini, "Pak Wijaya, bisa Anda yang menjawabnya?"

"Nakula merupakan salah satu alasan Jaka mengalami Alter Ego. Dulu dia cukup tempramental dan ringan tangan pada istrinya dan juga pada anaknya. Puspa yang tidak menerima sikap itu menjadi jarang pulang ke rumah. Hubungan mereka tentu menjadi memburuk."

Tubuh Putri terasa membeku mendengar penjelasan ini, jadi memang ada alasan lain yang membuat Jaka sampai mengalami Alter Ego ya?

Wijaya berdehem sejenak, "Karena Puspa jarang pulang, Nakula menuduhnya berselingkuh. Bagiku tuduhan itu ada benarnya karena setelah bercerai Puspa langsung menikah lagi, lalu Nakula memutuskan untuk kerja di luar kota."

Putri menunduk, pantas saja Jaka tidak percaya dengan cinta. Ibunya berselingkuh, dan sikap ringan tangan ayahnya pasti membuat keadaan Jaka semakin memburuk.

"Bahkan sebelum bercerai pun, Nakula dan Puspa masih saja bertengkar. Yang menjadi topik permasalahan adalah hak asuh Jaka."

Lia juga terlihat penasaran karena belum benar-benar tahu mengenai masalah keluarga yang terjadi, "Lalu kenapa Jaka berakhir dengan tinggal bersama Anda?"

"Nakula memenangkan hak asuh Jaka, tapi kemudian dia malah memutuskan untuk bekerja di luar kota. Karena Puspa tidak ingin membiarkan Jaka tinggal bersamaku, dia membawa Jaka tinggal bersamanya. Dan seperti apa yang dokter tahu," Wijaya menghela napas sejenak, "keadaan Jaka semakin memburuk. Apalagi saat menghadapi ayah barunya. Aku harus mengatakan kalau Jaka memang sudah menjadi anak yang kurang ngajar."

"Itu membuat Puspa mengembalikan Jaka ke tempat Anda ya? Tapi yang membuatku heran, kenapa dia tidak menyadari keanehan sikap anaknya yang berubah-rubah?" tanya Lia yang merasa Puspa terkesan mengabaikan Jaka.

Wijaya mengangkat bahunya, "Jika Jaka tidak memberi tahu keanehan yang terjadi pada dirinya, aku mungkin juga tidak tahu dalam waktu dekat."

Putri menggigit bibir bawahnya, dia sedikit takut untuk bertanya lebih lanjut, "Lalu bagaimana hubungan Jaka dengan orang tuanya sekarang?"

"Puspa sekarang lebih memperhatikan Jaka, dan Nakula juga jauh lebih menyayangi Jaka," jelas Wijaya sambil tersenyum.

Lia menghela napas, "Walau begitu Jaka masih trauma dengan perceraian orang tuanya. Dia pernah mengatakan kalau tidak mau seperti Nakula yang bisa menyakiti perempuan, dan juga tidak ingin seperti Puspa yang bisa mudah melupakan lalu memilih orang lain."

Saat pandangan Putri mengarah padanya, Lia memberi penjelasan yang lain, "Saat untuk pertama kalinya Jaka datang ke sini, Vian sudah sangat melekat padanya. Aku sudah berkali-kali mencoba menyatukan mereka, tapi Jaka tetap tidak dapat jatuh cinta dan Vian juga tak bisa didekati perempuan dengan mudah."

"Tunggu dulu, Vian selalu mencoba mendekatiku. Bahkan dia pernah menciumku," protes Putri yang tidak terima dengan penjelasan Lia.

Wijaya tertawa mendengar pernyataan ini, "Vian memang bisa mendekati perempuan, tapi kalau perempuan yang mendekat duluan akan ada reaksi yang berbeda loh."

Putri mengejapkan matanya dengan bingung. Jika diingat kembali, dulu Vian memang pernah menjauh saat dia mencoba mendekat duluan, "Kenapa bisa seperti itu?"

"Vian juga ingin menghindari perempuan yang menunjukkan ketertarikan padanya. Dia merasa risi jika didekati duluan."

Risi ya? Padahal Vian selalu saja mendekati Putri, tapi kenapa malah merasa risi jika didekati duluan? Putri benar-benar tidak mengerti.

"Tapi aku senang karena sekarang Vian mau mencoba jatuh cinta. Setidaknya dia mau membuka hati dan mau berbagi orang yang disukainya dengan Jaka."

"Berbagi?"

Wijaya menatap Putri yang menunjukkan wajah bingung, "Kalau mereka jatuh cinta, artinya Jaka dan Vian harus berbagi perempuan yang disukai."

"Iya, makanya dibuatlah perjanjian, siapa pun yang bisa jatuh cinta pada seseorang maka dia lah yang menjadi kesadaran utama, sedangkan yang tidak bisa melakukannya harus menyerah dan mau menghilang," Lia melanjutkan penjelasan Wijaya untuk semakin memperjelasnya.

Jadi itu alasan Jaka dan Vian memaksa dirinya untuk memilih Vian? Vian hanya ingin membuat Putri menjadi miliknya saja, dan Jaka tidak ingin merebutnya dari Vian. Mereka tidak ingin berbagi, karena jika sampai harus berbagi sama saja artinya dengan berselingkuh.

Melihat reaksi gadis di sampingnya membuat Wijaya tersenyum, "Jadi aku merasa senang karena Vian mau menyukai seseorang dan tidak keberatan walau harus membagi perempuan yang disukainya dengan Jaka."

Putri menunduk. Jika masalahnya seperti ini, berarti Vian juga sulit untuk percaya pada cinta seperti Jaka, tapi cowok itu tetap mencoba untuk menyukainya.

Vian sudah mau membuka hati untuknya, tapi Putri selalu saja mengatakan kalau yang dia sukai adalah Jaka. Rasanya sungguh kejam karena sudah menyia-nyiakan perasaan Vian.

"Setelah Vian mengajakmu ke sini, konsultasi yang selalu membahas orang tua berubah menjadi membahasmu. Sepertinya Putri sukses membuat Jaka maupun Vian melupakan permasalahan dengan orang tuanya," jelas Lia sambil tersenyum senang.

"Apa aku menjadi masalah baru untuk Jaka?" tanya Putri yang merasa cemas karena tidak ingin menambahkan masalah lagi.

"Iya, tapi tenang saja ini adalah sesuatu yang baik. Karena dengan adanya Putri, Jaka sudah mengalami kemajuan dalam masalahnya."

Wijaya ikut tersenyum saat mendapatkan sebuah ide, "Bagaimana kalau Nak Putri yang mencoba untuk memberi nasihat pada Jaka?"

"Aku memberi nasihat?" tanya Putri sambil menunjuk diri sendiri dengan bingung.

Lia mengangguk setuju, "Pak Wijaya benar. Putri bisa mencoba menjelaskan kalau Jaka tidak perlu mempermasalahkan tentang orang tuanya lagi. Yakinkan dia jika mereka sudah berubah."

Apa Putri bisa melakukan hal itu? Dokter dan kakeknya saja gagal untuk bisa memberi pengertian. Tapi tidak ada salahnya untuk mencoba, "Aku akan berusaha."

Lia mengangguk puas melihat keyakinan yang terpancar dari wajah Putri, "Dan karena Jaka sudah terhubung dengan Vian, kusarankan agar Putri bicara dengan Vian saja. Kalau dengan Jaka, ini hanya akan menjadi masalah baru untuk kalian." 

=bersambung=

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience