18

Drama Completed 691

Adora menghela nafas. Hari ini, Vano sangat berbeda. Ia sangat aneh.

"Dor." panggil Dirga yang tiba-tiba ada di ambang pintu. Tanpa mengetuk bahkan mengucapkan salam.

"Ketuk dulu!" Adora bersunggut-sunggut. "Salam juga!"

"Iya-iya." ucap Dirga.

Dirga keluar kamar Adora lalu menutup pintunya lalu mengucapkan salam. Adora pun menjawab salam nya. Lalu Dirga masuk dengan wajah menyebalkannya.

"Dor, gue mau bicara," ucap Dirga agak lirih. "WOY PUTRI! SINI LO DODOL GARUT. SEENAKNYA AJA LO DI LUAR, GUE YANG NGOMONG!" pekik Dirga.

Astaga. Manusia ini aneh sekali.

Putri memasuki kamar Adora perlahan. Ia tersenyum kikuk menatap Adora. "D-dor."

Adora menelan ludah. Jika Putri sudah bersikap seperti ini, pasti ada yang tidak beres. Adora mulai merasakan debaran di jantung nya tidak normal.

"Ke-kenapa? Apa yang mau kalian bicarain?" tanya Adora mencoba tenang, namun suaranya gemetar karena takut.

Putri duduk di samping Adora, di tepi ranjang. Ia mengelus puncak kepala Adora. "Kemarin Kaput dikasih tau sama Bangdir--"

"Bang Dirga woi, jangan Bangdir."

"Ah berisik lo kadal musim dingin!"

Dirga terdiam. Putri melanjutkan kembali ucapannya. "Hmm, kenapa Ador bisa suka sama Attaya?" tanya Putri.

Kok nggak nyambung?

"Karena Attaya unik, suka aja. Nyaman aja gitu kalau deket Attaya, yaa ... walaupun dia sering nyakitin hati Ador. It's okay aja. Ador sayang Attaya," ucap Adora.

Putri dan Dirga saling melempar tatapan bingung satu sama lain. "Dor ... sebenernya kita nggak mau bilang ini, tapi sebaiknya lo jauhin Attaya." Dirga berucap dengan intonasi yang pelan.

Adora menatap Dirga heran. "Iya, kita sayang sama Ador. Kita nggak mau Ador disakitin," tambah Putri.

Adora beralih menatap Putri. "Kemarin Kaput yang nyuruh Ador semangat ngejar Attaya, kenapa sekarang Kaput yang nyuruh Ador mundur?"

Putri tertegun. "Kita cuma nggak mau Ador sakit hati," jawab Putri kemudian tersenyum.

Adora mengulum senyum samar. "Iya, Ador usahain."

***

Hari ini, Vano menjemputnya dan mereka berangkat ke sekolah menggunakan motor milik Vano. Adora tak banyak bicara hari ini, ia masih bingung dengan apa yang terjadi. Sepertinya semua orang ingin menjauhkannya dari Attaya.

Tanpa Adora sadari, kini mereka telah tiba di parkiran sekolah. Vano yang sudah beberapa kali memanggil namanya akhirnya melihat kebelakang, ia menusuk pipi Adora dengan jari telunjuknya.

"Iih, Vano apaan sih?" rajuk Adora.

Vano tertawa pelan. "Udah nyampe, cepet turun. Bentar lagi bel."

Adora mengangguk patah dan langsung turun. Ia memberikan helm yang dipakainya kepada Vano. Tak lama Vano ikut turun dan berjalan di samping nya.

"Nanti, jangan jauh-jauh dari gue." Vano membuyarkan semua pemikiran Adora.

"Kenapa?"

Vano menatap Adora sekilas. Ia tak berniat menjawab pertanyaan Adora. "Kenapa nggak dijawab?" tanya Adora.

Kini, perhatian Vano seutuhnya ke Adora. "Dor, nggak semua pertanyaan membutuhkan jawaban."

Adora hanya mengangguk. "Berarti, Vano nggak bisa jawab juga kalo Ador nanya kenapa Vano, Kaput, Bangdir nyuruh Ador buat jauhin Attaya?"

Vano yang kini bungkam. Ia tak menggubris pertanyaan Adora. Ia justru mengalihkan topik. "Eh, gue punya payung babi warna kuning. Baru beli kemarin, mau nggak?"

Adora hanya menghela nafas.

"Kenapa nggak jawab?" tanya Vano heran. Karena, biasanya jika menyangkut soal babi. Adora paling antusias.

Adora menatap Vano dalam. Langkah mereka bahkan sekarang sudah terhenti. "Van, nggak semua pertanyaan butuh jawaban," jawab Adora lalu melenggang jalan meninggalkan Vano yang masih membatu.

Vano lagi-lagi dibuat bungkam.

***

Hari ini Attaya datang menggunakan motor hasil taruhannya semalam. Ia tersenyum miring saat melihat Dio sudah menunggu nya di parkiran.

"Nih bawa!" suruh Attaya kemudian melemparkan tas nya kepada Dio lalu membuka helm.

Attaya berjalan santai sementara Dio mengekorinya sambil terpogoh-pogoh membawa tas milik Attaya.

"Astaga, tas lo isinya apa sih? Berat banget!" tanya Dio yang sama sekali tak digubris oleh Attaya.

Pandangan Attaya dan Adora bertemu, selama beberapa detik terkunci sampai akhirnya Attaya melepas pandangannya dari Adora.

"Maafin gue," ucap Adora lirih setelah Attaya agak jauh darinya.

***

Suasana kantin sudah cukup ramai. Attaya sedang makan soto mie dengan Dio. Bukan, bukan mereka makan bersama. Attaya yang makan dan Dio yang menatapnya jengkel.

"Sampe kapan sih nih, males gue lihat muka lo!" seru Dio.

Attaya mengangkat sebelah alisnya. "Sebulan, masa udah lupa sih?"

"Kasih potongan lah, Tha."

"Nggak ada, lo kira diskon RAMAYANA?"

Dio berdecih, dasar Attaya. Manusia kaku, hati batu, perasaan buntu! Dio terus mengumpat Attaya dalam hatinya.

Sementara, di meja lain Adora tidak bisa fokus. Temannya yang lain sedang bercanda, ia malah sibuk memikirkan Attaya.

"Dor, napa ngelamun?" tanya Karina yang menyadari bahwa Adora agak berbeda hari ini.

Adora memaksakan senyum. "Nggak apa-apa," ucap Adora.

"Eh, gue mau ke kamar mandi dulu ya," pamit Adora. Tak tahan bila berada di sini.

Semua mengizinkan, Adora berjalan menuju kamar mandi lantai dasar yang tempatnya tak jauh dari kantin.

Saat sampai ia dikejutkan saat mendengar pembullyan salah seorang siswi yang sepertinya anak kelas 10. Adora menempelkan telinga nya di balik pintu yang tertutup, ingin mendengarkan dulu apa masalah mereka sebenarnya.

"Udah gue bilang, lo tuh nggak ada pantes-pantesnya buat Erlangga! Nggak usah sok cantik!" seru salah satu gadis, Adora tau betul itu adalah suara dari Dinda, teman seangkatannya.

Terdengar ringisan anak yang sedang dibully. Mungkin kontak fisik?

"Tau nih, mulai sekarang. Jangan deketin Erlangga lagi kalau lo masih mau hidup tenang di sekolah ini," kecam satunya lagi.

Adora menjauh, ia berlari menuju tangga yang sangat dekat dari toilet. Ia duduk di sana sambil memainkan ponsel nya.

Tiba-tiba Dinda dan kedua selir nya lewat. "Eh, Adora."

"Iya?"

"Ngapain, sendirian?"

"Dimana-mana berisik, gue butuh ketenangan buat main game," jawab Adora. Matanya tak lepas dari ponsel pintarnya.

"Oh, maaf ganggu."

Adora hanya mengangguk, tak lama Dinda dan kedua selirnya pergi ke kelasnya. "Aduh, pengen ke kamar mandi."

Adora melangkah ke kamar mandi. Saat sampai, ia melihat siswi yang sepertinya korban bullying tadi. Ia menghampiri siswi itu.

"Ada yang sakit?"

Siswi yang masih menanggis kini menatap Adora. "Nggak." ia kemudian menghapus air matanya.

"Siapa nama kamu?" tanya Adora lagi.

"Lani, Kak."

Oh Lani, Adora memang sering mendengar gosip yang diceritakan Stefanny dan Baim. Mereka pernah membicarakan soal Lani dan Erlangga. Dan setau Adora juga, Dinda itu suka Erlangga dari mereka masih kelas 10.

"Rumit, Ador nggak mau cinta-cintaan."

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience