17

Drama Completed 691

Attaya memukul-mukul stir mobilnya berkali-kali. Ia sangat kesal karena Adora memilih pulang bersama Vano dibanding dengannya.

Drrrrttt.... Drrrrrrtttt....

Ponsel nya bergetar. Attaya melihat nama di kontak itu. Edgar.

"Kenapa Gar? Oh iya. Gue meluncur."

Kemudian Attaya pergi dengan kecepatan tinggi.

Saat sampai di tempat yang diberi tahu Edgar, Attaya langsung turun dari mobilnya dan menghampiri Edgar dengan wajah datarnya.

"Mana?" tanya Attaya dingin.

Edgar menyegrit. "Napa lo? Tumben amat kesini jadi dingin."

Attaya berdecak. "Ck. Mana? Mau duit nggak?"

"Iya-iya."

Edgar memanggil seseorang untuk menyuruhnya mengambil sesuatu. Tak lama orang itu membawa motor besar berwarna merah lalu menyerahkannya kepada Edgar.

"Thanks ya Ryan."

"No problem."

Attaya hanya diam, malas untuk bicara. Mood nya hari ini sangat hancur. Ini semua karena Adora.

"Nih ah, abis ini lo tanding. Pokok nya harus menang, gue keluarin uang 20 juta buat ini. Kalah, nyawa lo ilang." ancam Edgar dengan wajah serius.

Attaya menaikkan sebelah alis nya. "Bacot. Kenapa nggak lo aja yang balapan?"

Edgar tiba-tiba terbahak. "Lo kan tau, skill kita jauh beda."

"Tuh tau kan, terus kenapa lo ragu?" sindir Attaya. Lalu kemudian ia mengecek motor pemberian orang bernama Ryan tadi.

Attaya tiba-tiba berdiri. "Panggil orang tadi," suruh Attaya. Edgar terkejut, namun ia segera memanggil Ryan.

"Kenapa, Gar?"

"Lo mau bikin gue mati?" tanya Attaya dingin.

Ryan gelisah sendiri, ia gelagapan. Bingung harus jawab apa. "E-enggak."

"Terus kenapa lo kasih gue motor yang rem nya DIPOTONG?!" Attaya menaikkan suara nya di akhir kalimat. Membuat semua perhatian tertuju padanya.

"Udahlah Tha, mungkin dia nggak tau--" Edgar berusaha melerai, namun ucapannya harus terhenti ketika Attaya mengangkat tangannya ke atas, menandakan Edhar harus diam.

"Gue nggak bego, Gar. Ini rem dipotong, bukannya putus," Attaya tak mau kalah.

Edgar menatap Ryan dengan tatapan bertanya. "G-gue ... maaf Gar."

Attaya menatap Ryan tajam. "Siapa lawan gue, Gar?" tanya Attaya pada Edgar, namun tatapannya masih tertuju pada Ryan.

"Dio, Tha."

Attaya berdecih. Pantas saja.

Attaya membelah keramaian dan mencari Dio. Ia kemudian menemukan Dio bersama dua wanita berpakaian minim. "Dari dulu sama aja, tukang main perempuan." gumam Attaya.

Attaya menarik Dio di bagian kerah baju nya. Dio melepaskan tangan Attaya dari kerah baju nya. "Ada tamu nih."

Attaya berdecak. "Ck. Nggak usah banyak omong deh lo, lo main curang kan?" tanya Attaya to the point.

Dio tertawa. "Kalo emang iya, kenapa?"

Attaya menaikkan sebelah alisnya. "Wajar aja sih, soalnya dari dulu. Lo nggak akan pernah ada di atas gue Yo," ucap Attaya dengan nada menjengkelkan.

Kepala Dio mendidih, ia benar-benar jengkel kepada Attaya. Manusia kaku yang tak pernah mengenal wanita.

"Kita tanding dulu, baru lo bikin kesimpulan," tantang Dio.

Attaya menyeringai. "Apa yang lo jadiin taruhan?"

"Motor gue + 20 juta."

"Itu nggak sebanding sama mobil baru gue." Attaya mengulum senyum samar.

"Lo mau apa lagi?"

"Lo jadi babu gue, sebulan doang."

Dio menggeleng. "Ogah."

"Berarti lo positive kalah dong kalo lo nolak?"

"Fine. Gue terima tantangan lo. Siap-siap kehilangan mobil baru lo!"

Attaya hanya mengangguk.

***

Deru motor sudah saling bersahutan. Attaya memakai motor Vanya, kekasih Edgar. Motor itu berwarna ungu, untung saja bukan merah muda.

"Siap-siap kalah, Purple Boy." ledek Dio. Ataya hanya mengacuhkan fokus dengan sesuatu yang akan ia jalani.

Gadis pembawa bendera sudah melempar bendera nya. Attaya menjalankan motor nya dengan kecepatan tinggi. Begitu juga Dio.

Mereka menempuh track yang tajam. Meliak-meliuk di jalanan. Dio sedikit tertinggal dari Attaya.

Dalam diam, Attaya mengulum senyum.

Attaya terus melajukan motornya dengan kecepatan tinggi sampai suara-suara teriakan terdengar di telinga nya.

Finish.

Attaya is the winner.

Dio yang baru sampai langsung membuka helm dan membantingnya. Ia murka, lagi dan lagi ia harus tunduk oleh Attaya.

"Jadi?"

Dio memberikan kunci motornya kepada Attaya dan uang tunai 20 juta rupiah. "Besok pagi lo harus dateng ke sekolah sebelum gue dateng."

Dio hanya menunduk menyembunyikan wajahnya yang merah akibat menahan kesal. Attaya sendiri dengan wajah datarnya memberikan uang itu kepada Edgar.

Edgar melongo. "Buat gue Tha?"

"Buat lo sama Vanya. Thanks udah pinjemin motor."

Edgar dan Vanya mengangguk. Attaya membawa motor Dio pulang sedangkan mobilnya ia biarkan di sana.

"Arrrgh. Sial." geram Dio.

"Gue pasti bales lo Tha, pasti."

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience