Akhirnya setelah beberapa lama aku sibuk dengan urusan pernikahan, dari fitting baju pengantin, memilih ini dan itu sekarang tiba juga hari dimana aku akan menjadi istri orang. Siapa dan bagaimana "dia" calon suamiku aku benar-benar tidak tahu.
Hatiku berdebar kencang, timbul rasa was-was saat kunaiki anak tangga panggung megah yang berhiaskan bunga dan seonggok singgasana cantik yang dihias sedemikian rupa untuk aku duduki bersama "dia". Kupandangi wajah-wajah bahagia para tamu undangan dan juga orang itu, orang yang kucintai beserta istri-istrinya yang juga hadir memeriahkan pernikahan ku. Pedih rasanya.
Aku berharap ia yang duduk bersanding denganku disini saat ini namun tidak terjadi malah orang lain, orang yang tidak aku kenal, tidak kucintai yang akan ada disini. Seperti apa orang itu aku pun tak tahu menahu hanya berharap "dia" orang yang baik.
"Kok pengantin prianya belum datang ya?" cibir salah seorang sosok dari bangku undangan.
Aku tertunduk diam hampir menangis. Acara sudah mulai sejak beberapa menit yang lalu ujar MC pembawa acara tapi tak terlihat juga sosok pria calon suamiku itu. Aku cemas. Apakah pernikahan ku akan gagal. Hatiku sakit. Kecewa, sedih dan apalah yang kurasa ini aku tak mengerti. Semua bercampur aduk hingga membuat ku pening, lalu...
Alhamdulillah SAH
Terdengar suara entah dari mana. Semua mata berkeliaran mencari asal usul suara itu. Ada seorang pria paruh baya rupanya sumber suara itu. Dia berdiri disebuah pintu ruang dan berteriak SAH dan memberi isyarat kepada MC.
"Alhamdulillah ijab qobul nya sah, mari kita sambut pengantin pria untuk bertemu dengan pengantin wanitanya. Semua siap? Pengantin wanitanya siap?" MC berkata kepada para hadirin dan juga padaku.
"Siap..." serentak semua menimpali dengan semangat.
Aku masih terbengong-bengong. Bagaimana bisa sah? Kapan ijabnya? Bukannya calon suamiku belum datang? Banyak pertanyaan yang muncul di benakku yang tak memiliki jawaban. Belum hilang penasaran ku, dari jauh kulihat segerombolan orang muncul keluar dari arah pintu ruang yang dijaga bapak paruh baya yang berteriak SAH tadi.
Dari pakaiannya bisa ketebak beliau adalah penghulu pernikahan disusul Abah dan Umi dan juga calon mertuaku dan sesosok laki-laki. Astaga dia tampan sekali...
"Eh siapa itu? Ganteng banget!" bisik sesosok kepada teman disebelahnya tapi aku tidak tahu siapa itu, aku terpaku pada pria tampan itu sama seperti mereka.
Dia menghampiriku. Pria tampan itu menghampiriku dan berdiri didepan ku. Jantungku berdegup kencang tak beraturan. Aku linglung. Hanya wajah tampan ini dengan senyuman manis nya yang ada di benakku. Ya Allah ada apa ini?
"Pengantin wanita dipersilakan mengecup tangan suaminya!" suara MC tapi tak terdengar olehku.
Aku masih diam hingga... Sepotong tangan halus menyapu kepalaku dan yang kudengar adalah kata-katanya.
" Tidak apa-apa, aku suamimu sekarang", tukasnya lembut. Suaranya merdu ditelingaku.
"Shelly tangan suaminya dikecup nak, dia muhrimmu sekarang", Umi berkata sambil memegang pundak ku. Aku tersadar.
Kuraih tangan suamiku dan ku kecup sekali. Kurasakan dingin tangan pria ini sama sepertiku. Dia gugup rupanya. Kusadari aku mendapati diriku tersenyum saat mengecup tangannya. Aku lega dan tersipu secara bersamaan. Lalu kurasakan sesuatu menyentuh keningku. Aku mendongak dan melihat "dia" mengecup keningku.
Acara diteruskan. Aku bersanding dengannya "suamiku" di singgasana cantik ini. Berdua berdampingan. Suara doa yang dilantunkan oleh penghulu dan para saksi serta para tamu tak terdengar olehku hanya suara jantungku dan detak jam yang terdengar sangat keras dan lama. Aku terhanyut dalam perasaan campur aduk.
MC membawa acara tahap demi tahap hingga acara penutupan pun dimulai. Segenap undangan yang hadir yang telah selesai menyantap hidangan yang disediakan pun satu persatu mendatangi kami, aku dan suamiku, berjabat tangan dan mengucapkan selamat. Semua berlalu begitu cepat sampai disuatu titik kudapati wajah yang tak asing bagiku.
"Selamat ya Shelly semoga pernikahannya langgeng, menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah", ucap wanita berparas cantik yang tak lain adalah ustadzah ku, istri orang yang kucintai.
Ku tatap wajah cerah ceria ustadzah dan tersenyum tipis. Seketika itu hatiku sakit, teriris kenyataan bahwa aku sudah menikah, sudah istri orang. Dan suamiku bukan dia yang ku inginkan.
Terpapar jelas didepan ku Ustadz Zaki beserta ketiga istrinya di hadapanku memberiku selamat.
Apa yang ada dipikiran dan hatimu ustadz? Bukankah engkau berkata bahwa engkau mencintai ku? Mengapa tak mencegah dan menghalangi pernikahan ku? Apa aku sudah tidak ada artinya? Apakah Lyodra lebih baik dari ku?
Hatiku berkecamuk tanpa kusadari bahwa suamiku memandangi ku sedari tadi. Dia diam tapi jelas tersirat di raut mukanya bahwa dia penasaran. Aku tidak peduli. Hatiku kacau. Aku menunduk dan membisu hingga acara selesai.
Share this novel