6

Drama Completed 691

"Lo itu berguna Adora, berguna. Tunggu waktu yang tepat aja nanti."

Vano tersenyum. "Gue boleh pulang dulu nggak? Gue lagi masak mie instan lupa dimatiin kompornya." izin Vano.

"Asataga Vano, sana urusin mie instannya."

Vano segera berlari ke rumahnya yang tepat di depan rumah Adora. Adora tertawa, namun tak lama tawanya hilang. Ia kembali sendirian.

Adora melihat ponselnya. Ada notifikasi dari kakak perempuannya.

@aputrixball : dek, dateng ya.

Adora tersenyum miris. Sebenarnya ia ingin sekali datang dan melihat secara langsung pertandingan kakaknya itu. Namun ia tak akan berani, di sana ada orang tuanya.

@adoranajmaorlin : sorry kak, gue nonton dirumah aja ya. Nggak enak badan. Semanggat!

Sementara di tempat lain Putri merasa kecewa setelah melihat jawaban dari adik perempuannya.

"Put, Adik lo yang sering lo ceritain bisa dateng nggak?" tanya salah satu teman Putri.

"Nggak bisa katanya nggak enak badan. Desi, Arina. Gue minta maaf ya, lain kali dia pasti gue paksa datang hehe." jawab Putri.

"Santai aja kali Put, nanti kita aja deh yang main ke rumah lo. Abisan dari cerita lo, Adik lo yang satu itu kocak banget, kita jadi penasaran." jawab Arina.

"Ide bagus tuh."

@aputri×ball : makannya jangan kebanyakan ngemilin baygon rasa babi

Adora tertawa ngakak membaca balasan dari kakaknya itu. Memang Putri selalu membuatnya tertawa.

@adoranajmaorlin : latihan sana hus, main hp mulu

@aputrixball : asiyaaaaap

Adora tersenyum singkat lalu membuka akun instagtam milik kakaknya itu. Ia berdecak kagum. "Ck. Kak Putri followernya sudah 12,3 K."

"Jadi penasaran sama followernya Bang Dirga." Adora menulis nama instagram kakaknya di kolom komentar.

"Woaah Bang Dirga nggak mau kalah. Followernya udah 10,8 K. Huhuhu, coba cek Adera ahh."

Adora kembali mengetikkan nama seseorang di kolom pencaharian. Ia sangat terkejut ketika membuka akun instagram itu.

"A-ada ceklis biru? Ngg-nggak mungkin!"

Adora hampir tak berkedip. Ia terlalu shock, apa benar ini adalah kakaknya? Sungguh tidak dapat dipercayai.

Saking penasarannya, Adora mengirimkan chat kepada kakaknya itu.

@adoranajmaorlin : ini Adera?

Ia mulai melihat-lihat koleksi foto Adera. Benar, ini Adera. Ada foto bersamannya saat mereka ke pantai beberapa bulan yang lalu.

@aderaorlin : iyalah, kaget ya? ya? yakan?
@aderaorlin : btw, bsk gue balik ke rmh

Adora terkejut. Kenapa semua orang akan pulang kerumah? Bukannya Adora tak senang bila keluarganya berkumpul ... hanya saja, ia merasa tak dianggap bila keluarganya sedang berkumpul.

"Huh." Adora menghela nafas berat. "Tambah nggak betah deh gue di rumah ini."

"Mendingan gue nonton pertandingan Kaput."

***

Putri menatap gawang lurus-lurus. Konsentrasinya harus terpusat pada satu titik. Dipikirannya hanya ada bagaimana caranya memasukkan benda bulat ini ke gawang.

"Tenang Put, kau pasti bisa." ucap Amber, gadis naturalisasi dari Italia itu berusaha menenangkan.

Putri menghela nafas. Ia mundur beberapa langkah dan berlari kecil lalu mantap menendang benda bulat itu tepat ke dalam pojok kanan atas gawang.

Penonton yang sempat menahan nafas kini sudah menghela nafas lega lalu berteriak-teriak, ada juga yang bernyanyi untuk lebih menyemangatkan Tim Nasional putri itu.

Putri tertawa lalu berlari ke pinggir lapangan mengangkat tangan lalu bersujud diikuti dengan ketiga temannya. Yang lainnya bersyukur dengan caranya masing-masing.

Putri mengadahkan kepalanya menuju kursi penonton. Fokusnya teralih ke tiga kursi terdepan yang meneriaki namanya.

"Ah, pantas Adora nggak mau ikut. Kasihan adik kecil manis gue." ucap Putri menunjukkan raut sedih.

"Lo kenapa Put? Nyetak gol sedih?" tegur Vanya.

Putri tersenyum. "Ah nggak,"

***

Fajar sudah datang dan seperti biasa, gadis dengan cepol asal-asalannya itu sudah stay di depan kelas XI MIPA 3

"Ngapain lo di situ?" tanya Attaya seraya menatap dingin gadis di hadapannya.

"Bekal? Gue nggak butuh. Lo makan aja sendiri. Pergi sana, Parasit!" tambah Attaya.

Adora masih memasang senyum bodohnya, ia tak menghiraukan kata-kata pedas Attaya tadi.

"Eh, lo tau nggak?"

"Nggak!"

"Makannya ini mau gue kasih tau!"

"Nggak mau tau!"

"Mau!"

"Nggak!"

"Adora Najma Orlin! Gue nggak mau!" tegas Attaya, bukannya ketakutan Adora malah menutup mulutnya dengan tangan sembari cekikikan.

"Apa lo? Kenapa ketawa-ketiwi nggak jelas?!" sewot Attaya menatap Adora tajam.

"Lo manggil gue dengan nama panjang. So sweet bangett, aaa jadi sayanggg." oceh Adora.

Entah untuk keberapa kali, Attaya ingin sekali menendang gadis di hadapannya lalu membuangnya ke tempat sampah terdekat.

"Harusnya Adora Najma Orlin binti Bram Pramudito. Jangan lupa saya terima nikahnya juga." tutyt Adora semakin membuat Attaya ingin bunuh diri.

Attaya tak menggubris dan langsung memasuki kelasnya. Ia melipat kedua tangannya lalu menaruh tangan kanan di atas tangan kirinya dan menopang kepalanya.

"Attaya abis lembur ya? Kayaknya capek banget." tanya Adora dengan wajah polosnya.

Attaya mengadahkan kepalanya lalu menghela nafas lelah. "Bisa pergi sekarang nggak?"

"Nggak."

"Jangan sampai gue panggil ultramen ya buat ngusir lo," ancam Attaya.

"Emangnya ultramen beneran ada? Ih Attaya ganteng tapi bego ya,"

Attaya mengerjap. Apa? Ia dibilang bego? Hah? Apa tak salah dengar?

"Udah ya, mending pergi sekarang." suruh Attaya dingin.

Adora menaruh telunjuk tepat di dagunya. Terlihat seperti orang berfikir. "Hmm, pengin sih pergi. Tapi Attaya makan ya bekal bikinan gue."

Attaya mengiyakan saja ucapan gadis itu. Ia lebih baik loncat dari puncak Gunung Salak dibanding bicara terlalu lama dengan gadis sinting itu.

"Yeyy. Yaudah gue ke kelas dulu."

Attaya menghembuskan nafas lelah. Ia membuka kotak bekal biru muda dari gadis gila barusan dengan ogah-ogahan.

***

"BAIM TAU NGGAK SIH?" heboh Adora memenuhi ruang lab bahasa.

"EH TOKEK MELEJAT-MELEJIT!" latah Baim yabg membuat Adora terkikik sendiri. "Apaan jir? Kaget gue!"

"Attaya nerima kotak bekal gue. Ini permulaan yang bagus."

"BODOAMAT DOR BODOAMAT."

Adora mencibir Baim. Ia beralih melirik Stefanny yang masih berkutat dengan naskah drama yang harus ia urus sebagai ketua ekskul drama.

Baru saja Adora mendekati Stefanny. Ia langsung dikejutkan dengan suara jutek Stefanny. "Jangan dekat atau gue sleding."

Adora kembali mencibir. "Lo berdua payah, nggak asik!"

"MUKA LO NGGAK ASIK DOR."

Adora berjalan keluar lab bahasa dengan perasaan kesal. Ia merutuki sahabat bodohnya itu. Tapi semua rutukan itu hilang saat tatapannya jatuh kepada Vallen dan Karina yang sedang berdebat.

"Lo nggak seharusnya lah bunuh semut, mereka juga berhak hidup." tutur Karina dengan tatapan sendu.

Vallen berdecak sebal. "Ck. Lo lebay banget sih. Itu cuma semut, nggak harus ditanggisin!"

"Lo yang nggak punya perasaan!"

"Kok lo nyolot!"

"Kalo gue nyolot lo mau apa ha? Mau apa?!"

"Jadi lo nantangin--"

"HEH JANGAN PADA BERANTEEEEEM!" pekik Adora, ia harus jadi penengah sebelum dimulainya peperangan antara Vallen dan Karina.

"Vallen tuh, seenak jidatnya bunuh semut." adu Karina dengan wajah sendu.

Vallen hanya melongo. Apakah Karina benar-benar sedih karena ia membunuh seekor semut itu?

"Yaudah ke kelas aja yuk Rin, nggak usah temenin Vallen." ucap Adora menenangkan.

Karina berdiri dan menatap Vallen sinis.

"Mampus lo nggak ditemenin!" ledek Karina.

"BODOAMAT GUE NGGAK MINTA DITEMENIN LO, CENGENG!"

"KOK LO NGEGAS LAGI!"

"MASIH MAU BERANTEM LAGI? GUE HARUS KE KELAS NIH!" Adora kembali menjadi penengah. Astaga.

Karina menurut. Ia mengekori Adora sementara Vallen sibuk mengumpat dalam hati.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience