Chapter 41 : Out Of My Control

Vampire Series 3362

Sacha POV
Tak terasa waktu telah bergulir mencapai titik intinya. Malam yang tak pernah ku bayangkan kini akan datanglah sudah. Tak peduli seberapa jauh aku berlari pasti aku akan kembali, disini. Mungkin ini sudah saatnya aku bersikap dewasa dan menanggapi beberapa hal dengan serius. Cinta akan dirimu memeluk diriku walau apapun yang terjadi. Cause it feels like out of control.
Dengan sensasi ruangan semerbak taman bunga. Di sanalah aku memandang diriku pada kaca cermin lebar sembari melihat kesiapan penampilan diriku. Tak peduli betapa banyak make up yang aku touch up, rasanya aku tak bisa menyembunyikan sisi lain diriku. Tak peduli seberapa indah gaun hitam yang aku kenakan ini, rasanya itu tak cukup menyembunyikan perasaan kalap yang terus-terus saja aku rasakan.
“Whether I fail or fly tonight, remember that you are worth it” (Ucapku pada pantulan diriku di seberang sana)

Sebelum meninggalkan apartemenku ini, tak lupa aku aku menagambil tas mini ala ala kondongan yang isinya paling cuman dompet tipis doang karena belum gajian beserta ponsel milikku. Tak lupa juga tuk melihat notif dari bapak taxi online nya yang ternyata sudah ada di depan gedung. Dengan satu hembusan nafas aku langkahkan kaki ini keluar menutup semua pintu, berjalan mengikuti arah, dengan semua tanda yang aku telah kenali.
Sesampainya dibawah tanpa tunggu lama lagi, aku segera masuk ke dalam taxi online yang dari tadi bapaknya sudah menunggu di luar mobilnya. Tak tahu pertanda apa, yang jelas aku tak ingin melihat semua kemungkinan buruk apalagi memikirkannya. Aku takkan membiarkan ada satu hal apapun lagi yang bisa membuat pandanganku menjadi kabur. Tak ada langkah mundur, siap atau tidak inilah kebenarannya.
Mobilnya berjalan melwati pusat kota, dapat ku lihat dengan jelas lampu jalanan dan semua billboard terlihat sangat bersinar dan berwarna warni. Seolah menambah ke indahan serta gemerlap pada kota yang di juluki sebagai “Kota para malaikat” atau yang kita akrab kenal dengan sebutan “Los Angles”
“Drrrrrt” (Bunyi getar ponselku yang berhasil membuat semua lamunan semu, di antara khayalan dan mimpi ini kembali menjadi satu kenyataan yang tipis)
Ternyata notif tersebut datang dari sahabatku yang sudah tak asing lagi bagi kalian. Yup regina, dirinya yang selalu ada sebagai supporter aku. Jangan berpikir lagi karena aku tak memiliki sahabat lain lagi setelah dirinya.
Kata-kata yang di kirim olehnya semakin menambah rasa percaya diri dan semua semngat yang aku miliki. Rasanya seolah aku mendapatkan tambalan energy booster dalam jumlah yang besar.
“I think I can handle this night” (Ucapku dalam hati)

David POV
Aku tak tahu hal apa yang harusnya aku harapkan lagi, saat semua tanda sudah jelas terlihat oleh kedua bola mata ini. Sinyal yang dapat jelas terlihat. Mengapa aku memunafikan semua hal fana yang telah pikiranku ini saksikan. Rasanya akal miliku tak berjalan dengan baik.
Jika dunia bisa melihat pasti dirinya sudah menghardik diriku, jika alam bisa berbicara pasti mereka akan menertawakan tingkah konyolku ini. Karena sadar atau tidak, usiaku sudah tidaklah sama dengan para abg muda yang gampang untuk goyah saat dilanda badai cinta. Harusnya aku bersikap dewasa dan berpikiran realistis.
“Mengapa jasad ini tak mendengarkan, mengapa dirinya tak patuh”
Itulah pertanyaan-pertanyaan yang kadang terbesit di dalam renungan hati ini. Tersayat sudah pasti, terluka jelaslah iya.
Tapi apakah salah kalau aku berharap pada satu kesempatan terakhir,. Salahkah aku jika nyatanya aku berusaha bergantung pada hal-hal positif. Tak bisakah aku bersandar pada tumpuan hati.

Setelah mengguyuri tubuh ini dengan guyuran air, aku pun kini bersiap untuk pergi ke tempat dimana dirinya menginginkan pertemua ini terjadi. Bukan berarti aku tak mengharapkannya, justru aku senang mengetahuinya. Betapa bahagianya jiwa dan raga ini untuk melihat senyuman di bibirnya. Namun di sisi lain, rasanya aku mungkin takkan sanggup lagi jika mimpi buruk berubah menjadi satu kenyataan. Garis di antara harapan dan mimpi pasti hancurlah sudah.
Rasanya begitu kuat, membara, terbakar dan meledak. Hal yang patut aku tanyakan adalah apakah ini yang namanya cinta sejati atau diriku lah yang mulai tenggelam dalam terjangnya ombak. Perasaan halu dan kutukan bucin adalah dua hal yang selalu aku anggap remeh, tapi sepertinya sindrom tersebut sudah menyentuh basah telapak kaki ini.
Setelah merasa siap aku segera keluar dari apart miliku ini dan segera turun ke area parkiran. Ku tancapkan kaki ini pada bagian gas dan perlahan mendorongnya. Mungkin kalian berpikir aku egois, karena aku memiliki sebuah mobil tapi aku justru pergi sendirian, bahkan tanpa mencoba untuk mengajak dan menawari dirinya tumpangan. Tapi sebenarnya aku tak melakukannya karena terlalu banyak hal abu-abu yang mengitari diriku. Aku takut justru melangkah di jalur yang salah. Aku juga tak ingin membiarkan diriku kalap oleh sindrom atau apapun jenis dari hal yang sedang menhantui diriku ini.

(Setelah sampai ditempat tujuan)
Sacha POV
Ku langkah kan kaki ini keluar secara perlahan, perasaan gugup rasanya sedang memeluk diriku cukup erat saat ini. Namun tak akan ku biarkan sosoknya menahan gerak langkahku lagi. I’m here right where i’m supposed to be. Sudah terlambat untuk mundur.

Tempat ini sangatlah indah. Kebanyakan orang datang bersama dalam bentuk grup ataupun dalam rantai status pasangan. Sejauh mata memandang aku belum melihat ada orang yang datang sendiri ke tempat ini. Tak akan ku biarkan pikiran-pikiran ini berdatangan lagi.
“I had my own date, so pastinya aku ga sendirian” (Ucap batinku)

Ponsel milikku kembali bergetar, kali ini notif tersebut datang dari pesan david.
“Aku sudah berada disini” (Pesan text darinya)
“Aku menunggumu di taman ilusi ini” (Pesan text darinya)
“Okay, aku sudah dekat dan segera menuju kesana” (Balas text dariku)

Sesampainya di taman ilusi, aku melihat sosok pria yang tak asing lagi bagiku. Dirinya sedang berdiri membelakangiku. Aku menarik nafas ini dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.
Aku menepuk bahu kerasnya dengan sentuhan lembut jari jemariku yang pastinya sontak membuat dirinya berbalik dengan singkat.
“Oh Sacha, aku pikir tadi siapa” (Sahutnya)
“Sorry yah Vid, mungkin aku bikin kamu kaget” (Ucapku)
“It’s okay” (Ucapnya singkat)
“Kita cari tempat buat duduk yuk, supaya enakan” (Ucapku)
“Kita kesana aja, aku dari tadi mengamati sisi pojok dekat pohon itu ada tempat duduknya” (Jelasnya padaku)

Tanpa aba-aba lagi kami berdua segera berjalan ke arah sana. Tak ada satu katapun yang terlontar, baik itu dari david ataupun dari diriku sendiri. Tak tahu mengapa tapi keheningan ini serasa mencekik diriku perlahan. Aku gak bisa diem-dieman kayak gini lagi. Aku pun berdiri sembari mengatakan
“Aku berdiri disini meminta maaf atas semua kelakuanku yang mungkin menurutmu terlihat konyol dan bagaikan anak-anak. Aku mungkin tak dapat memenuhi semua ekspektasi dan menjadi panggilan hatimu. Mungkin aku tak layak, tak pernah pantas.”
“Jangan begitu, jangan memohon di depanku. Tolong duduk saja” (Ucap David dengan raut wajah yang Nampak sedih)
“Tidak, aku memang salah. Gak seharusnya aku bertingkah bodoh. Berusaha menjauh darimu setelah semuanya. Ketahuilah aku tak pernah bermaksud akan hal itu. Semuanya di luar kendali diriku. Dan aku turut menyesal kalau karena perbuatanku ini membuatmu merasa risau, cemas bahkan sedih dan kecewa” (Ungkap diriku)
“Nggak papa, mungkin aku yang membuat semuanya terlihat ribet. Mungkin aku yang agak mendorong dirimu. Kalau kau belum siap aku akan coba untuk memahaminya” (Tutur David)
“Please jangan salahkan dirimu. Biarkan aku yang menanggung segalanya. Jujur aku belum pernah ditembak oleh seseorang. Belum pernah ada seseorang dalam hidupku yang menyatakan dirinya mencintaiku. Tentunya setelah ayahku dan keluargaku” (Jawabku sedikit gugup)
“No, aku juga salah. Aku yang kasih kamu waktu untuk memikirkan semuanya. Jadi aku memang sudah seharusnya memberimu ruang yang kau butuhkan” (Kata David sembari tangannya mengenggam tanganku)
“Sudah, berhenti untuk saling menyalahkan. Kedatanganku kesini mengajakmu yakni untuk memberitahukan keputusanku. Namun sebelumnya aku berterima kasih karena dirimu sudah bersedia meluangkan waktu untuk datang, dan juga sudah bersabar padaku” (Ucapku)
“Aku ingin mengatakan bagaimana perasaanku, aku harap ini adalah keputusan yang terbaik” (Tambahku)
.
.
(BERSAMBUNG)
Bagaimana episode kali ini?
Beritahu aku opini kalian di kolom komentar yah!
Sorry kalau banyak kesalahan dalam penulisan kata atau kalimat!
____
Next episode :
“Sesaat mungkin indah, namun bagaimanakah pertanggung jawaban dari kata ‘selamanya’. Masa depan adalah satu alunan dari rangkaiaan kehidupan yang hanya bisa di ramalkan, di asumsikan, suatu prediksi untuk melangkah. Tak ada yang namanya ‘totally right’, ‘kebenaran hakiki’ atau apapun namanya itu”
.
TBC
Thanks yang udah support aku dan meluangkan waktu kalian untuk membaca karyaku ini
I love you all!
Please follow, subscribe, like, vote dan share yah
Setiap respon kalian benar-benar berarti bagi penulis.
See ya in the next episode!

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience