Tanda Bahaya

Drama Series 6599

Sedari subuh Mas Al telah memanaskan mesin caravan miliknya itu. Semua bagian di cek dengan teliti agar tidak terjadi hal yang tidak kami inginkan. Sembari melakukan rutinitas kami sehari-hari, suamiku yang ganteng ini sesekali melirik ke arahku, entah kenapa.

"Kenapa Mas?" tanyaku.

Mas Al tak menjawab hanya tersenyum. Aku mendekapnya dari belakang dan mencium tengkuknya. Suamiku merespon geli. Tengkuk memang hal yang sensitif untuknya dan aku suka sekali menggodanya.

"Sayang jangan dong nanti berdiri lho adik kecilnya," canda Mas Al.

"Iya sudah," kataku.

Mas Al berdiri dan berbalik ke arahku. Dia memelukku dan melumat bibirku dengan lembut tapi tak lama. Dia menghentikan aksinya padaku dan berjalan ke arah gerbang. Mas Al mengintip melalui celah-celah pagar dan memberi isyarat padaku untuk mendekatinya.

"Ada apa Mas?" kataku tepat dibelakangnya.

"Shhh... jangan berisik sayang, coba lihat yang ada di seberang jalan itu bukannya Ustadz Zaki ya?" ucap Mas Al.

Aku terkejut dan segera memperhatikan dengan seksama ke arah yang ditunjuk oleh suamiku. Mataku terbelalak melihat Ustadz Zaki benar-benar ada di seberang jalan rumah kami sepagi ini. Aku menarik tubuh Mas Al menjauh dari gerbang dan berbisik kepada Mas Al.

"Mau apa dia kemari pagi-pagi buta begini Mas?" tanyaku pada Mas Al.

"Tidak tahu sayang tapi yang jelas bukan sesuatu yang baik karena ini bukan waktunya orang bertamu dan lagi dia tidak melakukan apa-apa selain melihat ke arah rumah kita sejak tadi," ungkap Mas Al.

Aku bergidik ngeri. Aku tak pernah membayangkan bahwa Ustadz Zaki mampu melakukan hal yang tidak baik selain melakukan zina dengan muridnya sendiri. Dia ustadz yang cukup taat dan berperilaku baik kecuali soal birahi tentunya. Hal ini membuat aku dan suamiku sepakat untuk masuk ke dalam rumah dan tidak pergi keluar sampai Ustadz Zaki pergi.

Kami memantau ke arah seberang jalan rumah kami melalui cctv yang sudah terpasang jauh sebelum aku menjadi istri Mas Al. Dari sini kami tahu bahwa Ustadz Zaki belum juga beranjak dari tempatnya dan masih mengawasi rumah kami. Apa yang dia mau dan apa yang dia tunggu juga tidak jelas.

Sekitar pukul 09.00 WIB akhirnya Ustadz Zaki pergi juga. Kami sedikit lega. Mas Al segera mengecek cctv sekali lagi hingga akhirnya kami mengetahui bahwa Ustadz Zaki sudah ada didepan rumah kami sedari subuh berkumandang. Untuk apa coba? Kelakuannya ini sudah seperti peneror saja.

Mas Al segera mengajak aku pergi sejauh mungkin dari rumah. Kami memutuskan untuk ke rumah sakit seperti rencana awal kami untuk memeriksa kandunganku. Setidaknya kepergian Ustadz Zaki membuat kami cukup lega dan dapat mengambil langkah selanjutnya dengan tenang dan baik.

"Kita periksa kandunganmu dulu ya sayang. Kita lihat kondisi anak kita dulu lalu kita mengungsi dulu ke villa ya! Kita cari tahu dulu apa yang Ustadz Zaki mau dari kita dan apa yang akan dia lakukan kita awasi terus lewat cctv," kata Mas Al coba menenangkan diriku dan mencoba sewaras mungkin untuk bertindak.

Aku mengangguk tanda menyetujui permintaan Mas Al. Ku akui aku cukup takut dan ngeri saat ini. Tidak pernah terbayangkan akan ada orang yang mengawasiku seperti stalker. Andai saja dulu sebelum aku menikah dengan Mas Al dan dia melakukan hal ini maka aku pasti akan bahagia karena dia memerhatikan diriku. Tapi sekarang semua sudah berbeda. Aku sudah menerima Mas Al menjadi suamiku dan aku mulai mencintainya juga karena anak kami. Dia sudah gila. Kami bergegas pergi menggunakan caravan.

Tak terasa caravan kami telah berhenti di sebuah halaman rumah sakit, Rumah Sakit Bina Sehat namanya. Mas Al membantuku turun dan menggandeng tanganku ke dalam menuju ruang resepsionis rumah sakit.

Kami duduk dan mendaftar untuk pemeriksaan di poli obgyn (obstetri dan ginekologi) atau sering disebut poli kandungan. Mas Al meminta dokter spesialis yang menangani ibu mertuaku dulu saat beliau hamil dan melahirkan. Dia membuat janji bertemu saat itu juga. Sepertinya suamiku sudah hafal betul jadwal praktek si dokter ini.

Kami dipersilahkan ke sebuah ruangan khusus poli obgyn-dokter Fahmi. Sepertinya Dokter Fahmi ini adalah dokter spesialis senior hingga beliau memiliki ruangannya sendiri di rumah sakit ini. Dari penjelasan Mas Al bisa ku simpulkan bahwa keluargaku kini sudah mengakui jam terbang si dokter.

Sekitar hampir setengah jam lamanya kami menunggu antrean pasien Dokter Fahmi kini tibalah giliran kami. Aku dan suamiku masuk ke dalam. Seorang dokter paruh baya mempersilakan kami duduk. Terlihat beliau begitu mengenali sosok suamiku.

"Wah Mas Aldrik sudah lama tidak bertemu, siapa yang dibawa periksa sekarang?" sapa Dokter Fahmi ramah.

"Istri saya, Dok. Tolong diperiksa. Kemarin sudah testpack hasilnya positif. Saya dan istri ingin tahu keadaan anak kami. Umurnya, perkembangannya dan apa saja yang boleh dan tidak boleh untuk anak kami ini," balas Mas Al menjelaskan.

"Masih muda sudah menikah Mas? Sudah hamil lagi. Memang Mas Aldrik ini selain ganteng juga subur orangnya. Mari saya periksa Mbak. Silahkan naik ke ranjang periksa," jawab Dokter Fahmi sedikit bergurau.

Beliau memeriksa perutku dengan seksama dan mulai mengoleskan gel ke atas perutku. Dengan sebuah alat yang tersambung dengan mesin USG beliau mulai menekan perutku perlahan.

Di layar USG menunjukkan gambaran mengenai kandunganku. Beliau memutarkan alat ke seluruh arah dan terlihatlah gumpalan-gumpalan janin anakku dan Mas Al. Dokter berdecak kagum dan berkata bahwa aku sedang mengandung janin kembar empat. Hal itu sontak membuat aku dan Mas Al kaget, bingung dan tak tahu harus berbuat apa.

"Selamat ya Mas Aldrik, istrinya hamil kembar empat," ujar dokter.

"Terima kasih banyak, Dok," balas Mas Al.

Setelah beberapa saat penjelasan dari dokter kepada kami tentang keadaan kandunganku dan bagaimana cara untuk merawatnya kami pun pamit pulang. Di dalam caravan kami masih seperti orang linglung bahkan sampai tiba di dalam kamar villa pun kami masih linglung.

Kami merebahkan diri di ranjang dan mengingat semua ucapan dokter pada kami. Entah apa yang merasuki suamiku ia langsung memelukku dan menciumi wajahku hingga kami berdua terjatuh di atas kasur dalam posisi masih berpelukan.

"Terima kasih sayang, terima kasih banyak. Mas janji akan menjaga dan merawat kamu dan anak kita," ucap suamiku sambil terus menciumiku.

"Ya Mas, tolong jaga kami ya! Lalu sekarang kita mesti gimana? Apa mau bilang ke Bapak dan Ibu atau tidak? Kalau bilang nanti mereka tanya kenapa kok kita ke villa bukan di rumah? Kita mesti jawab bagaimana?" tanyaku bertubi-tubi.

Saat ini kami memang sedang bahagia namun kenyataan bahwa ada orang yang ingin berniat jahat kepada kami membuat kami takut apalagi usia kandunganku masih sangat muda yaitu masih sekitar satu minggu. Bagaimana jika beliau nekat dan membuat aku kehilangan anak-anak kami.

Mas Al mengambil nafas panjang dan berfikir sejenak. Ia sudah memutuskan untuk memantau perkembangan rumah melalui cctv terlebih dahulu selama paling tidak seminggu kedepan. Jika ada sesuatu yang tidak kami inginkan maka kami akan melaporkan beliau ke pihak yang berwenang. Intinya apa yang akan kami perbuat semua bergantung pada apa yang akan si Ustadz lakukan. Kami hanya bisa berdoa untuk keselamatan kami sekeluarga. Semoga tidak ada hal buruk terjadi khususnya pada anak-anak kami.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience