7

Drama Completed 691

Adora mengelap peluh di keningnya. Ia sudah berlari sangat kencang namun tetap saja ia masih jauh dari tujuan. Adora melanjutkan larinya. Sambil mengatur nafas yang terengah-engah.

"Ngapain lari-larian?" tanya dingin suara pria yang sangat Adora kenali bersama motor kebanggaannya.

Adora melongo menatap pria yang berbicara tadi. "Attaya?"

"Naik, gue anter."

"Ta--"

"Naik!"

Adora menurut, ia menaiki motor Attaya. Perasaannya campur aduk, ia lelah tapi juga senang dan kaget. Huh, susah diutarakan.

"Rumah lo di deket Vano kan?"

"Iya."

Tak ada yang bersuara, Attaya fokus dengan jalanan yang ia tempuh sedangkan Adora sibuk menetralkan debaran dalam dadanya.

Ya, ini yang dinamakan dag-dig-dug-dor.

Setelah sampai rumahnya Adora turun dengan wajah dibuat senetral mungkin. Ia tak mau kelihatan salah tingkah di depan Attaya.

"Makasih ya."

Attaya tak menjawab. Perhatiannya teralih dengan wajah marah di belakang Adora. Wanita paruh baya yang masih nampak muda menurut Attaya.

"ADORA!"

Attaya memperhatikan gerak resah Adora lalu kembali menatap wanit paruh baya itu. Adora nampaknya, hmm ketakutan? Ada apa sebenarnya?

"Itu dipanggil." ucap Attaya dengan wajah dibuat setenang mungkin.

"MASUK!" perintah wanita itu mutlak. Adora tak menghiraukan Attaya lagi, ia segera memasuki rumahnya.

Attaya bergeming di tempatnya. Ia membatu, sebenarnya ada apa dengan gadis gila itu.

Adora memasuki rumahnya dengan takut-takut. Ia menatap sekelilingnya, ada kue ulang tahun serta lilin yang cantik. Banyak tamu undangan seperti Tante, Om dan seluruh keluarga besarnya.

Apakah sekarang ia berulang tahun?

"ASTAGA HARI INI GUE ULANG TAHUN." batin Adora.

Adora bergegas menyalimi tangan keluarganya. Sesekali hanya tersenyum kepada yang seumuran dengannya. Namun, apakah ini tak terlalu berlebihan untuk orang seperti Adora?

Amira menghela nafas. "Dor, kamu ambil sana orange juice di dapur. Sebentar lagi acara mulai, jangan lupa kue juga pindahin ke meja situ." perintahnya sembari menunjuk meja panjang yang tak jauh dari Adora.

"Bu, memang harus dirayakan ya?"

"Harus. Hari ini ulang tahun Adera, dan dia mau pukang ke rumah ini. Astaga, anggap saja perayaan kesuksesannya."

Hati Adora mencelos, ia ingin sekali pergi dari rumah itu dan pergi dari kehidupan ini. Kenapa ia berpendapat bahwa pesta semeriah ini untuknya? Tentu saja bukan. Hello Adora, dunia saja bisa membedakan mana Tuan Puteri dan mana Upik Abu.

Adora tersenyum miris lalu menuju dapur untuk mempersiapkan yang disuruh ibundanya. Ia tak sengaja berpapasan dengan gadis berpakaian minim yang baru saja keluar dari toilet. Gadis itu menatap sinis ke arah Adora.

"Ck. Anak pembawa sial." ucapnya lalu berlalu begitu saja.

Adora tak bisa menahan air matanya. Kini pipi bulatnya sudah basah karena air mata terus meluruh. Namun, ia segera menyeka air matanya dan langsung membawa nampan berisi  orange juice ke ruang tamu untuk disajikan kepada tamu.

"Selamat ulang tahun ya Nak, semoga karir-mu semakin jaya." ucap Amira sembari mencium pipi gadis dengan rambut panjang yang ia biarkan terurai itu.

"Adera juga makasih ya Bu, karena doa Ibu Adera bisa sukses kayak sekarang," balas Adera lalu memeluk Ibunya.

Sementara di sisi lain, Adora membagikan orange juice kepada tamu undangan. Tak sedikit ia mendengar sindiran halus ataupun frontal yang mengatakan bahwa dirinya anak pemabawa sial, tidak berguna dan hanya menyusahkan orang tua saja. Memangnya apa salah Adora selama ini?

Selesai membagikan orange juice ia segera berlari ke kamar atas. Melepaskan semua yang ia tahan tadi, tanggisnya ia biarkan pecah. Kini, Adora Najma Orlin sedang menanggis dalam diam sembari memeluk lutut.

Tak lama ada pesan masuk ke ponsel Adora.

Vano : ke taman, gue tunggu

Adora tak membalas pesan itu, ia mengambil jaket dan pergi menuju taman lewat pintu belakang. Ia benar-benar ingin bertemu Vano. Saat di sekolah Vano sibuk mengurus kegiatan OSIS sampai tak bisa memasuki kelas dan tak bertemu Adora.

Entah mengapa rasanya, Adora tanpa Vano itu hambar.

"Van," panggil Adora lirih, ia menatap punggu pria yang ia sangat yakini adalah Vano.

Pria itu menoleh. "Dor, selamat ulang tahun ya." ucap Vano sembari menyodorkan Adora kue kecil berbentuk bulat dengan lilin diatasnya.

Adora tersenyum haru, ia tak menyangka jika di dunia ini masih ada yang perduli soal ulang tahunnya.

"Ekhem, tiup lilinnya Dor."

Ucapan Vano membuat Adora sadar, ia langsung menganggum dan meniup lilin kecil itu. Adora menatap Vano lekat, Vano memang yang terbaik yang ia punya untuk saat ini.

"Makasih ya Van," hanya kata itu yang keluar dari mulut Adora. Ia terlalu terharu untuk mengatakan banyak hal. Vano mengeluarkan pisau kecil yang sangat Adora kenali. Ya, itu Miky. Adora juga memiliki pisau yang sama, hanya berbeda warna. Namanya Milly.

Hari itu...

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience