11

Drama Completed 691

"Adora! OMG Adora! Gue sama Bai dapet kupon gratis Mang Sabar dua hari. Anaknya ulang tahun. Lo tau ga? Cuma gue sama Bai doang!" heboh Stefanny yang baru datang langsung nyerocos.

"Terus lo pikir kita perduli?" sahut Vano pedas yang membuat Stefanny kesal.

"Bang, lo itu harus, mesti, kudu, wajib, fardhu ain ngeresein gue ya?" kesal Steffany yang membuat Vano dan Adora terkekeh geli.

Belum selesai Adora terkekeh, didudut kelas sudah ada Vallen dan Karina sedang ribut hanya karena penghapus Karina dibelah-belah oleh Vallen. Lucu, terlalu kekanakan.

"Eh sialan, penghapus gue kenapa lo potong sih Len?" kesal Karina yang melihat penghapus kambing-nya terpotong-potong sehingga menjadi atom.

"Yee, lo tuh nggak tahu seni banget. Daripada bentuknya mirip tapir kena tampek mending gue bikin ginian," kata Vallen dengan nada congkak yang membuat Karina tambah naik pitam.

"Muka lo tuh mirip tapir kena tampek, udah jelas bentuknya kambing! Gantiin penghapus gue pokoknya!" seru Karina dan Vallen hanya menyumpah serapahi penghapus yang mirip tapir kena tampek menurutnya.

"Vallen! Karina! Come here Babe." panggil Adora yang membuat Vallen dan Karina menyamperinya.

"Kenapa Dor?" tanya Vallen lebih dulu. Padahal Karina telah membuka mulutnya terlebih dahulu.

"Emang Bocah Sialan, gue mau ngomong aja diselak."

"Lo kok ngomel mulu sih Rin? Mirip tapir kena tampek aja, mampus lo." ledek Vallen yang membuat Karina semakin mengamuk.

"Setan lo ya! Sini! Sini, gelud aja kita heh!" tantang Karina yang membuat Vano harus berdiri di antara dua manusia itu, mencegah Karina berbuat aneh di kelas ini.

"Kenapa ini?" tanya suara yang tiba-tiba ada di depan pintu.

"Eh Afina, ini loh, masa si Vallen ngajak gue ribut." ucap Karina yang membuat Vallen menatap Karina sinis.

"Lah? Lo yang ajak ribut gue. Kalo dilawan gue dibilang banci, giliran nggak dilawan mulut lo nyinyir mulu!" elak Vallen.

"Bising kali kalian berdua, sudah-sudah. Kumpul dulu kita, gue mau kasih tau sesuatu." ucap gadis yang dipanggil Afina itu.

"Ini kita udah kumpul somplak! Kebanyakan makan jeroan kambing begini nih." cetus Vallen yang membuat teman-temannya tertawa.

"Jaga mulut lo ya Vallen, belom aja kepala lo gue puter 180°." sahut Afina yang membuat Vallen bungkam. "Jadi begini, gue kan mau ulang tahun-"

"Masih minggu depan sialan, ngapain lo omongin sekarang." potong Karina cepat yang membuat satu jitakkan mendarat dikepala-nya dan dikepala Vallen.

"Sakit sialan."

"Kenapa gue juga kena sialan!"

"Lo berdua sama aja, dengerin dulu kalo gue ngomong sialan!" bentak Afina yang membuat Adora ambil alih.

"Udah-udah, sialan-sialan melulu. Afina mau ngomong apa?"

"Gue mau adain party, ya lo tau lah. Anak orang kaya emang begini. Tiap ulang tahun pasti ada party." ucap Afina dengan nada congkak yang dibuat-buat dan langsung membuat Vano melotot lalu melirik Adora, memberikan kode. "Bercanda guys, hehe." tawa renyah Afina setidaknya sedikit mencairkan suasana.

"Kalian dateng yah, gue mau kasih tau yang lain dulu nih." pamit Afina lalu ia menghilang secepat The Flash.

Adora hanya diam.

***

"Attaya."

Sudah lebih dari seribu kali gadis sinting itu memanggil Attaya yang sedang membaca buku dengan serius. Terkadang Attaya hanya berdecak lalu tenggelam dalam bukunya itu.

"Eh Tha, masa kemarin gue ngeliat anak kecil. Lucuuu banget, dia beli boneka babi. Ish lucu banget deh," cerocos Adora yang tak ditanggapi sama sekali oleh Attaya.

"Eh Tha, lo udah jatuh cinta sama gue belom?" tanya Adora mendadak dengan wajah penuh senyum.

Attaya mengalihkan perhatian dari buku yang ia baca menuju Adora. "Belom."

"Kalo sekarang?"

"Belom."

"Sekarang? Sekarang?"

"Belom dan nggak akan pernah!" seru Attaya.

"Ahh, mungkin besok."

Attaya mengacak rambutnya frustasi, ia benci jika terus diikuti gadis sinting ini. Rasanya Attaya ingin pergi jauh, jauh sekali. Bahkan ia ingin pergi ke Uranus hanya untuk bisa membaca buku drngan tenang.

Attaya berjalan keluar perpustakaan, masih diikuti gadis sinting itu. Ia menghela nafas lalu menoleh. "Lo bisa nggak, sehari aja nggak usah ganggu gue?" tanya Attaya dengan nada pelan.

Adora tersenyum. "Sayangnya nggak."

BODOAMAT.

Attaya terus berjalan sembari mengumpat. Ia menatap jengkel kepada kedua temannya yang mentertawakannya.

"Apa lo?" tanya Attaya ketus.

"Kalem Tha, lagian Adora itu nggak jelek-jelek amat sih." ucap Nando--teman Attaya--.

Attaya mendenus, memang Adora tidak terlalu jelek. Hanya saja, gadis itu sinting. Sangat sinting.

"Kalo lo mau, ambil aja nih. Nan," kata Attaya sambil mendorong tuvuh Adora jijik.

"Makasih nggak usah repot-repot."

Tirta mendekati Adora lalu menarik gadis yang masih memajang wajah polosnya itu. "Kenapa tempo hari nggak ke kafetaria? Gue nunggu sampe lumutan tapi lo nggak datang."

Adora bengong. "Ngapain ke kafetaria?"

"BODOAMAT ASTAGA."

"Yaudah kalau mau ke kafetaria ayo," ajak Adora lalu berjalan melenggang menuju kafetaria sedangkan Tirta mengelus dadanya, mencoba sabar.

Mereka sampai di kafetaria, Adora memesan soto ayam sedangkan Tirta memesan bakso Mang Sabar.

Hening, hanya ada suara dengtingan sendok. Tirta tak tau harus memulai dengan cara apa. Ia benci dengan dirinya sendiri.

"Eh Dor."

"Apa?"

"Hm, lo waktu kecil sering duduk di taman ya? Masih pake seragam sekolah, sore."

Adora tersentak. Bukan. Bukan karena ia kaget kalau Tirta menanyakan itu. Ia kaget karena tanpa sengaja ia menelan tulang ayam.

Adora terbatuk-batuk. Tirta segera memberikan es teh manis kepada Adora. Adora meminumnya rakus lalu bernafas lega.

"Lo nanya apaan tadi?"

INGIN KU TERIACK.

"Nggak jadi kok Dor, hehe."

"Lo yang bayar kan ini? Soalnya gue nggak mau bayar." lagi-lagi Tirta mengangguk dan menghela nafas dalam-dalam.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience