3

Drama Completed 691

Adora tersenyum lalu memberikan kotak itu. "Terimakasih. Oh iya kenalin nama gue Tirta."

"Adora."

***

"Woy, kenapa bengong sih?" Vano membuyarkan lamunan Adora.

"Gue lagi mikir, kenapa Attaya nggak mau ya jadi pacar gue? Gue kan cantik, baik hati, tidak sombong dan juga indah dipandang." tutur Adora yang membuat Vano mengacak puncak kepala Adora gemas.

"Usaha lah, sedingin apapun Attaya ada masanya dia jatuh cinta sama lo," ucap Vano.

"Ah yang bener?" Adora langsung semangat.

"Bener lah."

Adora nampak sangat senang dengan ucapan Vano. Dan Vano yakin suatu hari nanti Attaya akan mencintai Adora.

Sembari terus tersenyum, Adora mendengarkan penjelasan Bu Mandah mengenai pelajaran kimia.

Kring.... Kring....

Bel yang menandakan istirahat telah berdering. Dengan semangat Adora menarik Vano yang masih tertidur pulas karena mendengarkan cerita panjang dari Bu Mandah.

"Dor, lain kali banguninnya pelan-pelan. Kepala gue jadi pusing nih." kata Vano sembari memegangi kepalanya.

"Maafkanlah,"

"Maaf diterima."

Mereka berjalan beriringan, kadang Adora bergelayutan di lengan Vano. Ya, begitulah mereka. Tak ada yang berpendapat bahwa mereka berpacaran, meskipun sangat dekat. Justru banyak orang bingung ketika mereka berjauhan.

Sesampainya mereka di kantin sudah disambut wajah cemberut Karina dan wajah usil Vallen.

"Ada apa lagi sih?" tanya Adora lalu duduk di sebelah Karina.

Karina menunjuk Vallen dengan bibir dikerucutkan. Vallen yang tak merasa bersalah hanya mengangkat bahu acuh.

"Daritadi selada gue dimakanin Vallen melulu, padahal kebab dia lebih banyak seladanya!"

Vallen melotot. "Gue cuma minta sedikit ya, ngadu ke Dora yang nggak-nggak aja lo!"

Karina menatap Vallen jengkel. "Dikit tapi mintanya berkali-kali Vallen! Sono ah pergi!"

Vallen yang ingin membalas nulutnya segera dibekap oleh Vano. "Lo jangan nyaut melulu, ngalah aja sama cewek mah." tutur Vano.

Vallen lagi-lagi mengangkat bahu acuh lalu meneruskan menghabisi kebab miliknya yang sisa separuh itu.

"Ador, gue pesen makanan dulu ya," pamit Vano. Baru saja Vano ingin melangkah, Adora sudah memanggilnya.

"PANO!!!"

"Gado-gado, nggak pakai jagung dan jangan pedas." tebak Vano sedangkan Adora hanya nyengir kuda. Memang Vano adalah orang yang selalu mengerti dirinya.

Setelah makanan yang dibeli Vano datang, Adora segera memakannya dengan lahap. Ditengah makannya yang enak itu ia dikagetkan dengan dua insan manusia yang teriak-teriak serta menggebrak meja yang diduduki Adora dan kawan-kawannya.

"Astaga,"

"LO TAU NGGAK SIH BERITA TERUPDATE HARI INI? BAKSO MANG SABAR NAIK HARGA! 7.000 JADI 8.000. GUE HARUS BAWA UANG EKSTRA NIH!" cerocos Baim dan dibenarkan oleh Stefanny.

"Harus seheboh itu ya?" tanya Vallen dingin.

Stefanny berdecak. "Ck. Harus, coba lo bayangkan ketika kebab tanpa selada." ucap Stefanny mendramatisir.

"Oh my god! What the hell? Tidak mungkin! Itu tak akan terjadi!" Vallen ikut heboh.

Karina yang melihat itu sangat muak. Terkadang ia membenci dirinya karena mau berteman dengan manusia aneh seperti mereka.

"Kalian tau berisik nggak sih?" Karina mulai tak tahan dengan tingkat ke-alayan temannya itu.

"Yeee tapir tampek, lo tuh diam aja ya. Plis deh, lo nggak akan ngerti gimana perasaan gue makan kebab tanpa selada." Vallen tambah ngaco lagi.

"TERSERAH!" seru Karina.

"Ada apaan nih rame-rame," ucap Vano yang baru sadar dari dunianya bersama gado-gado.

"Ini lagi si badak, yaampun ampuni hamba ya Tuhan." Karina mulai bertaubat guys.

"Ador, nanti pulang sekolah ketemu di tempat biasa ya," ucap Vano mengabaikan ucapan Karina.

"Oke." jawab Adora mengacukabg ibu jarinya.

***

Jam sudah menunjukkan pukul 16:15 dan taman sudah begitu ramai, mulai dari anak-anak, orang dewasa, manula bahkan remaja yang sedang menjalin kasih pun ada. Adora mengedarkan pandangannya kesana kemari sampai akhirnya menemukan apa yang dicarinya.

"Vano!" seru Adora yang hanya disambut senyum oleh Vano.

"Ajarin gue naik dong Van, gue juga pengen naik kesana." pinta Adora, dari kecil saat bermain di taman ini. Vano selalu naik ke dahan pohon yang ada ditengah taman sambil makan es krim. Sedangkan Adora hanya duduk di bawah pohon sembari memajukan bibirnya.

"Kalo mau naik lo harus berjuang." kata Vano, dan kejadian yang sama terus berulang dari dulu.

"Lo mah selalu ngomong gitu, tinggal ulurin tangan aja. Nanti gue naik." renggek Adora dan hanya dibalas senyuman oleh Vano.

"Lo nggak usah naik, capek. Gue aja yang turun terus duduk disamping lo." ucap Vano lalu ia segera turun dari dahan pohon yang tak terlalu tinggi itu.

"Tapi gue mau naik ke sana Van." renggek Adora lagi. Di seumur kehidupannya hal itulah yang Adora inginkan selain menyentuh bintang dan mendapatkan hati Attaya.

Vano menghela nafas lelah dan menyatukan kedua telapak tangannya lalu menyuruh Adora naik kesana. Namun saat Adora telah meraih dahan pohon itu, pegangannya terlepas dan hasilnya ia terjatuh. Vano membiarkan saja hal itu terjadi. Tanpa menolong sedikitpun.

"Lo udah jatuh, masih mau naik?" tanya Vano sambil bercacak pinggang.

"Masih lah. Kan lo yang bilang kalo mau naik harus berjuang." sahut Adora dengan senyum andalannya.

Dan lagi-lagi Vano menghela nafas lelah sambil menyatukan kedua tangannya lalu membantu Adora naik keatas pohon. Kali ini Vano menahan saat Adora ingin terjatuh. Dan akhirnya Adora berhasil naik ke dahan pohon dengan selamat.

"Sekarang lo udah naik kan? Puas?" tanya Vano sedikit kesal

"Vano marah ya? Yaudah kalo Vano marah gue turun." kata Adora sambil bergerak ingin turun.

"Enggak, jangan turun. Lo udah capek dan sakit buat naik kesana. Jadi jangan turun." jawab Vano seraya tersenyum yang juga membuat Adora tersenyum. Lalu Vano membelikan dua es krim yang letaknya tak jauh dari pohon tersebut dan segera naik keatas dahan bersama Adora.

"Lo tau nggak kenapa gue suka duduk sini dan nggak biarin lo duduk sini?" tanya Vano tiba-tiba.

"Nggak, kasih tau dong."

"Hahaha. Gue suka duduk disini biar bisa ngeliat bibir lo yang maju di bawah sana. Tapi sekarang gue lebih suka liat senyum lo dari samping sini." ucap Vano yang membuat Adora tersenyum tulus.

"Makasih ya Van." kata Adora yang membuat Vano menyengrit heran.

"Buat apa?"

"Buat semuanya. Buat lo yang selalu ucapin 'selamat ulang tahun', buat lo yang bantuin gue naik ke dahan pohon, buat lo yang beliin gue es krim, buat lo yang bikin gue selalu senyum." ujar Adora yang membuat Vano membulatkan mulutnya.

"Udah lah, santai aja. Ayo dimakan es krim nya. Jadi mellow gini." ucap Vano yang menyambut gelak tawa keduanya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience